• Tidak ada hasil yang ditemukan

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

7.1 HASIL FGD PADA GREAT BALI

Kunjungan wisman ke Bali terfokus dan menumpuk di Bali selatan, rencananya penyebaran wisman akan didistribusikan ke seluruh Bali, terutama Bali bagian selatan. Pemerintah daerah provinsi Bali melakukan upaya antara lain dengan melaksanakan pembangunan Jalan Tol Kuta-Soka-Seririt pada tahun 2017, hal tersebut untuk mendorong penyebaran wisman ke 9 kabupaten di Bali utara.

Selain itu akan dibangun juga shortcut (jalan tembus) dari Bedugul menuju

Singaraja. Jalan shortcut ini mampu memotong jarak dan waktu tempuh

perjalanan. Selama ini jarak Singaraja-Bedugul 27 kilometer (km) dengan jalan yang berkelok-kelok dan membutuhkan waktu tempuh satu jam. Sedangkan, jika ada jalan shortcut, hanya 17 km dengan waktu tempuh 20 menit, atau mampu

memotong 10 km. Pembangunan infrastruktur berupa jalam shortcut lebih

mendesak untuk mempercepat perkembangan perekonomian di Buleleng. Sebab jalan ini direncanakan dapat mempercepat waktu tempuh dari Buleleng menuju Singaraja atau sebaliknya. Namun pembangunan jalan belum bisa dilaksanakan pada tahun 2025, saat ini rencana pembangunan jalan shortcut masih dalam tahap pra feasibility study (FS) oleh Balai Jalan Kementerian Pekerjaan Umum.

Wilayah Bali utara relatif stagnan, bahkan pendapatan dari sektor pariwisata masih

tertinggal dengan delapan kabupaten/kota lainnya di Bali. Jalan tersebut

rencananya akan dibangun lurus melalui Bedugul, Pancasari, dan Gitgit. Selama ini waktu tempuh Denpasar-Singaraja mencapai tiga hingga empat jam melalui jalur perbukitan yang rawan longsor pada musim hujan. Kemacetan lalu lintas (traffic

jam) mulai menjadi masalah serius terutama di Bali bagian selatan seperti Denpasar

dan Kuta. Macet menyebabkan jarak tempuh antar destinasi menajadi lebih lama, hal ini dikeluhkan oleh wisman asal Jerman.

A. Pembangunan Infrastrukur

B. Target Kunjungan Wisatawan

Target kunjungan wisman ke Bali pada tahun 2015 sebesar 4 juta kunjungan, sampai dengan bulan September 2015 telah mencapai 2.931.251 kunjungan. Terjadi penurunan wisman di agustus untuk Australia (30%), kumulatif 90%. Malaysia juga

turun sampai dengan agustus (12%). Januari-September Jepang turun 33 %,

Australia naik 15%, Malaysia turun 12%.

Menurut hasil FGD, target Kementerian Pariwisata terlalu tinggi untuk tingkat kunjungan wisman triwulan ke-4 2015 ini untuk Great Bali (September 379.000,

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

Salah satu masukan dalam FGD tersebut adalah kebutuhan untuk me-rebranding Pariwisata Bali. Sekarang ini branding pariwisata Bali adalah Bali, santi, santi, santi. Peserta FGD menganggap bahwa branding tersebut tidak komersial dan kurang menjual sehingga harus diganti dengan branding lain yang lebih acceptable oleh

wisatawan. Branding sebaiknya mudah dipahami oleh orang di luar Bali.

Sedangkan yang ada saat ini hanya dipahami oleh orang Bali saja

Utamakan wisman MICE ketimbang leisure, karena spending dan lama tinggal lebih

besar. Paket-paket wisata yang disediakan travel agent harus menyesuaikan

preferensi wisman yang berkunjung, jangan memaksakan untuk menjual produk wisata (tourism product) yang tidak disukai wisman yang menjadi costumer.

Perlunya optimalisasi penerbangan langsung dari Eropa ke Bali, dikarenakan pasar ini sangat potensial baik dari segi lama tinggal maupun pengeluaran perkunjungan. Keterbatasan keberadaan konektivitas langsung dari dan ke pasar tersebut saat ini masih menjadi tantangan tersendiri bagi pariwisata di Bali.

Forum juga berpendapat bahwa perlunya menjadikan Thailand sebagai Hub Altenative di samping Singapura. Banyaknya wisman yang berkunjung ke Negara tersebut juga dapat dijadikan sebagai peluang. Promosi untuk pasar Eropa juga dirasakan akan efektif di lakukan di Thailand, dimana pada tahun 2014 lalu terinformasikan sebanyak 6 juta wisman asal Eropa mengunjungi Thailand.

C. Promosi Pariwisata Bali

Dampak kebijakan BVK terhadap kunjungan wisman di Bali sangat positif terhadap kunjungan wisman, namun pengawasan keberaaannya di Bali mendapat perhatian khusus dari para peserta FGD. Mereka mengkhawatirkan potensi penyalahgunaan yang sangat besar. Dampak negative BVK antara lain berpotensi besar meningkatkan kejahatan oleh wisman. Kedatangan wisman ke Bali tidak hanya untuk tujuan wisata, tetapi juga untuk bisnis (bekerja), menambah penghasilan dan melakukan tindakan criminal (cyber crime).

Pelanggaran yang tercatat tahun 2014 telah dilakukan sebanyak 140 tindakan administratitif. Sampai dengan bulan Oktober 2015 telah dilakukan 294 tindakan, sebagian besar pelanggar keimigrasian adalah kewarganegaraan Tiongkok dan Australia, yang berarti juga tingkat pelanggaran perijinan meningkat dari tahun sebelumnya.

Pengawasan bebas visa bersama sudah berjalan tahun 2014 melibatkan 31 instansi.

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

Bandara Ngurah Rai memiliki kapasitas bandara 25,4 juta pax/tahun, hingga saat ini realiasasi baru 17 juta/ tahun. Ini berarti masih ada peluang untuk menambah jumlah kunjungan melalui pintu masuk Bandara Ngurah Rai. Permasalahan yang teridentifikasi adalah, slot penerbangan internasional yang ada belum secara optimal digunakan. Banyak/menumpuknya kedatangan di sore dan malam hari untuk penerbangan Internasional menunjukan bahwa adanya slot penerbangan yang kosong untuk internasional di Pagi dan Siang hari.

Tahun 2014 penambahan penerbangan dan penambahan rute baru cukup rumit prosesnya, diskon 50% landing fee untuk penambahan penerbangan baru maskapai lokal masih dirasakan belum mampu menjadi pendorong peningkatan frekuensi penerbangan ke Bali.

Great bali merupakan kantong terbesar wisatawan mancanegara ke Indonesia, kondisi ini seharusnya mampu dijadikan sebagai peluang bagi provinsi lain dalam melakukan kegiatan promosi. Mereka dapat melakukan promosinya di Bali, bahkan di dalam Bandara. Pihak Angkasa Pura I menyampaikan bahwa sebenarnya banyak sekali spot-spot yang kosong dimana dapat dimanfaatkan untuk melakukan promosi di dalam bandara. Daerah dapat mengajukan proposal permohonan yang kemudian akan ditindaklanjuti oleh pihak pengelola Bandara.

E. Kesiapan Bandara Internasional Ngurah Rai

Menurut forum, Bali saat ini seharusnya sudah bisa melakukan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Penyebaran wisatawan diasumsikan sebagai salah satu cara agar pembangunan tidak terfokus di satu wilayah saja (Bali Selatan). Penumpukan wisman di Bali selatan menyebabkan pertumbuhan tidak seimbang, sehingga selain dapat mengikis tatanan social-budaya juga dapat mengikis eksistensi dari lingkungan hidup.

Quality tourism diharapkan dapat dikembangkan dibali, dimana dengan keberadaan / terfokusnya wisman di Bali selatan saat ini, sambil menunggu pembangunan konektivitas ke kawasan Bali yang lain, maka focus pendatngan wisman tidak hanya kepada jumlah (Kuantitas) saja, namun juga harus mampu mendatangkan wisman yang memiliki kualitas. Kualitas wisman selain dilihat dari lama tinggal dan besarnya pengeluaran, juga dapat dilihat dari bagaimana wisatawan berperilaku ketika berwisata. Perilaku positif wisatawan yang diharapkan selain mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, juga dapat menjaga kondisi

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

Ada 3 isu penting yang menjadi perhatian pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata di Bali dari hasil focus diskusi grup yang dilakukan, antara lain

1. Kemacetan

Kemacetan saat ini tidak hanya melanda Ibu Kota Jakarta, namun juga melanda Bali, factor utama yang menyebabkan kemacetan adalah pembangunan yang sedang dilakukan terhadap berbagai infrastruktur public, serta semakin banyaknya wisatawan mancanegara yang dating ke Bali. Tak bisa dipungkiri keberadaan Bali masih menjadi magnet bagi wisman dunia, hal ini menuntut pembangunan infrastruktur dan fasilitas penunjang serta pendukung dari sector pariwisata untuk dikembangkan, karena Pariwisata merupakan sector unggulan di Bali.

Pembangunan yang sedang dilakukan di Bali Selatan, menyebabkan penyempitan jalan serta penutupan beberapa akses umum yang biasa dilalui wosman. Dengan jumlah wisman yang bertambah dan area bergerak yang berkurang karena pembangunan, maka kemacetan sudah tidak bisa dipungkiri akan terjadi. Terlebih saat ini banyak laporan bahwa Bis besar dapat masuk ke area-area yang dulunya tidak boleh dilalui oleh Bis sehingga keberadaannya yang mengambil banyak ruas jalan serta keterbatasan lahan parker kendaraan besar menjadi penyebab utama isu kemacetan di Bali.

2. Sampah

Sampah sebenarnya bukan masalah baru, namun amsalah lama yang hingga saat ini penanganannya masih terus dilakukan. Sampah yang menjadi perhatian adalah sampah yang berasal dari limbah sector pariwisata. pemerintah saat ini berusaha keras untuk mengatasi masalah ini. Isu lingkungan hidup yang sangat sensitive terutama bagi wisatwan asal Eropa, Australia, dan Amerika tidak bisa dipisahkan dengan permasalahan sampah. Keberadaan sampah selain dapat merusak indahnya pemandangan, juga dapat merusak keberadaan ekosistem lingkungan sekitarnya, dan untuk lebih jauh lagi akan menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit.

3. Rabies

Rabies saat ini juga menjadi salah satu isu kedaerahan yang menghawatirkan di Bali, bukan dari banyaknya kasus yang ditemukan namun dari lambannya penanganan terhadap pasien yang terjangkit rabies serta penanganan terhadap

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

7.2 HASIL FGD PADA GREAT JAKARTA

Bagi Jakarta, Pariwisata belum menjadi sector unggulan. Hal ini karena perekonomian Jakarta sangat bergantung pada sector Industri. Namun tak bis dielakan saat ini Pariwisata Jakarta sudah berkembang dengan pesat, meski ada beberapa hal yang sederhana seakan terlupakan. SOP di destinasi wisata belum terbangun dengan baik. Dalam FGD mengemuka bahwa Thailand sudah mempunyai SOP yang baku dalam pariwisata, standar toilet, restoran, parkiran dan amenitas lain dalam pariwisata. Sebagai gerbang masuk wisatawan, menurut hasil FGD, promosi pariwisata di Bandara Soekarno-Hatta belum maksimal. Misalnya di terminal 2, masih belum ditemui brosur atau flyer yang merekomendasikan kemana wisatawan bisa pergi setelah sampai di Jakarta. Padahal bila banyak promosi tentang destinasi wisata di Jakarta, mungkin akan membuat wisatawan tertarik untuk berkeliling dan mengahabiskan lebih banyak waktu di Jakarta. Informasi yang jelas bagi wisatawan adalah hal yang sangat penting, oleh karena itu ketersediaan brosur berisi informasi destinasi wisata apa saja yang bagus untuk dikunjungi sangat penting. Tourism Information Center juga diperlukan di pintu kedatangan di Bandara Soekarno Hatta sebagai pusat informasi yang memudahkan wisatawan untuk memperoleh informasi tentang Jakarta dan daerah lain di Indonesia. Demi mewujudkan hal ini diperlukan join promotion antara pihak Angkasa Pura, Kemenpar, dan Pemprov DKI.

Dinas Pariwisata Provinsi DKI menyebutkan untuk target 2014 yang diterapkan 2,3 juta kunjungan tercapai, sedangkan untuk target 2015 , 2,5 juta kunjungan masih optimis bisa tercapai. Untuk mencapai target kunjungan wisatawannya, Dinasparprov DKI banyak menyelenggarkan event internasional di semester 2 tahun 2015, salah satunya adalah Jakarta Marathon 2015. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga menambah berbagai event baik berskala nasional maupun internasional di Jakarta. Event internasional harusnya bisa jadi sarana promosi wisata yang efektif.

Jakarta sebagai ibukota tentu dari segi amenitas lebih layak dibandingkan dengan Sukabumi. Sedangkan di Sukabumi sendiri pada November 2015 akan diselenggarakan world rafting championship yang melibatkan 1100 pelaku dari seluruh dunia. Event Jakarta Fashion Week yang digelar di Jakarta beberapa tahun belakangan ini juga sangat potensial untuk meraih kunjungan wisatawan ke Jakarta. Namun, selain ajang pameran, masukan dari peserta FGD sebaiknya acara Jakarta Fashion Week juga menjadi ajang pertemuan dan transaksi antara pembeli dan penjual bidang fesyen.

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

Hal yang juga sangat penting adalah bahwa promosi harus diimbangi dengan pengelolaan harapan wisman, sehingga wisman tidak merasa ditipu oleh iklan pariwisata Indonesia, sebab pariwisata sangat berkaitan pengalaman sehingga ketidaknyamanan haruslah diminimalisir. Namun pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta optimis kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ke Jakarta karena banyak event yang akan diselenggarkan di bulan Desember. Jumlah kunjungan juga diharapkan naik karena moment tahun baru.

Jakarta memiliki keunggulan fasilitas berupa bandara Internasional Soekarno-Hatta yang membuat Jakarta jadi pintu gerbang utama masuknya wisman ke Indonesia. Selain fasilitas akomodasi berupa hotel, di Jakarta juga banyak dijumpai objek wisata yang memberikan daya tarik wisatawan baik wisnus maupun wisman. Berbagai objek wisata dan rekreasi di Jakarta yang menarik untuk dikunjungi antara lain: Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum, Monumen Nasional (Monas), Taman Margasatwa Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Dunia Fantasi, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Soekarno-Hatta sebagai salah satu gerbang masuk wisatawan ke Bandara terus berbenah untuk meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan. Sebagai bandara tujuan, kapasitas Bandara Soetta saat ini adalah 65 juta penumpang pertahun. Pembangunan dan perluasan terminal baru diprediksi akan mampu menampung 25 juta penumpang/tahun.

A. Bandara Soekarno-Hatta, Sebagai Pintu Masuk Utama Tenaga Kerja Indonesia

Sebagai mana yang telah ditetapkan bersama terkait pencatatan wisatawan mancanegara, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) didalamnya juga termasuk kedalam salah satu jenis wisatawan mancanegara.. TKI yang dicatat sebagai wisman dibatasi jumlahnya sebesar 10% saja, dan hanya pada mereka yang bertujuan untuk pulang berlibur/mengunjungi keluarganya di Indonesia untuk sementara dan harus kembali lagi ke Negara tempat mereka bekerja (bukan untuk mereka yang habis kontrak), serta sudah bekerja minimal 12 bulan.

Isu ini menjadi bahasan tersendiri pada Great Jakarta dengan didatangkannya narasumber dari BNP2TKI. Menurut BNP2TKI, negara-negara yang menjadi tujuan TKI dan menyumbang jumlah wisman ke Indonesia adalah Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi. Sayangnya moratorium TKI ke Arab Saudi berimbas pada menurunnya kunjungan wisman asal Arab Saudi. Sekitar 60% kepulangan TKI melalui Jakarta, dimana jumlah ini sangat potensial karena TKI bisa menjadi duta wisata atau menjadi TKI sebagai marketer pariwisata Indonesia. Rata-rata kontrak kerja TKI

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

Dalam Fokus diskusi grup ini juga dibahas terkait proporsi mereka yang TKI untuk dicatat sebesar 10% dirasakan perlu ditambah. Justifikasi dari hal tersebut adalah, mengingat mereka yang bekerja juga memiliki jatah untuk cuti, meskipun hanya sedikit dari mereka yang menggunakan fasilitas pariwisata ketika berkunjungan kembali ke Indonesia, namun mereka membawa devisa yang besar yang mana pada umumnya akan dihabiskan di Indonesia salah satunya adalah untuk berlibur bersama keluarga.

B. Isu Stratejik Kedaerahan Di Great Jakarta

Ada 2 isu stratejik kedaerahan pada Great Jakarta, dimana isu ini bukanlah isu yang sangat asing didengar yaitu: Banjir dan Kemacetan.

1. Banjir

Dihadapkan dengan musim penghujan yang pada umumnya dating pada Triwulan ke-4 dan Triwulan ke-1, Great ini dihadapkan pad tantangan klasik yaitu Banjir. Untuk mengatasi hal ini memang dirasakan perlu waktu yang tidak sebentar dan perlu political will dari pemerintah daerah. Apabila Jakarta Banjir, sebagai Ibu Kota makan akan melumpuhkan kegiatan Bisnis dan Ekonomi, hal ini berbahaya karena lebih dari 50% wisman yang berkunjung ke Great ini bertujuan untuk melakukan kegiatan Bisnis. Contohnya pada saat banjir besar tahun 2007, sektor pariwisata di DKI Jakarta dari perhitungan tidak langsung diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp13,5 miliar. Kerugian tersebut antara lain karena selama dua pekan banyak obyek wisata tutup akibat akses jalan tergenang banjir, jadwal penerbangan yang tertunda dan tempat hiburan yang kebanjiran. Bila lokasi wisata tidak mengalami banjir, maka akses jalan menuju ke tempat wisata yang terputus karena banjir. Keadaan ini tentunya menyebabkan penurunan jumlah pengunjung sehingga berpotensi mengurangi pendapatan.

2. Kemacetan

Pelaku industri pariwisata tentunya kesulitan menjual paket wisata di Jakarta karena macet dan banjir. Meski dari sisi sarana dan prasarana Jakarta terbilang lengkap, persoalan klasik terkait banjir dan macet menjadi kendala yang sangat menghambat. Berdasarkan hasil FGD, keluhan utama wisman yang masuk Jakarta adalah macet. Kota Tua sebagai destinasi wisata di Jakarta yang banyak dikunjungi oleh wisatawan Belanda harus ditempuh kurang-lebih 2 jam oleh wisatawan. Pembangunan infrakstruktur seperti MRT yang masih terus berlangsung berpotensi mengganggu kunjungan wisman. Masalah pedagang asongan juga dikeluhkan oleh wisatawan karena mengganggu ketertiban. Menghadapi hal ini, Kota Tua

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

Kemacetan lalu lintas Kota Jakarta yang semakin parah, ternyata tidak hanya berdampak pada pencemaran lingkungan, tetapi juga menimbulkan potensi kerugian di bidang kesehatan dan ekonomi bagi warga Jakarta. Potensi kerugian yang dialami warga Jakarta mencapai Rp 68,2 triliun per tahun. Angka kerugian ini hampir menyamai nilai APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun, atau sekitar 93,3 persen dari APBD DKI 2015. Potensi kerugian akibat kemacetan lalu lintas tersebut berasal kerugian dari sektor kesehatan senilai Rp 38,5 triliun dan dari sektor penggunaan bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 29,7 triliun. Kemacetan lalu lintas yang makin parah di Jakarta membawa dampak kerugian besar bagi warga Jakarta.

7.3 HASIL FGD PADA GREAT BATAM

Beberapa hal yang menjadi topik diskusi FGD analisis wistawan mancanegara (wisman) yang dilaksanakan di Kota Batam adalah: target pencapaian s.d bulan Desember 2015, permasalahan dan isu regional great Batam, serta persiapan pencapaian 12 juta kunjungan pada tahun 2016. Batam merupakan pintu masuk dengan jumlah kunjungan terbesar ketiga setelah Bali dan Jakarta. Karena karakter geografis yang dekat dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, angka kunjungan terbesar berdasarkan kebangsaan (nationality) juga berasal dari kedua Negara tersebut. Optimisme pemerintah untuk mencapai target nasional 10 juta kunjungan wisman di tahun 2015 terkendala beberapa kejadian luar biasa di Indonesia. Great Bali misalnya, letusan Gunung Raung, Gunung Anak Rinjani, dan Gunung Barujari berdampak langsung pada penurunan kunjungan wisman di Bali dan Sekitarnya, hal ini disebabkan banyak penerbangan internasional yang cancel karena masalah keamanan. Berikut beberapa permasalahan yang muncul dalam FGD dan dapat mempengaruhi angka kunjungan wisman selama tahun 2015 di Batam.

A. Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Di Prov. Riau

Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Kota Batam merupakan salah satu daerah yang terdampak kabut asap cukup parah. Dampak tersebut terutama dirasakan pada bulan September dan Oktober 2015 dimana terdapat beberapa jadwal penyeberangan ferry ke Batam-Singapura dan sebaliknya dibatalkan. Demikian pula dengan jadwal beberapa penerbangan dari dan ke Bandara Hang Nadim oleh maskapai lokal juga dibatalkan. Kabut asap membuat wisatawan mengalihkan tujuan ke destinasi wisata selain Batam. Selain pembatalan kunjungan,

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

B. Image Batam Sebagai Destinasi yang Miskin Atraksi

Meski secara geografis sangat dekat dengan Singapura dan Malaysia, tetapi jumlah kunjungan dari kedua negera tersebut ke Indonesia melalui Batam tidak pernah mengalami lonjakan besar, artinya dari tahun ke tahun angka kunjungannya relatif kecil meski terus mengalami peningkatan. Hal ini sangat berbeda dengan angka kunjungan dari Singapura ke Malaysia, dan sebaliknya. Salah satu penyebabnya adalah image Batam sebagai destinasi wisata yang sangat miskin atraksi atau produk wisata (tourism product). Untuk menarik wisatawan asal Singapura dan Malaysia lebih banyak, Batam harus melakukan diferensiasi pasar. Pasar Malaysia terutama yang berasal dari Johor, mempunyai karakter muslim taat dan berwisata bersama keluarga, sedang pasar Singapura lebih mencari leisure dan hiburan. Untuk menarik pasar Singapura, Batam sudah punya modal yang cukup kuat dari sisi atraksi. Banyaknya tempat hiburan malam merupakan hal yang sangat disukai oleh wisman asal Singapura. Untuk menarik pasar Malaysia maka harus disediakan atraksi wisata yang family friendly dan cocok untuk wisatawan muslim. Batam sangat kurang daya Tarik wisata buatan seperti Legoland dan Helokity yang menyasar segmen anak-anak dan keluarga. Minimnya atraksi wisata di Batam membuat lama tinggal wisman menjadi lebih singkat, rata-rata 2-3 hari. Lama tinggal yang singkat berkorelasi dengan pengeluaran untuk belanja yang lebih sedikit.

C. Bandara Hang Nadim Kurang Optimal sebagai HUB dan Aksesibilitas yang Belum Terintegrasi

Bandara Internasional Hang Nadim merupakan satu-satunya bandara di Kota Batam. Sejak awal berdirinya bandara ini memang direncanakan menjadi hub atau penghubung dari Batam ke destinasi wisata lainnya di Indonesia. Tetapi pada perkembangannya, peran Hang Nadim sebagai hub belum begitu optimal. Penerbangan internasional masih sangat minim. Saat ini hanya ada rute Sabang (Malaysia)–Batam. Untuk menciptakan hub yang baik perlu aksesibilitas yang terintegrasi. Wisman asal Singapura dan Malaysia yang masuk ke Indonesia melalui Batam diharapkan dapat melanjutkan perjalanan ke destinasi lainnya di Indonesia melalui Bandara Hang Nadim. Tetapi belum ada moda transportasi yang terintegrasi di bandara maupun pelabuhan di Batam. Idealnya, lingkungan bandara atau pelabuhan menyatu dengan stasiun kereta api atau shuttle bus untuk mobilitas penumpang ke bandara dan sebaliknya. Hal ini yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi stakeholder pariwisata di Batam, yaitu bagamana menciptakan sistem transformasi yang terintegrasi demi mendukung aktivitas pariwisata.

A N A L I S I S I S U - I S U S T R A T E J I K

P E R I O D E J A N U A R I – S E P T E M B E R 2 0 1 5

D. Kegiatan Promosi dan Event Yang Sangat Minim dan Belum Terintegrasi

Satu hal yang juga menjadi permasalahan adalah minimnya promosi pariwisata yang dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Kota Batam di kedua Negara target pasar yaitu Singapura dan Malaysia. Hal ini terbukti branding

“Wonderful Indonesia” belum dipromosikan baik dalam bentuk brosur, media luar

ruang (baliho), dan program acara radio lokal. Bahkan pada beberapa event pariwisata yang diselenggarakan oleh KJRI Johor Bahru di tahun 2015 masih menggunakan logo branding visit Indonesia tahun 2008. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan, maka diperlukan juga peran aktif dari stakeholder pariwisata di daerah, karena yang paling memahami situasi, kondisi dan karakter wisman yang menjadi target pasar adalah daerah itu sendiri. Selain minimnya promosi, di Batam belum terdapat event pariwisata yang terintegrasi dengan memadukan beberapa produk

Dokumen terkait