• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Strategis Penyelenggaraan Pembangunan Infrastruktur

Dalam dokumen DAN PERUMAHAN RAKYAT. Modul (Halaman 45-82)

Global Megatrend

Globalisasi dan regionalisasi telah menciptakan perubahan lingkungan sosial-politik-ekonomi-hukum suatu negara-bangsa yang bersifat dinamis, kompleks dan bahkan penuh ketidakpastian.

Mencermati kecenderungan perubahan, baik pada tataran global dan regional, berbagai lembaga internasional, seperti Singapore

Institute of International Affairs dan ASEAN, KPMG, Price water house Coopers, dan Ernst & Young tahun 2016 menggambarkan fenomena tersebut sebagai Global Megatrends. Secara definitive, Global Megatrend memiliki banyak pengertian, namun terlepas dari ragam definisi tersebut, Singapore Institute of International Affairs (2017, 4) menjelaskan esensi dari fenomena perubahan global yang dihadapi oleh dunia saat ini sebagai berikut: “phenomena that are already unfolding, whose implications are broad, cross-cutting, profound and transformative, and would change the way individuals, businesses and societies live and do business for many years to come…it is important for any community, including the AEC, to learn to adapt to, address and — to the extent possible — capitalise on them”. “Fenomena yang sudah terungkap, yang implikasinya luas, lintas sektoral, mendalam dan transformatif, dan akan mengubah cara individu, bisnis, dan masyarakat hidup dan berbisnis selama bertahun-tahun yang akan datang… penting bagi komunitas manapun, termasuk MEA, untuk belajar beradaptasi, menangani dan sejauh mungkin memanfaatkannya”.

Global megatrends berdampak pada peran, fungsi dan tanggung jawab pemerintah, terutama pada bidang kesejahteraan ekonomi, keamanan, kohesivitas sosial, dan kesinambungan lingkungan hidup, serta bidang lainnya yang secara kontekstual menjadi kebutuhan suatu negara.

KPMG suatu lembaga kajian yang berpusat di Swiss mengidentifikasikan 9 (sembilan) global megatrends yang, baik secara langsung maupun tidak langsung, berdampak pada peran,

fungsi dan tanggung jawab pemerintah, terutama pada bidang kesejahteraan ekonomi, keamanan, kohesivitas sosial, dan kesinambungan lingkungan hidup, serta bidang lainnya yang secara kontekstual menjadi kebutuhan suatu negara. Lebih lanjut, KPMG menegaskan bahwa untuk mampu menjawab fenomana perubahan lingkungan global dan mewujudkan tujuan pembangunan diperlukan berbagai perubahan pada kebijakan, regulasi, dan program yang menjadi prioritas, selain tentu saja perubahan yang substantif administrasi publik yang menyangkut strategi, struktur dan kompentensi pemerintah. Secara singkat, KPMG mengidentifikasikan 9 (sembilan) global megatrends sebagai berikut:

1. pertama, perubahan demografis,

2. kedua, meningkatnya tuntutan dan kebutuhan individu,

3. ketiga, perkembangan teknologi yang mengubah tatanan sosial-politikekonomi,

4. keempat, keterikatan atau ketergantungan ekonomi antar negara,

5. kelima, meningkatnya utang negara dan tuntutan bagi pemerintah untuk memastikan tersedianya barang publik, 6. keenam, pergeseran kekuatan ekonomi dari kawasan

Amerika-Eropa ke kawasan Asia, 7. ketujuh, perubahan iklim,

8. kedelapan, krisis ketersediaan sumber daya alam, dan 9. kesembilan urbanisasi.

Sehubungan dengan hal tersebut, memenuhi tujuan pembangunan nasional ditengah-tengah gelombang global megatrends perlu bertolak dari kondisi dan capaian pembangunan Indonesia dewasa

ini sebagaimana dipaparkan oleh banyak lembaga internasional.

Survei yang dilakukan oleh Global Competitiveness Index tahun 2018 lalu menempatkan peringkat daya saing Indonesia pada urusan 45 turun dari peringkat 36 di tahun 2017. Jika dibandingan dengan posisi negara lainnya di Kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah posisi Malaysia dengan peringkat 25 dan Thailand yang menempati peringkat 38 (GCI, 2018). Peringkat daya saing ini sejatinya mencerminkan tingkat kemampuan suatu negara mengoptimalkan potensi yang dimilikinya untuk menjawab tantangan global dan regional dalam rangka meningkatkan mencapai tujuan pembangunan nasional. Jika mengacu pada pengertian sederhana ini maka dapat disimpulkan kemampuan Indonesia secara agregat dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand masih rendah.

Permasalahan penting yang perlu menjadi perhatian adalah penilaian tentang peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia (Easy of Doing Business/EoDB)) yang diterbitkan oleh Bank Dunia pada tahun 2017 - 2018. Berdasarkan laporan tersebut Indonesia menempati peringkat ke 72 dalam kemudahan berusaha. Walaupun jika dibandingkan tahun sebelumnya peringkat Indonesia mengalami peningkatan, yaitu, peringkat 91 di tahun 2016, namun peringkat tersebut masih berada di bawah posisi negara-negara di Kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti, Singapura (ke-2), Malaysia (ke-24), Brunei Darussalam (ke-56) dan Vietnam (ke- 68). Di samping itu, data terakhir yang dipublikasikan oleh Bank Dunia menyebutkan bahwa proyeksi tahun 2019 menggambarkan turunnya peringkat kemudahan Indonesia menjadi 73 walaupun secara nilai mengalami peningkatan, yaitu dari 66,47 di tahun 2018 menjadi 67,96 di tahun

2019 (GCI, 2019).

Di samping itu, dari sisi perkembangan demografis, sebenarnya Indonesia tergolong ke dalam negara yang mengalami Bonus Demografi pada tahun 2035. Artinya, pada periode tahun tersebut, Indonesia akan banyak memiliki penduduk usia produktif yang sejatinya menjadi kekuatan untuk menggerakan berbagai lini pembangunan. Namun demikian, potensi tersebut tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh Indonesia mengingat berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Global Human Capital Report tahun 2017 lalu, disebutkan bahwa kualitas sumber daya manusia berada pada peringkat 65 dari 113 negara. Tingkat kualitas ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti, Singapura (peringkat ke -11), Malaysia (ke-33), Thailand (ke-40), dan Filipina (ke50). Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun ke depan, Pemerintah Indonesia dituntut untuk mampu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang sejalan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan juga lapangan pekerjaan itu sendiri.

Sejalan dengan pencapaian pembangunan jangka panjang Indonesia yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan arahan dan kebijakan strategis pembangunan Indonesia untuk 25 tahun ke depan atau disebut dengan Visi Indonesia 2045. Dalam rancangan dokumen pembangunan jangka panjang tersebut dicantumkan 4 (empat) tujuan pembangunan yang meliputi, pertama, Manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu,

pengetahuan dan teknologi; kedua, Ekonomi yang maju dan berkelanjutan; ketiga, Pembangunan yang merata dan inklusif; dan keempat, Negara yang demokratis, kuat, dan bersih. Dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang tersebut, dirumuskan 4 (empat) pilar pembangunan yang terdiri dari: (1) Pembangunan Manusia dan Penguasaan IPTEK; (2) Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan; (3) Pemerataan Pembangunan; dan (4) Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan.

Di era Revolusi Industri 4.0 ini, tantangan dunia semakin kompleks dan menimbulkan tantangan megatrend yang perlu diantisipasi.

“Terdapat tiga hal untuk menjawab berbagai tantangan global, serta mengantisipasi perkembangan teknologi yang masuk di era revolusi industri 4.0 yaitu:

1. Pertama adalah proses, bagaimana mengintegrasikan pelayanan publik berbasis IT dan mengantisipasi perkembangan nanoteknologi dan kecerdasan buatan.

2. Kedua adalah perbaikan organisasi, bagaimana menciptakan desain organisasi yang lincah, dan berdasar pada prinsip seluruh instansi serta akuntabel.

3. Ketiga adalah dengan Sumber Daya Manusia, yaitu bagaimana mendorong pembelajaran dilingkungan kerja juga kolaborasi antar pegawai.

Pemerintah saat ini telah mengantisipasi berbagai hal dalam merespon perubahan global dengan melakukan penataan manajemen ASN, yakni dengan penerapan Human Capital Management Approach. Selain itu dalam pengembangan

kompetensi ASN, pihaknya menerapkan pendekatan Corporate University yang menitik beratkan pada pembelajaran ditempat kerja, melalui coaching dan mentoring. Selain itu, pemerintah juga tengah mengembangkan model-model pertukaran pegawai dan magang antar instansi pemerintah maupun dengan instansi non-pemerintahan. Serta yang tidak kalah pentingnya penerapan kebijakan One Agency One Innovation, yang diharapkan dapat menanamkan mentalitas inovasi dan menciptakan inovasi dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.

Isu strategis dan tantangan pembangunan bidang pengelolaan sumber daya air era revolusi industri 4.0 dan Global Megatrend antara lain:

1. Isu strategis pengelolaan air tanah, air baku berkelanjutan:

a. Tidak meratanya distribusi ketersediaan air baku antar wilayah

b. Masih dominannya alokasi air untuk irigasi c. Eksploitasi air tanah yang tinggi

d. Tingginya pencemaran air pada 65 persen wilayah sungai e. Perkembangan 10 wilayah aglomerasi menyebabkan

adanya water stress karena kebutuhan air baku sangat tinggi dibandingkan dengan penambahan kapasitas penyediaan air baku.

f. Perlunya pemenuhan defisit penyediaan air baku g. Perlunya pengendalian ekstrasi air tanah

h. Perlunya peningkatan efisiensi pengelolaan sumber daya air melalui pemanfaatan teknologi.

i. Ada potensi pemanfaatan air baku dari 65 bendungan di

tahun 2024 yang ditargetkan mencapai 59,3 m3/ detik dengan 57,87 m3/detik terdistribusi di 5 provinsi Pulau Jawa (Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Banten), dan potensi pemanfaatan air irigasi sekitar 5-10 persen untuk air baku atau agroindustri.

Gambar 3.1 Potensi Air Baku di Indonesia

2. Isu strategis waduk multipurpose dan modernisasi irigasi:

a. Kendala pembebasan lahan dan penanganan dampak sosial mengakibatkan terhambatnya peningkatan kapasitas tampungan air yang baru mencapai 14,11 miliar m3 dari target 19 miliar m3.

b. Pemanfaatan bendungan eksisting secara optimal terkendala oleh tingkat keamanan operasi yang rendah dan penurunan fungsi waduk akibat tingginya sedimentasi dan usia bendungan yang semakin tua. Rata-rata penurunan volume tampungan waduk eksisting akibat sedimentasi

mencapai 19 persen, terutama di pulau Jawa yang mencapai 31 persen

c. Pemanfaatan bendungan multiguna sebagai sumber energi listrik juga masih sangat rendah, yaitu baru sekitar 28 persen. Upaya pengelolaan bendungan secara optimal juga terkendala oleh ijin operasi bendungan yang baru mencapai 7 persen dari total 192 bendungan yang dikelola oleh Kementerian PUPR.

d. Pengelolaan sumber daya air untuk mendukung ketahanan pangan dan nutrisi dihadapkan pada rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi. Pulau Jawa sebagai lumbung pangan nasional menghadapi kendala tingginya alih fungsi lahan, defisit air irigasi, serta potensi kompetisi penggunaan air dengan kawasan perkotaan dan industri. Upaya penyediaan infrastruktur irigasi juga masih belum sejalan dengan kebijakan pengembangan lahan pertanian baru.

e. Kinerja sistem irigasi juga masih rendah, terutama pada daerah irigasi yang merupakan kewenangan daerah.

Sebagian besar sistem irigasi belum didukung dengan keandalan pasokan air, dimana baru sekitar 12,5 persen sistem irigasi yang dilayani oleh waduk. Upaya operasi dan pemeliharaan sistem irigasi masih perlu ditingkatkan melalui pengelolaan sistem irigasi yang modern yang selanjutnya tidak hanya dimanfaatkan untuk irigasi padi tetapi juga untuk

produk pertanian nonpadi bernilai tinggi. Selain itu, upaya sinkronisasi pembangunan irigasi baru dan pembukaan lahan pertanian masih perlu ditingkatkan

3. Isu strategis ketahanan kebencanaan infrastruktur:

a. Kawasan perkotaan seperti Jakarta, kota-kota di pesisir utara Jawa, serta beberapa wilayah sungai prioritas seperti Citarum, Ciujung-Cidanau-Cidurian, dan Seram di Maluku telah menghadapi kerawanan bencana yang semakin tinggi.

b. Pengembangan kawasan pesisir utara (Pantura) Pulau Jawa sebagai tulang punggung ekonomi nasional terancam oleh kenaikan muka air laut, ancaman banjir rob yang mencapai 1,5 meter, dan ancaman penurunan tanah/land subsidence terutama di DKI Jakarta, Pekalongan, dan Semarang yang mencapai antara 1 hingga 20 cm per tahun.

c. Lokasi di tiga wilayah aglomerasi justru mengalami abrasi dengan tingkat kehilangan lahan yang cukup tinggi, misalnya di Kabupaten Demak abrasi telah menggerus lahan seluas 476 Ha. Abrasi juga berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem di kawasan Pantura Jawa. Oleh karena itu, dibutuhkan pembangunan struktur pengaman pantai untuk mencegah terjadinya abrasi.

d. Upaya pemulihan 15 DAS prioritas dan 15 danau prioritas, pengelolaan rawa dan gambut yang berkelanjutan dan terpadu masih tergolong lambat. Upaya pemulihan kondisi lingkungan yang belum maksimal ini mengakibatkan turunnya kualitas air danau dan sungai.

Gambar 3.2 Jumlah Kejadian Banjir di Indonesia

Gambar 3.3 Kejadian Bencana di Indonesia

Isu strategis dan tantangan pengembangan sumber daya manusia aparatur era revolusi industri 4.0 dan Global Megatrend antara lain:

a. Tantangan SDM Global:

1. Competitive global (comfort zone menjadi competitive zone)

2. Era Revolusi Industri 4.0 (digitalisasi, kebutuhan big data, internet of things

3. Kebutuhan SDM terampil (skilfull)

b. Perwujudan World Class Government diperlukan SMART ASN yang berwawasan global, menguasai IT/Digital dan Berbahasa Asing, serta daya Networking Tinggi.

c. Pemenuhan Visi Indonesia 2020-2024, meliputi:

1. Pembangunan Sumber Daya Manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta (Sistem Merit) 2. Percepatan dan keberlanjutan pembangunan infrasrtuktur

melalui interkoneksi infrastruktur dengan kawasan/sebaran pembangunan infrastruktur membutuhkan lebih banyak SDM Aparatur terampil dan berkeahlian.

d. Mismatch kompetensi lulusan program pendidikan magister dengan kebutuhan Kementerian PUPR (program studi pendidikan magister tidak inline dengan kebutuhan organisasi masih didominasi dengan program studi non teknik).

e. Kepindahan ibukota negara.

3.2. Tantangan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Kebutuhan air semakin meningkat untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia di seluruh dunia. Ini merupakan tantangan serius diantara desakan pembangunan dan industri, polusi dan perubahan iklim yang mengancam sumber daya alam. Air harus mendapat

perhatian banyak kalangan mulai dari birokrat sampai rakyat, dari pengusaha sampai penguasa dan dari pemimpin sampai rakyat miskin. Semua harus bekerjasama untuk pengelolaan air berkelanjutan agar air sebagai sumber energi di bumi dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh makhluk hidup. Jangan menunggu air langka baru kemudian kita sadar dan berubah untuk menggunakan air dengan lebih bijak.

Air adalah sumber utama kehidupan. Segala bentuk kehidupan di alam ini mutlak memerlukan air dalam proses kehidupannya. Sekitar 70 (tujuh puluh) persen bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 5 hari tanpa minum air.

Dalam kehidupan sehari-hari, sumber daya air dipergunakan manusia antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti minum, mandi, memasak, mencuci, hiasan (kolam dan air mancur), usaha perikanan (ikan, kepiting, udang, kerang), sumber mineral (garam, kalium) dan sumber tambang (minyak bumi, timah, gas alam dan sejenisnya), tempat rekreasi (pantai dan danau yang indah), industri (pabrik dan pembangkit listrik), bertani dan bercocok tanam, peternakan, perdagangan (hotel dan restaurant) transportasi (pelayaran) dan lain-lain. Makhluk hidup lain seperti tumbuhan dan hewan juga memerlukan air untuk bertahan hidup, semua telah diatur dalam keseimbangan ekosistem yang baik di alam.

Kebutuhan akan tersedianya air dan energi dengan harga yang terjangkau dalam jumlah dan mutu yang cukup, serta keamanan pangan akan menjadi tantangan utama yang bagi manusia karena bumi sedang mengalami krisis air yang sangat mengkhawatirkan.

Walaupun sebagian besar permukaan bumi diselimuti air, hanya beberapa persen saja yang layak untuk dikonsumsi manusia. Ini menjadi masalah karena manusia tidak dapat hidup tanpa air. Krisis ini terjadi di semua daerah.

Perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan perkebunan, wisata, dan pemukiman penduduk turut memperparah kondisi lingkungan. Padahal, air dan hutan adalah warisan yang dititipkan kepada generasai masa kini dan akan kita wariskan untuk generasi di masa depan. Air hujan yang seharusnya tertahan di daun dan ranting dulu sebelum jatuh ke tanah fungsinya mulai berkurang karena penggundulan hutan. Air mengikis lapisan tanah sehingga terjadi erosi.

Air adalah salah satu sumber energi alami yang sangat besar. Energi air bisa dimanfaatkan untuk menjadi listrik, melalui pembangkit listrik tenaga air. Menghasilkan listrik dengan cara seperti ini tentunya akan lebih ramah lingkungan. Dibandingkan dengan menghasilkan listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil. Sebab, limbah dari pembakaran fosil bisa menyebabkan emisi gas rumah kaca.

Energi fosil saat ini memasok 80 persen kebutuhan energi dunia, termasuk untuk sistem transportasi. Beberapa sumber energi fosil, termasuk sumber energi inkonvensional seperti tar sands, gas hidrat, gas dan minyak, masing-masing mempunyai pengaruh besar bagi jumlah dan kualitas air. Dalam memproduksi bahan bakar alternatif untuk transportasi, khususnya biofuel, tergantung pada penerapan tertentu dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap

kualitas dan sumber air.

Menurut catatan PBB tahun 2012, dunia sedang mengalami krisis air karena adanya perubahan iklim drastis yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia di dunia. Misalnya seperti penggunaan bahan bakar fosil dalam jumlah besar (batu bara, minyak bumi, dan gas alam). Sumber air tanah semakin lama semakin terkuras dan penggunaan air permukaan menghadapi persaingan antara kebutuhan air minum dan air untuk kebutuhan irigasi pertanian dan energi. Energi diperlukan pula untuk menjernihkan air yang terkontaminasi dan pengolahan air limbah.

Masalah air merupakan tantangan global dan regional. Setiap negara atau kawasan mempunyai permasalahannya sendiri yang spesifik sehubungan dengan jumlah maupun kualitas air, pemanfaatan untuk kebutuhan saat ini, prakiraan masa depan, serta ketidakpastian yang mungkin terjadi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi krisis air adalah sebagai berikut:

a. Adanya program khusus dalam rangka pemecahan masalah krisis air dan energi namun tetap memperhitungkan keterkaitannya satu sama lain dalam kestabilan ekosistem.

b. Mengupayakan dilakukan berbagai riset dan inovasi ilmiah dalam optimalisasi energi dalam tata kelola air yang berkelanjutan

c. Membuat peraturan/kebijakan yang jelas untuk memungkinkan terselenggaranya pengelolaan energi dan air terpadu.

d. Mengembangkan sistem yang menyediakan berbagai data penting tentang air dan energi.

Sumber daya yang berlimpah seringkali membuat kita lupa dan terlena sehingga terkadang tanpa kita sadari telah membawa kita dalam kondisi yang terancam. Saat ini kelangkaan air bersih mulai terasa. Untuk dapat menikmati air layak minum kita harus merogoh kantong dengan harga mahal untuk membeli air minum yang terjamin kualitasnya untuk kesehatan kita. Untuk dapat belajar berenang kita perlu menyisihkan waktu dan uang ke kolam renang. Untuk sekedar menikmati sejuk dan jernihnya air kita perlu berlelah-lelah menuju tempat wisata yang jauh.

Rata-rata ketersediaan air di atas daratan Indonesia saat ini lebih dari 16.000 m3 per kapita per tahun. Angka tersebut memang terasa sangat besar, yaitu sekitar 25 kali lipat dari rata-rata ketersediaan air per kapita dunia yang besarnya 600 m3 per kapita per tahun.

“Namun, pertambahan jumlah penduduk yang sebarannya tidak merata menjadi salah satu faktor penyebab ketimpangan neraca air di berbagai pulau.

Tantangan pengelolaan sumber daya air yang dihadapi saat ini, di antaranya konversi lahan dan penggunaan air tanah berlebihan, erosi dan sedimentasi, perubahan iklim global, kerusakan kondisi wilayah sungai, polusi air, ketidakseimbangan permintaan air dan penyediaan air, konflik pengguna air, pengelolaan sumber daya manusia, serta institusi dan partisipasi masyarakat. Melihat banyaknya tantangan tersebut, maka diperlukan strategi dalam pengelolaan sumber daya air yang mencakup kelima aspek pengelolaan sumber daya air, yaitu konservasi sumber daya air,

pendayagunaan sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pemberdayaan masyarakat & sistem informasi sumber daya air.

Konsepsi pengelolaan SDA terpadu yang berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) ataupun wilayah sungai dikenal oleh masyarakat internasional dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan pengelolaan SDA secara menyeluruh dan terpadu. Pada prinsipnya, pengelolaan sumber daya air terpadu adalah suatu proses yang mengintegrasikan pengelolaan air, lahan, dan sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi agar dapat diwujudkan secara selaras, serasi dan seimbang.

3.3. Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dalam Menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Bidang Sumber Daya Air

Kebutuhan air akan semakin besar seiring semakin bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan pangan, pertanian, dan industri. Saat ini, Indonesia masih membutuhkan banyak tampungan air untuk memenuhi kebutuhan air irigasi yang diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi produksi pangan, kebutuhan air minum, juga tambahan untuk kebutuhan air baku. Selain itu, perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun terakhir seperti cuaca ekstrim maupun bencana alam juga berdampak negatif pada infrastruktur sumber daya air yang ada.

Berbagai tantangan inilah yang harus dicermati oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera

diatasi dengan baik. Melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) yang bertanggungjawab menangani pembangunan infrastruktur sumber daya air di Indonesia, Kementerian PUPR harus bisa mengelola anggaran yang terbatas dalam membangun berbagai infrastruktur sumber daya air di Indonesia.

Ada beberapa hal yang dilakukan oleh Kementerian PUPR melalui Ditjen SDA dalam menanggapi berbagai tantangan tersebut, diantaranya prioritasi, konservasi, revitalisasi, digitalisasi terhadap pembangunan infrastruktur sumber daya air. terkait prioritasi, Ditjen SDA akan lebih mengedepankan perencanaan yang tepat sasaran, misalnya pembangunan 65 bendungan selama periode 2015-2019 yang akan memberikan tambahan volume air sebesar 2,3 miliar meter kubik sehingga total kapasitas tampungan waduk menjadi 14,5 miliar meter kubik. Dengan merencanakan pembangunan yang lebih tepat sasaran, maka manfaat pembangunan infrastruktur sumber daya air akan langsung dan lebih dinikmati pihak yang membutuhkan. Pemanfaatan air yang selama ini tercatat, lebih dari 85 persen digunakan untuk kebutuhan pertanian, sekitar 4 persen untuk kebutuhan industri dan sekitar 11 persen untuk konsumsi domestik.

Pemenuhan kebutuhan air industri yang semakin besar tentu berbeda dengan kebutuhan air baku domestik dan air untuk pertanian. Prioritas pemenuhan air untuk industri bisa dilakukan misalnya dengan pengembangan teknologi daur ulang air dan limbah. Demikian pula untuk memenuhi air kebutuhan konsumsi domestik, harus dikenali dulu perilaku konsumen air rumah

tangganya.

Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi tantangan bidang sumber daya air adalah konservasi, yaitu meningkatkan budaya hemat air. Penerapan kebijakan dan pemanfaatan teknologi sumber daya air diarahkan untuk mendorong penggunaan air lebih sedikit dan pencegahan polusi. Misalnya, kebijakan dibidang irigasi untuk pertanian, yaitu penggunaan irigasi tetes yang dapat meningkatkan efisiensi irigasi dari 50 persen hingga 95 persen.

Saat ini Ditjen SDA juga fokus menyikapi perkembangan teknologi yang sedemikian pesat, yaitu dengan melakukan digitalisasi pada beberapa program seperti menggunakan data sensor yang andal

Saat ini Ditjen SDA juga fokus menyikapi perkembangan teknologi yang sedemikian pesat, yaitu dengan melakukan digitalisasi pada beberapa program seperti menggunakan data sensor yang andal

Dalam dokumen DAN PERUMAHAN RAKYAT. Modul (Halaman 45-82)

Dokumen terkait