• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan

B. Oksigen

2. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan

Seperti halnya zat-zat makanan, oksigen pun dapat masuk dan diserap oleh tubuh melalui saluran pencernaan seperti halnya zat makanan. Selama ini yang umum diketahui, oksigen diserap oleh tubuh melalui saluran pernapasan. Oksigen yang berasal dari udara maupun dari makanan dan minuman yang kita konsumsi ikut masuk ke dalam tubuh dan diserap oleh usus halus, diteruskan melalui sistem peredaran darah yang pada akhirnya menuju jaringan tubuh. Di dalam jaringan tubuh, oksigen tersebut akan digunakan untuk menunjang keberlangsungan proses metabolime di dalam sel, serupa dengan oksigen yang diperoleh dari sistem pernapasan (Rhoades dan Bell, 2009).

Sistem pencernaan manusia terdiri dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus, usus besar, dan anus (rektum). Serupa dengan makanan yang masuk melalui mulut, oksigen yang berasal dari air minum penambah oksigen pun akan melalui mulut dan seterusnya yang merupakan jalur pencernaan normal. Tempat berikutnya yang dilewati oksigen adalah bagian kerongkongan (esofagus). Pada bagian esofagus, lumennya dikelilingi oleh lapisan epitel pipih berlapis banyak yang merupakan pelindung esofagus dari makanan ataupun cairan yang masuk melaluinya. Lapisan ini akan melindungi esofagus dari kemungkinan terluka akibat masuknya berbagai jenis makanan dan minuman. Lapisan epitel pipih yang berlapis banyak juga membuat peluang terserapnya zat-

zat makanan dan oksigen makin kecil. Di samping itu waktu singgah oksigen yang sangat singkat di bagian ini sehingga membuat oksigen semakin sulit untuk menembus lumen esofagus tersebut (Zakaria et al., 2005).

Nestle et al. (2004) mengatakan bahwa dengan menggunakan teknik MRI (Magneting Resonance Imaging) dapat dilihat pelepasan oksigen (outgassing) dari rongga mulut sampai ke lambung terjadi secara lambat. Setelah melalui esofagus, oksigen akan melalui penyerapan di dalam lambung. Pada saat melalui lambung, waktu singgah oksigen lebih lama seperti halnya makanan dan minuman yang masuk sehingga beberapa bagian dapat terserap melalui dinding lambung yang dilapisi oleh lapisan sel epitel silindris. Lapisan sel ini diselimuti oleh mukus yang bersifat basa yang menyebabkan sedikitnya oksigen yang dapat menembus sel epitel di bagian lambung ini.

Penyerapan oksigen secara cepat terjadi di dalam usus. Penelitian Gurskaya dan Ivanov (1961) membuktikan bahwa terjadi penyerapan oksigen di dalam usus yang dapat meningkatkan saturasi darah di dalam aorta dan vena porta hepatica. Percobaan yang menggunakan kelinci dan kucing sebagai objek penelitian ini menunjukkan hasil ternyata setelah 2 jam penginjeksian udara ke dalam usus terjadi penurunan konsentrasi oksigen di dalam usus menjadi hanya tinggal 0.5-2.3%. Sedangkan konsentrasi karbon dioksida meningkat setelah 1 jam injeksi menjadi 5-7% di dalam lumen usus halus. Hasil tersebut melengkapi penelitian yang dilakukan oleh McIver et al. (1928) yang telah membuktikan terjadi absorpsi oksigen oleh sel-sel mukosa usus dengan kecepatan tertentu melalui usus. Oksigen tersebut kemudian digunakan untuk metabolisme sel di dalam usus halus.

Zat-zat gizi dan minuman yang telah dicerna di bagian lambung akan diserap di dalam usus halus dan kemudian siap untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Hal ini juga berlaku terhadap gas oksigen yang ikut diserap bersamaan dengan nutrisi dan air. Sebagian oksigen digunakan untuk metabolisme usus secara langsung dan sebagian lainnya diteruskan menuju

pembuluh darah kapiler menuju vena porta hepatica yang menjadi muara pembuluh-pembuluh darah dari saluran pencernaan, meliputi usus, lambung, pankreas, dan lain-lain (Zakaria et al., 2005). Fakta lain yang memperkuat penyerapan oksigen melalui saluran cerna adalah adanya peningkatan kadar oksigen di dalam pembuluh vena porta hepatica. Setelah pemberian air minum penambah oksigen 80 ppm, terjadi peningkatan tekanan parsial oksigen di pembuluh darah vena porta hepatica sebesar 10 mmHg dari 58 mmHg menjadi 68 mmHg (Forth dan Adam, 2001).

Penyerapan oksigen di dalam usus halus dimungkinkan karena bagian ini hanya dilapisi oleh sel-sel epitel silindris lapis tunggal. Oksigen akan masuk dengan cara difusi pasif melalui membran epitel yang membatasi lumen usus halus. Masuknya oksigen memungkinkan epitel untuk menggunakannya bagi keperluan metabolisme sel tersebut. Kelebihan oksigen lainnya akan diteruskan secara difusi menuju jaringan ikat yang berada di bawahnya kemudian menembus pembuluh darah kapiler yang terdapat di dalam jaringan ikat pada vili-vili usus (Zakaria et al., 2005). Penampang melintang usus halus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penampang usus halus (Anonim, 2008a)

Salah satu faktor utama terjadinya proses difusi dari usus menuju pembuluh darah adalah adanya perbedaan konsentrasi. Proses difusi merupakan proses perpindahan suatu zat dari yang berkonsentrasi tinggi ke

arah zat yang konsentrasinya lebih rendah. Dalam hal ini difusi pasif oksigen terjadi karena tekanan parsial oksigen di lingkungan jaringan sekitar usus lebih tinggi dibandingkan tekanan parsial oksigen di pembuluh darah kapiler. Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan oksigen adalah membran sel usus yang terdiri dari lipid bilayer bersifat dapat ditembus oleh gas dan senyawa polar tidak bermuatan dengan berat molekul kecil. Proses difusi pasif gas oksigen dan karbon dioksida dapat dilihat di Lampiran 1.

Setelah melewati pembuluh kapiler dan pembuluh vena usus, oksigen akan diteruskan menuju vena porta hepatica menuju organ hati. Selain vena porta hepatica yang menjadi pembuluh utama gabungan dari berbagai pembuluh vena saluran pencernaan, terdapat pembuluh arteri hepatica menuju jantung yang juga didominasi oleh gas oksigen yang berasal dari bilik kiri jantung. Di dalam organ hati, oksigen dari kedua pembuluh tersebut akan digunakan untuk proses metabolisme untuk menghasilkan energi (ATP) untuk efektivitas kerja hati.

Hati merupakan organ penting yang berperan aktif terutama di dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam amino. Hati juga merupakan tempat pembuangan sisa hasil metabolisme, tempat penyimpanan vitamin dan mineral, serta tempat detoksifikasi senyawa- senyawa beracun yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan kompleksnya kerja hati tersebut menyebabkan hati akan membutuhkan banyak energi. Dengan adanya asupan oksigen tambahan dari air minum penambah oksigen diharapkan terjadi pula peningkatan efektivitas kerja hati untuk melakukan fungsinya secara baik dan normal. Oksigen juga dibutuhkan untuk proses fagositosis di dalam organ hati oleh sel makrofag (sel Kupffer) untuk menghancurkan sel darah merah yang sudah tua dan membersihkan darah dengan memusnahkan bahan toksik, bakteri, virus parasit sel tumor dan partikel asing yang bisa membahayakan tubuh. Peningkatan ketersediaan oksigen dalam darah yang masuk ke hati ini, memungkinkan pula untuk peningkatan jumlah ATP yang terbentuk untuk aktivitas sel-sel Kupffer tersebut (Billiar dan Curran, 1992).

Menurut Zakaria et al. (2005), kelebihan oksigen yang tidak digunakan untuk keperluan kerja organ hati akan diteruskan menuju serambi kanan jantung melalui pembuluh vena cava inferior yang kaya akan karbon dioksida. Dari serambi kanan kemudian diteruskan ke bilik kanan, oksigen akan melalui sistem peredaran pulmonalis kembali seperti peredaran darah secara normal menuju paru-paru. Di dalam paru-paru terjadi pertukaran gas di mana karbondioksida dari pembuluh kapiler akan dilepaskan dan oksigen akan diikat ke dalam pembuluh darah. Pada kondisi normal kecepatan pertukaran gas di dalam paru-paru harus seimbang dengan pertukaran gas yang terjadi pada jaringan periferi.

Peningkatan konsentrasi oksigen dalam darah karena konsumsi air minum penambah oksigen ini dapat membantu proses pertukaran gas yang terjadi sehingga terjadi kenaikan jumlah oksigen yang dibawa oleh pembuluh vena pulmonalis menuju jantung untuk dipompakan ke seluruh tubuh.

Dokumen terkait