• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalannya Untuk Mendapatkan Wahyu

Dalam dokumen Konsepsi wahyu dalam ajaran sapta darma (Halaman 53-64)

BAB I PENDAHULUAN

D. Jalannya Untuk Mendapatkan Wahyu

Wahyu Wewarah Sapta Darma diperoleh dengan jalan setapak demi

setapak artinya tidak langsung diturunkan sekaligus, tetapi secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang. jalan untuk mencapai ke sana sangatlah berat, banyak rintangan dan ujin yang harus dijalani, dan hanya dapat diperoleh dengan hasil yang baik oleh manusia yang kuat menjalani semua ujian. Dengan diperolehnya

Wahyu Wewarah Sapta Darma berarti orang yang bersangkutan telah menjadi

sempurna dan dialah satu-satunya manusia yang sejati.

Kemudian dalam buku Sabda Khusus karangan R. Sunarto disebutkan

bahwa jalan untuk mendapatkan wahyu sangatlah banyak, dan jalan yang paling mudah untuk mendapatkan wahyu adalah dengan cara melaksanakan perintah dan

larangan Tuhan. Adapun tuntunan untuk mendapatkan Wahyu Wewarah Sapta

Darma semuanya terangkum dalam Kitab Suci Wewarah Sapta Darma sebagai

mana akan dijelaskan di bawah ini:

1. Wewarah Tujuh.

Isi kandungan Wewarah Tujuh yang dijelasannya sebagai berikut:

a. Setia tuhu kepada adanya panca sifat Allah, yaitu Allah hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha wasesa, dan Maha Langgeng. Artinya sifat-sifat Tuhan ialah:

a) Allah Maha Agung, artinya sifat keagungan Allah tidak ada yang

menyamai.

b) Allah Maha Rokhim, artinya sifat belas kasihan Allah tidak ada

yang menyamai.

c) Allah Maha Adil, artinya tidak ada yang menyamain akan

42

d) Allah Maha Wasesa, artinya kekuasaan Allah tidak ada yang

menyamain-Nya, dan bahwa Allah Hyang Maha Wasesa

(menguasai) Alam semesta serta segala isinya.4

e) Allah Hyang Maha Langgeng, artinya sifat keabadian Allah tidak

ada yang menyamai.

b. Dengan jujur dan suci hati harus setia menjalankan perundang-

undangan negaranya.

Tiap orang pada umumnya menjadi warga negara, maka menjadi kewajiban bagi warga Sapta Darma untuk menjunjung tinggi, melaksanakan perundang-undangan dengan jujur dan suci hati serta penuh keikhlasan.

c. Turut serta menyingsikan lengan baju menegakkan berdirinya nusa

dan bangsa.

Dalam rangka membina dan berjuang demi tercapainya keadilan dan kemakmuran, warga Sapta Darma tidak boleh absen atau ingkar dari tanggung jawab, melainkan harus ikut serta, terlebih dalam rangka membina watak dan pembentukan jiwa manusia, warga Sapta Darma telah mempunyai cara-cara yang

praktis dan berhasil baik.5

d. Menolong kepada siapa saja bila perlu tanpa mengharapkan suatu

balasan, melainkan harus berdasarkan rasa cinta kasih.

Bagi warga Sapta Darma bentuk pertolongan ialah dengan

Sabda Usaha, yaitu pertolongan guna menyembuhkan orang sakit. Dalam memberikan pertolongan menurut Sapta Darma harus

4

Sri Pawenang, Wewarah Kerohanian Sapta Darma, (Yogyakarta: Sekertariat Tuntunan Agung-Surokarsan), h. 12.

5

dengan rasa cinta dan kasih saying terhadap sesama manusia. Karena dalam hal ini, manusia hanya sebagai perantara akan ke- Rokhima Allah Hyang Maha kuasa. Oleh sebab itu, menurut aliran

Sapta Darma yang melanggar wewarah akan mendapat hukuman

dari Allah Hyang Maha Kuasa.

e. Berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri.

Oleh Hyang Maha Kuasa manusia telah diberi akal budi dan

pakartiserta peralatan ragawi yang cukup lengkap guna untuk

berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmanin

maupun rohaniah.6

Berjuang secara jujur dan tidak boleh menginginkan orang lain, orang Sapta Darma harus penuh kepercayaan bahwa dengan bekerja secara jujur dengan penuh kesungguhan akan memenuhi kebutuhannya. Terlebih kalau dalam kehidupan rohani warga Sapta Darma harus bertanggung jawab pada diri sendiri sampai akhirnya dipanggil oleh Allah Hyang Maha Esa.

Warga Sapta Darma harus berusaha bekerja atas kepercayaan diri sendiri, tidak boleh bergantung terhadap pertolongan orang lain.

7

f. Dalam hidup bermasyarakat bersikap kekeluargaan, harus susila

beserta halusnya budi pekerti, selalu menjadi petunjuk jalan yang mengandung jasa serta memuas.

Warga Sapta Darma harus dapat bergaul dengan siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur, maupun kedudukan dalam artian hidup harus susiala, sopa santun dan tidak boleh sombong.

6

Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah penerimaan Wahyu, h. 177. 7

44

g. Yakin bahwa keadaan dunia ini tidak abadi, melainkan selalu

berubah-ubah.

Perubahan keadaan dunia ini laksana perputaran roda, karena warga Sapta Darma harus memahami hal ini. Oleh karena itu, warga Sapta Darma tidak boleh bersifat statis dan dogmatis, tetapi harus penuh dinamika. Warga Sapta Darma harus pandai menyesuaikan diri dengan mengingat waktu dan tempat.

Wewarah tujuh yang d jelaskan di pon A merupakan suatu kesatuan yang bulat, satu sama lain bersangku-paut tidak bisa dipisahhkan. Jadi warga Sapta Darma harus betul-betul dapat menjalankan Wewarah tujuh..

2. Sujud

Sujud Dalam ajaran Sapta Darma dapat di bagi menjadi dalam dua bagia diantaranya:

a. Sujud wajib

Bagi Warga Sapta Darma diwajibkan sujud dalam sehari semalam (24 jam) sedikitnya satu kali. Lebih dari sekali lebih baik, dengan pengertian bahwa yang penting bukan banyaknya melakukan sujud, tetapi dilihat dari

kesungguhan sujudnya. Lebih baik sujudnya dilakukan di sanggar,8

Dalam melaksanakan sujud yang benar dan supaya bisa menyatu dengan Allah Hyang Maha Kuasa warga sapta Darma harus menjalankan bebrapa jalan diantaranya:

dan dalam melaksanakan sujud waktunya harus ditentukan dan bisa melaksanakan sujud dengan bersama-sama.

8

Kata sanggar bagi Warga Sapta Darma adalah tempat atau bangunan yang di pergunakan untuk sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penghayatan dan pendalaman, atau suatu tempat yang dihormati dan disucikan untuk menyembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa.

Duduk tegak menghadap timur.9 Bagi pria duduk bersila, dapat dilakukan

dengan sila tumpaang artinya kaki kiri dibawah kaki kanan di atas. Bagi wanita

duduk bertimpuh.10

Selanjutnya merasakan getaran yang kedua, yaitu getaran halus yang artinya getaran air suci atau air putih yang berasal dari tulang ekor naik sedik demi sedikit melalui ruas-ruas tulang punggung atau tulang punggung itu sendiri. Dengan naiknya getran yang halus mendorong tubuh membugkuk dengan sendirinya mengikuti getaran air suci sampai ke otak kecil, kemudian ke otak besar sehingga dahi menyentuh tikar, selanjutnya menghela napas panjang dan halus, sehinggan lidah terasa bergetar, keluar air liur yang kemudian ditelan, terus dalam batin

mengucapkan, “Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa” tiga kali.

Setelah itu tangan sidakep dan menenangkan badan dan pikiran, mata melihat ke depan ke suatu titik. Bila sudah tenang dan tentram terasa ada getaran dalam tubuh yang merambat berjalan dari bawah ke atas dan diikuti sampai ke kepala maka pertandanya kepala terasa berat kemudian getaran menutupi mata. Setelah mata tertutup akibat turunnya getaran, maka getara tersebut menurun lagi sampai ke mulut, selanjurnya ada tanda-tanda lidah terasa dingin seperti kena angin

dan keluar air liur, lalu air liur ditelan lalu mengucap dalam batinnya ”Allah Hyang

Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah Hyang Maha Adil.”

11

Selesai mengucapkan sujud, kepala diangkat perlahan-lahan sehinggan badan dalam sikap duduk dan tegak seperti semula, dalam sikap duduk itulah semua getaran

9

Menghadap ke timur diartikan sebagai berikut: timur berasal dari kata Wetan, sedangkan

Wetan berasal dari kata Kawitan atau Wiwitan, berarti permulaan. Jadi, apabila orang bersujud kepada Tuhan, ia harus ingat bahwa ia berasal dari barang yang suci, dan harus benar-benar suci luar dan dalam, artinya satu dalam perbuatan. Lihat Harun Hadiwijono, kebatinana dan injil ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002 ), hal. 33.

10

Bertimpuh artinya ibu jari kaki kiri ditimpuh ibu jari kaki kanan, namun kalau tidak mungkin melakukan sikap duduk seperti itu, karena kondisi fisik dan yang laiannya diperkenankan mengambil sikap duduk sesuai dengan kemampuannya asal tidak meninggalkan kesusilaan dan tidak mengganggu jalannya getaran atau rasa. Lihat Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah penerimaan Wahyu, h. 165.

11

46

di kepala yang telah kontak dengan Sinar Cahaya Hyang Maha Kuasa akan turun merata keseluruh tubuh.

Pada saat turunnya getaran tersebut perlu sekai dirasakan saluran-saluran mana yang dilalui oleh getaran tersebut. Kemudia merasakan naiknya kembali getaran halus seperti yang di atas, yang kemudia mendorong untuk membungkuk

yang kedua kalinya, kemudia di dalam hati mengucapkan, “Kesalahane Hyang Maha

Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuas” sebanyak tiga kali. Artinya,

Kesalahannya Hyang Maha Kuasa Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa”.

Kemudian duduk kembali dengan tegak dan membungkuk kembali untuk

melakukan sejud yang ketiga kalinya, lalu mengucapkan dalam batin, “Hyang Maha

Suci Bertobat Hyang Maha Suci ” sebanyak tiga kali. Akhirnya duduk tegak dengan merasakan turunnya getaran yang ketiga kalinya lewat bagian depan, dari kepala, dada, perut sampai tulang kemaluan, dan keseluruh tubuh sehingga tenang dan

tentram, kemudian sujud diakhiri dengan membuka mata, tangan dan sebagainya.12

Untuk menyakini seluruh Warga Sapta Darma, yang diucapkan dalam sujud dapat di jelaskan sebagai berikut:

a. Ucapan, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah

Hyang Maha Adil, maksudnya untuk mengingat dan menghormati sifat

mutlak keluhuran Allah Hyang Maha Kuasa dan mengagungkan serta

meluhurkan Asma-Nya.13

Ucapan Asma tiga tersebut tidak hanya di ucapkan pada saat sujud saja, tetapi apabila Warga Sapta Darma akan memulai suatu perbuaatan darma yang didahului dengan semedi atau eling dengan ucapan meluhurkan Asma Allah tersebut.

12

Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah Penerimaan Wahyu,h. 167. 13

b. Ucapan, Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa maksudnya ialah Hyang Maha Suci merupakan sebutan bagi roh suci seseorang manusia yang berasal dari sinar cahaya Allah, atau kesucian yang meliputi pribadi manusia sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Hyang Maha Kuasa adalah sebutan Allah yang menguasai alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia baik rohani maupun jasmani. Sujud berarti penyerahan diri bulat-bulat atau menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Hyang Maha Kuasa.

c. Kesalahannya Hyang Maha Kuasa Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa,

maksudnya ialah, setelah meneliti dan menyadari kesalahan-kesalahan setiap hari, maka roh suci manusia mohon ampun kepada Hyang Maha Kuasa akan dosa-dosanya tersebut.

d. Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Suci maksudnya ialah,bertobat

untuk tidak berbuat kesalahan. Warga Sapta Darma diharapkan melatih diri dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kesempurnaan sujudnya

yang sesuai dengan Wewarah.14

Sujud yang diilakukan dengan penuh kesungguhan mempunyai arti dan kegunaan yang besar sekali. Sujud Sapta Darma tidak boleh dilakukan secara tergesah-gesah. Diharpkan melaksanankan sujud memilih waktu yang tepat.

Sebenarnya sujud menurut Wewarah bila didalami dan diteliti secara sungguh-

sungguh, akan membimbing jalannya getaran air suci yang tersaring berulang kali serta membimbing jalannya sinar cahaya Allah yang meliputi seluruh tubuh,

kemudian diedarkan merata ke sel-sel tubuh.15

Getaran atau sinar cahaya Allah adalah cahaya yang digambarkan berwarna hijau muda yang berada di dalam seluruh pribadi manusia. Bersatunya getaran sinar

14

Sri Pawenang wewarah kerohanian Sapta Darma, h. 35. 15

48

cahaya dengan getaran air suci yang merambat berjalan secara halus di seluruh tubuh

menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali. Daya kekuatan ini disebut atom

berjiwa yang ada pada pribadi manusia. Kekuatan ini mempunyai arti dan kegunaan

yang besar bagi kehidupan manusia seperti, dapat menentramkan dan menindas nafsu angkara, mencerdaskan pikiran, dan dapat memiliki kewaspadaan seperti kewaspadaan penglihatan dan kewaspadaan rasa.

Bila telah menyatu dan memusat di ubun-ubun akan mewujudkan Nur Putih,

akhirnya naik menghadap Hyang Maha Kuasa untuk meneriam perintah, petunjuk- petunjuk yang berupa isyarat-isyarat. Ditegaskan bahwa syarat atau sarana untuk memiliki kesempurnaan itu semua, tidak lain adalah pengolahan rohani di waktu sujud, serta pengolahan penyempurnaan budi pakarti yang menuju pada keluhuran budi dalam sikap dan tindakan sehari-hari.

b. Sujud Penggalian

Sujud penggalian adalah sujud penelitian, sujud yang sempurna yang pernah

diwejangkan dalam saresehan Agung Tuntunan Kerohanian Sapta Darma pada 27-29

Desember 1962 oleh Panuntun Agung Sri Gutama. Agar ajaran ini segera dikuasai oleh para tuntunan, Panuntun Agung Sri Gutama telah melaksanakan sujud penggalian yang diikuti oleh para tuntunan Sapta Darma se-Jawa pada 1-8 Februari 1964.

Panuntun Agung Sri Gutama berpesan kepada para warganya, “galilah

pribadimu yang asli, rasa yang meliputi seluruh tubuhmu untuk menemukan benda hidup yang berguna bagi pribadimu”.16

Sujud penggalian ini dituntun langsung oleh Panuntun Agung Sri Gutama yang dibantu oleh Ibu Sri Pawenang. Dengan melakukan penggalian sujud, diharapkan agar para tuntunan agung dapat menguasai ketentraman dan ketenangan

16

Pengurus Pusat persatuan Warga Sapta Darma, Pemaparan Budaya Spiritual (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), h. 19.

dengan penuh ketabahan, kewaspadaan dan kejujuran yang merupakan bekal utama dalam menghadapi segala hal bagi segenap tuntunan dan Warga Sapta Darma.

Dalam sujud penggalian dibutuhkan beberapa modal yang harus dijankan oleh para penganut ajaran Sapta Darma diantaranya sebagai berikut:

1. Harus ada kemauna dari diri sendiri.

2. Harus punya kemampuan dalam melaksanakannya.

3. Harus kava darma

4. Harus mempunyai rasa kejujuran dalam diri pribadi

5. Harus mempunya rasa ikhlas.

Adapun yang menjadi dasar sujud penggalian yang harus ditaati oleh seluruh tuntuna dan penganut ajaran Sapta Darma adalah sebagai berikut:

1. Sujud asal mula manusia, ialah “penelitian penyempurnaan sujud

2. Perintah dari Panuntun Agung sri Gutama pada tanggal 1-8 Februari 1964

di Sanggar Candi Sapta Rengga.

3. Inti dari wejangan Panuntun Agung Sri Gutamayang telah di gariskan oleh

beliau dalam penggalian di Surabaya.

Tujuan diadakannya sujud penggalian adalah sebagai berikut:

1. Membentuk Satria Utama yang berbudi luhur, berkepribadian dan

berkewaspadaan yang tinggi. Sebab itulah manusia-manusia yang dapat

memayu hayu bahagiana buana.

2. Meningkatkan mutu kerohanian para tuntunan dan warga Sapta Darma.

3. Meningkatkan pengabdian kepada Hyang Maha Kuasa dan kepada sesama

umat manusia.

4. Untuk keseragaman dalam penghayatan.

Selanjut inti dari sujud penggalian yang di jelaskan dalam buku Pemaparan

Budaya Spiritual Kerohanian Sapta Darma, di antaranya sebagai berikut:

1. Menanamkan kepada warga, bahwa ari sujud kerohanian Sapta Darma

50

Hyang Maha Suci (Roh Suci) manusia yang sujud kepada Hyang Maha Kuasa.

2. Ucapan dalam batin artinya bukan batin dalam arti jasmanai, melainkan

batin rohani (Rasa).

3. Dengan melaksanankn sujud penggalian ini manusia akan dapat Ngunduh

Wohing Pakarti, artinya mendapat pengertian rokhani.

4. Dalm sujud penggalian ini yang akan dicapai adalah Wohing pakartining

Rasa, yang akhirnya dapat meningkat untuk mencapai Wohing

Pakartining Cahaya yang berwujud Waskitaning Pangandika yaitu kata- kata yang tepat dan benar.

3. Racut

Racut berarti memisahkan rasa dengan perasaan dengan tujuan

menyatukan diri dengan Sinar Sentral atau Roh Suci dengan Sinar Sentral. Berarti pada waktu racut dapat digunakan menghadap Hyang Maha Suci atau Roh Suci manusia kehadapan Hyang Maha Kuasa. Supaya dapat menyaksikan di mana dan

bagaimana tempat manusia bila kembali ke alam langgeng.17 Dengan demikian,

benarlah apa yang tersirat dalam kata-kata “manusia harus dapat dan berani mati

didalam hidup, supaya dapat mengetahui ruap dan rasanya,” maksudnya, yang

dimatikan adalah alam pikiran atau gagasannya, sedangkan rasanya tetap hidup.18

Menurut ajaran Sapta Darma orang yang melaksanakan racut akan dapat

mengetahui roh kita sendri yang naik ke alam abadi untuk menghadap Hyang Maha Kuasa. Sebaliknya roh kita sendiri dapat mengetahui jasmani yang kita tinggalkan terbaring di bawah.

17

Sekertariat Tuntunan Agung, Sejarah Penerimaan Wahyu, h. 169. 18

4. Ening atau Samadi

Yang di maksud dengan ening atau samadi ialah, menenangkan pikiran

yang beraneka warna, angan-angan dan sebagainya. Dengan demikian meskipun badan bergerak, asalkan melakukan hal yang di atas, maka dapat dikatakan

seseorang telah melakukan ening atau samadi. Sebaliknya meskipun tubuh

manusia kelihatannya tenang tetapi pikirannya atau angan-angannya masih

berpikir kesana-kemari, maka orang itu belaum bisa dikatan ening atau semadi.

Ening atau semadi dalam ajran Sapta Darma tidak diperkenankan dipakai untuk main-main, sebab hal ini dilakukan dengan menyebut, meluhurkan nama

Allah19

1. Untuk melihat arwah orang tua yang telah meninggal, bagaimana keadaan

arwah tersebut, apakah sudah diterima di alam langgeng atau belum. Bila belum diterima, maka harus melakukan sujud untuk memohonkan ampun dan tobat untuk arwah tersebut atas dosa yang telah diperbuat semasa hidupnya di dunia ini.

. Diperkenankan melaksanakan ening bila seseorang melaksanakan tugas

yang luhur di antaranya:

2. Melihat tempat-tempat yang kramat, yang mana penghuninya banyak

mengganggu ketentraman manusia di sekitarnya. Dengan ening, penghuni

tersebut dapat diketahui wujudnya. Setelah diketahui, maka roh-roh tersebut dimohonkan ampun kepada Hyang Maha Kuasa agar ditempatkan pada tempat yng semestinya.

3. Ening dapat dipakai untuk mengawali segala tindakan atau tutur kata,

dengan maksud melatih kesabaran dan sifat berhati-hati guna menuju kebijaksanaan.

19

52

4. Untuk melihat saudara yang jauh, bila ada keperluan yang penting sekali

dan ada getaran.

E. Nama dan Isi Kandungan Wahyu

Mengenai wahyu dalam ajaran Sapta Darma adalah semua sabda-sabda yang telah diturunkan oleh Hyang Maha Kuasa, kemudian dikumpulkan melalui Hardjosopoero dan diperdengarkan kepada orang yang ditunjuk untuk menulisnya. Dalam hal ini Panuntun Agung Sri Gutama menunjuk Ibu Sri Pawenang sebagai orang kepercayaan untuk mencatat sabda-sabda yang ditunkan oleh Hyang Maha Kuasa kepada Hardjosopoero, kemudian sabda-sabda itu dikumpulkan dan dibukukan menjadi sebuah kitab suci yang dinamakan

Wewarah Kerohanian Sapta Darma.

Kemudian tentang isi dan kandungan dari wahyu Wewarah Kerohanian

Sapta Darma diantaranya adalah, wewarah tujuh, sabda usaha, sujud wajib,

sujud penggalian, racut, ening dan sebagainya.

Dalam dokumen Konsepsi wahyu dalam ajaran sapta darma (Halaman 53-64)

Dokumen terkait