• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: KONDISI MATERIAL DI JAGOI BABANG

C. Jagoi Babang di Mata Guru-guru

Meski Jagoi Babang adalah kawasan perbatasan, namun sekolah di

kota Kecamatan Jagoi Babang dapat dikatakan lengkap. Di kota Kecamatan

Jagoi Babang tersedia 2 unit TK, 16 unit SD, 4 Unit SMP, dan 2 unit SMA.

Adapun tenaga guru dan jumlah murid di Jagoi Babang perbandingannya

pada tahun 2015 dapat dilihat dari tabel 3.

Tabel 4: Rasio murid terhadap guru

Sumber: Kecamatan Jagoi Babang Dalam Angka 2016

Di tingkat SD dengan murid 1.916, jumlah guru sebanyak 211

orang, SMP dengan jumlah murid 482, tenaga guru yang ada 92 orang, dan

untuk SMA dengan murid 281, jumlah guru 42 orang. Berdasarkan tabel

rasio di atas tampak, rasio murid terhadap guru untuk SD, menurun dari 15

tahun 2013 menjadi 14 di tahun 2015. Rasio guru untuk SMP meningkat

Meski ada peningkatan rasio guru pada jenjang SMP dan SMA namun

angka putus sekolah masih tinggi. Seperti yang dinyatakan oleh Viktor2,

bahwa angka putus sekolah yang masih tinggi karena dipicu juga oleh

tingkat kemiskinan, sehingga anak-anak memilih bekerja ke Malaysia untuk

membantu perekonomian keluarga. Tidak hanya murid-murid yang putus

sekolah dan memilih bekerja ke Malaysia, tetapi adapula guru-guru yang

sesuai mengajar, bekerja sebagai tukang ojek ke perbatasan. Menurut

Viktor, kondisi tersebut sah-sah aja sselama tidak menganggu proses belajar

mengajar. Apalagi mengingat tidak semua guru mendapatkan tunjangan

khusus perbatasan, ucapnya. Sedangkan terkait dengan persoalan

kurikulum, diakui oleh Viktor, meski daerah ini khusus, namun konsep

pendidikannya tidak ada yang khusus. Itu artinya, apa yang diajarkan di

tempat lain, diajarkan juga di daerah ini. Walaupun masyarakat Jagoi

Babang memiliki ikatan kultural dengan masyarakat di Serawak. Seperti

yang diungkapkan oleh Viktor sebagai berikut:

Bagi masyarakat di sini, Malaysia dan Indonesia sama saja. Karena mereka merasa sebahasa dan sesuku. Jadi banyaklah kekeluargaanya.

Menurut Viktor, orang Jagoi menganggap mereka berasal dari

Malaysia seperti yang ditunjukkan oleh rumah adat mereka yang memiliki

gambar dua burung. Dari dua burung itu ada yang menghadap ke Malaysia

yang menunjukkan nenek moyang mereka berasal dari Sarawak. Karena

ikatan itu pula, mereka sering melintas batas, ucapnya. Meski Viktor, adalah

suku pendatang, tepatnya berasal dari Nusa Tenggara Timus, ia pun sering

melintas batas. Ia melintas batas dengan motif ekonomi, apalagi di Jagoi

Babang, barang-barang didominasi dari negeri jiran. Oleh karena, tinggal di

Jagoi Babang mau tak mau harus memiliki persediaan mata uang Ringgit.

Tinggal di Jagoi Babang, orang mau tak mau harus melintas batas. Seperti

yang dialami oleh guru-guru di Jagoi Babang.

Gambar 10: Kepala Sekolah dan murid-murid SDN I di Jagoi Babang

(dokumentasi pribadi.2015)

Lewat wawancara saya dengan guru-guru, saya mendapati mereka

pernah melintas batas dengan beragam motivasi, ada yang sekedar jalan-

jalan dan ada pula untuk bertemu saudara. Dari pengalaman melintas batas

itu, mereka melihat Serawak lebih maju dan bersih. Seperti yang ditutur

“di sudut-sudut kota, kita lebih banyak menemukan peringatan untuk tidak membuang sampah, berbeda dengan di sini, kita akan lebih banyak berjumpa dengan iklan rokok”.

Menurutnya, kota Serawak tidak hanya maju, dan bersih tetapi juga

tertib. Di jalan-jalan raya, kita lebih banyak bertemu pengendara roda

empat dibandingkan roda dua. Bisa dikatakan, orang yang mengendarai

roda dua itu TKI, ungkapnya. Pengendara mobil-mobil di Serawak lebih

teratur, tidak seperti di Jagoi Babang yang pengendaranya sering ngebut-

ngebutan dan menyalip pengendara lain. Selain itu, angkutan umum, di

Serawak lebih tepat waktu, sedangkan di Jagoi Babang, harus menunggu

bus penuh terlebih dahulu.

Meski demikian, bukan berati Serawak selalu unggul, ungkap

Ashadi.4 Menurutnya, di Jagoi Babang hampir setiap kampung ada listrik

dan jalan raya. Sedangkan di sana (Malaysia) hanya daerah-daerah tertentu

yang dialiri listrik dan jalan raya. Kadang ada kampung-kampung yang

tidak dialiri listrik dan hanya disediakan Genset untuk mereka mengurus

sendiri. Sementara di Jagoi Babang hampir semua kampung menjadi

perhatian. Kalau “di sana” tidak semua tempat itu dibangun, melainkan

tempat-tempat yang menguntungkan secara “ekonomi”. Ia merasa hampir

tidak ada masyarakat Jagoi Babang yang berniat menjadi warga Malaysia.

Mengingat Jagoi Babang termasuk daerah perbatasan yang maju

sedangkan orang-orang yang pindah kewargaan, biasanya karena kondisi

“Kalau dilihat dari gaji, siapa yang gak mau jadi guru di sana”,

ucap Riska.5 Menjadi guru di Serawak memang lebih sejahtera, misalnya

menjadi guru TK saja, sudah mempunya mobil dan para guru rata-rata

memiliki pembantu rumah tangga. Sementara guru di Jagoi Babang belum

semua mendapatkan tunjangan perbatasan yang dianggap dapat

meningkatkan kualitas hidup guru. “Jadi kadang sedih juga mendengar ada

murid yang bilang ke gurunya ”guru kok ngojek” ucap Dollah.6 Meski

demikian, ia tetap mengingatkan bahwa tugas guru adalah menjadi contoh

kalau sekolah itu ada gunanya. Karena lewat sekolah, anak-anak dapat

menjadi guru, mandor, atau polisi dan manajer di perusahaan,

sambungnya. Namun dari kehidupan seperti itu kadang ia merasa bingung,

ketika ada murid yang bertanya, “kenapa kita tidak jadi orang Malaysia

saja?” Bahkan tidak jarang para orang tua murid pun berpendapat

demikian, tutur Dollah.7

Harus diakui, guru-guru di Malaysia gajinya lebih tinggi. Karena

mereka rata-rata digaji sekitar tujuh ribu ringgit atau setara tujuh juta lebih

per bulan, itu pun untuk gaji guru yang paling rendah, ungkap Mijen.

Meski secara gaji mereka memang lebih unggul, namun bukan berarti di

sini tidak punya kelebihan. Setidaknya menurut Mijen, ada tiga aspek yang

tidak mereka miliki yaitu; pertama tentang hak tanah, di sana tanah adalah

milik negara, sehingga untuk mendirikan rumah atau usaha, status kita

5

Riska. 07/08.2015. Wawancara. Kalimantan Barat:Guru SDN 1 Jagoi Babang

6

adalah penyewa. Kedua, di sana orang serba kredit bahkan untuk

keperluan rumah tangga. Aturan ini terutama untuk para pekerja kerajaan.

Dengan kata lain, mereka tidak diperkenankan untuk membayar tunai.

Ketiga tentang pajak, di sana mereka dikenai pajak lebih banyak seperti

ada pajak hewan.8

Bagi Riska, Serawak adalah rumah.9 Rumah tidak hanya fisik

tetapi juga suami dan anaknya. Pengalaman Riska yang hidup diantara dua

negara menjadi contoh yang ekstrem dari keterkaitan kedua wilayah.

Dalam wawancara saya dengan Riska, ia tidak mencoba memberikan garis

yang tegas antara Jagoi Babang dan Serawak. Bahkan ketika saya bertanya

tentang pengalamannya mengajar, ia berkata, “mengenalkan Indonesia

sesuai kondisi di sini, namun tetap menekankan lebih mencintai

Indonesia”. Namun tambahnya, “untunglah saya mengajar SD kelas tiga,

jadi anak-anak tidak nanya kenapa saya bolak-balik batas tiap hari”.10

Tidak hanya Riska yang memiliki relasi darah dengan warga

Malaysia, sebagian besar keluarga Mijen adalah warga Malaysia. Menurut

Mijen, ia mengaggumi Serawak dari segi tingkat kesejahteraan

msyarakatnya saja sementara tetap memilih menjadi Indonesia, seperti

yang ia katakan, “di sini kita boleh punya tanah”.11 Apa yang dimaksud

oleh Mijen ini berkaitan dengan adaknya pengakuan negara terhadap hak

8Mijen. 11/08/2015. Wawancara. Kalimantan Barat: Guru SMPN 1 Jagoi Babang 9Riska. 07/08.2015. Wawancara. Kalimantan Barat:Guru SDN 1 Jagoi Babang

10

idem

milik perseorangan atas tanah.. Terkait dengan pengalamannya menjadi

guru, ia pun berkata:12

“Kita melatih anak-anak supaya mengenal Indonesia tidak seperti yang dikatakan orang ya, orang mengatakan ketinggalan ini itu, kalo tahun 50an, 60an, 70an,80an, mungkin iya kita memang ketinggalan, tapi kalau mulai dari tahun 2000 ke atas, di sini sudah menikmati pembangunan daripemerintah, jalan, air bersih, sekolah”. Lewat penjelasan di atas tampak guru-guru memiliki ikatan darah

dan kultural dengan Sarawak. Seperti yang dialami oleh Dollah. Meski

memiliki keluarga di Malaysia namun baginya menjadi guru itu panggilan

hidup dan tantangan mengajar di perbatasan menurutnya, adalah

pandangan orang tua murid yang lebih memilih anak-anak mereka untuk

bekerja ke Malaysia demi membantu perekonomian keluarga. Namun

menurut Dollah, saat ini kondisi Jagoi Babang sudah mulai ada

pembangunan. Paling tidak, saat ini sudah ada puskesmas sehingga ia

merasa untuk berobat tidak melulu ke Malaysia, dia juga tidak perlu lagi

cuci motor setiap hari karena jalan raya sudah di bangun, dan ia sudah

menikmati listrik walaupun sering padam. Menghadapi kondisi tersebut,

Dollah mengakui tetap mengajarkan murid-muridnya untuk melanjutkan

sekolah daripada harus bekerja ke Malaysia.

“Keadaan Indonesia dan Malaysia tidak jauh beda. Namun untungnya mereka (Malaysia) karena nilai tukar mata uangnya lebih

tinggi”ungkap Margono.13 Bagi Margono, Jagoi Babang termasuk daerah

perbatasan yang maju dan karena itu ia merasa hampir tidak ada orang-

orang yang melakukan eksodus pindah kewargaan ke Malaysia karena

biasanya yang melakukan itu kondisi kampungnya pasti lebih sulit.

Meski memiliki keluarga di Serawak, namun apa yang dialami oleh

Ashadi berbeda dengan Riska, Mijen, dan Margono. Ashadi merasa

tinggal di negara yang berbeda justru membuat hubungannya dengan

paman, bibi di Serawak menjadi renggang. Di mata Ashadi, Indonesia itu

bisa makmur cuma salah atur. Ia merasa semakin banyak penududuk dari

luar pulau datang ke daerahnya dan banyak tanah-tanah penduduk

dirampas oleh penguasa. “Syukurnya masyarakat Jagoi Babang tidak menjual tanah mereka ke perusahaan sawit. Karena kalau sudah merasa

kemiskinan, ya wajar saja mereka lari ke Malaysia”tuturnya.

Lewat wawancara terhadap guru-guru di tapal batas itu,

menunjukkan mobilitas mereka yang beragam dan mempengaruhi

pandangan mereka terhadap Jagoi Babang. Sementara pandangan mereka

tentang Jagoi Babang yang beragam erat kaitannya dengan relasi mereka

dengan Serawak. Meski sebagian besar guru-guru memiliki ikatan

kekeluargaan dengan warga Malaysia, namun mereka tetap memilih

menjadi warga Indonesia.

13

Dokumen terkait