• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul atau atom yang kehilangan satu atau lebih pasangan elektron pada orbital luarnya (Halliwell et al., 1992). Adanya elektron yang tidak berpasangan tersebut menyebabkan senyawa tersebut menjadi tidak stabil dan bersifat sangat reaktif. Kondisi reaktif dan tidak stabil akan membuat senyawa radikal bebas memiliki kecenderungan untuk mencari pasangannya dan dapat berikatan dengan molekul atau senyawa stabil apapun yang berada di dekatnya. Kereaktifan senyawa radikal menyebabkan spesifisitas kimianya rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul, baik berupa lemak, protein, karbohidrat, DNA, dan sebagainya.

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen dan secara eksogen. Secara endogen, radikal bebas merupakan respon normal yang dihasilkan dalam peristiwa biokimia yang terjadi di dalam tubuh, baik di dalam maupun di luar sel. Contohnya antara lain proses autooksidasi yang dihasilkan dari proses metabolisme aerobik, oksidasi enzimatik, dan ledakan pernapasan (respiratory burst). Sedangkan secara eksogen, radikal bebas diperoleh berasal dari luar tubuh, seperti terpapar polusi, makanan, obat-obatan, asap rokok, ataupun radiasi yang masuk melalui melalui jalur pernapasan, pencernaan, injeksi, ataupun melalui penyerapan kulit dan kemudian akan bereaksi di dalam tubuh (Supari, 1996).

Beberapa jenis molekul dapat membentuk radikal bebas, seperti atom hidrogen, logam-logam transisi, ataupun oksigen. Oksigen yang masuk ke dalam tubuh pada kondisi tertentu mampu memicu timbulnya reaksi oksidasi yang berlebihan sehingga dapat menghasilkan senyawa radikal bebas dan pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan sel-sel tubuh. Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan materi yang ada di sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron sehingga zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga dan akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya mengakibatkan terjadinya kerusakan sel tersebut. Berbagai proses metabolisme normal dalam tubuh dapat menghasilkan radikal bebas dalam jumlah kecil sebagai produk antara. Di dalam sel hidup, radikal bebas terbentuk pada membran plasma dan organel-organel sel seperti mitokondria, peroksisom, lisosom, retikulum endoplasmik, inti sel dan sitosol melalui reaksi-reaksi enzimatik fisiologik yang berlangsung dalam proses metabolisme. Proses fagositosis oleh sel- sel fagositik termasuk netrofil, monosit, makrofag dan eosinofil, juga menghasilkan radikal bebas (Winarsi, 2007).

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan senyawa radikal bebas mirip dengan rancidity oxidative, yaitu melalui 3 tahapan. Tahap pertama

adalah inisiasi yang merupakan reaksi awal di mana radikal bebas terbentuk. Tahap selanjutnya adalah perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir (terminasi) merupakan reaksi pemusnahan atau pengubahan senyawa radikal menjadi produk-produk yang stabil dan tidak bersifat reaktif.

Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivatif dari oksigen yang disebut senyawa oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species atau ROS). Teraktivasinya oksigen dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas oksigen, yang disebut anion superoksida (O2˙). Senyawa oksigen reaktif dapat terbentuk pada kondisi stres maupun tidak stres. Pada kondisi tidak stres terdapat keseimbangan antara proses pembentukan dan pemusnahan senyawa reaktif oksigen. Sementara pada kondisi stres, pembentukan senyawa oksigen reaktif lebih tinggi dibandingkan pemusnahannya. Menurut Baskin dan Salem (1997), radikal bebas yang dapat merugikan tubuh manusia sebagian besar adalah derivat oksigen. Beberapa derivat oksigen yang berbahaya bagi tubuh, antara lain anion superoksida (O2˙), hidrogen peroksida, radikal bebas hidroksil, radikal bebas alkoksil, radikal bebas peroksil, dan ferri (Fe3+). Beberapa contoh senyawa oksigen reaktif (ROS) yang bersifat radikal dan non radikal dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kelompok reactive oxygen spesies (ROS)

Kelompok ROS Radikal Kelompok ROS Non Radikal O2˙ (radikal superoksida)

˙OH (radikal hidroksil) ROO˙ (radikal peroksil) HOO˙ (radikal hidroperoksil) RO˙ (radikal alkoksil) ˙NO (nitrit oksida) H˙ (atom hidrogen) H2O2 (hidrogen peroksida) 1 O2 (singlet oksigen) HOCl (asam hipoklorat) ONOO (nitrit peroksida) ROOH (lipid peroksida) O3 (ozon)

RSH (tiol) Sumber : Baskin dan Salem (1997)

2. Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel

Stres atau tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu kondisi di mana tingkat oksigen reaktif intermediate (ROI) yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen. Hal ini dapat terjadi jika jumlah antioksidan tidak mencukupi atau jumlah radikal bebas meningkat sehingga antioksidan tidak mampu untuk menahan radikal bebas yang terbentuk. Keadaan ini dapat mengakibatkan kelebihan radikal bebas di dalam tubuh yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, termasuk karbohidrat sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak, terutama asam lemak tidak jenuh merupakan biomolekul yang sangat rentan terhadap serangan radikal bebas (Winarsi, 2007).

Kerusakan sel merupakan perubahan atau gangguan yang dapat mengurangi viabilitas atau fungsi esensial sel. Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis dan nekrosis. Apoptosis adalah proses kematian sel secara terprogram berupa proses autodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran, dan fragmentasi DNA inti sel. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel secara tiba-tiba akibat kerusakan berat yang ditandai kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel dan inflamasi jaringan.

Pada kondisi normal di mana jumlah radikal bebas dalam sel terkontrol. ROS mampu melakukan peranan fisiologis yang menguntungkan di lam tubuh. Beberapa fungsi fisiologis yang dijalankan, antara lain melakukan aksi fagositosis pada sel monosit, sintesis protein, sintesis DNA, membantu sistem NADP oksidase, dan memiliki efek mitogenik dengan menstimulasi proliferasi beberapa jenis sel. Radikal bebas dalam jumlah berlebih dapat menyerang sel menimbulkan berbagai kerusakan pada sel, meliputi kerusakan membran sel, protein, DNA, terjadinya disfungsi metabolik termasuk peroksidasi membran lipid, autoimun dengan memproduksi antibodi sendiri, penuaan dini sel, serta arterosklerosis.

Di dalam tubuh pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan komponen antioksidan. Radikal bebas yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan tersebut sehingga menimbulkan stres oksidatif. Meskipun demikian di dalam tubuh terdapat sistem pertahanan antioksidan alami yang membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas atau stres oksidatif. Sistem antioksidan utama yang diproduksi tubuh atau lebih dikenal dengan antioksidan endogen terdiri dari tiga jenis enzim, antara lain enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH), dan katalase. Aktivitas ROS yang tinggi dapat menghancurkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga enzim antioksidan alami pun akan rusak. Dalam situasi ini, kerusakan oksidatif akan terjadi dan mengenai setiap bagian sel yang terpapar, termasuk protein sel, lemak (misalnya kolesterol), dan inti sel. Kerusakan ini akan menjadi lebih parah sehingga menyebabkan kanker, penyumbatan arteri koroner, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan asupan zat gizi, yang terdiri dari protein, vitamin, maupun mineral sebagai bahan baku pembentukan enzim-enzim antioksidan tersebut (Baskin dan Salem, 1997).

Di samping antioksidan alami, tubuh juga memerlukan antioksidan eksogen sebagai sistem pertahanan tubuh sekunder. Konsumsi berbagai sayuran dan buah-buahan yang kaya akan flavonoid, karotenoid, vitamin E, dan vitamin C berfungsi untuk menghambat rantai propagasi pembentukan radikal bebas. Sistem pertahanan tersier dilakukan oleh enzim protease dan transferase yang bertugas untuk memperbaiki kerusakan membran sel. Konsumsi makanan yang kaya akan zat antioksidan mampu menangkal radikal bebas berlebih sehingga kerusakan sel mampu dicegah.

Dokumen terkait