• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) berasal dari daerah tropik dan sub tropik Amerika, kemudian menyebar ke daerah tropik dan sub tropik lainnya termasuk Indonesia. Tanaman ini termasuk famili convolvulaceae (kangkung-kangkungan). Ubi jalar adalah tanaman herba dengan batang bervariasi dalam ketebalan, panjang, dan kebiasaan pertumbuhan (Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan Hortikultura dan IPB, 1999).

Daun ubi jalar berselang-seling berbentuk spiral sepanjang batang dengan pola 2/5 filotaksi. Bentuk dan ukuran daun sangat bervariasi dengan pola shouldered, toothed, entire, parted, dan lobed. Begitu pula pola warna daun dan tangkainya sangat bervariasi dan dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pengenalan varietasnya. Bentuk dan penampakan bunga mirip dengan bunga tanaman hias morning glories, dengan panjang 1.5 – 2 in dan lebar bagian mulut bunga 1-1,5 in. Warna bunga lembayung muda hingga ungu tua.

Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar dan sebagai makanan cadangan bagi tanaman, dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. Warna kulit umbi bervariasi ada yang putih kotor, kuning, merah muda, jingga dan ungu tua. Warna daging putih, krem, merah muda, kekuning-kuningan, dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terdapat pada kulit. Pigmen yang terdapat di dalam ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin.

Ubi jalar merupakan tanaman yang efisien dalam mengubah energi matahari ke bentuk energi kimia berupa karbohidrat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya kalori yang diasimilasikan per satuan luas dan waktu yakni mencapai 215 kg per kalori per hektar per hari. Para ahli menyebut ubi jalar sebagai tanaman yang paling efisien menyimpan energi matahari dalam bentuk makanan (Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan Hortikultura dan IPB, 1999).

Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi daripada musim penghujan. Komposisi kimia ubi jalar ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia ubi jalar putih dan ubi jalar kuning / 100 g bobot yang dapat dimakan

No. Komposisi Jumlah

Ubi putih (mentah) Ubi kuning (mentah)

1 Kalori (Kal) 88 119 2 Protein (g) 0.4 0.5 3 Lemak (g) 0.4 0.4 4 Karbohidrat (g) 20.6 25.1 5 Kalsium (mg) 30 30 6 Fosfor (mg) 10 40 7 Zat besi (mg) 0.5 0.4 8 Natrium (mg) 2.0 3.0 9 Kalium (mg) 4.0 1.0 10 Niacin (mg) 0 0 11 Retinol (µg) 0.2 0.0 12 β- karoten 0.0 794 13 Vitamin B2 (mg) 0.06 0.06 14 Vitamin C (mg) 36 36 15 Timah (mg) 0.25 0.25 15 Air (g) 77.8 72.6 Sumber : Atmawikarta (2001)

Pemanfaatan ubi jalar di Indonesia pada umumnya masih relatif sedikit dan baru dikonsumsi dalam bentuk olahan primer yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, keripik ubi, dan kolak ubi. Hanya di beberapa daerah Irian Jaya dan Maluku ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan pokok. Namun konsumsi komoditas ini juga telah semakin berkurang secara bertahap karena masyarakat setempat cenderung beralih mengkonsumsi beras.

Produk olahan lainnya antara lain keremes, keripik/ceriping, dan sebagainya. Selain itu ubi jalar juga digunakan dalam pembuatan saos sebagai pengisi (filler). Produk-produk ini umumnya diproduksi oleh industri pangan skala kecil seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Meskipun akhir-akhir ini telah diproduksi berbagai produk olahan ubi jalar seperti tepung, pasta, dan mash ubi jalar oleh beberapa industri pangan, tetapi semua produk ini diekspor atau bukan untuk konsumsi dalam negeri.

Tabel 4. Alternatif produk olahan di tingkat industri rumah tangga dan industri kecil menengah pangan

Tipe Produk Aneka Produk Keterangan

Ubi Jalar segar (Konsumsi langsung) - Ubi Jalar - Ubi goreng - Ubi panggang - Kolak Telah memasyarakat Produk siap santap - Kremes - Keripik/ceriping - Kue dan roti - Saos

Beberapa telah memasyarakat dan lainnya perlu diintroduksi, mutu dan penampilan

ditingkatkan Berupa olahan buah-buahan - Manisan - Asinan - Selai - Sari buah - Pekatan minuman ringan - Dodol - Jenang

Beberapa telah memasyarakat dan lainnya perlu diintroduksi, mutu dan penampilan

ditingkatkan Produk siap masak - Ceriping kering - Kubus kering - Mie Perlu diintroduksi

Sumber : Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan Hortikultura dan IPB, 1999.

B. PANGAN INSTAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), pure diartikan sebagai bahan makanan yang dilembutkan. Pure instan adalah salah satu jenis pangan instan yang merupakan jenis makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi. Penyajian pure instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas ataupun susu sesuai dengan selera.

Pada dasarnya pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaannya. Bentuk pangan instan biasanya mudah ditambah air (dingin/panas) dan mudah larut sehingga mudah disantap.

Pembuatan produk pangan yang memiliki sifat instan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan permukaan dengan modifikasi sifat kimia bahan dan penambahan zat aditif. Perlakuan permukaan dibuat dengan memberi perlakuan khusus pada permukaan partikel bahan yaitu dengan panas dan pengadukan. Dengan perlakuan panas dan pengadukan akan membuat partikel bubuk diperbesar menjadi aglomerat berstruktur pori. Penggunaan zat aditif dilakukan dengan menambahkan zat tertentu untuk membuat sifat produk lebih mudah dibasahi, aglomerat tidak terlalu keras, partikel mudah mekar (Hartomo dan Widiatmoko, 1992).

Sifat instan produk pangan yang baik ditentukan oleh beberapa kriteria tertentu antara lain : 1) sifat hidrofilik, bila bahan pangan mengandung lemak/minyak sebagai bagian hidrofobiknya, maka perlu dilakukan peningkatan afinitasnya terhadap air, 2) kandungan lapisan gel yang dapat menghambat proses pembasahan, 3) waktu pembasahan yang tepat yaitu harus segera turun (tenggelam tanpa menggumpal), 4) mudah terdispersi yaitu tidak membentuk endapan (Hartomo dan Widiatmoko, 1992).

C

.

DEKSTRIN

Dekstrin merupakan contoh produk yang dihasilkan dari proses modifikasi pati melalui proses hidrolisis katalis asam, enzimatis maupun pemanasan pati kering (Caesar, 1968). Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu yang bertujuan menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Pati termodifikasi merupakan pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur asalnya (Fleche, 1985).

Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n dan memiliki struktur molekul yang lebih bercabang dibanding dengan pati. Struktur yang lebih pendek ini mengakibatkan dekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air. Semakin tinggi tingkat percabangan, tingkat kelarutan produk dalam air akan meningkat (Fleche, 1985).

Dekstrin secara alami terbentuk dalam jagung, garut, singkong, dan sebagainya. Secara umum, dekstrin dihasilkan dengan memanaskan pati kering bersama-sama sejumlah katalis. Dekstrin merupakan produk antara pada hidrolisa pati dan sintesa alami dalam tumbuh-tumbuhan. Dekstrin juga merupakan substansi yang terbentuk dalam proses pemecahan hidrolisis pati dan terbentuk pertama kali ketika proses hidrolisis mencapai suatu derajat percabangan tertentu (Murray et. al., 1997).

Terdapat berbagai jenis dekstrin berdasarkan jenis katalis yang digunakan, suhu, dan lama penyangraian (Satterwaite dan Iwinski, 1973). Berdasarkan tahap proses hidrolisis pati, ada tiga jenis dekstrin yaitu amilodekstrin, eritrodekstrin, dan achrodekstrin. Pada tahap awal konversi dihasilkan amilodekstrin yang larut dalam air. Amilodekstrin ini masih memberikan warna biru bila ditetesi dengan larutan iodium. Selanjutnya dihasilkan eritrodekstrin yang akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan iodium. Terakhir adalah achrodekstrin yang tidak akan memberikan warna bila direaksikan dengan iodium (Garard, 1976).

Dekstrin yang dihasilkan dengan hidrolisa asam atau pemanasan kering (roasting) sering disebut pirodekstrin. Pirodekstrin diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama yaitu dekstrin putih, dekstrin kuning, dan British gum. Pirodekstrin adalah jenis dekstrin yang cukup banyak dipakai dan diperjualbelikan (Satterwaite dan Iwinski, 1973).

Jenis-jenis dekstrin tertentu memiliki sifat-sifat khusus. Dekstrin putih memiliki warna yang berkisar antara putih sampai krem muda, dekstrin kuning berwarna kekuningan sampai kuning tua, British gum berwarna kekuningan sampai coklat tua. Berdasarkan sifat kelarutannya dekstrin putih memiliki kelarutan dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan dekstrin kuning, dan British gum, dan dekstrin kuning lebih rendah kelarutannya dibanding

British gum (Whistler, 1973). Jenis dan sifat pirodekstrin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis dan sifat pirodekstrin

Karakteristik Dekstrin putih Dekstrin kuning British gum

Kondisi Katalis HCl HCl - Suhu (0C) 79-121 149-190 135-190 Waktu (jam) 3-7 6-20 10-24 Sifat Produk Warna Putih-krem muda Kekuningan-kuning tua Kekuningan –coklat tua Kelarutan (%) 1-98 95-100 1-100 Pelarutan (bagian air) 2-5 1 3-8

Sumber : Satterwaite dan Iwinski (1973)

Dekstrin banyak diaplikasikan pada industri kemasan dan kertas terutama sebagai bahan perekat. Pada industri pangan, dekstrin dapat digunakan untuk memperbaiki tekstur bahan pangan. Penambahan dekstrin pada tepung instan sari buah nanas dapat meningkatkan densitas kamba serta dapat melembutkan tekstur (Warsiki, 1993).

D. Carboxymethylcellulose (CMC)

Carboxymethylcellulose (CMC) biasanya ditemui dalam bentuk garam natrium. Na-CMC merupakan polisakarida termodifikasi yang memiliki struktur linier, berantai panjang, larut air, dan bersifat anionik. CMC merupakan polimer yang termasuk gum alami yang dimodifikasi secara kimia. CMC dapat diaplikasikan pada berbagai tingkat kekentalan bahan, ukuran partikel, dan sifat reologi. Secara tradisional, gum ini diperoleh dari rumput laut, tanaman, dan biji-bijian. Keunggulan CMC diantaranya : 1) keseragaman sifat dan spesifikasi, 2) bahan baku yang mudah diperoleh, 3) kemurnian yang tinggi, 4) harga yang relatif stabil (Keller, 1986).

CMC banyak dibutuhkan pada industri pangan, farmasi dan kosmetik yang lebih dikenal dalam bentuk gum selulosa. FDA mengkategorikan CMC sebagai bahan yang tergolong GRAS (Generally Recognized As Safe) pada

section 121.101 Food and Drugs Regulation yang dipublikasikan pada tanggal 31 Januari 1961 (Batdorf dan Rossman, 1973). Pada publikasi FDA periode

Juli 2006, CMC masih berstatus GRAS (FDA, 2006). CMC murni memiliki warna putih-krem, tidak berasa dan berbau, dan free-flowing powder.

Pada industri pangan, sifat dasar CMC yang meningkatkan nilai komersialnya adalah kemampuannya untuk mengentalkan cairan, bertindak sebagai pengikat air, pelarut yang efektif baik dalam larutan panas maupun dingin, dan memperbaiki tekstur pada berbagai produk pangan. Gum selulosa ini secara fisik inert dan tidak mengandung kalori karena tidak dimetabolisme oleh sistem pencernaan manusia. Pada industri ekstrusi, CMC bertindak sebagai pengikat, membantu menstabilkan emulsi, dan menghambat pengkristalan gula.

Beberapa jenis produk pangan yang menggunakan CMC diantaranya produk dehidrasi, makanan kaleng, freeze dried products, dan processed meats. Pada produk kering seperti bubuk sayuran dan buah atau sup instan CMC berfungsi mempermudah proses rekonstitusi dan memperbaiki tekstur selama rekonstitusi. Selain itu, penambahan CMC juga dapat melindungi komponen-komponen di dalam produk seperti lemak dari degradasi karena ketengikan oksidatif. Pada makanan kaleng, CMC efektif mengontrol pemisahan cairan misal pada ikan segar yang disterilisasi. Pada produk freeze dried, CMC berfungsi efektif sebagai enkapsulasi komponen minyak pada emulsi sehingga dapat menstabilkan minyak dan sifat rehidrasi emulsi (Keller, 1986). Selain itu penambahan CMC dapat meningkatkan rendemen pada produk seperti tepung instan sari buah nanas (Warsiki, 1993).

CMC berfungsi optimum pada pH 5 dan pada pH 3 akan mengendap. Penurunan suhu mengakibatkan kemampuan CMC untuk meningkatkan viskositas menurun (Hodge dan Osman, 1976).

Dokumen terkait