• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penanaman Modal 83

TUMPANG TINDIH PERIZINAN YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH DAN INSTANSI LAIN DALAM KEGIATAN

A. Izin Penanaman Modal dalam Sektor Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

4. Izin yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat

a. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)

Dalam PP No. 14 Tahun 2012 dijelaskan bahwa RUPTL adalah sebuah rencana pengembangan tenagalistrikdan kebutuhan investasi.91 Rencana ini berlaku 10 (sepuluh) tahun dan dapat ditinjau ulang setiap tahunnya. Pemohon Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang ingin mengajukan untuk usaha distribusi, usaha penjualan, atau usaha penyediaan tenaga listrik yang terintegrasi wajib menyusun RUPTL.92 RUPTL ini selanjutnya disahkan oleh Menteri atau Gubernur sesuaidengan kewenangan mengeluarkan IUPTL.93

RUPTL ini digunakan oleh pemegang IUPTL sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik. RUPTL ini dievaluasi secara berkala setiap satu tahun oleh pemegang izin tersebut.94 Apabila dari hasil evaluasi, pemegang IUPTL melihat perlunya ada perubahan terhadap RUPTL, pemegang IUPTL dapat mengajukan revisi rencana usaha penyediaan tenaga listrik kepada

91 Indonesia (g), Op.cit., penjelasan Pasal. 13 ayat (6).

92Ibid., Pasal. 13 ayat (6).

93Ibid., Pasal. 15 ayat (2)

94 Indonesia (g), Op.cit., Pasal. 16 ayat (1).

menteri atau gubernur untuk memperoleh pengesahan. Tidak hanya itu, dalam hal tertentu, menteri atau gubernur sesuai kewenangannya dapat memerintahkan kepada pemegang izin usaha tersebut untuk mengubah RUPTL. Adapun yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” tersebut adalah adanya perubahan kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan ketenagalistrikan.96 Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut perubahan kebijakan Pemerintah yang seperti apa yang memerlukan perubahan dalam RUPTL.

Meskipun dalam UU No.30 Tahun 2009, kedudukan RUPTL tidak dijelaskan secara eksplisit, namun apabila melihat sejarahnya, PP No. 10 Tahun 1989 menjelaskan bahwa hakikat dari RUPTL adalah Rencana Kerja Perusahaan.97 Sebagai konsekuensi dari penetapan RUPTL sebagai rencana kerja perusahaan, proses pengambilan keputusan terkait rencana dalam RUPTL, sebelum RUPTL tersebut disahkan, belum mensyaratkan mekanisme transparansi dan partisipasi publik. Terlebih apabila melihat hingga saat ini peraturan terkait tata cara penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik belum disahkan.

Maka, selain normanorma umum yang dijelaskan di atas, belum terlihat bagaimana aturan yang harus dipatuhi oleh PT. PLN (Persero) dalam proses pengambilan keputusan dalam RUPTL tersebut.98

Di sisi lain, kewajiban PT. PLN (Persero) untuk menyusun RUPTL merupakan kewajiban yang sangat berdimensi publik. RUPTL yang disusun oleh

95Ibid., Pasal. 16 ayat (2).

96Ibid., penjelasan Pasal. 17 ayat (1).

97 Indonesia (c), Op.cit., penjelasan Pasal. 5 ayat (1).

98 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (c), Op.cit., dalam dalam rancangan ini memang dijelaskan bahwa penyusunan RUPTL perlu dilakukan atas dasar asas transparansi.

Namun tidak terlihat jelas sejauh apa asas transparansi ini dapat dilakukan dalam penyusunan RUPTL..

PT. PLN (Persero) adalah sebuah dokumen yang erat kaitannya dengan kepentingan publik dan perlu untuk dipertanggungjawabkan kepada publik.99 Selain itu, perlu untuk dipahami bahwa PT. PLN (Persero) sebagai sebuah BUMN pada dasarnya tidak hanya bertujuan untuk mengejar keuntungan,100 namun juga perlu menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak.101 Adapun bentuk penyelenggaraan kemanfaatan umum ini diwujudkan dengan penugasan PT. PLN (Persero) sebagai satu-satunya BUMN untuk menyediakan pelayanan tenaga listrik ke seluruh tanah air. Oleh karena itu, dalam konteksini PT. PLN (Persero) menjalankan fungsi “pengelolaan” sebagai amanat dari “hak menguasai negara”

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.102 Adapun badan

99 Komisi Informasi (a), Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010, lampiran I. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa PT. PLN (Persero) merupakan Badan Publik. Adapun yang dimaksud dengan Badan Publik adalah lembaga atau badan yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang mana sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD. Lih. Indonesian Center for Environmental Law dan Centre for Law and Democracy, „Modul Bagi Badan Publik:

Melaksanakan UndangUndang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik‟, hlm. 4, dijelaskan bahwa dari segi praktis, sebagai lembaga yang fungsi dan tugas pokoknya berhubungan dengan penyelenggaraan negara, maka setiap Badan Publik tidak lepas dari pengawasan rakyat, baik dalam konteks individu, kelompok orang, badan hukum, ataupun badan publik lainnya. Oleh karena itu, timbul hak bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan tersebut.

Adapun bentuk partisipasi ini juga merupakan bentuk pengawasan publik terhadap kebijakan tersebut.

100 Indonesia (j), Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003, LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297, Ps. 2 ayat (1) jo. Ps. 12, dalam hal ini dijelaskan bahwa salah satu tujuan pendirian BUMN adalah untuk mengejar keuntungan. Lebih jauh lagi, dalam pasal 12 UndangUndang tersebut juga dijelaskan bahwa BUMN yang memiliki bentuk Persero memiliki tujuan untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini menjadi landasan bahwa PT. PLN (Persero) memang diharapkan dapat menghasilkan keuntungan.

Implikasinya, keputusan maupun arah kebijakan yang diambil juga berorientasi agar tidak merugikan perusahaan.

101Ibid.

102 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012 tentang perkara permohonan pengujian UU No. 22 Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi

usaha lainnya, sesuai dengan UU No. 30 tahun 2009, hanya berpartisipasi dengan Pemerintah dalam usaha penyediaan tenaga listrik tersebut.103

Lebih jauh, perencanaan yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) ini merupakan perencanaan yang berkaitan dengan rencana pembangunan menurut hukum administrasi negara.104 Sebagai konsekuensinya, PT. PLN (Persero) memiliki tanggung jawab kepada publik untuk dapat memastikan bahwa segala kebijakan yang diambil memang dirancang sedemikian rupa untuk kemaslahatan masyarakat luas.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tulisan ini berargumen bahwa seharusnya kedudukan RUPTL PT. PLN (Persero) kedudukan tidak dapat disejajarkan dengan rencana kerja perusahaan biasa seperti RUPTL badan usaha lainnya. RUPTL PT. PLN (Persero) adalah sebuah rencana kerja perusahaan yang sangat berdimensi publik. Adapun hal ini dapat disimpulkan atas dasar: (1) Melihat hakikat PT. PLN (Persero) sebagai BUMN pengemban amanah konstitusi dan merupakan satu-satunya badan publik yang ditugaskan untuk menyelenggarakan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan. Kedudukan ini

103 Indonesia (f), Op.cit., Ps. 4 ayat (2). Adapun secara lebih lanjut bentuk partisipasi badan usaha ini dapat dilihat di dalam pasal 4 Perpres No. 4 Tahun 2016, bahwa dalam penyelenggaraan infrastruktur ketenagalistrikan, PT. PLN (Persero) adalah badan yang ditugaskan untuk menyelenggarakan usaha ini. Dalam pelaksanaannya, PT. PLN (Persero) dapat bekerja sama dengan badan usaha lain (atau dalam peraturan tersebut disebut pengembang pembangkit listrik).

Dalam praktiknya, kerja sama ini dilakukan melalui perjanjian jual beli atau sewa jaringan tenaga listrik.

104 Harsanto Nursadi (ed.), “Hukum Administrasi Negara Sektoral”, (Pusat Studi Hukum dan Kepemerintahan yang baik, Depok:2016), 110. Bahwa dalam penjelasannya dijelaskan bahwa tidak semua perencanaan berkaitan dengan rencana pembangunan. Adapun ciri yang melekat pada suatu perencanaan pembangunan beberapa diantaranya meliputi: a. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap, hal ini ditandai dengan laju tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif; b. Dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan perkapita; c. Usaha untuk memperluas kesempatan kerja d. Usaha pemerataan pembangunan e. Usaha sedemikian rupa agar keampuan membangun secara bertahap lebih didasarkan pada kemampuan nasional; f. Usaha secara terus menerus menjaga stabilitas ekonomi;

g. Usaha terkait pembangunan hal-hal yang fundamental/ideal.

jelas berbeda dengan badan usaha lain yang hanya berpartisipasi membantu penyelenggaraan ini; (2) Melihat luasan wilayah kerja yang menjadi cakupan ke-15 badan usaha selain PT. PLN (Persero), yang sebagian besar hanya diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di suatu Kawasan Industri. Tentu kondisi ini berbeda dengan PT. PLN (Persero) yang memiliki cakupan wilayah kerja untuk memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan di hampir seluruh wilayah Indonesia; serta (3) Melihat materi muatan dalam RUPTL untuk PT. PLN (Persero) juga mencakup peluangpeluang investasi atau kerjasama dengan pihak swasta yang jauh lebih besar daripada RUPTL badan usaha lainnya.

Penyusunan rencana usaha penyedian tenaga listrik (RUPTL) dibuat dengan proses sebagai berikut:

1. Draft RUKN dan draft RUKN digunakan sebagai pertimbangan, khususnya mengenai kebijakan Pemerintah tentang perencanaan ketenagalistrikan, kebijakan pemanfaatan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik, kebijakan perlindungan lingkungan, kebijakantingkat cadangan (reserve margin), asumsi pertumbuhan ekonomi dan prakiraan kebutuhan tenaga listrik serta target rasio elektrifikasi. Proyeksi pertumbuhan penduduk menggunakan data Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Indonesia dari Bappenas-BPS.

Sedangkan untuk proyeksi jumlah rumah tangga mengacu pada Statistik Indonesia.

2. PLN Kantor Pusat menetapkan kebijakan dan asumsi dasar setelah memperhatikan RUKN dan kebijakan Pemerintah lainnya, misalnya asumsi pertumbuhan ekonomi pada draft RPJMN dan pengembangan EBT yang semakin besar.

3. Dilakukan evaluasi terhadap asumsi dasar tersebut dan realisasinya dalam RUPTL periode sebelumnya dalam Forum Perencanaan, yaitu sebuah forum pertemuan antara Unit-Unit Bisnis PLN dan PLN Kantor Pusat untuk membahas dan menyepakati parameter kunci untuk menyusun prakiraan pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik.

4. Dengan memperhatikan asumsi-asumsi dasar, terutama pertumbuhan ekonomi, selanjutnya disusun prakiraan beban (demand forecast), rencana pembangkitan, rencana transmisi dan gardu induk (GI), rencana distribusidan rencana pengembangan sistem kelistrikan yang isolated. Penyusunan ini dilakukan oleh Unit-unit Bisnis dan PLN Kantor Pusat sesuai jawab masing-masing. Demand forecast, perencanaan GI dan perencanaan distribusi dibuat oleh PLN Distribusi/ Wilayah. Perencanaan transmisi dibuatoleh PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (PLN P3B) atau oleh PLN Wilayah yang mengelola transmisi. Rencana pembangkitan dilakukan olehPLN Kantor Pusat dengan memperhatikan masukan dari Unit-unit PLN.

5. Penyusunan demand forecast oleh PLN Wilayah/Distribusi dibuat dengan metoda regresi-ekonometrik menggunakan data historis penjualan energilistrik, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, daya tersambung dan jumlah pelanggan. Selanjutnya dengan memperhatikan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan populasi, dibentuk model persamaan regresiyang valid.

6. Workshop perencanaan yang melibatkan Unit-Unit Bisnis PLN dan PLN Kantor Pusat dilaksanakan minimal 1 kali dalam setahun, dimaksudkan untuk memverifikasi dan menyepakati demand forecast,capacity balance dan rencana gardu induk, rencana transmisi dan rencana pembangkit sistem

isolated yang dihasilkan oleh Unit-unit Bisnis PLN. Pada workshop perencanaan juga dilakukan verifikasi jadwal COD105 proyek-proyek pembangkit PLN dan IPP, estimasi pasokan gas alam dan LNG/CNG, serta kebutuhan dan program pembangkit sewa untuk mengatasi kekurangan tenaga listrik jangka pendek.

7. Konsolidasi produk perencanaan sistem dalam seluruh wilayah usaha PLN menjadi draft RUPTL dan pengusulan pengesahan RUPTL oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dilakukan oleh PLN Kantor Pusat. RUPTL ini selanjutnya akan menjadi referensi untuk pembuatan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) lima tahunan, serta menjadi pedoman keputusan investasi tahunan PLN dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

Bagan

Proses Penyusunan RUPTL

105 COD atau commercial operation date adalah tanggal beroperasinya sebuah proyek kelistrikansecara komersial.

- Demand forecast per wilayah dan per provinsi

b. Izin Usaha Penyedian Tenaga Listrik (IUPTL)

Izin usaha penyediaan tenaga listrik adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.106

Dasar hukum izin usaha penyedian tenaga listrik (IUPTL) diatur dalam:

1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan 2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 3) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Kegiatan Usaha

Penyedian Tenaga Listrik

4) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 Tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik

5) Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan

Dalam peraturan tersebut diatas, beberapa persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL) sementara adalah:107

1) Persyaratan administrative:

a) Identitas pemohon;

b) Profil pemohon;

c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

2) Persyaratan teknis:

a) Studi kelayakan usaha penyediaan tenaga listrik;

b) Lokasi instasi kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik;

106Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrik, Pasal 1 angka 10.

107Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Pasal 13.

c) Diagram sat ugaris:

d) Jenis dan kapasitas usaha yang akan dilakukan;

e) Jadwal pembangunan dan;

f) Jadwal pengoperasian

Sedangkan untuk mendapatkan izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL), beberapa persyaratan adalah:

1) Persyaratan administrative:

a) Identitas Pemohon b) Profil pemohon

c) Nomor pokok wajib pajak (NPWP) d) Pengesahan sebagai badan hukum e) Kemampuan pendanaan

2) Persyaratan teknis:

a) Studi kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik • Lokasi instalasi kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik;

b) Izin lokasi dari instansi yang berwenang kecuali untuk usaha penjualan tenaga listrik;

c) Diagram satu garis

d) Jenis dan kapasitas usaha yang akan dilakukan;

e) Jadwal pembangunan dan pengoperasian

f) Persetujuan harga jual tenaga listrik atau sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal permohonan Izin Usaha Penyediaan

g) Tenaga Listrik diajukan untuk usaha pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi tenaga listrik, atau usaha distribusi tenaga listrik;

h) Kesepakatan jual beli tenaga listrik.

3) Persyaratan lingkungan:

a) Dokumen AMDAL (KA, Andal, RKL-RPL) atau UKL-UPL b) Dokumen ANDAL Lalu Lintas

c. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL)

Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrik, izin usaha jasa penunjang tenaga listrik (IUJPTL) meliputi:

1) Konsultansi dalam bidang instalasi penyediaan tenaga listrik;

2) Pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga listrik;

3) Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik;

4) Pengoperasian instalasi tenaga listrik;

5) Pemeliharaan instalasi tenaga listrik;

6) Penelitian dan pengembangan;

7) Pendidikan dan pelatihan;

8) Laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;

9) Sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik;

10) Sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan; atau

11) Usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik

Usaha jasa penunjang tenaga listrik dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan koperasi setelah memiliki izin usaha jasa penunjang tenaga listrik berdasarkan klasifikasi dan kualifikasi usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dasar hukum izin usaha jasa penunjang tenaga listrik (IUJPTL) diatur dalam:

1. Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik;

4. Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan;

Untuk memperoleh izin usaha jasa penunjang tenaga listrik (IUJPTL) penanam modal harus memenuhi peryaratan sebagai berikut:108

a) Persyaratan administrative:

1) Identitas pemohon;

2) akta pendirian badan usaha;

3) profil badan usaha;

4) Nomor Pokok Wajib Pajak; dan

5) surat keterangan domisili dari instansi yang berwenang.

b) Persyaratan teknis:

a. sertifikat badan usaha sesuai dengan Klasifikasi dan kualifikasinya, kecuali untuk usaha jasa pemeriksaan dan pengujian di bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik tegangan rendah;

b. Tenaga Teknik yang bersertifikat;

c. penanggung jawab teknik;

d. sistem manajemen mutu.

108Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 Tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik, Pasal 18.

Masa berlakunya izin usaha jasa penunjang tenaga listrik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Perubahan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik karena terdapat perubahan klasifikasi dan/atau kualifikasi badan usaha.

d. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara

Izin jual beli tenaga listrik lintas negara dapat dilakukan melalui penjualan dan pembelian tenaga listrik. Jual beli tenaga listrik dilakukan oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik setelah memperoleh izin penjualan tenaga listrik lintas negara atau izin pembeli tenaga listrik lintas negara oleh menteri.109

Dasar hukum izin jual beli tenaga listrik lintas negara antara lain:

a) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

b) PP No. 14 Tahun 2012 jo. PP No. 23 tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

c) PP No. 42 Tahun 2012 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara

d) Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2012 tentang Tata CaraPermohonan Izin Penjualan, Izin Pembelian, dan Izin Interkoneksi Jaringan Tenaga Listrik Lintas Negara

Persyaratan Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara antara lain:

a) Penjualan Tenaga Listrik persyaratan kondisi:110

- kebutuhan tenaga listrik setempat dan wilayah sekitarnya telah terpenuhi;

- harga jual tenaga listrik tidak mengandung subsidi; dan

109 PP No. 42 Tahun 2012 tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara, Pasal 2 ayat (2)

110Ibid, Pasal 4

- tidak mengganggu mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik setempat.

persyaratan dokumen:111 - salinan IUPL;

- salinan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);

- salinan tanda daftar perusahaan (TDP);

- kesepakatan awal penjualan tenaga listrik;

- neraca daya di wilayah usahanya;

- rencana usaha penyediaan tenaga listrik selama 5 (lima) tahun ke depan;

dan

- data rasio rumah tangga berlistrik pada sistem setempat dan wilayah sekitar.

Jangka waktu izin penjualan tenaga listrik lintas negara paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) Tahun.112

b) Pembelian Tenaga Listrik peryaratan kondisi:113

- belum terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik setempat;

- hanya sebagai penunjang pemenuhan kebutuhan tenaga listrik setempat;

- tidak merugikan kepentingan negara dan bangsa yang terkait dengan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan ekonomi;

111Ibid, Pasal 5

112Ibid, Pasal 6

113Ibid, Pasal 9

- untuk meningkatkan mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik setempat;

- tidak mengabaikan pengembangan kemampuan penyediaan tenaga listrik dalam negeri; dan

- tidak menimbulkan ketergantungan pengadaan tenaga listrik dari luar negeri.

persyaratan dokumen:114 - salinan IUPL;

- kesepakatan awal pembelian tenaga listrik;

- neraca daya di wilayah usahanya;

- rencana usaha penyediaan tenaga listrik selama 5 (lima) tahun ke depan;

dan

- salinan angka pengenal importir yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jangka waktu izin pembelian tenaga listrik lintas negara paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) Tahun.115

Setiap pemegang izin penjualan tenaga listrik lintas negara atau izin pembelian tenaga listrik lintas negara yang melanggar ketentuan dikenai sanksi administrative berupa:116

a) teguran tertulis

b) pembekuan kegiatan sementara dan/atau

114Ibid, Pasal 10

115Ibid, Pasal 11

116Ibid¸ Pasal 17

c) pencabutan izin penjualan tenaga listrik lintas negara atau izin pembelian tenaga listrik lintas negara

e. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

f. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)

Pinjam pakai kawasan hutan adalah penggunaan atau sebagian kawasan hutan baik yang telah ditunjuk maupun yang telah ditetapkan kepada pihak lain untuk pembangunan diluar sektor kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan dan fungsi kawasan hutan tersebut.117

Sedangkan menurut R. Soeroso yang diartikan dengan pinjam pakai kawasan hutan, adalah:

“Suatu persetujuan dimana pihak yang berwenang atas kawasan hutan (c.q. Menteri Kehutanan) atas dasar kebijaksanaan dan untuk kepentingan umum, memberikan izin kepada pihak lain untuk mempergunakan sebagian dari kawasan guna kepentingan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu serta syarat-syarat tertentu, serta dituangkan dalam suatu perjanjian yang sebelumnya sudah disepakati bersama.”118

Pada dasarya pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat dilakukan untuk penggunaan kawasan hutan dengan tujuan strategis dan kepentingan umum yang terbatas. Kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yaitu kegiatan yang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan Negara, pertumbuhan ekonomi, social, budaya dan/atau lingkungan. Persoalan yang muncul berkaitan dengan ketentuan pinjam pakai kawasan hutan yaitu adanya kewajiban menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan sebagai kompensasi atau pengganti.

117Iskandar, Hukum Kehutanan, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2015),hlm 65.

118 Soeroso, Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Majalah Hukum dan Keadilan, 1979.

Dalam beberapa kasus hal ini ternyata sulit dipenuhi. Apalagi dengan adanya keterdesakan waktu pelaksanaan kegiatan kontrak atau kegiatan pada sector lain, hal ini tentunya menimbulkan kerugian bagi Negara119

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam peraturan menteri ini berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan. Izin pinjam pakai kawasan hutan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan menggunakan kawasan hutan untuk kepantingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Ketentuan izin pinjam pakai kawasan hutan di tuangkan dalam Pasal 5 ayat (2), yang menyebutkan :

Pasal 5

(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan.

(2) Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

a. pada provinsi yang luas kawasan hutannya sama dengan atau kurang dari 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan kompensasi :

1. lahan untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat komersial, dengan ratio 1:2;

119 Iskandar, op.cit., hlm 66

2. melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai terutama pada kawasan hutan untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat non komersial, dengan ratio 1:1;

b. pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan kompensasi:

1. membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai terutama pada kawasan hutan untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat komersial, dengan ratio 1:1;

2. melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai terutama pada kawasan hutan untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat non komersial, dengan ratio 1:1;

c. izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan dan tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, dengan ketentuan hanya untuk:

1. sarana dan prasarana latihan tempur, stasiun radar, dan menara pengintai;

2. prasarana penunjang keselamatan umum antara lain keselamatan lalu lintas laut, lalu lintas udara, lalu lintas

darat, karantina dan sarana meteorologi, klimatologi dan geofisika;

3. kegiatan survei dan eksplorasi;

4. penampungan korban bencana alam dan lahan usahanya yang bersifat sementera;

5. religi antara lain tempat ibadah, tempat pemakaman, dan wisata rohani;

(3) Pelaksanaan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pada pembahasan selanjutnya, penulis membatasi pembahasan dalam hal

Pada pembahasan selanjutnya, penulis membatasi pembahasan dalam hal