• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Proses Penyelesaian Masalah Timor Timur

2. Jajak Pendapat

Jajak Pendapat merupakan suatu cara bagi penyelesaian persoalan Timor Timur yang muncul dari tawaran (Opsi) Presiden B.J.Habibie. Sesuai dengan Perjanjian New York, Jajak Pendapat diselenggarakan oleh PBB. Pelaksanaan Jajak Pendapat terdiri dari tujuh tahapan, yaitu (1) Tahap Perencanaan Operasi dan Penggelaran, tanggal 10 Mei-15 Juni 1999; (2) Tahap Sosialisasi/penerangan Umum, tanggal 10 Mei-15 Agustus 1999; (3) Tahap Persiapan dan Registrasi, tanggal 13 Juni-17 Juli 1999; (4) Tahap Pengajuan keberatan atas daftar peserta

14

Jajak Pendapat, tanggal 18-23 Juli 1999; (5) Tahap Kampanye Politik, tanggal 20 Juli sampai tanggal 5 Agustus 1999; (6) Tahap Masa Tenang, tanggal 6 dan 7 Agustus 1999; (7) Tahap Pemungutan suara, tanggal 8 Agustus 1999. Dalam pelaksanaan ada beberapa tahapan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana sehingga mempengaruhi seluruh proses Jajak Pendapat. Tahap-tahap yang mengalami perubahan waktu pelaksanaan yaitu Tahap Persiapan dan Registrasi dilakukan tanggal 16 Juli 1999 karena ada kesulitan dalam penyelenggaraan peralatan, logistik, dan keterbatasan personil. Registrasi dilakukan tanggal 6 Agustus 1999 untuk wilayah Timor Timur dan 8 Agustus 1999 untuk wilayah diluar Timor Timur. Masa Kampanye juga mengalami kemunduran sehingga dimulai tanggal 11-27 Agustus 1999. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Kemunduran penyelenggaraan Jajak Pendapat selain karena perubahan waktu pelaksanaan tahapan sebelumnya, juga karena alasan keamanan dan logistik.15 Perubahan waktu penyelenggaraan Jajak Pendapat disahkan dengan resolusi PBB No.1262 tanggal 27 Agustus 1999.16

Jajak Pendapat dilakukan secara serentak di lebih dari 700 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Timor Timur pada tanggal 30 agustus 1999 dan diikuti oleh sekitar 600.000 orang Timor Timur yang berada di wilayah ini. Disamping itu juga diikuti oleh sekitar 30.000 orang Timor Timur yang berada di daerah lain (Denpasar, Jakarta, Makassar, Surabaya, Yogyakarta) serta di Luar Negeri (AS, Australia, Macau, Mozambik, Portugal) yang telah memenuhi syarat menjadi pemilih. Dalam peristiwa bersejarah itu terdapat tiga macam kesepakatan

16

yang ditandatangani. Pertama, kesepakatan induk yang dinamakan “persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal mengenai masalah Timor Timur. Kedua, “persetujuan mengenai pengaturan keamanan penentuan pendapat di Timor Timur. Ketiga, “persetujuan mengenai modalitas untuk penentuan pendapat rakyat Timor Timur melalui pemungutan suara secara langsung”.

Berdasarkan kesepakatan itu rakyat Timor Timur akan diminta menjawab satu dari dua pertanyaan yakni, “apakah anda menerima otonomi khusus untuk Timor Timur dalam negara kesatuan Republik Indonesia?” atau “apakah anda menolak usulan otonomi khusus bagi Timor Timur, yang menyebabkan pemisahan Timor Timur dari Indonesia.17 Syarat bagi orang-orang yang berhak mengikuti jajak pendapat adalah (1) telah berumur 17 tahun; (2) lahir di Timor Timur; (3) lahir diluar Timor Timur, tetapi memiliki sedikitnya satu orang tua yang lahir di Timor Timur; (4) menikah dengan seseorang yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Sementara itu hasil jajak pendapat diumumkan oleh PBB tanggal 4 September 1999. Adapun persetujuan RI-Portugal sebagai berikut;

Pasal 1, kedua pemerintah sepakat meminta Sekjen PBB untuk mengajukan rancangan otonomi khusus Timor Timur untuk memperoleh pertimbangan dari penerimaan atau penolakan mereka melalui suatu konsultasi berdasarkan penentuan pendapat yang langsung, umum, dan rahasia.

Pasal 2, meminta Sekjen PBB untuk menempatkan segera setelah penandatanganan persetujuan ini, misi PBB yang layak di Timor Timur agar dapat melaksanakan penentuan pendapat tersebut secara efektif.

Pasal 3, pemerintah Indonesia akan bertanggung jawab menjaga perdamaian dari keamanan di Timor Timur agar penentuan pendapat dapat dilaksanakan secara adil dan damai dalam suasana yang bebas dari intimidasi, kekerasan, dan campur tangan dari pihak manapun.

17

Pasal 4, meminta Sekjen PBB untuk menyampaikan hasil penentuan pendapat tersebut kepada Dewan Keamanan dan Majelis Umum, serta memberitahukannya kepada pemerintah Indonesia, Portugal, dan Timor Timur.

Pasal 5, jika Sekjen PBB menentukan bahwa berdasarkan hasil penentuan pendapat itu, rakyat Timor Timur menerima paket otonomi, maka pemerintah Indonesia harus melaksanakan otonomi luas itu dan Portugal harus menempuh Prosedur di PBB agar mengeluarkan Timor Timur dari daftar majelis umum mengenai wilayah-wilayah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri, dan menghapus masalah Timor Timur dari agenda Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.

Pasal 6, jika Sekjen PBB menentukan bahwa paket otonomi tidak diterima rakyat Timor Timur, maka pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah konstitusional untuk memutuskan hubungannya dengan Timor Timur, wilayah itu akan dikembalikan statusnya seperti sebelum 17 Juli 1976 dari Pemerintah Indonesia, Portugal bersama Sekjen PBB akn menyetujui pengaturan untuk suatu pemindahan kekuasaan di Timor Timur kepada PBB secara tertib dan damai. Sekjen PBB setelah mendapat mandat tersebut akan menempuh prosedur yang memungkinkan Timor Timur memulai suatu proses transisi menuju kemerdekaan.

Pasal 7, selama masa transisi antara selesainya penentuan pendapat dari dimulainya pelaksanaan opsi yang mana pun dari hasil penentuan pendapat. Kedua pihak meminta Sekjen PBB untuk memelihara keamanan dengan kehadiran PBB yang memadai di Timor Timur.18

Tindak lanjut mengenai pengaturan keamanan Timor Timur terkait pasal ke 7 dari persetujuan RI-Portugal menghasilkan 4 butir kesepakatan, yaitu;

1) Butir 1, kedua pihak sepakat bahwa suatu iklim yang aman tanpa adanya kekerasan atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan penentuan pendapat secara bebas dan adil di Timor Timur. Tanggung jawab untuk menjamin adanya iklim semacam itu dan untuk pemeliharaan tertib hukum umumnya berada di pundak otoritas keamanan Indonesia yang layak. Netralitas penuh Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Indonesia sangatlah peting dalam hal ini.

2) Butir 2, komisi perdamaian dan stabilitas yang dibentuk di Dili pada tanggal 21 April 1999 harus dapat segera berfungsi. Komisi tersebut

18

bekerja sama dengan PBB akan menyusun suatu aturan perilaku untuk masa sebelum dan sesudah konsultasi yang harus ditaati oleh semua pihak untuk menjamin adanya peletakan senjata serta mengambil langkah yang diperlukan untuk mencapai pelucutan senjata.

3) Butir 3, sebelum dimulainya pendaftaran, Sekretaris Jenderal akan menentukan berdasarkan penilaian yang obyektif bahwa terdapat situasi keamanan yang diperlukan bagi pelaksanaan proses penentuan pendapat secara damai.

4) Butir 4, hanya polisi yang akan bertanggung jawab terhadap pemeliharaan tertib hukum. Sekretaris Jenderal, setelah menerima mandat yang diperlukan akan menyediakan sejumlah pejabat polisi sipil yang akan bertindak sebagai penasehat bagi Polisi Indonesia dalam melaksanakan tugas mereka dan pada saat penentuan pendapat untuk mengawasi pengawalan kartu-kartu suara dari dan menuju tempat-tempat pemungutan suara.19

Kesepakatan yang ditandatangani kedua pihak menyebutkan bahwa Indonesia bertanggung jawab memelihara hukum dan ketertiba. Sekjen PBB Kofi Annan akan memastikan bahwa situasi keamanan yang dikehendaki hadir demi proses implementasi dan konsultasi yang damai. Sebagai hasil pemungutan suara , jika kerangka konstitusional yang diusulkan untuk otonomi khusus disetujui untuk rakyat Timor Timur, Indonesia harus mengambil langkah konstitusional yang diperlukan untuk memutuskan hubungan dengan Timor Timur , sehingga memulihkan status Timor Timur di bawah perundingan Indonesia sejak 17 Juli 1976. Indonesia, Portugal dan Sekjen PBB sepakat akan pengaturan tranfer kekuasaan yang damai dan tertib di Timor Timur kepada PBB. Sekjen PBB kemudian akan memprakarsai prosedur yang memungkinkan Timor Timur memulai proses transisi menuju perdamaian.

Dokumen terkait