• Tidak ada hasil yang ditemukan

Issu Strategis Menuju Desa Mandir

Dalam dokumen MODUL PELATIHAN PENDAMPING LOKAL DESA (Halaman 136-139)

MENCAPAI DESA MANDIRI DALAM KERANGKA UU DESA

III. Issu Strategis Menuju Desa Mandir

Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, Jaring Wira Desa

Mewujudkan Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial melalui pendekatan pembangunan dan pemberdayaan Desa merupakan gambaran mengenai Desa Mandiri. Muatan strategis UU Desa menuju Desa mandiri bertumpu pada tigadaya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar Desa, makin kuatnya sistempartisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di Desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi terhadap pembangunan serta pemberdayaan Desa.

Tigadaya tersebut selaras dengan Konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani Yustika selaku Dirjen PPMD Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa membangun Desa dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 setidaknya mencakup upaya-upaya untuk mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat Desa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah “Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, dan Jaring Wira Desa”.

Lumbung Ekonomi Desa tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial terhadap rakyat miskin, tetapi juga mendorong usaha ekonomi Desa dalam arti luas. Penciptaan kegiatan-kegiatan yang membuka akses produksi, distribusi, dan pasar (access to finance, access to production, access to distribution and access to market) bagi rakyat Desa dalam pengelolaan kolektif dan individu mesti berkembang dan berlanjut.

Pembangunan dan pemberdayaan Desa diharapkan mampu melahirkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah konsep mengenai perkuatan dan kontribusi yang disumbangkan oleh sektor ekonomi riil, tidak hanya dari pasar uang dan pasar saham. Sektor ekonomi riil yang tumbuh dan berkembang dari bawah karena dukungan ekonomi rakyat di Desa.

Pertumbuhan ekonomi dari bawah bertumpu pada 2 hal pokok yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan sumberdaya milik lokal dalam rangka kesejahteraan bersama dan memperbanyak pelaku ekonomi untuk mengurangi faktor produksi yang tidak terpakai.

ketidakseimbangan modal, informasi, dan akses lain yang dimiliki para pelaku. Kurang adanya intervensi yang pantas dari pemerintah dalam daya ekonomi bawah ini telah menyebabkan permasalahan antara lain kegagalan pasar, terjadinya monopoli, misalokasi sumberdaya, dan adanya sumberdaya yang tidak terpakai.

Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya tidak cukup hanya melalui treatment membuka akses permodalan, akan tetapi juga akses produksi, akses distribusi dan akses pasar. Akses permodalan dibuka dan dikembangkan melalui pemberian kredit yang terjangkau dan fleksible, akses produksi dikembangkan melalui dorongan dan dukungan sektor industri lokal yang berbasis sumberdaya lokal, dan akses pasar dikembangkan melalui regulasi dan kebijakan yang memastikan terbentuk dan berkembangnya kondisi yang optimum dari perekonomian di perdesaan.

Pertumbuhan ekonomi dari bawah menitikberatkan pada tumbuh dan berkembangnya sektor usaha dan industri lokal, yang mempunyai basis produksi bertumpu pada sumberdaya lokal. Bentuk-bentuk usaha yang telah berkembang seperti kerajian, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, industri kecil, makanan olahan sehat, adalah sektor ekonomi strategis yang harusnya digarap Desa dan Kerjasama Desa.

Lumbung Ekonomi Desa juga harus mengembangkan sektor usaha dan produksi rakyat yang mendeskripsikan kepemilikan kolektif lebih konkrit. Bentuk-bentuk yang telah dinaungi peraturan perundangan semacam BKAD, BUMDes, Koperasi, maupun badan usaha milik masyarakat lain perlu diprioritaskan. Pilihan-pilihan usaha berbasis kegiatan yang telah dibentuk dan dikembangkan masyarakat Desa misalnya listrik desa, desa mandiri energi, pasar desa, air bersih, usaha bersama melalui UEP, lembaga simpan pinjam juga merupakan prioritas kegiatan dalam rangka pengembangan Lumbung Ekonomi Desa.

Jaring Wira Desaadalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia Desa yang mencerminkan sosok manusia Desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri.Jaring wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal.

Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia (desa) Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta punya daya tahan. Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme, kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa.

Kepentingan kolektif Desa dan antar Desa yang paling utama adalah bagaimana memperkuat aset Desa. Persoalan aset Desa menjadi penentu mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Aset selain berhubungan dengan kepemilikan sehingga menentukan posisi tawar Desa ketika berhubungan dengan pasar, juga berkaitan dengan konsolidasi serta distribusi kekayaan Desa. Dua faktor inilah yang paling menentukan untuk mengukur tingkat otonomi dan kemandirian Desa.

Dalam konteks aset publik maka isu strategis bagi Desa adalah mengenai manajemen aset- aset Desa. Aset Desa membicarakan kepentingan mengenai upaya-upaya inventarisasi, pengembangan serta pendistribusiannya kembali. Benturan kepentingan menjadi fakta yang tidak bisa dihindari ketika Desa memperkuat diri, apalagi pada saat masuk wilayah yang paling sensitif mengenai inventarisasi dan manajemen aset. Benturan yang mungkin terjadi ketika Desa dengan perspektif kemandirian bertemu dengan kebijakan daerah yang mencurigai semangat penguatan Desa. Potensi konflik ini diharapkan dapat dijembatani secara bertahap melalui peran mediasi kepentingan antar Desa.

Tentu banyak pihak mengetahui perubahan status kepemilikan aset Desa. Banyak aset Desa yang telah berpindah tangan baik untuk kepentingan publik maupun untuk kepentingan privat. Banyak perubahan status itu dilakukan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Pelanggaran aturan itu terjadi dilakukan melalui tekanan politik, keuntungan ekonomi, maupun bentuk lain. Perubahan status tanah Desa menjadi milik daerah, swasta perorangan dan swasta korporasi makin sering dijumpai saat kita menggali hal itu ke Desa-Desa. Desa berada pada posisi lemah dalam relasi transaksi tentang aset yang mereka miliki. Inventarisasi aset Desa merupakan langkah pertama menyelamatkan aset Desa.

Selanjutnya terkait bagaimana aset Desa dikembangkan. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban APBDes atau perolehan hak lain yang sah. Dalam upaya mengembangkan aset Desa, sebenarnya Desa dapat melakukan penyertaan modal berupa pengalihan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal atau saham Desa pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lain yang dimiliki bersama oleh Desa atau Daerah. Terbuka peluang mengkaji bentuk- bentuk penyertaan modal Desa yang paling tepat sesuai dengan kondisi Desa-Desa yang ada.

Selain penyertaan modal, bentuk lain yang dapat dilakukan adalah pendayagunaan kekayaan Desa yang tidak dimanfaatkan melalui bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun serah guna, bangun guna serah dengan tidak mengubah status kekayaan Desa. Sewa adalah pemanfaatan kekayaan Desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan Desa antar Pemerintah Desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Desa yang

dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah pemanfaatan kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Terkait distribusi hasil pengembangan aset Desa, dalam perspektif politik menjadi penanda nilai strategis aset Desa. Aset Desa sebagai aset milik masyarakat, tidak hanya sekedar pengakuan dengan pendasaran legal, atau besaran hasil pengembangan dalam ukuran nominal ekonomi, akan tetapi sejauh mana manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat. Distribusi menyangkut pemanfaatan hasil-hasil pengelolaan aset. Aset Desa tidak lagi bermakna aset diam dan pasif. Dalam terminologi ekonomi politik, bagaimana mengubah aset menjadi modal diletakkan dalam kerangka kepemilikan dan pemanfaatan oleh rakyat Desa.

Dalam dokumen MODUL PELATIHAN PENDAMPING LOKAL DESA (Halaman 136-139)

Dokumen terkait