• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Jadwal pengeringan

Berdasarkan hasil pengeringan diperolah bahwa jadwal pengeringan dasar untuk kayu jamuju lebih ditentukan oleh masalah retak permukaan sebagai cacat terparah, sedangkan untuk kayu rasamala dan pasang ditentukan berdasarkan tingkat cacat deformasi. Oleh karena itu suhu dan kelembaban relatif untuk ketiga kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

b

a

a b

Tabel 3 Suhu dan kelembaban awal dan akhir pengeringan untuk kayu jamuju, rasamala dan pasang

Jenis Suhu** Jadwal KA Awal (%) Kode Jadwal Pengeringan Suhu* RH* Suhu**

Awal Akhir Awal akhir Awal Akhir

Jamuju 53 82 85 30 50 80 T6 149,21 T6-F4

Pasang 47 70 89 27 45 80 T4 55,13 T4-C4

Rasamala 47 70 89 27 45 80 T4 61,71 T4-B4

* Berdasarkan metode Terazawa ** Berdasarkan metode Torgeson

Pada kayu jamuju, cacat retak/pecah permukaan merupakan cacat terparah dalam uji pengeringannya. Oleh karena itu suhu dan kelembaban yang dianjurkan untuk awal dan akhir pengeringannya adalah 53 – 82 oC dan 85 - 30%, karena deformasi yang buruk terjadi pada kayu pasang dan rasamala dalam uji pengeringan, maka suhu dan kelembaban yang dianjurkan untuk awal dan akhir pengeringannya adalah berada pada kisaran 47 °C – 70 °C dan 89% - 27%.

Merujuk pada jadwal pengeringan Forest Product Laboratory (FPL) Madison (Torgeson 1951 dalam Basri et al. 2000), maka jadwal pengeringan yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni untuk kayu jamuju (Tabel 4) dan jadwal untuk kayu pasang dan rasamala (Tabel 5).

Mengacu pada Torgeson (1951) maka jadwal pengeringan yang dapat dibuat untuk ketiga jenis kayu tersebut diuraikan pada Tabel 4 dan 5 :

Tabel 4 Jadwal pengeringan jenis Jamuju

Kadar Air (%) DBT WBD WBT RH (Dry Bulb Temperature) (Wet Bulb Depression) (Wet Bulb Temperature) (Relative humidity) 110-70 50 4 46 80 70-60 50 4 46 80 60-50 50 4 46 80 50-40 50 4 46 80 40-35 50 4 46 80 35-30 50 6 44 70 30-25 55 9 46 60 25-20 60 15 45 44 20-15 65 25 40 23 <15 80 30 50 22 Equalizing (EMC* 13) 80 7 73 86,5 Conditioning (EMC 19) 80 2 78 95,5

Tabel 5 Jadwal pengeringan jenis rasamala dan pasang Kadar Air (%) DBT WBD WBT RH (Dry Bulb Temperature) (Wet Bulb Depression) (Wet Bulb Temperature) (Relative humidity) 60-40 45 4 41 80 40-35 45 4 41 80 35-30 45 6 39 70 30-25 50 9 41 60 25-20 55 15 40 44 20-15 60 25 35 23 <15 80 30 50 28 Equalizing (EMC* 13) 80 7 73 86,5 Conditioning (EMC 15) 80 2 78 95,5

* Equilibrium Moisture Content

Berdasarkan Tabel 4, dan 5 dapat dilihat bahwa jadwal pengeringan yang di terapkan pada kayu jamuju tergolong jadwal yang cukup keras di bandingkan dengan jadwal pengeringan pasang dan rasamala. Jadwal pengeringan untuk kayu rasamala sama dengan jadwal pengeringan untuk kayu pasang, karena kedua kayu tersebut sama-sama rawan mengalami cacat deformasi dalam pengujian sifat dasar pengeringan. Apabila kayu jenis jamuju, rasamala, dan pasang akan dikeringkan secara bersamaan maka yang digunakan adalah jadwal pengeringan kayu rasamala atau pasang agar cacat pengeringan yang terjadi bisa minimal. Apabila yang digunakan bersamaan adalah jadwal pengeringan kayu jamuju maka kayu rasamala dan pasang akan mengalami cacat yang cukup parah. Jadwal pengeringan ketiga jenis kayu ini dapat diaplikasikan untuk sortimen dengan tebal 2,5 cm. Pengeringan untuk sortimen yang lebih tebal diperlukan penyesuaian dengan jadwal pengeringan yang lebih lunak.

Preheating sebaiknya dilakukan sebelum penggunaan jadwal pengeringan tersebut yaitu dengan penggunaan suhu rendah selama beberapa jam dengan kelembaban tinggi (kelembaban 90%). Tujuan dari tahapan ini menyamakan KA awal kayu agar dapat diproses dalam tahapan proses yang sama serta menghilangkan tegangan dalam kayu yang terjadi selama proses penimbunan atau pada pengeringan alami (Budianto 1996).

Pada saat kayu dikeringkan terjadi tegangan-tegangan yang dapat menimbulkan cacat pada kayu. Pada tahapan awal pengeringan terjadi tegangan tarik pada bagian permukaan kayu, sedangkan dibagian dalam mengalami tegangan tekan. Hal ini terjadi akibat adanya gradien kadar air yang pada tahap 32

awal pengeringan, bagian permukaan terlebih dahulu mengering dan menyusut. Namun hal ini tertahan oleh bagian dalam yang masih basah. Pada akhir pengeringan bagian permukaan mengalami tegangan tekan dan bagian dalam mengalami tegangan tarik. Hal ini terjadi karena ketika bagian dalam mengering dibawah titik jenuh serat, akan tetapi tertahan oleh bagian permukaan yang penyusutannya lebih kecil dari normalnya.

Proses peniadaan tegangan dalam kayu yang dikeringkan sangat diperlukan agar kayu tersebut tidak rusak pada saat digergaji ataupun dibubut. Proses peniadaan tegangan dilakukan dengan pengkondisian dan tahapan pemerataan kadar air kayu (equalizing) yang dilaksanakan diakhir pengeringan.

Tahapan equalizing dilakukan ketika kadar air terkering pada sortimen memiliki kadar air sebesar 2% dibawah kadar air yang di targetkan dengan menggunakan suhu temperatur bola kering tertinggi pada saat pengeringan dan equilibrium moisture content (EMC) 2%< Target. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan mencegah perbedaan tegangan terlalu tinggi antara bagian permukaan dan bagian dalam kayu agar dapat menghindari terjadinya cacat casehardening yang dicirikan dengan melengkungnya kayu setelah dikeringkan (Rasmussen 1961).

Tahapan pengkondisian (conditioning) dilakukan ketika kadar air kayu terbasah pada kiln sama dengan kadar air yang ditargetkan, dengan suhu pada kiln menggunakan suhu tertinggi pada saat pengeringan dengan EMC 4% diatas target (Rasmussen 1961). Perlakuan conditioning dilakukan untuk menyeragamkan kadar air papan yang akan di potong atau diproses kembali menggunakan mesin (Mc Millen 1978, diacu dalam Basri 2000).

Terkadang di industri perkayuan dilakukan beberapa jenis kayu secara bersamaan dalam satu dapur pengering. Kegiatan semacam ini sebanarnya tidaklah dianjurkan, kecuali diketahui bahwa kayu-kayu tersebut memiliki kecepatan pengeringan dan tendensi cacat yang sama. Selain itu, kayu-kayu yang lebih mudah cacat, memerlukan penanganan yang lebih hati-hati. Pengeringan beberapa jenis kayu yang dilakukan secara bersamaan tersebut dapat menimbulkan masalah pada kayu hasil pengeringannya. Masalah yang ditimbulkan yaitu cacat-cacat, kadar air akhir kayu yang tidak seragam ataupun tidak efisiennya waktu pengeringan.

Dalam pengeringan campuran beberapa jenis kayu, maka kondisi pengeringan tersebut haruslah berdasarkan jadwal pengeringan jenis kayu yang paling sulit dikeringkan. Hal ini berarti terlalu lambat bagi jenis kayu yang lain. Namun apabila proses pengeringan dilakukan dengan cepat akan mengakibatkan kayu yang sulit dikeringkan mengalami cacat pengeringan. Walaupun mengeringkan kayu jenis yang sama, operator harus tetap berhati-hati karena terdapat perbedaan kecepatan pengeringan antara kayu gubal dan kayu teras, antara kayu quarter sawn dan flat sawn (Kadir 1975).

Sortimen kayu yang tebal lebih lambat mengering dibandingkan kayu yang tipis oleh karena itu pengeringan kayu tebal memerlukan jadwal pengeringan yang lebih lunak. Pencampuran ukuran kayu dalam pengeringan yang sama adalah kurang baik. Apabila hal tersebut terpaksa dilakukan, maka pengeringan harus disesuaikan dengan jadwal pengeringan kayu yang tebal. Dengan demikian, kayu yang tipis tidak akan mengalami kerusakan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka untuk mengeringkan ketiga kayu dalam penelitian ini secara bersamaan digunakan jadwal pengeringan teraman yaitu jadwal pengeringan kayu rasamala dan kayu pasang.

Selain perlakuan pendahuluan pada awal pengeringan, teknik penumpukan kayu di dalam kilang pengering perlu diperhatikan. Hal ini dapat membantu mencegah cacat pengeringan seperti cupping serta dapat pula mempercepat proses pengeringan. Pada dasarnya penumpukan kayu yang akan dikeringkan harus memiliki jarak yang yang sama untuk tiap ganjalnya dan tersusun secara vertically aligment(ganjal tersusun rata dari tumpukan paling bawah hingga atas), hal ini akan memberikan pembebanan yang merata pada kayu dan memberikan ruang untuk sirkulasi udara (Budianto 1996).

Pengendalian cacat pengeringan untuk jenis kayu yang sulit dikeringkan perlu adanya perlakuan tambahan selain penerapan jadwal pengeringan yang sesuai. Jenis kayu yang sering mengalami collapse dan retak permukaan sebaiknya dilakukan pengeringan alami sebelum dilakukan pengeringan dengan kilang pengering. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kadar air kayu agar mendekati titik jenuh serat. Oleh karena itu waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan kayu tersebut dalam kilang pengeringnya dapat lebih singkat. Pada

penelitian ini perlakuan predrying ini perlu dilakukan untuk kayu pasang dan rasamala.

Dokumen terkait