• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. BAHAN DAN ALAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Tahap Optimasi

Tujuan dari optimasi adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan yang diinginkan. Penelitian ini memiliki sasaran menghasilkan produk yang memiliki rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba yang maksimum, serta memiliki tingkat kelengketan di mulut yang minimum dan dimasukkan dalam kriteria optimasi. Dari keempat variabel respon tersebut, akan ada variabel yang dominan atau penting dan variabel yang kurang penting untuk menentukan formula yang paling optimal. Program DX7 telah menyediakan sistem pembobotan ini dengan nama importance. Pada kolom importance terdapat pilihan tanda positif (+), mulai dari positif 1 (+) hingga positif 5 (+++++). Semakin tinggi tingkat kepentingan dari atribut/respon yang diukur terhadap produk, semakin banyak tanda (+) yang harus diberikan. Pada penelitian ini ditetapkan atribut yang memiliki tingkat kepentingan sama tingginya adalah daya rehidrasi dan densitas kamba, yaitu positif 4 (++++), dan atribut rendemen dan kelengketan yang memiliki tingkat kepentingan positif 3 (+++). Alasan pemilihan tingkat kepentingan tersebut didasarkan pada sifat-sifat pangan instan yaitu mudah disajikan dan mudah dalam pendistribusian. Kemudahan dalam penyajian terkait erat dengan kemudahan produk menyerap air (daya rehidrasi) karena daya rehidrasi yang tinggi menunjukkan kemudahan produk untuk larut dalam air. Kemudahan dalam pendistribusian terkait erat dengan nilai densitas kamba produk. Semakin tinggi densitas kamba suatu produk maka akan semakin padat sehingga mudah didistribusikan karena volume yang diperlukan dalam pengemasan produk semakin kecil. Semua komponen penyusun ubi jalar yaitu ubi jalar, air, CMC, dan dekstrin dioptimalkan dengan target komponen in range dan importance

(+++).

Program DX7 selanjutnya akan mengolah semua variabel respon berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa solusi formula sebagai formula pure instan ubi jalar terpilih. Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut sebagai desirability. Desirability memiliki nilai 0 sampai 1.0. Kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk mencapai nilai

desirability maksimum. Namun demikian, tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1.0 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan (Anonim, 2005). Proses optimasi dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 9.

Proses optimasi merekomendasikan tiga formula dengan nilai

desirability masing-masing 0.662, 0.588, dan 0.434 (Tabel 16). Dari persamaan polinomial masing-masing respon, dapat dihitung prediksi nilai rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan kelengketan formula terpilih. Gambar 4 dan Gambar 5 menjelaskan hasil optimasi dalam bentuk 2D (contour) dan 3D. Berdasarkan nilai desirability di atas maka formula terpilih adalah formula yang memiliki nilai desirability tertinggi yaitu 0.662.

Tabel 16. Tiga formula hasil optimasi dengan DX7

No Ubi Jalar Air CMC Dekstrin Desirability

1 25.000 73.026 0.000 1.974 0.662 Selected

2 24.070 72.110 0.210 3.610 0.588

3 24.040 73.844 0.000 2.116 0.434

Gambar 4. Contour plot yang menunjukkan nilai desirability pure instan ubi jalar dengan formula optimal

Design-Expert® Software Desirability 1 0 X1 = A: Ubi Jalar X2 = B: Air X3 = C: CMC Actual Component D: Dekstrin = 1.975 A: Ubi Jalar 25.915 B: Air 73.985 C: CMC 1.875 0.000 72.110 24.040 Desirability 0.109 0.217 0.217 0.326 0.434 0.543 Prediction 0.662

Contour plot merupakan gambaran dua dimensi dari respon untuk faktor-faktor tertentu. Pembacaan contour tersebut dilakukan dari sisi atas. Nilai desirability dari formula optimum ditunjukkan oleh bendera bertuliskan

prediction yaitu sebesar 0.662. Pada Gambar 4 di atas, proporsi dekstrin dibuat tetap yaitu sebesar 1.975%. Nilai-nilai yang ada pada sisi segitiga merupakan batas atas dan bawah proporsi tiap komponen. Batas bawah dan atas berhubungan secara tegak lurus pada segitiga. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa batas atas dan bawah untuk ubi jalar adalah 25.915% dan 24.040%, untuk CMC adalah 1.875% dan 0.000%, dan air sebesar 73.985% dan 72.110%. Nilai desirability sebesar 0.662 diperoleh dari perpotongan proporsi tiap komponen yaitu ubi jalar sebesar 25.000%, air 73.026%, dan CMC sebesar 0.000%.

Gambar 5 merupakan bentuk tiga dimensi dari contour plot . Nilai batas atas dan bawah proporsi tiap komponen berada pada sisi-sisi alas segitiga dengan nilai desirability berada pada sisi tegak prisma. Nilai 0.662 jika ditarik secara tegak lurus ke bawah merupakan perpotongan titik-titik proporsi komponen-komponen yaitu ubi jalar sebesar 25.000%, air 73.026% dan CMC 0.000%.

Gambar 5. Bentuk 3D yang menunjukkan nilai desirability pure instan ubi jalar dengan formula optimal

Design-Expert® Software Desirability 1 0 X1 = A: Ubi Jalar X2 = B: Air X3 = C: CMC Actual Component D: Dekstrin = 1.975 A (25.915) B (72.110) C (1.875) 0.000 0.173 0.345 0.518 0.690 D e si ra bi lit y A (24.040) B (73.985) C (0.000)

C. Tahap Analisis 1. Analisis Proksimat

Tabel 17. Hasil analisis proksimat pure instan ubi jalar formula optimum

No Karakteristik Rata-rata (%bb) Rata-rata (%bk)

1 Kadar air 1.6 1.7 2 Kadar abu 1.8 1.8 3 Kadar lemak 0.1 0.1 4 Kadar Protein 2.3 2.3 5 Kadar karbohidrat 94.2 95.7 6 Jumlah kalori/ 50 g produk (Kal) 194 197

Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa kandungan air dalam produk pure instan sangat kecil yaitu sekitar 1.6 %(bb) dan 1.7 % (bk). Dibandingkan persyaratan kadar air sup instan (BSN, 1996) yaitu 2-7 % bb, kadar air pure instan ubi jalar tergolong lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya jenis air yang terikat oleh komponen gula seperti glukosa, maltosa, dan laktosa serta hidrat-hidrat dari ion-ion dan polimer yang dapat mengikat air.

Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukkan unsur-unsur mineral atau zat-zat anorganik (Winarno, 1995). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Dari data di atas terlihat bahwa kadar abu pure instan ubi jalar adalah sebesar 1.8 %. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam produk pure instan ubi jalar tergolong kecil karena jumlah kandungan abu/mineral pada ubi jalar mentah sudah rendah.

Hasil analisis protein menunjukkan bahwa kandungan protein pure instan ubi jalar adalah sebesar 2.8 %. Hasil ini diperoleh dengan cara mengalikan kadar nitrogen bahan dengan faktor konversi 6.25. Angka 6.25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen (Winarno, 1995). Hasil analisis lemak menunjukkan kadar lemak produk sebesar 0.1%. Nilai ini tergolong sangat kecil. Jumlah protein dan lemak ini masuk dalam syarat SNI yang diacu yaitu SNI Sup Instan (SNI 01-4321-1996), yaitu protein minimum

2%bb dan lemak maksimum 10%bb. Kandungan air dan lemak yang sangat rendah memungkinkan produk ini memiliki umur simpan lama. Air yang cukup banyak akan menjadi media pertumbuhan mikroba sedangkan kandungan lemak yang tinggi akan menyebabkan ketengikan.

Karbohidrat merupakan komponen yang paling dominan dari produk pure instan ubi jalar. Jumlah air yang jauh berkurang dibandingkan ubi mentah menyebabkan kandungan karbohidrat meningkat tajam yaitu menjadi 94.2 (%bb) dan 95.7 (%bk). Kalori yang dikandung produk sekitar 194 Kal jika berdasarkan 50 g bobot basah produk dan 197 Kal jika berdasarkan 50 g bobot kering produk. Penyajian produk adalah dengan menambahkan air sebanyak 250 ml sehingga total untuk sekali konsumsi adalah 300 g. Jadi untuk 300 g produk mengandung 194 Kal. Nilai ini masih di bawah nilai kalori nasi yaitu 190-207 Kal/100 g (Atmawikarta, 2001).

Nilai energi tersebut diperoleh dengan menghitung energi dari karbohidrat, lemak, protein, menggunakan faktor di bawah ini, kemudian dijumlahkan. Nilai energi ini dinyatakan dalam satuan kilo kalori atau disingkat kkal/Kal. Faktor umum untuk menghitung nilai energi makanan adalah 4 x (% Karbohidrat) + 9 x (% Lemak)+ 4 x (% Protein) (Atmawikarta, 2001).

2. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan tujuan mengetahui posisi produk pure instan ubi jalar terhadap produk komersil. Produk komersil yang digunakan adalah satu jenis produk sehingga analisis yang dilakukan adalah uji t menggunakan program SPSS. Atribut yang diuji adalah rasa, aroma, warna, dan tekstur. Hasil dari uji ini akan menjadi saran perbaikan produk.

Pure instan ubi jalar disajikan tanpa penambahan flavor apapun dan dengan rasa dasar ubi jalar (agak manis) dan warna kehijauan menyerupai warna ubi jalar kukus. Produk komersil adalah bubur beras instan yang telah beredar di pasaran dan telah ditambahkan bumbu dan

adanya produk komersil yang penyajiannya tanpa bumbu atau bahan-bahan pelengkap. Kedua produk tersebut direhidrasi dengan air hangat dengan perbandingan produk:air 1:5. Skor rataan kesukaan dari kedua produk untuk masing-masing atribut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik skor rataan kesukaan uji hedonik pada berbagai atribut

Gambar tersebut menunjukkan skor rataan pada atribut rasa adalah sebesar 9.2 untuk pure instan ubi jalar dan 11.9 untuk produk komersil. Berdasarkan uji t, skor kesukaan tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa posisi kesukaan panalis terhadap rasa pure instan ubi jalar masih berada di bawah kesukaan terhadap produk komersil.

Nilai rata-rata skor kesukaan panelis terhadap atribut aroma adalah 8.4 untuk produk pure instan ubi jalar dan 11.9 untuk produk komersil . Berdasarkan uji t, skor kesukaan untuk atribut aroma berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Sama halnya dengan rasa, kesukaan terhadap atribut aroma pure instan ubi jalar masih di bawah kesukaan terhadap produk komersil.

Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap atribut warna adalah 6.5 untuk pure instan ubi jalar dan 11.9 untuk produk komersil. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Nilai kesukaan terhadap warna pure instan masih

0 3 6 9 12 15 Skor kesukaan rata-rata

Rasa Aroma Warna Tekstur

Pure instan ubi jalar

Atribut terakhir yang dianalisis adalah tekstur. Skor rataan kesukaan terhadap tekstur pure instan ubi jalar adalah sebesar 8.1 sedangkan untuk produk komersil adalah sebesar 9.7. Berdasarkan uji t, nilai kesukaan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.

Berdasarkan hasil uji di atas, dibandingkan dengan produk komersil, produk pure instan memiliki kekurangan pada atribut warna, rasa, dan aroma. Kebanyakan panelis menilai bahwa produk pure instan ubi jalar memiliki warna yang kurang menarik dan aroma yang kurang disukai. Hasil uji t dapat dilihat pada Lampiran 11a, 11b, 11c, 11d.

3. Analisis Mikrobiologi

Uji yang dilakukan meliputi uji total mikroba, uji kapang khamir, dan uji penduga koliform. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 18. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dari kedua ulangan produk pure instan mengandung kapang dan khamir <1.0x102 cfu/g dan total mikroba sebesar 8 x 102 cfu/g. Namun dari uji penduga koliform diperoleh dari dua ulangan produk mengandung bakteri koliform sebanyak 9 dan <3 MPN/ml.

Tabel 18. Hasil uji mikrobiologi pada pure instan ubi jalar (segar)

Jenis uji Ulangan Jumlah

Total mikroba Rataan 8 x 102 Total kapang-khamir (cfu/g) < 1.0 x 102 Total koliform (MPN/ml) 1 9 2 <3

Uji mikrobiologi ini mengacu pada SNI Sup Instan , SNI 01-4321-1996 (BSN, 01-4321-1996). Hasil ketiga uji di atas memenuhi persyaratan maksimum SNI Sup Instan tersebut yaitu maksimum 104 koloni/g untuk angka lempeng total (ALT), 102 koloni/g untuk total kapang/khamir, serta 20 MPN/g untuk total koliform.

Jumlah total kapang dan khamir serta total mikroba sesuai dengan pernyataan Desrosier (1988) bahwa salah satu metode yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba adalah dengan mengatur/membatasi jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar air yang dikandung pure instan tergolong sangat rendah yaitu kurang dari 2% (bb) sehingga menyebabkan total mikroba dan kapang khamir tergolong rendah. Kapang dapat tumbuh pada substrat bahan pangan berkadar air > 12% dan beberapa kapang telah diketahui dapat tumbuh pada bahan pangan dengan kadar air ≤ 5% sedangkan khamir dan bakteri dapat tumbuh pada kadar air > 30 %.

Fardiaz (1989) menggolongkan bahan pangan menjadi 3 kelompok berdasarkan kandungan aw, pH, dan senyawa antimikroba. Pure instan ubi jalar termasuk dalam kategori ketiga yaitu bahan pangan yang awet (tahan lama disimpan), yaitu makanan yang telah diawetkan dengan pengeringan sehingga awnya rendah dan mikroba sulit tumbuh. Golongan pertama adalah makanan yang mudah rusak yaitu makanan yang mempunyai aw dan pH relatif tinggi (> 5.3) misal ikan , daging, dan susu. Golongan kedua adalah makanan yang agak awet yaitu makanan yang mempunyai pH pertengahan (antara 4.5-5.3), atau telah mengalami proses pengawetan sehingga awnya agak rendah misalnya jam dan jelly.

Hasil yang tidak sesuai pernyataan Desrosier (1988) di atas adalah hasil uji penduga koliform karena dari salah satu ulangan menunjukkan bahwa bakteri koliform yang ada sebanyak 9 MPN/ml. Adanya koliform ini diduga berasal dari peralatan yang kurang higienis seperti drum dryer

yang digunakan serta kontaminasi selama pengemasan dan penyimpanan. Salah satu cara untuk mencegah kontaminasi tersebut adalah pembersihan pengering drum secara berkala menggunakan desinfektan serta sanitasi pekerja yang lebih dijaga.

Dokumen terkait