• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Oksigen

4. Proses Katabolisme di dalam Sel

Setelah darah mendistribusikan zat-zat makanan dan oksigen ke dalam jaringan tubuh, kemudian zat makanan dan oksigen tersebut diteruskan menuju sel-sel tubuh untuk keperluan proses metabolisme sehingga dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan NADPH. Proses metabolisme yang berlangsung merupakan proses katabolime atau proses pemecahan. Proses katabolisme ini terjadi di dalam sitoplasma yang kemudian diteruskan menuju salah satu organel sel yang berfungsi untuk melakukan proses respirasi, yaitu bagian mitokondria. Di bawah ini merupakan skema proses katabolisme secara umum :

Karbohidrat enzim

Lemak + O2 ATP (energi) + CO2 + H2O Protein

Proses katabolisme dimulai dengan pemecahan makromolekul, baik berupa karbohidrat, lemak, maupun protein menjadi senyawa- senyawa penyusunnya yang lebih sederhana (glukosa, asam lemak dan gliserol, serta asam amino). Semua reaksi metabolisme tersebut berlangsung di dalam sel tubuh dengan bantuan enzim sebagai katalisator. Karbohidrat merupakan bahan bakar utama untuk proses pembentukan di samping lemak dan protein. Apabila asupan karbohidrat ataupun simpanan glikogen sangat sedikit di dalam tubuh sehingga tidak mencukupi untuk produksi energi, maka dilakukan perombakan lemak (trigliserida) dan protein. Skema proses katabolisme di dalam sel dapat dilihat pada Lampiran 2.

Secara garis besar reaksi katabolisme pada manusia terbagi menjadi empat tahapan meliputi proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus Krebs, dan transpor elektron. Setelah bentukan polisakarida dan

oligosakarida dipecah menjadi bentuk monosakarida, maka tahap selanjutnya masuk ke dalam proses glikolisis. Proses ini terjadi di dalam sitosol (cairan sitoplasma) tanpa menggunakan oksigen (anaerob). Glikolisis merupakan proses perombakan satu monomer glukosa (memiliki 6 atom C) menjadi dua molekul senyawa piruvat (memiliki 3 atom C). Dari keseluruhan proses glikolisis, selain menghasilkan asam piruvat juga dihasilkan 2 molekul ATP dan 2 molekul NADH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide). Molekul NADH ini akan melalui proses lanjutan, yaitu transpor elektron di mana nantinya akan dipecah menjadi molekul ATP. Proses glikolisis secara singkat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Menurut Scheffler (1999), setelah melalui tahap glikolisis, asam piruvat akan masuk menuju siklus Krebs. Namun sebelum itu, asam piruvat perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetil Ko-A. Proses ini disebut juga dekarboksilasi oksidatif karena menggunakan oksigen sebagai oksidatornya (aerob) dan berlangsung di dalam matriks mitokondria. Tahapan ini merupakan tahap penggabungan asam piruvat (3C) yang terbentuk dari proses glikolisis dengan koenzim A sehingga terbentuk asetil ko-A (2C). Hasil akhir dekarboksilasi oksidatif berupa 2 molekul asetil ko-A dan 2 molekul NADH, serta hasil sampingan 2 molekul CO2. Asetil Ko-A kemudian masuk ke dalam rangkaian siklus Krebs atau siklus asam trikarboksilat (TCA cycle). Siklus ini dilalui sebanyak dua kali karena terdapat 2 molekul asetil ko-A yang masuk melaluinya. Siklus Krebs atau siklus TCA secara sistematik dapat dilihat di Lampiran 4. Hasil akhir siklus ini berupa 6 molekul NADH, 2 molekul FADH2, 2 molekul ATP, dan 4 molekul CO2. Sebagian besar tahap glikolisis dan siklus Krebs merupakan reaksi redoks di mana terdapat enzim dehidrogenase mentransfer elektron dari substrat ke NAD+ lalu jadi NADH.

Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi sel aerobik yang meliputi proses perpindahan elektron dari molekul donor (seperti NADH) menuju penerima elektron terakhir, yaitu oksigen. Proses ini berlangsung pada bagian krista (membran dalam) mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah

NADH dan FADH2, yang telah dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Di samping itu terdapat molekul lain yang ikut berperan, yaitu molekul oksigen, koenzim Q (ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a (Scheffler, 1999).

Pertama-tama NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini akan menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP (Lehninger, 1982). Skema rantai transpor elektron pada membrane dalam mitokondria dapat dilihat pada Lampiran 5.

Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 masing-masing sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.

10 NADH + 5 O2 ĺ 10 NAD+ + 10 H2O 2 FADH2 + O2 ĺ 2FAD + 2H2O

Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, sedangkan oksidasi FADH2 menghasilkan 2 ATP. Jadi di dalam transpor elektron dihasilkan sebanyak 34 ATP dan H2O. Ditambah dari 4 molekul ATP hasil glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP (Lehninger, 1982).

Oksigen yang dibawa ke dalam sel melalui sistem peredaran darah berperan penting agar proses respirasi selular secara aerobik dapat berjalan secara normal. Seperti telah disebutkan di atas, molekul ini memegang peranan penting sebagai penerima elektron terakhir pada tahap transpor elektron, di mana oksigen akan bereaksi dengan 4 H+ dan menghasilkan dua molekul H2O. Apabila tidak terdapat molekul oksigen yang menangkap elektron dari protein kompleks yang terakhir (sitokrom a) pada sistem, elektron akan tetap berikatan pada protein tersebut. Hal tersebut menyebabkan molekul NADH tidak dapat mentransfer elektronnya dan tetap dalam bentuk tereduksi sehingga tidak dapat melepas energinya dan tidak dapat kembali ke siklus Krebs. Oleh karena itu, siklus Krebs akan terhenti dan ATP tidak akan diproduksi lagi pada mitokondria.

Ketiadaan oksigen akan menyebabkan respirasi yang seharusnya berjalan normal secara aerobik akan berlangsung secara anaerobik. Respirasi anaerob pada manusia hanya terdiri dari 2 tahapan, yaitu proses glikolisis dan fermentasi asam laktat. Energi hanya diperoleh dari proses glikolisis yang menghasilkan 2 molekul ATP saja. Jumlah oksigen yang tidak mencukupi akan mengakibatkan proses oksidasi asam piruvat tidak berlangsung, begitu pula proses oksidasi pada siklus Krebs dan transpor elektron. Padahal sistem rantai transpor elektron merupakan kunci utama untuk menghasilkan energi dalam jumlah yang besar, yaitu 34 ATP, selain dari proses glikolisis (2 ATP) dan siklus Krebs (2 ATP).

Akibat ketidaktersediaan oksigen, setelah proses glikolisis yang berlangsung secara anaerobik (tanpa oksigen), asam piruvat sebagai hasil

akhir glikolisis akan melalui tahap fermentasi laktat. Berikut merupakan skema singkat fermentasi asam laktat.

2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 ĺ 2 C2H5OCOOH + 2 NAD

As. Piruvat As. Laktat

Hasil akhir fermentasi ini hanya menghasilkan 2 molekul ATP dari satu molekul glukosa yang diuraikan. Jumlah ini kecil jika dibandingkan dengan respirasi aerobik yang menghasilkan 38 ATP. Fermentasi asam laktat ini terutama pada jaringan otot yang tiba-tiba harus berkontraksi kuat melebihi kemampuan jantung dan paru-paru untuk mengeluarkan gas CO2 dari otot.

Dengan persediaan oksigen yang terbatas ditambah dengan pengeluaran karbondioksida yang terbatas pula akan mengakibatkan asam laktat yang terbentuk semakin menumpuk. Timbunan ini akan berpengaruh terhadap penurunan pH otot sehingga kapasitas serat otot menurun dan akan membuat tubuh semakin lama akan menjadi pegal, terasa lelah, dan sakit, serta napas pun akan terengah-engah untuk menebus oksigen yang defisit selama proses anaerobik berlangsung. Meskipun respirasi anerobik dapat membantu dalam jangka pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, tetapi tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama pada organisme aerobik yang kompleks, seperti manusia. Pada manusia, fermentasi asam laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit.

Dokumen terkait