• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Terkini

Dalam dokumen Deputi Bidang Ekonomi (Halaman 54-58)

Isu Terkini

Dua Kawasan Dipromosikan Jadi KEK 2014

Pemerintah akan mempromosikan dua kawasan menjadi kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tahun 2014. Kawasan tersebut adalah Tanjung Api Api Sumatera Selatan dan Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Kedua kawasan tersebut dianggap telah memenuhi syarat utama pembangunan KEK yaitu telah terselesaikannya permasalahan hutan lindung dan pengadaan tanah. Kedua kawasan ini menjadi top ranking dari empat kawasan yang dikaji tahun ini.

KEK Tanjung Api api akan dikhususkan untuk industri sawit, batubara dan logistik, sedangkan KEK Mandalika akan dikhususkan untuk industri pariwisata karena memiliki wilayah yang menarik untuk pariwisata.

Untuk KEK tahun sebelumnya, yaitu Bitung dan Palu dipastikan akan tetap diberikan, karena saat ini, surat persetujuan kedua KEK tersebut berada di Sekretarat Negara untuk disahkan melalui peraturan pemerintah, tetapi masih terkendala dua persyaratan adminsitratif yang masih dalam pengkajian saat ini. Secara khusus, KEK Palu punya keunggulan dari beberapa sektor antara lain industri kakao, rotan, rumput laut, manufaktur dan pertambangan. Perkiraan investasinya mencapai Rp 1,7 triliun dan diperkirakan akan mampu menyerap tenaga kerja 560 ribu pekerja dengan potensi investor dapat berinvestasi sekitar Rp 13 triliun. Hinga saat ini, jumlah investor yang tertarik untuk masuk sebanyak 58 investor.

Adapun dukungan pemerintah pusat yang diharapkan oleh KEK Palu yaitu peningkatan status pelabuhan Pantolan menjadi hub port, pembangunan PLTA Danau Lindu dan pembangunan konektivitas KTI (Jalur Palu-Parigi)

KEK Bitung mempunyai keunggulan industri pengolahan dan logistik sektor perkebunan kelapa, perikanan dan logistik. Perkiraan investasi mencapai Rp 1,7 triliun. Diperkirakan akan mampu menyerap tenaga kerja 90 ribu jiwa sampai dengan tahun 2015. Dukungan yang diharapkan dari pemerintah pusat adalah pembangunan infrastruktur jalan (fly over) dari lokasi KEK dan pelabuhan Bitung sepanjang 6 kilometer, penyediaan pelabuhan dengan panjang perintis 100 meter, pembangunan pembangkit listrik 50-110 MVA dan pembangunan isntalasi air bersih. (Sumber: Indonesia Finance Today, 29 January 2014)

Tahun Ini, BKPM akan Mendorong Reinvestasi

Dalam usaha menarik investasi baru di tahun 2014, BKPM menyiapkan strategi antara lain melalui reinvestasi, yaitu membujuk perusahaan yang sudah berinvestasi di Indonesia untuk menambah kapasitas produksi maupun mendirikan pabrik baru. Hal ini dilakukan oleh BKPM dengan pertimbangan: (a) data realisasi investasi tahun 2013, 40 persen realisasi investasi baru berasal dari reinvestasi, (b) kondisi perekonomian global yang belum pulih, (c) pada tahun 2014 Indonesia memasuki tahun politik dimana menyebabkan banyak investor yang ragu untuk masuk. Beberapa pertimbangan ini yang membuat BKPM memutuskan untuk melakukan reinvestasi, karena investor yang sudah lama tentunya sudah tahu benar resiko berinvestasi di Indonesia, dan ini merupakan pilihan yang logis. Sudah ada beberapa proyek yang sudah mendapat persetujuan BKPM tapi belum bisa dilaksanakan karena memerlukan persiapan yang panjang. BKPM mematok target investasi tahun 2014 sebesar Rp 450-Rp 470 triliun.

BKPM memperkirakan reinvestasi akan banyak dilakukan oleh perusahaan Jepang. Pada akhir 2013, investor Jepang menyatakan komitmen untuk investasi USD 3,5 miliar. Sektor usaha yang mereka minati tetap sama, yakni otomotif dan turunannya. Ke depan Jepang juga minat menggarap industri minyak dan gas. Diharapkan pembangunan smelter ikut membantu realisasi investasi tahun 2014. (Sumber:

Kontan Harian, 3 Januari 2014)

Lelang terhadap Kontainer yang Menumpuk Bertahun-tahun di Tanjung Priok

Hingga saat ini, terdapat puluhan kontainer berisi besi bekas dan daging impor menumpuk selama 2-4 tahun di terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok. Pemerintah menyatakan, bila tidak ada pemiliknya, peti kemas tersebut akan langsung dilelang kontainernya.

PT Pelindo II selaku operator pelabuhan tersebut menyatakan, bila akan mengeluarkan barang yang masuk kategori ditelantarkan pemiliknya maka harus ada pihak yang bertanggung jawab. Namun pemilik sangat sulit ditemui. Selain itu, perusahaan jasa pelayaran juga akan menanyakan kontainer untuk pengangkutan barang ketika dikeluarkan dari pelabuhan.

Oleh sebab itu, peraturan pajak secara progresif untuk kontainer perlu diterapkan, sehingga makin lama kontainer berada di pelabuhan, akan dikenakan pajak yang makin mahal. Semua peraturan harus ditegakkan agar waktu bongkar muat bisa lebih dipersingkat. Dulu pernah dilakukan pembahasan mengenai aturan lama inap kontainer di pelabuhan, tapi hingga sekarang belum jelas diimplementasikan. Pelindo II harus menanggung beban akibat menumpuknya kontainer tersebut. Pelindo II harus menanggung biaya inap dan kehilangan potensi pendapatan akibat kontainer yang tertumpuk. Kondisi ini juga membuat arus perputaran kontainer

terganggu di pelabuhan. Termasuk menanggung biaya listrik khusus kontainer untuk pendingin daging sapi. Pelindo II pun telah dan sedang berkoordinasi kepada lintas institusi seperti Ditjen Bea dan Cukai terkait tertahannya kontainer di area pelabuhan. (Sumber: Detik Finance, 2013)

Perkembangan Perundingan RCEP

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) adalah FTA yang diluncurkan

oleh ASEAN dan negara-negara mitranya, seperti Australia, Cina, India, Jepang, Korsel, dan Selandia Baru. Ide RCEP ini pertama kali diperkenalkan pada bulan November 2011 di ASEAN Leaders Summit di Bali. Negosiasi untuk RCEP diharapkan dapat dimulai pada tahun 2013 dan selesai pada akhir tahun 2015. RCEP ini memiliki potensi untuk mengintegrasikan pasar yang populasinya lebih dari 45,0 persen dari populasi dunia dan sepertiga dari PDB dunia.

Perundingan ketiga RCEP telah dilangsungkan di Kuala Lumpur pada 20-24 Januari 2014. Perundingan ke-3 ini terdiri dari serangkaian pertemuan yaitu TNC (Trade

Negotiating Committee), Working Group on Trade in Goods, Working Group on Trade in Services, Working Group on Investment, serta beberapa informal meeting. Pada

pertemuan ketiga ini juga telah menyepakati pentingnya kerjasama ekonomi dan teknik dan perlunya segera membentuk WG on ECOTECH pada pertemuan keempat di Nanning, Cina. Adapun tujuan dari WG ini adalah untuk meningkatkan kapabilitas negara anggota RCEP dalam mengimplementasikan RCEP dalam rangka mengurangi gap pembangunan diantara anggotanya. Pada pertemuan keempat yang rencananya dilangsungkan pada bulan April tahun 2014, WG on Competition dan WG on

Intellectual Property juga rencananya akan segera dibentuk.

Hasil KTM ke-9 WTO di Bali

Pada tanggal 3-6 Desember 2013, telah terlaksana Kenferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-9 di Bali. KTM kali ini telah berhasil menghasilkan suatu kemajuan ditengah masih terhambatnya Perundingan Doha Development Agenda (DDA). Adapun isi dari “Bali Package” secara garis besar terdiri atas 3 (tiga) isu utama yaitu 1) Fasilitasi Perdagangan; 2) Pertanian; dan 3) Pembangunan, termasuk isu-isu yang menjadi kepentingan negara kurang berkembang (Least Developed Countries/LDCs). Adapun 10 (sepuluh) kesepakatan yang dihasilkan dari Paket Bali dimaksud yaitu Persetujuan Fasilitasi Perdagangan, General Services, Public Stockholding, administrasi Tariff Rate Quota (TRQ), Export Competition, Pengaturan Kapas untuk LDCs, Preferential Rules of Origin untuk LDCs, Duty-Free Quota-Free (DFQF) untuk LDCs, Services Waiver untuk LDCs, dan Monitoring Mechanism ketentuan Special and

bahkan meniadakan biaya ekonomi tinggi. Negara berkembang dan LDCs memiliki hak untuk memperoleh kelonggaran dalam menerapkan fasilitasi perdagangan bahkan mensyaratkan “capacity building” sebelum menerapkan fasilitasi perdagangan tersebut.

Di sektor Pertanian, capaian terpenting dalam Paket Bali adalah disepakatinya solusi sementara bagi aspirasi negara berkembang, yakni untuk meningkatkan subsidi di sektor pertanian melampaui batas maksimum yang diatur dalam Persetujuan Pertanian (yaitu 10 persen dari output pertanian) sementara solusi permanen dirundingkan dalam waktu empat tahun.

Untuk isu Pembangunan, negara berkembang dan LDCs memperoleh hak “Monitoring Mechanism” yaitu suatu hak untuk melakukan pengawasan apakah ketentuan “Special and Differential Treatment” diimplementasikan secara benar atau sekedar pemanis belaka.

Tindak lanjut dari Paket Bali ini juga perlu segera disiapkan oleh Indonesia. Antara lain untuk isu pertanian, Indonesia harus mengidentifikasi program termasuk menyusun program baru mengenai subsidi yang terkait dengan land reform dan

rural livelihood security; mengidentifikasi program dan produk pertanian yang perlu

disubsidi; serta memonitor kebijakan TRQ negara lain yang dapat dimanfaatkan bagi akses pasar produk Indonesia.

Sementara itu, untuk Fasilitasi Perdagangan, Indonesi perlu segera menetapkan kategorisasi komitmen kesiapan melakukan acceptance terhadap protocol

amendment, serta menyiapkan langkah-langkah untuk melakukan ratifikasi dalam

bentuk Perpres atau Undang-undang. Untuk isu pembangunan Indonesia perlu menyiapkan skema pemberian fasilitas DFQF kepada LDCs; analisa cost and benefit skema pemberian DFQF Indonesia; rekomendasi jumlah komoditi yang dapat dipertimbangkan masuk skema DFQF serta draft Rule of Origin Indonesia untuk skema DFQF.

Keberhasilan Indonesia menjadi Ketua dan Tuan Rumah APEC 2013

Pada tahun 2013, Indonesia menjadi telah berhasil menjadi Ketua dan Tuan Rumah penyelenggaraan rangkaian pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Adapun tema yang diangkat Indonesia adalah Resilient Asia Pasific, Engine of Global

Growth. Sementara prioritas yang diangkat Indonesia adalah i) Attaining Bogor Goals; ii) Achieving Sustainable Growth with Equity; iii) Promoting Connectivity.

Secara umum posisi Indonesia sebagai ketua dalam APEC 2013 ini telah berhasil menelurkan 19 deliverables yang akan ditindaklanjuti pada tahun 2014 mendatang, disamping 5 prakarsa tersebut di atas, yaitu: (i) dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral dan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) ke-9; (ii) pengembangan kerja sama di sektor jasa bersama

sektor bisnis; (iii) pedoman RICES (Resilient, Inclusive, Connected, Equitable,

Sustainable, Secure) dalam pencapaian Bogor Goals; (iv) promosi produk yang

berkontribusi kepada pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif melalui pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan; (v) penguatan daya saing global UMKM; (vi) wanita sebagai economic driver; (vii) penyesuaian petani dengan pencapaian keamanan pangan dunia; (viii) financial inclusion; (ix) pengembangan tumbuhan obat dan obat-obatan tradisional; (x) pengarusutamaan isu kelautan; (xi) kerja sama penasehat keilmuan; (xii) energi yang bersih, terbarukan dan berkelanjutan; (xiii) sistem pelayanan kesehatan yang berkelanjutan; (xiv) jejaring APEC untuk memerangi korupsi dan menjamin transparansi.

Selanjutnya pada tahun 2014, giliran Cina yang menjadi Ketua dan Tuan Rumah APEC 2014. Adapun tema yang diangkat adalah “Shaping the Future through

Asia-Pacific Partnership”, dengan prioritas: i) 1. Advancing regional economic integration;

ii) Promoting innovative development, economic reform and growth; dan iii)

Strengthening comprehensive connectivity and infrastructure development.

Dalam dokumen Deputi Bidang Ekonomi (Halaman 54-58)

Dokumen terkait