• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PARTAI FRETILIN DALAM KEMERDEKAAN TIMOR TIMUR TAHUN 1974-1998.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN PARTAI FRETILIN DALAM KEMERDEKAAN TIMOR TIMUR TAHUN 1974-1998."

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelumnya dikenal sebagai Associacao Social Democratica Timorense (ASDT) yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1974 oleh beberapa orang, termasuk Jose Manuel Ramos Horta, yang kemudian menjabat Sekretaris Urusan Luar Negeri. Sedangkan ketuanya, Fransisco Xavier do Amaral.1 Perubahan nama partai tersebut terjadi setelah kedatangan lima orang mahasiswa dari Lisabon bulan Agustus 1974. Sejak itu nama Fretilin mulai dipakai. Di samping programnya lebih mantap, pola gerakannya lebih bergeser ke paham Marxisme. Partai Fretilin menolak prinsip Perjuangan UDT maupun Apodeti, dan tetap berpegang pada prinsipnya sendiri yakni kemerdekaan penuh bagi Timor Timur tanpa bergantung pada suatu negara manapun.

Tiga partai politik terbesar adalah UDT (Uniao Democratica Timorense) yang menginginkan kemerdekaan bertahap melalui “otonomi progresif” di bawah Portugal, Fretilin (Frente Revolucionaria do Timor Leste Independente) yang menginginkan kemerdekaan segera, dan Apodeti (Associacao Popular Democratica de Timor) yang menghendaki integrasi otonom dengan Republik Indonesia. Belakangan juga muncul partai-partai politik lebih kecil, antara lain Klibur Oan imor Assuain (KOTA), dan Partindo Trabalhista (Partai Buruh). Bulan Januari 1975, UDT dan Fretilin

membentuk koalisi berdasarkan prinsip kemerdekaan, penolakan integrasi dengan

1

(2)

Indonesia, dan pembentukan sebuah pemerintahan transisi yang terdiri dari wakil-wakil kedua partai tersebut. Namun koalisi in9i gagal mengatas berbagai perbedaan yang muncul diantara pendukung masing-masing partai dan kemudian pecah pada bulan Mei 1975. Situasi kemudian dengan cepat memburuk, hingga terjadi bentrokan terbuka antara pendukung kedua partai.2

Pada tanggal 11 Agustus 1975, UDT yang didukung komandan kepolisian Timor Portugis melancarkan gerakan bersenjata, menduduki sejumlah fasilitas pemerintah dan menangkap serta menahan ratusan pemimpin Fretilin. Adany dukungan dari putra Timor anggota tentara kolonial kepada Partai Fretilin, melancarkan serangan balasan melawan UDT pada tanggal 20 Agustus. Perhatian pemerintah pusat Portugal yang tertuju pada urusan lain, dan dengan semakin memburuknya situasi, pada tanggal 26 Agustus, Gubernur Timor Portugis Mario Lemos Pires menyingkir ke pulau Atauro bersama sekelompok pejabat pemerintah yang masih tersisa akibat konflik bersenjata ini, anggota UDT dan tiga partai lainnya mengungsi ke wilayah Indonesia awal September 1975 dan Fretilin tetap menguasai wilayah, akhirnya Apodeti, KOTA, dan Trabalhista menyeberang perbatasan, mereka membawa ribuan orang masuk ke atambua.

Keberadaan Fretilin sebagai satu-satunya partai yang pro-kemerdekaan merupakan sebuah harapan dan optimisme bagi rakyat Timor Leste. Fretilin memproklamirkan deklarasi kemerdekaan sepihak pada tanggal 28 November 1975.

2

(3)

Dikatakan Deklarasi ini tidak diakui oleh pemerintah Portugal. Dua hari kemudian, partai politik, UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista memproklamasikan keinginan mereka untuk mengintegrasikan Timor Timur ke dalam Indonesia, ini dikenal dengan Deklarasi Balibo. Portugal tidak mengakui kedua deklarasi tersebut karena masih menganggap dirinya sebagi penguasa administratif, dan tetap berpendapat bahwa persoalan Timor Portugis harus diselesaikan melalui sebuah referendum yang melibatkan semua partai politik.

Perjuangan Fretilin bersama rakyat untuk merdeka terus berlangsung sampai dibentuknya Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT) pada tanggal 17 Desember 1976. Fretilin terus melakukan perlawanan terhadap PSTT yang sebagian besar tokohnya adalah anggota UDT dan Apodeti. Pada tanggal 17 Juli, Timor Timur resmi menjadi provinsi ke- 27 dari Republik Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1976 oleh Presiden Soeharto. Masuknya Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia semakin mempersulit jalan bagi Fretilin Untuk memerdekakan Timor Timur. Masuknya gerakan militer Indonesia semakin membuat Fretilin sengsara. Perjuangan Fretilin harus dibayar dengan nyawa para pejuangnya termasuk para warga pribumi.

(4)

sebagai bahasa resmi, sedangkan bahasa Tetum yang diakui sebagai bahasa yang banyak dimengerti dan dipakai rakyat Timor dinilainya tidak lengkap dan tidak dapat dipakai sebagai bahasa resmi.

Penderitaan rakyat Timor Timur akibat penjajahan Portugis sampai tahun 1975 masih terus berlangsung. Mereka diwajibkan bekerja satu bulan dalam setahun terutama di perkebunan-perkebunan kopi tanpa diberi upah. Selain itu mereka juga diwajibkan membayar pajak yang tinggi. Mereka yang melawan sering juga diganjar dengan hukuman fisik bahkan sebagian ada yang dibuang ke Mozambig dan Angola.3

Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Timur yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Timur untuk dievakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro.4 Perubahan peta politik di negara Portugis berdampak juga di wilayah koloninya di Timor Timur. Pada perkembangannya, pemerintah Portugis melakukan tindakan tidak tegas dan tidak bertanggung jawab di Timor Timur. Adanya Situasi dan kondisi seperti itu, membuat Partai Fretilin merasa mendapat kesempatan dan dengan membabi buta melakukan teror, intimidasi dan serangan terhadap partai saingannya. Tindaka Partai Fretilin tersebut mendapat kecaman keras dari partai sainganya

3

Isi dari koleksi panel pertama yang ada di Monumen Seroja. 4

(5)

Perang saudara yang berkecamuk di Timor Timur menjadikan negara-negara tetangga harus bertindak secepatnya. Indonesia, Australia dan Amerika Serikat kemudian mengadakan pertemuan di Wonosobo, Townsville dan Jakarta untuk membahas kekacauan yang timbul di Timor Timur. Amerika Serikat dan Australia mendukung tindakan Indonesia karena takut Timor Timur menjadi kantong komunis terutama karena kekuatan utama di perang saudara Timor Timur adalah Fretilin yang beraliran Marxis-Komunis. AS dan Australia khawatir akan efek domino meluasnya pengaruh komunisme di Asia Tenggara, selain itu juga didukung partai-partai di Timor Timur yang pro-integrasi, Pada anggal 7 September 1975 mereka mengeluarkan pernyataan dengan maksud untuk bergabung dengan Indonesia. Kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Timur dari kekuasaan Partai Fretilin yang berhaluan Komunis. Pernyataan itu menyebabkan pertempuran berkobar kembali.

Bantuan yang diberikan pemerintah Indonesia kepada rakyat Timor Timur bukan hanya menolong para pengungsi saja. Pemerintah Indonesia mengusahakan pula supaya pihak yang sedang berperang mau berdamai. Maka pemerintah Indonesia, berunding dengan pemerintah Portugis. Indonesia dan Portugis sepakat untuk mencarikan jalan damai. Pihak-pihak yang berperang pun diminta untuk berunding.

(6)

berganti, dari masa kepemimpinan Orde Baru ke Orde Reformasi dari tangan Presiden Soeharto ke tangan Presiden Habibie. Orde Baru yang sama sekali menolak ususlan referendum dan Orde Reformasi yang tiba-tiba dan dengan cepat menelorkan opsi kedua tersebut.5 Sejumlah kasus yang perlu dikaji khususnya yang terjadi setelah pemerintah RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut penentuan masa depan Timor Timur, yaitu menerima atau menolak otonomi khusus melalui jajak pendapat.6

Jose Alexandre Gusmao atau nama perjuangannya Kay Rala Xanana Gusmao adalah pemeimpin tertinggi Gerakan Perlawan Nasional Maubere (Conselho Nacional Recistensia Maubere).7 Sejak panglima perang Nicolao Lobato tewas pada 1978, Xanana kemudian tampil menggantikannya. Lewat kepemimpinannya, perlawanannya bangsa Timor Timur sampai kini tak pernah mati, bahkan sejak peristiwa pembantaian Dili 1991 dan penangkapannya akhir 1992, masalah Timor

5

Rien Kuntari, Timor Timur Satu Menit Terakhir: Catatan Seorang Wartawan, Bandung: Mizan, 2008, hlm. 105.

6

Andrey Sujatmoko, Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM: Indonesia, Timor Leste dan Lainnya, Jakarta: Grasindo, 2005, hlm.96.

7

(7)

Timur makin menjadi isu dunia. Nyatanya kini telah lebih dari dua dasawarsa masalah Timor Timur belum juga tuntas.8

Senada dengan Xanana9, Perdana Menteri Australia John Howard, dalam suratnya kepada Presiden Habibie pada 19 Desember 1998, mendesak dilaksanakannya referendum setelah penerapan Daerah Otonomi Khusus (DOK) Timor Timur untuk jangka waktu tertentu, sambil mengutip contoh penyelesaian New Caledonia, bekas koloni Prancis.10 Posisi baru Australia ini sedikit banyak menyulitkan Indonesi, karena Australia selama ini menjadi satu di antara negara yang mengakui kedaulatan Republik Indonesia atas Timor Timur, dan sekarang kelihatan berubah posisi.

Sejak awal Australia tidak ingin Timor Timur bergejolak dan menjadi basis timbulnya komunisme yang akan berpengaruh terhadap stabilitas negaranya. Memang tidak ada pernyataan khusus dari pemerintah Australia ketiga integrasi Timor Timur dilaksanakan, tetapi sikap PM Whitlam ketika berkunjung ke Indonesia, awal September 1974, menyiratkan bahwa Australia mendukung proses integrasi. Sikap Australia waktu itu juga dapat dibaca dari dimulainya negoisasi dengan Indonesia

8

Ibid, hlm. 173-174. 9

Xanana Gusmao tetap menghendaki otonomi Timor Timur sebagai penyelesaian sementara sebelum akhirnya dilakukan referendum. Lihat selengkapnya di Zacky Anwar Makarim, Hari-hari Terakhir Timor Timur Sebuah Kesaksian, Jakarta: Sportif Media Informasindo, 2003, hlm. 58.

10

(8)

tentang Timor Gap, pada 1978. Hasil negoisasi tersebut ditandatangani oleh kedua Menteri Luar Negeri baik Indonesia maupun Australia pada 1989, dan diratiifikasi perlemen kedua negara dua tahun kemudian. Perjanjian celah Timor secara de jure merupakan pengakuan Australia tentang kedaulatan Indonesia di Timor Timur.11

Hubungan bilateral Indonesia-Australia seringkali dibumbui oleh ketegangan-ketegangan yang sebenarnya tidak perlu kalau kedua negara mau dan berusaha meningkatkan saling penegertian. Perbedaan kultural dan sistem politik sesunggahnya tidak perlu mengorbankan hubungan bilateral Indonesia-Australia, karena sekalipun dalam banyak hal terdapat perbedaan, kepentingan bersama seharusnya mengarahkan kegiatan kedua negara kepada kerja sama yang saling menguntungkan.12 Hubungan antara Indonesia dan Australia sejak peristiwa Balibo pada tanggal 16 Oktober 1975 hingga saat ini selalu mengalami pasang surut. Peristiwa terbunuhnya para wartawan Australia yang sedang meliput berita di Timor Timur, mengakibatkan turunnya citra Indonesia di mata dunia internasional. Selain itu juga berdampak dengan menurunnya kepercayaan publik Australia terhadap pemerintahan RI yang disebutkan di atas hanyalah sebagian dampak kecil. Dampak yang sampai saat ini kita rasakan adalah lepasnya provinsi RI ke-27 yakni Timor Timur. Semenjak peristiwa Balibo, pemerintahan Australia mendukung upaya Timor Timur untuk lepas dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

11

Zacky Anwar Makarim, op.cit., hlm. 59-60. 12

(9)

Tentu lepasnya Timor Timur tidak terjadi secara spontan. Indonesia terus melakukan diplomasi bilateral dengan pemerintahan Australia, untuk mempertahankan Timor Timur. Tetapi apa daya dari hasil referendum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) yang dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur telah menentukan nasibnya sendiri untuk menjadi negara yang berdaulat dengan presiden pertamanya Xanana Gusmao.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Latar belakang berdirinya Partai Fretilin?

b. Bagaimana Peranan Partai Fretilin dalam mewujudkan kemerdekaan Timor Timur tahun 1998?

c. Bagaimana penyelesaian masalah Timor Timur ? C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Umum

a. Melatih daya pikir kritis, analisis dan obyektif dalam mengkaji suatu peristiwa sejarah.

b. Melatih menyusun karya tulis sejarah yang berpegang pada metodologi sejarah dan diharapkan mampu menghasilkan penelitian yang berkualitas.

c. Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang sejarah. 2. Tujuan Khusus

(10)

b. Mendiskripsikan dan menjelaskan bagaimana peranan Partai Fretilin dalam mewujudkan kemerdekaan Timor Timur.

c. Mendiskripsikan dan menjelaskan bagaimana penyelesaian masalah Timor Timur.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pembaca

a. Dengan diadakan penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan referensi lain mengenai eksistensi Partai Fretillin di Timor Timur.

b. Memperluas wawasan kesejarahan bagi pembaca terutama yang terkait dengan Sejarah Indonesia pada masa Orde Baru khususnya tentang sejarah Partai Fretilin tahun 1974-1998.

c. Hasil penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat meperkaya dan memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi tulisan-tulisan atau pengetahuan tentang sejarah politik di Indonesia.

2. Bagi Penulis

a. Semoga penelitian kali ini menjadi dasar pengetahuan peneliti untuk membuat penelitian nantinya.

b. Tentu saja dalam membuat skripsi selanjutnya, bahan penelitian kali ini akan sangat berharga sekali demi melancarkan pembuatan skripsi.

(11)

E. Kajian Pustaka

Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengkisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang telah menjadi peristiwa-peristiwa masa lampau13. Penulisan sejarah memerlukan kajian pustaka maupun kajian teori untuk memperkuat makna peristiwa-peristiwa masa lampau dan mendekati suatu peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya dalam berbagai aspek kehidupan. Kajian pustaka merupakan kajian terhadap buku-buku yang mendukung analisis dalam penelitian14. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku sebagai kajian pustaka. Suatu sumber pustaka dalam penelitian sangat berguna untuk menjelaskan, menginterpretasikan, dan memahami suatu gejala atau fenomena yang kita jumpai dari hasil penelitian. Penelitian mengenai “Peran Partai Fretilin dalam Kemerdekaan Timor Timur Tahun 1974-1998” menggunakan beberapa kajian pustaka sebagai berikut:

Pada rumusan masalah pertama peneliti mengkaji tentang latar berdirinya Partai Fretilin. Pada bagian ini peneliti akan mengkaji tentang sejarah lahirnya Partai Fretilin, para pemimpin Partai Fretilin, dan tema-tema nasionalisme Partai Fretilin. Peneliti menggunakan buku dari Helen Mary Hill yang berjudul Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae yang diterbitkan oleh Yayasan HAK dan Sahe Institute For Liberation di Dili pada tahun 2000. Dalam buku ini mengulas lengkap

13

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 19.

14

(12)

tentang gerakan nasionalis Timor Lorosae, Fretilin (Frente Revolucionario de Timor Leste Independente/Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Lorosae) dan pendahulunya, ASDT (Associacao Social Democratica Timorense/Perhimpunan Demokrasi Sosial Timor) serta kelompok bawah tanah anti-kolonial sebelumnya yang beroperasi di bawah tanah ketika rezim fasis caetano masih berkuasa. Dengan menyoroti asal usul, gagasan-gagasan, kebijakan-kebijakan politik, serta metode-metode kerja Partai Fretilin.

(13)

apakah rakyat Timor Timur ingin lepas dari Indonesia atau tetap ingin bergabung dengan wilayah Indonesia. Lahirnya opsi jajak pendapat tidaklah menghentikan konflik yang sudah akut di kawasan tersebut. Konflik bukan lagi bersifat lokal melainkan banyak dicampuri oleh pihak asing.

Literatur berikutnya yang digunakan pada rumusan masalah ketiga dari buku karangan Rien Kuntari yang berjudul Timor Timur Satu Menit Terakhir: Catatan Seorang Wartawan yang diterbitkan oleh Mizan di Bandung pada tahun 2008. Dalam buku ini berisi tentang perjalanan Timor Timur dalam mewujudkan kemerdekaanya tahun1998, dari perjalananan Timor Timur saat berintegrasi dengan Indonesia, kemudian keadaan darurat militer, dan hingga akhirnya Timor Timur lepas dari Indonesia.

F. Historiografi yang relevan

Penulisan sejarah membutuhkan sumber- sumber sejarah yang relevan. Menurut Louis Gottschalk, historiografi adalah rekonstruksi rekaman dan peninggalan masa lampau secara kritis dan imajinatif berdasarkan bukti-bukti atau data-data yang diperoleh melalui proses menguji dan menganalisa sacara kritis rekaman dan peninggalan secara masa lampau.15 Sedangkan menurut Ankersmith,

15

(14)

historiografi adalah rekonstruksi sejarah melalui proses pengkajian dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.16

Historiografi yang relevan digunakan untuk bahan perbandingan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya sebagai penegasan bahwa karya yang akan ditulis memang murni tulisan sendiri, bukan hasil meniru dari penelitian yang sudah ada sebelumnya. Hal itulah yang dijadikan landasan dalam penelitian ini untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau yang tergolong baru. Adapun historiografi relevan yang penulis gunakan sebagai acuan adalah sebagai berikut:

Penelitian mengenai Partai Fretilin pernah ditulis oleh Helen Mary Hill dalam bukunya yang berjudul Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae, Dili: Yayasan HAK dan Sahe Institute For Liberation, 2000. Buku ini menelusuri gerakan Timor Lorosae, Fretilin (Frente Revolucionario de Timor Leste Independente, Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Lorosae) dan pendahulunya, ASDT (Associacao Social Democratica Timorense), Perhimpunan Demokrasi SOsial Timor) serta kelompok bawah tanah anti-kolonial sebelumnya yang beroperasi di bawah tanah ketika rezim fasis Caetano masih berkuasa dengan menyoroti asal usul, gagasan-gagasan, kebijakan-kebijakan politik, serta metode-metode kerja Partai Fretilin.17

16

F.R.Ankersmith, Refleksi Tentang Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1985),hlm.102.

17

(15)

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Helen Mary Hill terletak pada analisis yang dilakukan pada isi. Isi dalam buku Helen Mary Hill ini lebih banyak mengenai asal usul, gagasan-gagasan, kebijakan-kebijakan politik, serta metode-metode kerja Partai Fretilin. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mengkaji peranan Partai Fretilin dalam kemerdekaan Timor Timur.

G. Metode Penelitian

Sejarah tidak hanya mempelajari tentang peristiwa masa lampau, tetapi juga mempelajari peristiwa saat ini dan peristiwa yang akan datang sehingga, dalam penulisan sejarah juga diperlukan adanya sebuah metode. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.18 Pada umumnya seseorang yang hendak melakukan penelitian sejarah pasti berusaha melepas ikatan-ikatanya dengan kepentingan kelompok, kebangsaan, ideologi dan berbagai macam hal yang dapat membuat hasil penelitianya tidak obyektif. Meskipun demikian, seseorang tetap bisa berusaha seobyektif mungkin, hal ini karena tuntutan tradisi keilmuan. Menurut Kuntowijoyo ada lima langkah dalam penulisan sejarah yang diawali dengan pemilihan topik, pengumpulan data (heuristik), verifikasi (kritik sumber), interpretasi, dan penulisan (historiografi).19 a. Pemilihan Topik

18

Louis Gottschalk, op.cit., hlm.17 19

(16)

Pemilihan topik dalam menulis karya sejarah sangan diperlukan agar penulisan memiliki batasan. Pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan dengan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual.20 Kedekatan emosional yang dimaksud adalah sisi subjektif dari penulis dalam pemilihan topik. Hal tersebut bisa berkaitan dengan hubungan emosional, kedaerahan, keturunan, dan lain sebagainya yang muncul dari objek kajian. Kedekatan intelektual adalah kemampuan dalam mengkaji objek penelitian.

b. Heuristik (Pengumpulan Data)

Heuristik merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, materi sejarah atau evidensi sejarah.21 Sumber merupakan hal yang paling penting dalam penyusunan karya sejarah. Tanpa adanya sumber peristiwa sejarah tidak akan dapat direkonstruksi menjadi sebuah kisah. penulisan ini penulis mengumpulkan sumber-sumber yang tentu saja berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Skripsi mengenai “Peranan Partai Fretilin dalam Kemerdekaan Timor Timur Tahun 1974-1998” ini merupakan penelitian pustaka.

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, penelitian ini dapat digolongkan dalam penelitian historis dengan melakukan studi pustaka.Oleh karena itu penulis melakukan kegiatan pengumpulan sumber-sumber sejarah dari literatur-literatur yang bersangkutan dengan topik permasalahan. Pencarian sumber

20

Ibid, hlm.91. 21

(17)

dilakukan dengan mengunjungi perpustakaan-perpustakaan dan kantor arsip di daerah Yogyakarta. Penulis menemukan sumber-sumber yang berkaitan dengan penulisan tersebut, diantaranya dari Perpustakaan daerah Yogyakarta, Unit Perpustakaan Pusat UNY, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan & Labolatorium Pendidikan Sejarah UNY, Perpustakaan St.Ignatius College Yogyakarta, dan Library Center Yogyakarta. Sumber sejarah dibedakan menjadi dua yaitu: sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Primer

Menurut Louis Gottschalk sumber primer merupakan kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yaitu orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan yang selanjutnya disebut dengan saksi mata.22 Sumber primer yang dipakai dalam skripsi ini adalah :

Zakcky Anwar Makarim (2003). Hari-hari Terakhir Timor Timur Sebuah Kesaksian. Jakarta: Sportif Media Informasindo.

Rien Kuntari. (2008). Timor Timur Satu Menit Terakhir : Catatan Seorang Wartawan. Bandung: Mizan.

F.X Lopez da Cruz. (1999). Kesaksian Aku dan Timor Timur. Jakarta: Yayasan Harapan Timor Lorosae.

2. Sumber Sekunder

(18)

Sumber sekunder adalah sumber yang berasal dari orang kedua yang memperoleh berita dari sumber primer . Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain:

Gregor Neonbasu. (1997). Peta Politik Dan Dinamika Pembangunan Timor Timur : Kajian Peta Timor Timur Sejak Proses Dekolonisasi Hingga Dua Dasawarsa Integrasi Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Dan Jawaaban Penyelesaian Masalah Timor Timur. Jakarta: Yahnense Mitra Sejati.

Hendro Subroto. (1996). Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur. Jakarta: Pustaka Sinar.

Andrey Sutjatmoko. (2005). Tanggung Jawab Negara atas Pelanggaran Berat HAM : Indonesia, Timor Leste dan Lainnya. Jakarta: Grasindo.

Martinho G. da Silva Gusmao. (2003). Timor Lorosae Perjalanan Menuju Dekolonisasi Hati Diri. Malang: Dioma.

Monica Schlicher. (2006). Timor Timur Menghadapi Masa Lalunya. Kerja Komisi Penerimaan. Kebenaran dan Rekonsiliasi. Aachen: Missio.

3. Kritik Sumber (Verifikasi)

Kritik sumber adalah usaha dan upaya menyelidiki apakah jejak-jejak yang ditemukan, setelah heuristik ‘benar’ adaynya, sahih, betul-betul dapat dijadikan penulisan.23 Kritik sumber terbagi menjadi dua, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern (otensitas) bertujuan untuk mengetahui tingkat keaslian sumber, sedangkan kritik intern (kredibilitas) bertujuan untuk mengetahui kebenaran isi data

23

(19)

tersebut dan sumber data yang digunakan.24 Dari kritik sumber yang dilakukan, baik ekstern maupun intern akan didapatkan fakta sejarah. Cara penulis melakukan kritik ekstern adalah memeriksa apakah buku atau laporan yang digunakan dalam penulisan ini merupakan terbitan asli atau hanya foto kopi dari buku aslinya dengan cara menganalisa keaslian sumber. Selain itu juga perlu dilihat jelas kertas yang digunakan dalam terbitan tersebut. Hal ini mengingat kertas yang digunakan pada saat ini dengan kertas masa dulu berbeda. Kemudian, cara penulis melakukan kritik intern dengan membaca tulisan dari sumber yang ditemukan. Penulis akan mendapatkan fakta-fakta sejarah setelah penulis melakukan kritik sumber.

4. Interpretasi (Analisis Sumber)

Interpretasi adalah menetapkan makna yang berhubungan dengan fakta-fakta yang diperolah melakukan kritik intern.25 Interpretasi sejarah seringkali disebut juga dengan analisis. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintetis yang berarti menyatukan.26 Dalam penafsiran, fakta-fakta tersebut dilihat hubungannya, keterkaitannya, disesuaikan dengan fokus, hal terkait dengan kegunaannya sehingga betul-betul layak dijadikan bahan dasar penulisan sejarah. Hal ini terjadi karena seorang sejarawan bebas menafsirkan fakta-fakta yang

24

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995, hlm. 101.

25

Sidi Gazalba, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu, Jakarta: Bhratara karya Aksara, 1981. 115.

26

(20)

telah diperolehnya, sehingga perbedaan penafsiran antara sejarawan yang satu dengan yang lain sering terjadi. Penulis melakukan interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian sehingga nantinya akan diperoleh gambaran yang lebih terurai dari Peranan Partai Fretilin dalam Kemerdekaan Timor Timur Tahun 1974-1998.

5. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah itu hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal sampai dengan akhirnya (penarikan kesimpulan).27 Penulisan yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan pada fakta-fakta yang ada. Karya skripsi ini menyajikan peristiwa sebab akibat sesuai dengan judul “Peranan Partai Fretilin dalam Kemerdekaan Timor Timur Tahun 1974-1998” dalam lima bab yang disesuiakan dengan rumusan masalah.

H. Pendekatan Penelitian

Penulisan suatu karya sejarah tentunya juga diperlukan suatu pendekatan-pendekatan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain, karena pada hakekatnya sebuah ilmu tidak dapat berdiri sendiri dan berkaitan dengan ilmu lain. Suatu peristiwa tidak terjadi hanya karena satu sebab saja, melainkan ada sebab lain yang mempengaruhinya. Peristiwa sejarah yang terjadi disebabkan faktor-faktor yang

27

(21)

cukup kompleks. Kompleksitas peristiwa sejarah akan dapat diuraikan tidak hanya sebagai kesatuan ekonomi, politik, sosial, religi, dan sebagainya, akan tetapi interaksinya dan mana yang domainnya.28

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan multidimensional, yakni pendekatan politik, pendekatam militer, dan pendekatan sosial. Pendekatan politik merupakan pendekatan yang menyoroti segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan yang bermaksud mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.29 Menurut Sartono Kartodirdjo, pendekatan politik adalah pendekatan yang menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan dan lain sebagainya.30 Pendekatan politik ini digunakan untuk melihat perkembangan politik Partai Fretilin dalam kemerdekaan Timor Timur.

Pendekatan militer merupakan kebijakan pemerintah mengenai persiapan dan pelaksanaan perang yang menentukan baik buruknya serta besar kecilnya potensi dan kekuatan negara, dengan demikian aktivitas militer mengikuti aktivitas politik suatu negara.31 Pendekatan ini untuk melihat tentang peranan Tentara Nasional Indonesia

28

Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Jakarta: Gramedia Utama, 1982, hlm. 17.

29

Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Medan: Dwipa, 1995, hlm. 6. 30

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992, hlm. 4.

31

(22)

(TNI) di Timor Timur yang dianggap sering melakukan pelanggran Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor Timur.

Pendekatan sosiologi merupakan pendekatan yang digunakan untuk meneropong segi-segi sosial yang berkaitan dengan peristiwa yang dikaji, misalnya golongan-golongan konflik berdasarkan kepertingan-kepentingan ideologis dan lainnya.32 Pendekatan sosiologis ini untuk melihat peranan masyarakat yang beranekaragam dan muncul gerakan-gerakan sosial dari masyarakat yang menginginkan Timor Timur menjadi negara yang merdeka.

I. Sistematika Pembahasan

Secara sistematis, penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan garis besar sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, historiografi yang relevan, metode penelitian dan pendekatan penelitian, serta sistematika pembahasan.

BAB II. LATAR BELAKANG BERDIRINYA PARTAI FRETILIN

Pada bab ini peneliti menguraikan tentang Latar Belakang berdirinya partai Fretilin yang berisi mengenai lahirnya partai Fretilin dari dimulainya gagasan politik dekolonisasi Portugal, revolusi bunga di Portugal, lahirnya partai Fretilin : April-November 1974, dan kebijakan-kebijakan partai Fretilin yang mencakup bidang

(23)

pertanian, pendidikan, kesehatan, dan bidang kebudayaan. Selain itu dalam pada bab ini juga di uraikan mengenai para pemimpin Fretilin, latar belakang dan pemikirannya. Sedangkan mengenai pembahasan selanjutnya tentang strategi dalam menghadapi perubahan, peneliti hanya membahas tentang kedatangan pemerintah MFA di Timor Timur November 1974 dan saat partai Fretilin dan UDT membentuk koalisi.

BAB III. PERANAN PARTAI FRETILIN DALAM MEWUJUDKAN

KEMERDEKAAN TIMOR TIMUR

Pada bab ini berisi mengenai peranan partai Fretilin dalam kemerdekaan Timor Timur. Peneliti menuraikan tentang upaya Indonesia untuk memecahkan masalah dekolonisasi di Timor Timur dan deklarasi kemerdekaan sepihak partai Fretilin. Dalam deklarasi kemerdekaan partai Fretilin terdapat beberapa pembahasan yang merujuk kepada bagaimana runtutan proses peristiwa tersebut. Dimulai dari konferensi tingkat tinggi di Macau 26-28 Juni 1975, 10 Agustus 1975: UDT berusaha melancarkan kudeta dan memulai perang saudara, keputusan untuk menyatakan kemerdekaan yang dilakukan oleh partai Fretilin, dan reaksi atas kemerdekaan sepihak partai Fretilin.

BAB IV. PENYELESAIAN MASALAH TIMOR TIMUR

(24)

penyelesaian masalah Timor Timur, proses jajak pendapat, dan reaksi atas keamanan Timor Timur.

BAB V. KESIMPULAN

(25)

BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA PARTAI FRETILIN

A. Lahirnya Partai Fretilin

1. Gagasan Politik Dekolonisasi Portugal

Perlawanan terhadap kolonialisme Portugis di bagian timur pulau Timor telah lama dilakukan oleh penduduk pribumi, namun gerakan pembebasan nasional baru bermula pada awal 1970 ketika sekelompok orang muda berpendidikan Portugis mulai membentuk kelompok bawah tanah anti-kolonial. Mereka adalah kelompok terdidik hasil dari perluasan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial sejak dasawarsa 1960-an. Pada dasawarsa itu lembaga-lembaga pendidikan diperluas. Jumlah sekolah dasar meningkat dari 110 unit tahun 1967 menjadi 298 unit di tahun 1972. Jumlah murid sekolah dasar yang pada tahun 1950 hanya 3.429 murid, kemudian pada tahun 1970 menjadi 32.937 murid. Pada 1965 diperkenalkan pendidikan menengah dengan peningkatan Liceu. Dr. Machado (yang sebelumnya hanya memberikan pendidikan menengah rendah) pemerintah Portugis sejak akhir 1960-an juga menyediakan beasiswa kepada sejumlah orang yang melanjutkan pendidikan universitas di Portugal.1

Pendidikan yang diperluas dalam rangka politik ‘civilizacao’2 Portugis itu bertujuan memperluas jumlah orang pribumi ‘assimilados’ yang akan menjadi

1

Helen Mary Hill, Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae. Dili: Yayasan HAK & Sahe Institute For Liberation, 2000, hlm. 48.

2

(26)

agen-agen Portugis untuk memberadabkan rekan-rekan bumi sebangsanya. Namun pendidikan ini telah juga memungkinkan orang Timor Timur menyadari kolonialisme dan mengetahui adanya gerakan nasional di negeri jajahan-jajahan Portugis di Afrika. Pendidikan tinggi di Portugal yang diikuti sedikit lulusan sekolah menengah di Dili memperkuat lebih lanjut kesadaran tersebut. Terutama karena pendidikan ini memberikan kesempatan kepeda mereka untuk berhubungan dengan gerakan pembebasan nasional di koloni-koloni Afrika yang waktu itu sudah lebih dari sepuluh tahun melakukan perang gerilya utuk kemerdekaan. Seorang mahasiswa yang pergi belajar ke Portugal pada tahun 1968 mengatakan:

Orang pertama yang pergi ke Lisboa berkenalan dengan teori-teori revolusioner dan mengembangkan aksi pertama dengan para patriot dari koloni-koloni lainnya dan dengan para patriot anti-fasis Portugis. Sejak saat itu kami tidak terisolasi lagi. Kami mulai memahami perjuangan sah rakyat-rakyat untuk mencapai kemerdekaan nasional karena kami telah mengasimilasi pemikiran-pemikiran para pemimpin besar revolusioner.3

Ketatnya kontrol politik yang dijalankan oleh polisi rahasia PIDE (PolicianInternacional e de Defesa do Estado – Polisi Internasional dan Pertahanan Negara) yang selanjutnya berganti nama menjadi DGS (Direccao Geral de Seguranca – Diretorat Umam Pertahanan) membuat kelompok anti-kolonial tersebut terbatas pada diskusi-diskusi politik.4 Kebebasan politik baru

3

Dikutip oleh Helen Mary Hill, op cit., hlm. 65, dari “FRETILIN’S Liberation Struggle in East Timor,” New Perspective, Vol. 7, No. 4 (1975), hlm. 27.

4

(27)

datang setelah terjadinya kudeta militer di Portugal pada 27 April 1974 menggulingkan rezim otoriter Salazar-Caetane yang telah berkuasa di Portugal lebih dari 50 tahun. Para perwira muda yang bergabung dalam Movimento das Farcas Armadas (Gerakan Angkatan Bersenjata) membentuh pemerintah Junta de Salvacao Nacional (Dewan Penyelamatan Nasional) yang menjalankan program demokratisasi di Portugal dan dekolonisasi di negeri-negeri jajahannya di Afrika dan Asia.

Kudeta 25 April 1974 di Portugal melahirkan dua program politik baru, yaitu politik demokratisasi dan politik dekolonisasi. Gagasan demokratisasi lahir sebagai reaksi terhadap sifat-sifat rezim lama yang otoriter dan fasistis, sedangkan gagasan dekolonisasi lahir sebagai pantulan kenyataan dari munculnya perang kolonial di afrika.5 Gagasan dekolonisasi, baik yang tumbuh dikalangan perwira-perwira muda maupun yang tumbuh di pikiran Jenderan Spinola lahir karena latar belakang yang sama. Perang di Afrika (daerah jajahan Portugal) menyebabkan negara Portugal tertinggal dan terbelakang di antara negara-negara Eropa. Dari gagasan dekolonisasi, kemudian terciptalah politik dekolonisasi.6

Timor Lorosae. Selain itu, permasalahan yang dibahas didalam Seara antara lain: perkawinan perjodohan tradisional, sistem pendidika Portugis, persoalan perumahan di Dili, dan bahkan Agama Kristen dan Marxisme menjadi topik-topik yang dibahas dalam kolom-kolom Seara. Kritik-kritk mereka pada pemerintah kolonial membuat jurnal ini ditutup pemerintah pada tahun 1973. Helen Mary Hill, op.cit., hlm. 65-66.

5

J. Kristiadi, Dekolonisasi Timor Timur. Jakarta: CSIS, 1986, hlm. 928. 6

(28)

negara-Politik dekolonisasi mempunyai dua versi, yang pertama versi Spinola yang sifatnya konservatif dan kedua, versi Movemento, gerakan yang bersifat radikal dan konsekuen.7 Namun demikian keduanya mempunyai latar belakang dan motif yang sama, yaitu usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara Portugal itu sendiri, yang terlalu berat menanggung beban perang kolonialnya di Afrika sehingga negeri itu menjadi melarat dan terbelakang. Politik dekolonisasi Portugal itu bukan dilandasi oleh tuntutan zaman dan kesadaran bahwa kemerdekaan adalah hak bagi semua bangsa, yang mengharuskan semua penjajahan di muka bumi ini dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, melainkan karena kepentingan nasionalnya terancam.

Kudeta tersebut di atas tidak hanya membawa perubahan-perubahan radikal dalam negara Portugal saja, tetapi juga membuka lembaran baru dalam sejarah politik di negara-negara jajahannya. Langkah-langkah dan janji-janji rezim baru pimpinan Jenderal De Spinola, walaupun sepenuhnya memenuhi harapan gerakan kemerdekaan di negara-negara jajahannya, telah memberikan nafas baru dan peluang lebih besar bagi para pejuang kemerdekaan.

Di Timor Timur sendiri, janji-janji itu antara lain berupa; pengembalian hak-hak sipil termasuk hak-hak demokrasi, pembubaran partai pemerintah Aksi

negara jajahannya yang masing-masing memiliki otonomi intern secara penuh. Soekanto, Integrasi: Kebulatan Tekad Rakyat Timor Timur, Jakarta: Bumi Restu, 1976, hlm. 70.

7

(29)

Nasional Rakyat (ANR), penghapusan polisi rahasia yang menjadi hantu bagi rakyat, peniadaan sensor pers dan rakyat bebas untuk membentuk partai-partai politik dan mengambil bagian dalam penyusunan kebijaksanaan pemerintah.8 Dengan landasan politik dekolonisasi itu, maka di Timor Timur kemudian berdiri tiga partai politik yaitu, Apodeti (Associacao Popular Democratica Timorense), UDT (Uniao Democratica Timorense), dan Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente – Front Radikal Timor Merdeka).

Beberapa hari setelah kudeta tersebut, sejumlah aktivis kelompok bawah tanah anti-kolonial mendirikan ‘Komite Pembebasan Buruh’ yang melancarkan protes mendukung upaya buruh mendapatkan uapah yang lebih tinggi. Setelah berhasil mengajak pihak-pihak lain menginginkan kemerdekaan Timor Portugis. Pada 20 Mei 1974 mereka mendirikan Associacao Social Democratica de Timor (ASDT – Perkumpulan Sosial Demokratik Timor), yang berasaskan:

Hak untuk merdeka, penolakan kolonialisme, dan partisispasi secepatanya unsur-unsur Timor-Leste dalam pemerintahan pusat dan lokal, penghapusan diskriminasi rasial, perjuangan melawan korupsi, dan politik bertetangga baik dan bekerjasama dengan negara-negara yang secara geografis mengelilingi Timor-Leste.9

Program utama ASDT adalah membentuk komite-komite sampai tingkat desa dan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan politik untuk meyakinkan rakyat bahwa rakyat Timor-Leste bisa memerintah sendiri negerinya sebagai negara yang merdeka. ASDT mendapatkan dukungan dari kebanyakan mahasiswa yangb belajar di Portugal. Sebagian dari mereka berhubungan dengan FRELIMO,

8

J. Kristiadi. op cit., hlm. 929. 9

(30)

dan PAIGC10, yang merupakan organisasi-organisasi pelopor perjuangan pembebasan nasional di Mozambique, dan Guine-Bissau & Cabo Verde. Juga ada yang aktif dalam organisasi revolusioner Portugis seperti MRPP (Movimento Reorganizativo do Partido do Proletariado – Gerakan Perombakan Partai Proletariat). Hubungan dengan para mahasiswa ini memperkuat ASDT dalam menyususun program Pengorganisasian rakyat dalam kerangka pembebasan nasional.11

2. Revolusi Bunga di Portugal

Revolusi Portugal yang dikenal pula sebagai “Revolusi Bunga” yang dicetuskan tanggal 25 April 1974 oleh gerakan angkatan bersenjata MFA, pada hakekatnya mempunyai sifat dasar, menumbangkan sistem pemerintahan diktaktor Salazar Caetano dan mendirikan suatu pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi. Dengan demikian tujuan pokok dari revolusi itu adalah memberikan hak/kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat Portugal, setelah 50 tahun sebelumnya hidup dalam keadaan terkekang semasa kekuasaannya diktaktor Salazar Caetano. Gerakan angkatan bersenjata (Movimento Forcas Armadas), merupakan suatu organisasi politik dan militer, dan angota-anggotanya terdiri dari wakil ketiga angkatan. Sebagian besar anggotanya itu adalah perwira-perwira

10

FRELIMO (Frete de Libertacao de Mozambique – Front Pembebasan Mozambique) dibentuk di Dar es Saalam (Tanzania) pada bulan juni 1962. Sedangkan PAIGC (Parido Africano da independencia da Guine e Cabo Verde – Partai Afrika untuk kemerdekaan Guine dan Cabo Verde) dibentuk sebagai gerakan bawah tanah pada bulan September 1956, oleh Amilcar Cabral. Helen Mary Hill, op cit., hlm. 114.

11

(31)

remaja berpangkat Mayor dan Kapten. Jadi MFA ini adalah semacam dewan perwakilan dari kelompok-kelompok militer yang terdapat dalam tubuh angkatan bersenjata. Di dalam organisasi tersebut, terdapat wakil-wakil dari kelompok sersan, letnan, kapten, dan seterusnya, disamaping wakil-wakil dari kelompok bintara zeni, perwira kalvaleri, artileri, dan lain sebgainya. Masing-masing kelompok itulah yang memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam MFA tadi.12

Anggota MFA ini seluruhnya berjumlah 240 orang dan mereka inilah yang menentukan garis-garis pokok kebijakan yang akan dilakukan/dilaksanakan maupun pemerintah/kabinet. Dewan revolusi adalah anggota inti dari MFA yang menjalankan kekuasaan MFA sehari-hari dan pada hakekatnya merupakan instansi pemegang kekuasaan tertinggi di Portugal. Oleh karena dewan revolusi inilah yang paling menentukan di Portugal, maka dikalangan diplomat-diplomat asing yang terdapat di Lisbon terdapat perbedaan-perbedaan analisa terhadap komposisi mengenai beberapa perwira moderat dan beberapa perwira-perwira kiri.

Melihat adanya perpecahan di tubuh angkatan bersenjata ini, akibatnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan mulai luntur pula. Sebagian dari rakyat yang ditemui Samuel Pardede saat itu megemukakan, bahwa keadaan jaman sekarang ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan jaman diktaktor Salazar, dimana kebebasan untuk menyatakan pendapat dikekang sama sekali. Dari ungkapan tersebut tercermin suatu kenyataan bahwa dalam jaman sistem

12

(32)

demokrasi seperti yang diterapkan oleh golongan militer di Portugal, keadaanya jauh lebih buruk daripada jamannya diktaktor salazar dulu. Dengan kata lain, sistem pemerintahan terdahulu masih lebih baik dibandingkan dengan sistem pemerintahan yang ada sekarang ini di Portugal. Bisa dicontohkan saat seorang kapten kemudian diangkat langsung menjadi jenderal, kenaikan pangkat 2 tingkat diatasnya bisa menjadi luar biasa di kalangan militer, apa lagi yang naik pangkatnya 6-7 tingkat sekaligus. Namun sifat-sifat luar biasa ini harus diakui sebagai merupakan salah satu ciri khas keadaan di Portugal dewasa ini, dan hal itu memang berlaku untuk berbagai aspek dibidang pemerintahan, militer maupun kehidupan masyarakat sendiri.

3. Lahirnya Partai Fretilin: April-November 1974

Fretilin adalah singkatan dari “Frente Revolucionario de Leste Timor” (Front Radikal Timor Merdeka), sebelummnya dikenal sebagai Associacao Social Democratica Timorense (ASDT) yang didirikan oleh beberapa orang, termasuk Jose Manuel Ramos Horta, yang kemudian menjabat sebagai sekretaris urusan luar negeri, sedangkan ketuanya, Fransisco Xavier do Amaral.13 Perubahan nama partai tersebut terjadi setelah kedatangan lima orang mahasiswa dari Lisabon bulan Agustus 1974. Sejak itulah nama Fretilin mulai dipakai. Di samping programnya lebih mantap, pola gerakannya juga lebih bergeser ke Marxis. Partai Fretilin menolak prinsip perjuangan UDT maupun Apodeti, dan tetap berpegang

13

(33)

pada prinsipnya sendiri yakni kemerdekaan penuh bagi Timor Timur tanpa bergantung pada suatu negara manapun.

Orientasi Partai Associacao Populer Democratica de Timor (Apodeti) ini menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia menurut hukum internasional, dengan otonomi di semua segi kecuali politik luar negeri dan hankam. Pengikut partai ini dari kalangan menengah Timor Timur, yang jumlahnya paling sedikit dari dua partai lainnya. Apodeti diketuai oleh Jose Fernando Osario. Partai Uniao Democratica de Timor (UDT) ini orientasi politiknya adalah tetap di bawah Portugal dengan status federasi dan merdeka setelah masa peralihan selama 20 tahun an menolak integrasi negara asing. Kebanyakan para pengikut partai ini adalah para birokrat dan kepala-kepala suku. Partai ini diketuai oleh Fransisco Lopez da Cruz. Pedoman politik Partai Fretilin adalah:

E revolucionaria porque para a autentica libertacao do povo necessario modificar, transformar, num sentido, revolucionarizar as velhas estruturas herdadas ao longo dos cinco seculos de colonialismo em Timor. Sem essa profunda transformacao que consiste em cirar novas estruturas para servir o povo de Timor, por mais que venha a haver uma independencia para a nossa terra, o povo de Timor nao sera verdadeiramente independente.14 (Revolusioner karena agar rakyat hidup sejahtera, untuk pembebasan yang sejati, rakyat harus mengubah, mentransformasi, merevolusionerkan seluruh struktur yang telah berlangsung selama lima ratus tahun kolonialisme di Timor. Tanpa melakukan perombakan besar-besaran dengan menciptakan struktur-struktur baru untuk melayani Rakyat Timor, walaupun kita mendapatkan kemerdekaan tanah air, rakyat timor tidak mendapatkan kemerdekaan sejati).

14

(34)

Perjuangan untuk kemerdekaan, terdiri dari dua unsur, yaitu perjuangan melawan kolonialisme dan pencegahan terhadap neo-kolonialisme. Perjuangan melawan kolonialisme itu sendiri mengandung dua aspek:

Substituir o poder politico estrsngeiro (Portuges) por um outro exercido pelo povo de Timor,com a consequente modificacao das actuais estruturas politicos administrativas; odificar, transformar, revolucinar as estruturas socio-economicas de tipo colonial vigente em timor.15

(Mengganti kekuasaan politik asing (Portugis) dengan yang lain dikuasai oleh rakyat Timor, dengan mengubah struktur-struktur politik administratif yang ada; mengubah, mentrasformasi, merevolusionerkan struktur-struktur sosial-ekonomi jenis yang berlangsung di Timor).

Uma situcao neo-colonial di Timor sera aquela em que povo de Timor-Leste nao estara livre para gerir o seu destino, embora Timor-Timor-Leste seja um Estado Independente. Isto Verifica-se principalmente atraves da penetracao e aplicacao dos capitais estrangeiros quando nao servem os interesses do povo e que criam imadiamente um outro tipo de independencia: a dependencia economica.16

(Suatu keadaan neo-kolonial di Timor akan terjadi kalau rakyat Leste tidak bebas untuk menentukan nasibnya sendiri, sekalipun Timor-Leste sudah menjadi negara merdeka. Hal ini terutama terjadi melalui masuknya dan penggunaan modal asing yang tidak melayani kepentingan rakyat dan menciptakan jenis lain ketidakmerdekaan: ketergantungan ekonomi).

Fretilin menolak keras prinsip otonomi luas dalam lingkungan federasi Portugal yang dicita-citakan UDT. Selain itu juga menentang keras terhadap ide yang diemban oleh Apodeti yang hendak mengintegrasikan Timor Timur dengan Republik Indonesia. Terhadap Indonesia, Fretilin menilai menilai sebagai negara tetangga paling dekat dan mempunyai kedudukan penting di kawasan Asia Tenggara. Bahasa Indonesia juga dianggap penting, hingga Partai Fretilin

15

Ibid. 16

(35)

menganggap perlu untuk mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah di Timor Timur. Diakui oleh Ramos Horta, bahwa bahasa Indonesia di Timur Timur banyak yang menggunakannya selain bahasa Portugis maupun bahasa Tetum. Karena itu bahasa Portugis dijadikan sebagai bahasa resmi, sedangkan bahasa tetum yang diakui sebagai bahasa yang banyak dimengerti dan dipakai rakyat Timor Timur dinilainya tidak lengkap dan tidak dapat dipakai sebagai bahasa resmi.

Perubahan ASDT menjadi Fretilin pada September 1974 dilakukan oleh karena para pemimpin ASDT merasa organisasi yang lama terlalu sempit dan kurang berkembang untuk mencapai tujuannya. Menurut mereka, agar bisa mencapai kemerdekaan, orang Timor-Leste harus bersatu dan untuk mempersatukan mereka maka yang diperlukan adalah suatu “frente” (front) bukan partai politik. Dalam front inilah dihimpun semua orang Timor-Leste yang menginginkan negerinya berdiri sebagai negara yang merdeka, tanpa memandang ras, agama, keturunan, bahkan ideologi politik mereka. Perubahan ASDT menjadi Fretilin juga menandai semakin jelasnya pengertian gerakan ini mengenai bagaimana mencapai kemerdekaan. Disebutkan dalam manifesto Fretilin bahwa penghapusan kolonialisme harus dilakukan dengan cara:

1. Perubahan mendasar dan cepat struktur kolonialis dan menjalankan bentuk-bentuk baru demokrasi.

(36)

3. Gerakan aktif melawan korupsi dan penghisapan terhadap rakyat. 4. Kehidupan multi-rasial tanpa diskriminasi ras dan agama.17

Fretilin adalah partai politik yang paling siap ketika pemerintahan kolonial Timor Portugis melakukan serangkaian kegiatan dalam program dekolonisasinya. Untuk mempersiapakan rakyat pada kehidupan politik yang baru, pemerintahan Timor Portugis yang baru, pemerintahan Timor Portugis menyelenggarakan kegiatan dinamisasi budaya yang terdiri dari ceramah-ceramah yang menjelaskan tentang konsep-konsep politik seperti demokrasi, kebebasan, hak pilih yang menyeluruh, pemilihan umum bebas, negara, bangsa, sosialisme, dan sebagainya. Dalam pelaksanaanya, pemerintah bekerjasama dengan partai-partai politik Timor-Leste. Kegiatan penting lain adalah pembentukan komisi dekolonisasi, yang terdiri dari komite-komite untuk bidang pendidikan, pemerintahan, perekonomian, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan. Komite ini dijalankan oleh wakil-wakil pemerintahan dan partai-partai politik.

Diantara partai-partai politik, partai Fretilin adalah partai politik yang paling aktif dalam komisi dekolonisasi. Mereka juga yang paling siap karena sebelum pembentukan komisi dekolonisasi pada bulan Februari 1975, mereka telah memiliki kebijakan politik yang jelas mengenai berbagai bidang yang mereka rumuskan dalam Manual e Programa Politicos (pedoman dan Program Politik). Program-program Fretilin mendapat dukungan luas dari rakyat Timor-Leste. Dalam waktu singkat itu dibuktikan Fretilin mengalahkan popularitas UDT, yang saat itu mendapat dukungan dari pejabat-pejabat pemerintahan,

17

(37)

penguasa tradisional, dan pemilik-pemilik tanah/perkebunan-perkebunan besar. Dukungan ini terlihat ketika pemerintah Provinsi Timor pada Mei 1975 menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih kepala desa dalam rangka dekolonisasi pemerintahan. Menurut hasil laporan saat itu, pemilihan umum sempat dilaksanakan di distrik Laspalos, dimana Fretilin mendapatkan suara mayoritas yang besar 90%.18

Meningkatnya popularitas politik Partai Fretilin membuat khawatir lawan-lawan Fretilin yang ada di dalam negeri maupun yang punya kepentingan sendiri. UDT (Uniao Democratica Timorense) yang awalnya menginginkan dipeliharanya hubungan dengan Portugal justru kemudian berubah menjadi yang paling dirugikan oleh meningkatnya popularitas Fretilin. UDT awalnya adalah partai yang paling populer dari tiga partai utama di Timor Portugis yaitu Fretilin dan Apodeti. Opsus (Operasi Khusus), satu unit intelijen Indonesia yang menjalankan operasi rahasia mendukung partai Apodeti yang memperjuangkan integrasi Timor Portugis dengan Indonesia menyadari bahwa harus melakukan langkah lain setelah kegagalan Apodeti merebut dukungan dari rakyat.19 Para agen Opsus

18

Dalam pemilihan umum ini, calon kepala desa tidak diajukan oleh partai politik namun secara perorangan. Mayoritas yang terpilih dalam pemilihan umum tersebut adalah anggota-anggota Fretilin. Ibid., hlm. 126.

19

(38)

berhasil mendekati para pemimpin UDT dan meyakinkan mereka bahwa Indonesia tidak akan membiarkan Timor-Leste Merdeka jika yang memerintah adalah Fretilin.

Refleksi yang tidak menentu tersebut sangat terasa di Timor-Timur, dimana partai-partainya yang merupakan wadah pergerakan nasional masih baru, masih labil dan mudah terkena pengaruh. Pada partai UDT yang bukan hanya berubah secara taktis, akan tetapi strategis. Sedangkan partai Fretilinpun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh pergolakan di Portugal tersebut. Partai yang sebelumnya dalam program-programnya menunjukan keinginan untuk merdekan yang berkobar-kobar dan anti Portugis, kemudian ternyata justru menggantikan kedudukan UDT sebagai alat Portugis.20

B. Para Pemimpin Partai Fretilin

Para pemimpin Fretilin ini disoroti karena tiga kriteria. Pertama adalah arti pentingnya bagi perkembangan Fretilin. Kriteria kedua adalah mewakili kelompok yang lebih luas para pendiri dan anggota-anggota awal Fretilin, yang dengan demikian selain Xavier do Amaral, latar belakang dan karir kelompok ini adalah mewakili kelompok yang lebih luas yang aktif dalam pendirian Fretilin. Sedangkan kriteria ketiga adalah ketersediaan informasi dari pemimpin-pempin Fretilin tersebut.

1. Fransisco Xavier do Amaral

20

(39)

Fransisco Xavier do Amaral lahir di Turiscai, di daerah pegunungan di belakang kota Dili, pada tahun 1937. Sebagai anak dari seorang kepala desa, umurnya 15 tahun lebih tua dari para pendiri Partai Fretilin yang lain. Jenjang pendidikannya, sekolah dasar ditempuhnya di Soibada dan kemudian melanjutkan pendidikan di seminari Jasuit di Dare, di daerah dekat Dili. Pada tahun 1963 ia menyelesaikan pendidikan pastor paroki pada seminari tinggi di Macau, akan tetapi Fransisco Xavier do Amaral tidak jadi ditahbiskan menjadi imam. Ia mengatakan bahwa sikap penolakannya muncul ketika mulai menyadari diskriminasi yang dilakukan Portugis terhadap rakyat Timor-Timur pada perang dunia kedua.21 Katanya:

Saya menjadi sadar mengenai kenyataaan ini setelah taman sekolah dasar. Saya melihat diskriminasi terhadap orang Timor dalam hal kemajuan pelajar-pelajar di seminari dan seleksi staf di sekolah-sekolah. Hanya anak-anak golongan elit saja yang mendapatkan kesempatan maju dalam pendidikan.22

Suatu sikap kekecewaan yang amat sangat yang ditunjukan oleh Fransisco Xavier do Amaral terhadap Portugis setelah terjadinya perlakuan-perlakuan kejam terhadap orang-orang yang seusia dengannya setelah terjadinya pemberontakan 1959. Setelah kembali ke Timor pada tahun 1963 ia mengajar di sekoalah dasar dan kemudian mengajar di Liceu di Dili. Pada tahun 1966 ia mendirikan sekolah dasar untuk anak-anak/murid-murid yang kurang mampu atau murid-murid yang ditolak oleh sistem pendidikan yang dibuat oleh Portugis. Ia kemudian dikenal

21

Helen Mary Hill, Gerakan Pembebasan Nasional Timor Lorosae, Dili: Yayasan HAK dan Sahe Institute For Liberation,. hlm. 75.

(40)

sebagai sebagai pribadi yang secara terbuka mengkritik Portugis dan mendapatkan pengikut dari kalangan orang Timor baik yang tinggal di dalam maupun di luar kota Dili yang menyebutnya sebagai seoarang “guru”. Pada tahun 1967 ia kemudian berhenti mengajarkan dan melanjutkan bekerja sebagai pegawai bea dan cukai pada otoritas pelabuahan Dili.

Walaupun tidak menjadi anggota kelompok anti-kolonial bawah tanah, Fransisco Savier do Amaral melancarkan bentuk perlawanannya sendiri terhadap kekuasaan kolonial. Publikasi dengan nama samaran suatu artikel yang dimuat dalam majalah Seara, yang mengakibatkan ditutupnya majalah tersebut oleh pemerintah Portugis adalah salah satu dari bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Fransisco Xavier do Amaral. Xavier diminta oleh para pendiri ASDT untuk menjadi ketua Partai Fretilin yang pertama. Ini merupakan wujud dari pengakuan pada kenyataan bahwa ia lebih terkenal daripada mereka semua dan dihormati secara luas di seluruh Timor-Timur. Ketika diplokamasikan kemerdekaan sepihak yang dilakukan oleh Fretilin, Fransisco Xavier do Amaral yang saat itu sebagai ketua Fretilin kemudian langsung diangkat sebagai Presiden Republik Demokrasi Timor Timur.23

Latar belakang dari Fransisco Xavier do Amaral sangat jelas terpengaruh oleh aspek populis ajaran agama Katholik yang pada dasarnya ia pernah menempuh pendidikan di seminari. Akan tetapi ia menolak peranan resmi Gereja di bawah pemerintahan Portugis. “kami seperti Tuhan Yesus, berkarya

23

(41)

tengah masyrakat,” begitulah Xavier menggambarkan kerja Partai Fretilin kepada orang-orang Timor.

2. Alarico Jorge Fernandes

Lahir pada tahun 1943, Alarico Jorge Fernandes mempenyai darah campuran dari Ibunya yang berasal dari Timor dan Ayahnya adalah seorang deportado (orang yang diusir) Portugis yang membantu pasukan komando

Australia pada masa perang dunia kedua. Jorge mengikuti pendidikan sekolah dasar di Soibada dan melanjutkan ke Seminari Dare. Salah satu pengaruh penting bagi perkembangan politiknya adalah kunjungan ke Portugal sebagai anggota dari suatu delegasi pemuda. Dalam kenyataan bahwa banyak orang di Portugal, termasuk sanak-saudaranya hidup dalam kemiskinan dan luasnya angka buta huruf didaerah-daerah pedesaan merupakan pengaruh besar bagi perkembangan pemikirannya.

(42)

teman akrabnya yang bernama Padre Rocha sebagai seorang Pastor Katholik radikal.24

3. Mari Alkatiri

Lahir di Dilin pada bulan November 1948.orang tuanya adalah bagian masyarakat Arab Dili yang berasal dari Yaman Selatan. Mari Alkatiri belajar di Sekolah Masjid di Dili, jenjang sekolah dasar Portugis, dan selanjutnya luceu di Dili. Pada bulan Januari 1970 ia mendirikan kelompok anti-kolonial bawah tanah di Dili dan kemudian pada tahun yang samameninggalkan Dili pergi ke Angola ia membikin kontak dengan anggota-anggota MPLA, akan tetapi kedua belah pihak malah justru salaing mencurigai satu sama yang lain kalau-kalau rekan kontaknya adalah agen PIDE, akhirnya hubungan yang baik pun tidak bisa dibangun kedua belah pihak. Alkatiri adalah salah seorang anggota pendiri komite sentral Fretilin yang mengkhususkan diri pada urusan politik dan kerja diplomatik membangun hubungan erat dengan Afrika dan dunia Arab. Ia dikenal sebagai negosiator yang gigih dan tidak kenal kompromi dan karena itulah Mari Alkatiri tidak pernah diundang oleh pemerintah Indonesia ke Jakarta.

4. Nicolau dos Reis Lobato

Nicolau dos Reis Lobato Lahir di Soibada, wilayah tengah Timor Timur pada tahun 1948. Ia adalah anak seorang Liurai yang juga seorang katekis Katholik. Sekolah dasar diselesaikannya di Soibada dan kemudian dilanjutkan ke Seminari Dare selama lima tahun. Pada tahun 1966 ia pindah ke Dili dan bekerja selama setahun pada departemen pertanian pemerintahan Portugis di Dili. Pada

24

(43)

bulan juni 1967 ia bergabung dengan angkatan bersenjata Portugis dan mengikuti pendidikan sekolah sersan selama satu tahun.

Setelah pensiun dari militer, sambil belajar tentang ilmu ekonomi ia bekerja pada departemen keuangan di Dili. Nicolau juga aktif menulis untuk perdebatan di Seara. Ia merupakan salah satu anggota dari kelompok anti-kolonial bawah tanah. Ia juga berencana untuk pergi keluar negeri, kemungkinan ke Australia, untuk melanjutkan studi pendidikan ilmu ekonomi pada saat di Lisboa terjadi kudeta 1974.

Nicolau dos Reis Lobato adalah salah seorang pendiri Fretilin. Pada tahun 1974 ia meninggalkan pekerjaannya di kantor pemerintahan Portugis di Dili dan mengerjakan pekerjaan politik penuh waktu dengan berkosentrasi pada pembentukan koperasi di Bazar-Tete, sekitar 30 kilometer dari Dili. Kemudian ia dipanggil ke Dili untuk menjadi wakil ketua Fretilin. Hampir semua kebijakan Fretilin di bidang pertanian dan dirancang olehnya.

5. Rogerio Tiago de Fatimo Lobato

(44)

mencapai pangkat letnan yang merupakan pangkat tertinggi untuk orang Timur saat itu.oleh perwira-perwira Portugis ia digambarkan sebagai “seorang yang berdisiplin baik, seorang pemimpin besar dan memiliki naluri perang gerililya yang tajam.”

6. Jose Manuel Ramos Horta

Lahir pada bulan Desember 1949, ia adalah anak dari seorang deportado Portugis dan seorang perempuan Timor. Ia tinggal di sebuah desa di luar kota Dili, mengikuti pendidikan sekolah dasar di Soibada, selanjutnya menyelesaikan pendidikan menengah di Liceu Dili. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan A Voz de Timor. Ia juga merupakan pendiri kelombok anti-kolonial bawah tanah

yang dibentuk pada bulan Januari 1970. Sebelum akhir tahun 1970 ia diintrogasi oleh PIDE karena berbicara terang-terangan menentang kekuasaan kolonial dan karena memperingatkan orang Portugis pada sebuah pesta bahwa jika mereka tidak hati-hati, merekan akan menghadapi perang di Timor Timur seperti yang mereka hadapi di daerah koloninya di Afrika seperti Angola, Mozambique, dan Guine-Bissau. Akhirnya Ramos Horta diminta untuk meninggalkan negerinya dan boleh memilih negeri tempat pembuangannya. Ia pun memilih Mozambique dengan harapan bisa membangun kontak dengan FRELIMO.

(45)

dalam pemerintahan Portugis. Ia banyak menyaksikan aksi-aksi militer dan mengalami sensor politik terhadap artikel-artikel yang ditulisnya.

Pada tahun 1972 ia dipanggil untuk menjalani dinas wilayah militer. Ramos Horta menolak dan meminta untuk dikembalikan ke Timor Timur. Sekembalinya ke Timor Timur ia berhasil bekerja kembali pada A Voz de Timor dan kembali ambil bagian dalam kelompok anti-kolonial informal. Pada tanggal 25 April 1974 sebenarnya ia hendak dideportasi untuk kedua kalinya karena membuat pernyataan mengkritik kolonialisme Portugis yang disampaikannya kepada wartawan Australia dan dimuat di surat-surat kabar Australia. Saat akan dideportasi ke Australia, itu bersamaan dengan terjadinya kudeta di Lisboa, maka ia pun bisa tetap di Timor Timur.25

7. Abilio Araujo

Belajar di seminari Dare dan kemudian di Liceu Dili. Ia melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan belajar ilmu ekonomi di Portugal. Ketika terjadi kudeta 25 April ia sedang berada di Portugal. Bulan berikutnya ia kembali ke Timor Timur dan bersama beberapa orang anggota ASDT lainnya memulai kegiatan alfabetisasi. Abilio Araujo juga menulis dua analisis historis pertama tentang Timor Timur yang dibuat oleh orang Timor Timur, yakni As Elites em Timor (Kaum Elite di Timor) yang ditulis pada tahun 1974 dan Timor Leste yang ditulis pada tahun 1977. Setelah menetap di Timor Timur beberapa bulan, ia kembali ke Portugal pada tahun 1974 untuk menyelesaikan pendidikannya dan untuk

25

(46)

menyiapkan penerbitan buku pegangan pemberantasan buta huruf dan Manual e Programa Politicos (Pedoman dan Program Politik) Fretilin di Lisboa.

8. Francisco Borja da Costa

Francisco Vorja da costa lahir di Fatu Berliu Timor Timur bagian selatan pada bulan Oktober 1946. Ia menyelesaikan sekolah dasar di Soibada dan seminare di Dare. Setelah belajar di seminare Dare dan kemudian di Luceu Dili. Pada tahun 1964 ia meninggalkan seminari, kemudian bekerja di kantor pemerintahan Portugis. Pada tahun 1968 menjalani dinas wajib militer hingga tahun 1971. Latihan militer yang dijalaninya disebutnya sebagai sesuatu pengalaman yang baik karena disaat pelatihan militer ia mendapat keyakinan diri untuk berbicara melawan diskriminasi rasial. Setelah kembali bekerja di kantor pemerintahan Portugis, ia melakukan penelitian pribadi mengenai diskriminasi terhadap rakyat Timor Timur. Kemudian ia bergabung dengan kelompok anti-kolonial bawah tanah, namun baru mengetahui kesadaran politiknya baru muncul setelah pergi ke Lisboa pada September 1973 dan bergabung dengan orang-orang Timor Timur di Casa dos Timores (Wisma Timor), suatu asrama untuk orang Timor Timur di Portugal. Ia berada di Lisboa pada saat kudeta 25 April terjadi, yang memberi pengaruh besar kepadanya. Ketika ASDT terbentuk di Timor ia pun aktif menerbitkan keberadaan partai ini di Portugal, dan menyelenggarakan banyak Forus di Casa dos Timores, serta kegiatan-kegiatan lainnya.26

Sejak usia sangat muda Borja da Costa menulis banyak puisi. Pada tahun 1974 ia menulis sejumlah puisi yang mengungkapkan harapannya akan situasi

26

(47)

yang baru di Timor Timur. Bersama Abilio Araujo, ia menciptakan sejumlah lagu yang berdasar lagu-lagu dan syair-syair tradisional Timor Timur. Sekembalinya ke Dili pada akhir tahun 1974 ia tetap menyumbang tulisan pada A Voz de Timor dan kemudian dipilih menjadi sekretaris informasi komite sentral Fretilin.

9. Antonio Duarte Carvarinho (Mau Lear)

Lahir pada tahun 1949 dan tamat pendidikan Liceu di Dili. Pada tahun 1972 ia pergi ke Lisboa untuk mengikuti pendidikan universitas di bidang hukum dan filsafat. Pada mulanya ia terutama bergaul dengan oarang Afrika dan mengakui bahwa saat itu ia lebih banyak tahu tentang Angola, Mozambique, dan Guine-Bissau dibandingkan Timor Timur. Kemudian ia bertemu banyak mahasiswa Timor Timur dan tinggal di Casa dos Timores di Lisboa. Ia juga berada di Lisboa ketika terjadi kudeta 25 April dan menjadi seorang pendukung ASDT setelah pembentukannya. Pengetahuannya tentang kebijakan ASDT sangat sedikit, tetapi ia sudah mengenal beberapa pemimpin ASDT termasuk Jose Ramos Horta ketika masih sekolah di Dili. Bersama sejumlah mahasiswa Timor Timur lainnya termasuk istrinya, Maria do Ceu Pereira, ia meninggalkan Lisboa dan kembali ke Timor Timur untuk mengambil bagian dalam gerakan nasionalis. Mereka tiba di Dili saat Fretilin baru terbentuk. Harian Jakarta,

(48)

buku-buku para Marxis Eropa yang baru saja diterbitkan sebelum ia meninggalkan Lisboa. Tetapi ia tidak pernah mengusahakan agar Fretilin menjadi sebuah partai Marxis. Sama seperti pemimpin-pemimpin lainnya yang pernah tinggal di Lisboa, ia membaca karya-karya Almilcar Cabral, Samora Machel, dan pemimpin-pemimpin lain gerakan pembebasan di negeri-negeri jajahan Portugis di Afrika. Pemikiran Mau Lear banyak dipengaruhi oleh karya-karya ini, demikian pula pemikiran seorang pendidik di Brazil Paulo Freire mengenai pendidikan dan perubahan sosial.

10. Vicente dos Reis (Vicente Sahe)

Vicente dos Reis (Vicente Sahe) lahir 18 km sebelah barat Baucau, ini menyelesaikan pendidikannya di Liceu Dili. Pada tahun 1972 ia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di bidang teknik di Lisboa. Saat kudeta 25 April terjadi ia juga sedang berada di Lisboa. Ia tidak menyelesaikan pendidikannya, tetapi kembali ke Dili bersama Antonio Carvarinho, Maria Pereira, dan yang lainnya. Ia adalah salah seorang dari bekas mahasiswa Lisboa yang oleh pers Indonesia dilaporkan sebgai sayap komunis Fretilin.27

Sekembalinya ke Timor Timur ia melepaskan nama Portugisnya dan memakai nama keluarga sebelum kedatangan Portugis, yakni Sahe. Ia pun akhirnya pergi menjalani hidupnya di rumah orang tuanya di Bucoli. Disini bersama saudara-saudaranya, ia mendirikan berbagai kelompok di desa. Kelompok-kelompok ini membahas situasi politik baru, menjalankan koperasi pertanian, organisasi pemuda dan organisasi perempuan. Kelompok-kelompok ini

27

(49)

adalah pelopor yang melakukan kegiatan yang kemudian dijalankan oleh anggota Fretilin di desa asal masing-masing.

Biografi-biografi para pemimpin Fretilin yang sudah disebutkan di atas, kelihatan bahwa ada banyak persamaan latar belakang di antara para pendiri ASDT/Fretilin. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga Liurai atau penguasa lokal lainnya yang memiliki akses pada pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak mereka daripada pendidikan di sekolah-sekolah suco atau posto. Sebagian dari mereka juga berasal dari keluarga pegawai pemerintahan termasuk keluarga para deportados Portugis. Peranan penting sekolah dasar di Soibada dan seminarai Jesuit di Dare, khususnya bagi para pendiri yang lebih tua yang menyelesaikan pendidikannya sebelum adanya Liceu Dili, terlihat dari pendidikan mereka.

Persamaan yang lain dari para pendiri Fretilin adalah dari segi usia mereka. Selain Xavier do amaral dan Alarico Fernandez, kebanyakan pendiri Fretilin kelahiran akhir dasawarsa 1940-an. Mereka adalah generasi pertama orang Timor Timur yang mendapat keuntungan dari perluasan fasilitas sekolah pada pertengahan dasawarsa 1960-an, khususnya peningkatan Liceu yang mencakup pendidikan yang lengkapyang terjadi pada tahun 1965 dan peningkatan jumlah penerima beasiswa untuk melanjutkan studi pendidikan ke Portugal pada tahun 1970.

(50)

misalnya saat belajar di Portugal, mereka di deportasi ke wilayah jajahan yang lain atau pendidikan perwira dalam angkatan bersenjata sebelum diskriminasi ini dipandang secara politik dan sebagai aspek sentral kekuasaan kolonial. Karena mereka berprestasi tinggi dalam sistem pendidikan di Portugis, maka mereka menginteraliasisasikan banyak dari nilai-nilai pendidikan kolonial Portugis. Dalam banyak hal mereka berfikir seperti orang Portugis dan dapat digambarkan sebagai assimilados yang berhasil. Pada dasarnya mereka menolak bagian terpenting dari sistem dan lembaga-lembaga pendidikan kolonial Portugis yang bententangan dengan pemikiran mereka.

C. Kebijakan-Kebijakan Partai Fretilin

Sejak bulan Juni 1974 para pemimpin ASDT melakukan pengorganisasian didesa-desa untuk menjalankan program sosial-politik organisasi ini. Bagi Fretilin kemerdekaan adalah bukan semata-mata kepergian pemerintah kolonial Portugis untuk digantikan dengan pemerintah oleh orang Timor-Leste sendiri. Bagi ASDT kemerdekaan tanpa perubahan struktur masyarakat akan berarti pergantian satu tuan penjajah dengan tuan penjajah yang lain. Manual e Programa Politicos menyebutkan:

Porque a independencia e o unico caminho para o progresso real e desenvolvimento do povo do Timor-leste. Nenhum povo poder realizar as suas aspiracoes e defender os seus direitos e interesses, se nao for ele propio o senhos do seu destino.28

(karena kemerdekaan adalah jalan satu-satunya untuk kemajuan dan perkembangan sejati rakyat Timor-Leste. Dengan kemerdekaan kita bisa

28

(51)

mewujudkan keinginan dan mempertahankan hak dan kepentingan kita, yaitu dengan hanya menjadi tuan atas nasib kita sendiri).

Kemerdekaan yang diinginkan adalah penghapusan struktur-struktur masyrakat kolonial untuk digantikan dengan struktur-struktur baru yang memungkinkan rakyat hidup bebas dari penindasan, penguasaan, dan penghisapan. Dalam penjelasan di rapat-rapat umum, para pemimpin ASDT menyebut perjuangan kemerdekaan sebagai perjuangan keluar dari kegelapan yang dilukiskan pada rancangan bendera mereka: warna hitam mewakili kegelapan kehidupan rakyat dibawah kolonialisme, merah mewakili perjuangan rakyat, dan bintang putih melambangkan petunjuk jalan. ASDT melakukan berbagai macam kegiatan mobilisasi rakyat untuk membangun struktur-struktur baru tersebut. Membangun struktur-struktur baru inilah yang mereka sebut revolusi.

Dalam menciptakan struktur-struktur baru yang melayani kepentingan rakyat, bidang yang paling penting yang dperhatikan oleh Partai Fretilin adalah pertanian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, dan emansipasi wanita. Fretilin memandang bahwa di bidang pertanian, kolonialisme telah mempermiskin rakyat Timor-Timur dengan mengembangkan pertanian yang mengutamakan tanaman-tanaman ekspor. Pertanian ini membuat rakyat mengalami kelaparan karena kurangnya bahan makanan dan karena terbatasanya jenis bahan makanan.29

29

(52)

a. Bidang Pertanian

Sebagai pengganti pertanian kolonial ini, Partai Fretilin membayangkan pengembangan pertanian yang melayani rakyat, yaitu suatu jenis pertanian yang memungkinkan semua orang bisa mendapatkan makanan yang baik agar kesehatannya baik, agar seluruh rakyat bisa hidup makmur dan sejahtera. Sistem pemilikan dan orgaisasi pertanian yang dianggap cocok untuk itu adalah koperasi, dan Partai Fretilin merencanakan membangun koperasi produksi, distribusi, dan konsumsi di seluruh negeri. Ide ini awalnya dipratekkan di sejumlah tempat, antara lain di Bzar-Tete (Liquica) dibawah pimpinan Nicolao Lobato dan Bucoli (Baucau) dibawah pimpinan Vicente Reis Sahe.30 Fretilin juga akan menggagas program perombakan kepemilikan tanah, perkebunan-perkebunan besar, dan juga tanah-tanah yang belum dimanfaatkan untuk diserahkan dan digarap oleh koperasi-koperasi rakyat.

b. Bidang Pendidikan

Di bidang pendidikan, Partai Fretilin menjalankan program alfabetisasi dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh pendidik asal Brazil, Paulo Freire31, seorang pendeta yang terkenal dengan pembebasan rakyat, bahwa pendidikan adalah untuk pemebebasan rakyat. Pendidikan dianggap penting karena bagi Fretilin, kemerdekaan akan terwujud bila rakyat berpartisipasi aktif

30

Ibid., hlm. 104 & 107 31

(53)

dalam pemerintahan bangsa dan ra

Referensi

Dokumen terkait