Perbandingan FS 2 Jam Maskapai dengan Acuan Dephub
Maskapai 0-1 Jam Terbang 1-2 Jam Terbang 2-3 Jam Terbang
Garuda Mei 2006- Des 2009 Mei 2006- Des 2009 Mei 2006- Des 2009 Sriwijava Mei 2006-0kt 2009 Mei 2006- Des 2009 Mei 2006-0kt 2009 Merpati Mei 2006- Des 2009 Mei 2006- Des 2009 Mei 2006- Nop 2009
Mandala Mei 2006-0kt 2009 Feb 2008-0kt 2009 Feb 2008-0kt 2009
RAL Okt 2008-Des 2009 Sep 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009
Maskapai 0-1 Jam Terbang 1-2 Jam Terbang 2-3 Jam Terbang
Wings Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009
Batavia Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009
Kartika Mei 2006-Des 2009 Mei 2006-Des 2009 Mei 2006-0kt 2009
Trigana Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009 Mar 2008-Des 2009
Air Asia Mei 2006-0kt 2007 Mei 2006-0kt 2007 Mei 2006-0kt 2007
Gambar 2. Sumber: data dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, diolah
31.11.3 Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Tim Pemeriksa KPPU telah mendasarkan uji statistik yang dilakukannya dan mengambil kesimpulan menyangkut 12 maskapai penerbangan, hanya dengan mendasarkan pada data yang diberikan oleh 6 maskapai penerbangan; --- 31.12 Tim Pemeriksa KPPU tidak konsisten dan salah dalam menerapkan hukum acara sesuai Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 (Perkom 1/2006); --- 31.12.1 Alat bukti yang digunakan Tim Pemeriksa KPPU tidak sesuai
dengan alat bukti berdasakan Perkom 1/2006;--- 31.12.1.1 Bahwa, Perkara ini mulai diperiksa oleh Tim
Pemeriksa KPPU sejak tanggal 28 September 2009 yaitu dimulainya tahap Pemeriksaan Pendahuluan. Sesuai dengan Pasal 77 dari Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, pemeriksaan atau penanganan Perkara aquo masih tunduk pada Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU (“Perkom 1/2006”);--- 31.12.1.2 Berdasarkan butir 1.4. halaman 2 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa alat bukti yang digunakan adalah:--- a. Keterangan saksi;--- b. Keterangan Pemerintah; --- c. Surat dan atau Dokumen; ---
e. Keterangan Pelaku Usaha (Terlapor); --- 31.12.1.3 Bahwa, berdasarkan Perkom No.1/2006, alat- alat bukti yang sah adalah sebagai berikut:--- a. Keterangan Saksi; --- b. Keterangan Ahli; --- c. Surat dan/atau dokunen; --- d. Petunjuk; --- e. Keterangan Terlapor; --- 31.12.1.4 Perkom No. 1/2006 sama sekali tidak mengenal
alat bukti “keterangan Pemerintah”. Dengan demikian, Tim Pemeriksa KPPU telah salah menganggap bahwa Keterangan Pemerintah merupakan salah satu alat bukti dalam proses pemeriksaan di KPPU; --- 31.12.1.5 Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang
diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak – Kementerian Keuangan RI sebagaimana diuraikan dalam Risalah Keterangan Pemerintah tertanggal 1 Maret 2010, dan Direktur Jenderal Perhubungan RI – Kementerian Perhubungan RI sebagaimana diuraikan dalam Risalah Keterangan Pemerintah tertanggal 21 Januari 2010 dengan demikian haruslah dikesampingkan; --- 31.12.2 Saksi –saksi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak di sumpah sesuai dengan Perkom 1/2006;--- 31.12.2.1 Bahwa, dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan atas
Perkara dimaksud, Tim Pemeriksa KPPU telah memeriksa beberapa pihak untuk didengar keterangannya sehubungan dengan Perkara, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (“YLKI”), PT Pertamina (Persero)
(“Pertamina”), Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI (“Dirjen Pajak”), Indonesian National Air Carriers Association (“INACA”), dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan (“Dirjen Hubud”); --- 31.12.2.2 Bahwa, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan
masing-masing pihak YLKI, Pertamina, Dirjen Pajak, INACA, dan Dirjen Hubud tersebut di atas, YLKI, INACA, dan Pertamina memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai Saksi sementara Dirjen Pajak dan Dirjen Hubud memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai Instansi Pemerintah; --- 31.12.2.3 Secara yuiridis, keterangan saksi atau keterangan ahli baru dapat dikatakan sah apabila saksi-saksi maupun ahli-ahli tersebut telah mengangkat sumpah, sumpah mana yang harus secara jelas disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksan. Hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 67 Perkom 1/2006 yang mewajibkan pengambilan sumpah bagi Saksi dan Ahli dalam setiap tahap pemeriksaan, sebagai berikut: “Dalam setiap tahapan pemeriksaan, Saksi dan Ahli wajib: a. Menghadiri sendiri setiap panggilan Tim
Pemeriksa atau Majelis Komisi; --- b. Memberikan keterangan dihadapan Tim
Pemeriksa terkait dengan dugaan pelanggaran; --- c. Menyerahkan surat dan/atau dokumen yang
d. Mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;--- e. Menandatangani Berita Acara Pemeriksaan; -- 31.12.2.4 Kenyataannya, hanya YLKI yang diperiksa
dengan mengangkat sumpah, sebagaimana dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan YLKI. Tidak diangkatnya sumpah dalam pemeriksaan Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak jelas menyalahi ketentuan hukum acara pemeriksaan di KPPU berdasarkan Pasal 67 Perkom 1/2006 tersebut di atas;--- 31.12.2.5 Dengan demikian, keterangan-keterangan dalam
Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan oleh Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna karena melanggar Pasal 67 Perkom No. 1/2006, dan karenanya haruslah dikesampingkan; --- 31.12.3 Saksi-saksi Yang Diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU Tidak
Disumpah Sesuai dengan Perkom 1/2006; --- 31.12.3.1 Bahwa, dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan atas
Perkara dimaksud, Tim Pemeriksa KPPU telah memeriksa beberapa pihak untuk didengar keterangannya sehubungan dengan Perkara, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ("YLKI"), PT Pertamina (Persero) ("Pertamina''), Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI C'Dirjen Pajak''), Indonesian National Air Carriers Association ("INACA"), dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan ("Dirjen Hubud"); ---
31.12.3.2 Bahwa, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan masing-masing pihak YLKI, Pertamina, Dirjen Pajak, INACA, dan Dirjen Hubud tersebut di atas, YLKI, INACA, dan Pertamina memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai Saksi sementara Dirjen Pajak dan Dirjen Hubud memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai Instansi Pemerintah; --- 31.12.3.3 Secara yuiridis, keterangan saksi atau keterangan ahli baru dapat dikatakan sah apabila saksi-saksi maupun ahli-ahli tersebut telah mengangkat sumpah, sumpah mana yang harus secara jelas disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksan. Hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 67 Perkom 1/2006 yang mewajibkan pengambilan sumpah bagi Saksi dan Ahli dalam setiap tahap pemeriksaan, sebagai berikut:--- "Dalam setiap tahapan pemeriksaan, Saksi dan Ahli wajib:
a. Menghadiri sendiri setiap panggilan Tim Pemeriksa atau Majelis Komisi; --- b. Memberikan keterangan dihadapan Tim
Pemeriksa terkait dengan dugaan pelanggaran; --- c. Menyerahkan surat dan/atau dokumen yang
diminta oleh Tim Pemeriksa; --- d. Mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; --- e. Menandatangani Berita Acara Pemeriksaan; 31.12.3.4 Kenyataannya, hanya YLKI yang diperiksa
dengan mengangkat sumpah, sebagaimana dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan
YLKI. Tidak diangkatnya sumpah dalam pemeriksaan Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak jelas menyalahi ketentuan hukum acara pemeriksaan di KPPUberdasarkan Pasal 67 Perkom 1/2006 tersebut di atas;--- 31.12.3.5 Dengan demikian, keterangan-keterangan dalam
Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan oleh Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna karena melanggar Pasal 67 Perkom No. 1/2006, dan karenanya haruslah dikesampingkan; --- 31.13 Tanggapan Atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; --- A. Tentang Pelaku Usaha;--- 31.13.1 Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (4) halaman 61 Laporan
Hasil Pemeriksaan Lanjutan menyatakan sebagai berikut: --- "Bahwa Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero) ... merupakan para pelaku usaha yang sama-sama melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang merupakan pesaing antara satu dengan lainnya." --- 31.13.2 Bahwa Garuda/Terlapor I merupakan Badan Usaha Milik
Negara ("BUMN") berbentuk Persero berdasarkan Undang- undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ("UU BUMN"), yang didirikan dengan maksud dan tujuan antara lain untuk: ---
31.13.2.1 Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; --- 31.13.2.2 Mengejar keuntungan; --- 31.13.2.3 Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; --- 31.13.3 Lebih lanjut, kewajiban Garuda/Terlapor I untuk melakukan
fungsi pelayanan umum (public service obligation) sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) UU BUMN, yaitu: "(1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN”;--- 31.13.4 Bahwa fungsi pelayanan umum (public service obligation)
tersebut diwujudkan oleh Garuda/Terlapor I dengan tetap melayani rute penerbangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum meskipun beban biaya operasional semakin tinggi karena harga avtur telah secara signifikan terus meningkat sejak tahun 2006; --- 31.13.5 Perbandingan Route Result tahun 2008 antara rute penerbangan yang menguntungkan dan rute yang tidak menguntungkan bagi Garuda/Terlapor I adalah sebagaimana berikut ini: ---
R a h a s i a
Gambar 3. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.13.6 Meskipun harus menghadapi beban operasional yang tinggi karena fluktuasi harga minyak dunia yang otomatis mempengaruhi harga avtur, serta segala keterbatasan yang
dimilikinya selaku BUMN, Garuda/Terlapor I juga harus bertahan untuk menghadapi persaingan yang ketat di industri jasa penerbangan domestik, agar dapat terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sesuai dengan fungsi dan kewajibannya untuk melaksanakan pelayanan umum serta sesuai dengan fungsinya memberikan kontribusi bagi penerimaan Negara dan mencari keuntungan; --- 31.13.7 Disamping itu sebagaimana telah disampaikan dalam tahap
Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, Garuda/Terlapor I merupakan satu- satunya maskapai penerbangan di Indonesia yang memberikan layanan penerbangan "Pelayanan Dengan Standard Maksimum" (full services), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ("UU Penerbangan") dan penjelasannya; --- 31.13.8 "Pelayanan Dengan Standard Maksimum" (full services)
menimbulkan konsekuensi bahwa jumlah beban yang diangkut pesawat Garuda/Terlapor I adalah lebih berat. Beratnya beban yang diangkut menyebabkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi pesawat Garuda/Terlapor I dalam setiap penerbangannya akan lebih banyak dibandingkan dengan pesawat yang dioperasikan maskapai penerbangan lainnya (low cost carrier); --- 31.13.9 Tingkat konsumsi bahan bakar untuk jenis pesawat dan jarak
tempuh yang sama akan lebih besar, sedangkan jumlah penumpang yang dapat diangkut adalah lebih sedikit karena perbedaan konfigurasi seat (adanya business class seat dan juga kelas ekonomi dengan jarak antar kursi yang lebih besar) dalam pesawat adalah merupakan faktor utama, disamping faktor harga bahan bakar (avtur), yang dapat mempengaruhi besaran dan penghitungan fuel surcharge penumpang untuk setiap rute;
Garuda Indonesia
Pendapatan Fuel Surcharge Tahun 2008 IDR 1,514,934,141,782 Jumlah Penumpang Domestik Tahun 2008 7,591,810
Konfigurasi tempat duduk 737 Classic 134
Fuel Surcharge per Pax Tahun 2008 IDR 199, 548 Maskapai A
Konfigurasi tempat duduk 737 Classic 160 FS per pax yang selayaknya dikenakan dengan
asumsi yang sama dengan GA (LF 65%) IDR 162,058 Maskapai B
Konfigurasi tempat duduk 737 Classic 170 FS per pax yang selayaknya dikenakan dengan
asumsi yang sama dengan GA (LF 65%) IDR 157,291 Gambar 4. Sumber: Garuda/Terlapor I
B. Tentang Pasar Bersangkutan; --- 31.13.10 Tim Pemeriksa KPPU telah mendalilkan dalam butir (17)
halaman 63 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, bahwa pasar produk dalam Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan. Padahal yang menjadi objek permasalahan dalam Perkara ini sebenarnya adalah kesepakatan penetapan harga dan perhitungan yang curang dari fuel surcharge. Dengan demikian, Tim Pemeriksa KPPU tidak jelas dan kabur (obscuur libel)
dalam menjelaskan tuduhan kepada para Terlapor dalam Perkara ini; --- 31.13.11 Pada kenyataannya, bagi Garuda/Terlapor I fuel surcharge
merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen pendapatan. Hal ini adalah logis karena pada dasarnya Garuda/Terlapor tidak memperdagangkan atau menjual fuel/avtur kepada konsumen. Sebagaimana telah disampaikan berulang kali dalam Tanggapan Garuda/Terlapor I dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, penerapan fuel surcharge adalah semata-mata hanya untuk menutupi selisih kenaikan harga avtur yang sangat signifikan dibandingkan dengan asumsi harga avtur yang ditetapkan oleh
31.13.12 Di samping itu, bukti kabur dan tidak jelasnya Tim Pemeriksa KPPU dalam menetapkan pasar bersangkutan dapat dilihat dari analisa dari segi produk dan segi geografis dalam butir (27) halaman 64 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, di mana Tim Pemeriksa KPPU mendalilkan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara. Padahal dalam butir (37) halaman 16 Laporan Dugaan Pelanggaran dan dalam butir V angka (7) halaman 7 Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini adalah jasa penerbangan domestik di seluruh Indonesia;--- 31.13.13 Hal ini jelas menunjukkan bahwa Tim Pemeriksa KPPU tidak
konsisten dan secara semena-mena menetapkan definisi pasar bersangkutan dalam Perkara ini, yang semula dalam Pemeriksaan Pendahuluan adalah "jasa penerbangan domestik di seluruh Indonesia" kemudian berubah menjadi "layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara"; --- 31.13.14 Bahwa disamping itu sebagaimana telah disampaikan oleh
Garuda/Terlapor I dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, penentuan pasar bersangkutan dalam perkara ini harus dilihat dari segi geografis berdasarkan rute yang dilayani oleh masing-masing maskapai dalam penerbangan domestik; --- 31.13.15 Pada kenyataannya terdapat banyak rute penerbangan domestik di Indonesia, berdasarkan KM No. 9/2002 setidak-tidaknya ada 416 rute namun pada kenyataannya tidak semua rute penerbangan tersebut dilayani oleh semua maskapai
penerbangan yang ada di Indonesia, yang menjadi Terlapor dalam perkara ini;--- 31.13.16 Sebagaimana dapat dilihat dari tabel di bawah ini yang
membandingkan beberapa rute yang dilayani oleh Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lain (baik rute yang padat maupun rute perintis), terbukti secara jelas dan nyata bahwa Garuda/Terlapor tidak bersaing dengan seluruh maskapai penerbangan di seluruh rute; ---
RUTE PADAT RUTE BATAVIA AIR GARUDA INDONESIA WINGS AIR LION AIRUNES KARTIKA AIRliNES MERPATI MJSANTARA AIRLINES INDONESIA AIR ASIA MANDALA AIRLINES SRIWIJAYA AIR TRIGANA AIR SIRVICE TOTAL Cengkareng - 49 94 - 77 - 7 14 22 21 - 284 Surabaya Cengkareng - 11 35 - 35 - - - 14 7 - 102 Balikpapan Cengkareng - 28 56 - 84 - - 14 2 14 - 198 Medan Cengkareng - 14 74 - 49 - 7 28 11 7 - 190 Denpasar Cengkareng - 14 42 - 63 - 14 - - 7 - 140 Ujungpandang
Gambar 5. Sumber: Garuda/Terlapor I
RUTE PERINTIS RUTE BATAVIA AIR GARUDA INDONESIA WINGS AIR LION AIRUNES KARTIKA AIRliNES MERPATI MJSANTARA AIRLINES INDONESIA AIR ASIA MANDALA AIRLINES SRIWIJAYA AIR TRIGANA AIR SIRVICE TOTAL Denpasar- - 7 - - - - - - 7 Timika Ujungpandang- - 7 - - - 7 - - - - 14 Biak Biak- - 7 - - - 7 - - - - 14 Jayapura Banda Aceh- - 6 - 7 - - - - 13 Cengkareng Jayapura- - 7 - - - 7 - - - - 14 Timika
Gambar 6. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.13.17 Gambar 5 - Gambar 6 di atas jelas membuktikan bahwa faktanya Garuda/Terlapor I tidak bersaing di seluruh rute yang
dilayani oleh Garuda/Terlapor I dengan seluruh maskapai penerbangan di Indonesia;--- 31.13.18 Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka definisi "pasar
bersangkutan" yang ditentukan oleh Tim Pemeriksa KPPU (yakni seluruh rute jasa penerbangan domestik di Indonesia) adalah keliru atau setidak-tidaknya tidak jelas dan kabur (obscuur libel), karena terbukti bahwa (i) bagi Garuda/Terlapor I fuel surcharge merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen pendapatan; dan (ii) tidak seluruh rute domestik yang tersedia dapat dilayani oleh seluruh maskapai penerbangan yang ada di Indonesia, sehingga persaingan yang terjadi di antara maskapai penerbangan tidak terjadi dalam semua rute; --- C. Tentang Dugaan Penetapan Harga (Pasal 5 UU No. 5/1999)
31.13.19 Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (96) huruf (a) halaman 82 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, menyatakan sebagai berikut: --- "Oleh karena formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masingmasing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda berdasarkan pertimbangan ekonomi dari masing-masing perusahaan." --- Selain itu, dalam butir (54) halaman 68, butir (61) halaman 74, dan butir (96) huruf (b) dan (c) halaman 83 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa dalam periode bulan Mei 2006 - Maret 2008 (Periode I), terdapat kecenderungan pergerakan besaran fuel surcharge
yang sama antara para Terlapor, yang didukung dengan adanya fakta bahwa: (i) terdapat perjanjian di antara Terlapor untuk menetapkan besaran fuel surcharge pada bulan Mei 2006 sebesar Rp 20.000,00; dan (ii) sampai dengan bulan Maret 2008
pergerakan fuel surcharge para Terlapor masih menunjukkan kecenderungan yang sama; --- 31.13.20 Bahwa sebagaimana telah Garuda/Terlapor I sampaikan
sebelumnya dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, besaran fuel surcharge sebesar Rp 20.000,00 pada bulan Mei 2006 adalah didasarkan pada Berita Acara Pembahasan Fuel Surcharge INACA No. 9100/51/V/2006 tanggal 4 Mei 2006. Namun kemudian berita acara tersebut telah dicabut berdasarkan anjuran dari KPPU melalui surat No. 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006 kepada INACA ("Surat KPPU No. 207/2006"). Dalam surat tersebut KPPU memberikan anjuran agar INACA mencabut ketetapan mengenai fuel surcharge dan menyerahkan kembali kewenangan dalam penghitungan besaran fuel surcharge ke masing-masing maskapai penerbangan; --- 31.13.21 Menindaklanjuti anjuran KPPU tersebut, INACA melalui surat No. INC1001/238/V/2006 tanggal 31 Mei 2006 kepada KPPU ("Surat INACA No. 238/2006") menyatakan bahwa berdasarkan hasil rapat anggota-anggota INACA pada tanggal 30 Mei 2006 (berdasarkan Notulen Rapat Anggota dan Pengurus INACA No. 9100/57/V/2006), besaran fuel surcharge
diserahkan kembali ke masing-masing maskapai penerbangan sesuai dengan anjuran dari KPPU. Berdasarkan fakta tersebut, Garuda/Terlapor I sejak saat itu menghitung sendiri besaran
fuel surcharge secara independen berdasarkan formula yang diterapkan oleh Garuda/Terlapor I sendiri;--- 31.13.22 Selain itu, jika dilihat dari data yang digunakan sendiri oleh
Tim Pemeriksa KPPU dalam Tabel 23 - Tabel 25 halaman 37 - 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, terbukti secara jelas dan nyata bahwa kesamaan besaran fuel surcharge antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya yang menjadi Terlapor dalam Perkara ini hanya terjadi dalam bulan
Mei 2006, baik untuk penerbangan 0 - 1 jam, 1 - 2 jam, maupun 2 - 3 jam yaitu sebesar Rp 20.000,00. Sedangkan setelah bulan Mei 2006, besaran tuel sordtsrqe Garuda/Terlapor I sama sekali tidak sama dengan besaran fuel surcharge dari maskapai lainnya;--- 31.13.23 Dengan demikian terbukti secara jelas dan nyata bahwa tidak
mungkin sama sekali ada perjanjian atau kesepakatan dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh Garuda/Terlapor I dengan maskapai lain terkait dengan penghitungan besaran fuel surcharge, karena pada faktanya antara Mei 2006 - Maret 2008 besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I selalu berbeda dengan maskapai lainnya;--- 31.13.24 Selain itu, berdasarkan data yang disajikan oleh Tim Pemeriksa KPPU sendiri dalam Tabel 23 - Tabel 25 halaman 37 - 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, bahkan besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I bukan merupakan yang terbesar dibandingkan maskapai penerbangan lain, walaupun Garuda/Terlapor I menyediakan jasa pelayanan penerbangan
full service, sebagaimana terlihat dibawah ini: --- Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai
Penerbangan Lain ( sampai dengan 1 Jam Penerbangan)
Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai Penerbangan Lain (1-2 Jam Penerbangan)
Gambar 8 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah
Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai Penerbangan Lain ( Sampai 2-3 Jam Penerbangan)
31.13.25 Di samping itu, berdasarkan analisa dan uji statistik dengan metode Bartlett-Levene dan Brown-Forhyte (sebagaimana dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan butir 59 - 96, Grafik 38 - 46, Tabel 30 -35, halaman 69 - 83), Tim Pemeriksa KPPU menyimpulkan bahwa terdapat suatu tren yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama diantara maskapai penerbangan dalam menetapkan fuel surcharge
khususnya untuk periode Mei 2006 - Maret 2008. Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bukti adanya kerjasama antara maskapai penerbangan untuk menetapkan fuel surcharge; --- 31.13.26 Bahwa sebagaimana terbukti dengan Gambar 1 dan 2 di atas,
analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU dalam menyimpulkan adanya pergerakan perubahan fuel surdierqe yang sama dari 12 maskapai, hanya didasarkan pada data dan informasi dari 9 maskapai. Dari 9 maskapai itu pun hanya 2 maskapai yang menyerahkan data dan informasi fuel surcharge secara lengkap untuk periode sejak Mei 2006 - Desember 2009. Dengan demikian terbukti bahwa analisa yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak dapat dibenarkan dan tidak sesuai dengan kaidah ilmu statistik, karena telah terjadi kesalahan mendasar dalam penerapan ilmu statistik oleh Tim Pemeriksa KPPU;--- 31.13.27 Kesalahan dan ketidakakuratan atas hasil analisa dan uji
statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut terjadi karena Tim Pemeriksa KPPU terlihat berusaha untuk melengkapi dan memperkirakan sendiri data besaran fuel surcharge dari beberapa maskapai penerbangan yang tidak tersedia. Disamping itu, untuk membuktikan kebenaran analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut, Garuda/Terlapor I telah melakukan uji statistik dengan menggunakan metode Granger Causality Test (Lampiran -1);--
31.13.28 Dari hasil uji statistik yang dilakukan oleh Garuda/Terlapor I tersebut, terbukti secara jelas bahwa seandainya pun terdapat gerakan yang sama dalam periode tertentu terkait dengan besaran fuel surcharge, namun gerakan tersebut bukanlah merupakan gerakan sebab-akibat. Bahkan seandainyapun terdapat gerakan perubahan fuel surcharge yang seragam dari semua maskapai penerbangan, tidak lantas dapat disimpulkan bahwa harga yang dibebankan kepada harga tiket adalah setara. Hal ini dikarenakan setiap maskapai penerbangan memiliki struktur biaya yang berbeda-beda;--- 31.13.29 Disamping hal-hal sebagaimana dimaksud di atas, dugaan Tim Pemeriksa KPPU bahwa adanya perjanjian penetapan harga adalah tidak berdasar sama sekali, karena pada faktanya persaingan dalam industri penerbangan semakin tajam dalam beberapa tahun belakangan ini. Semakin tajamnya persaingan dalam industri penerbangan, tentunya tidak mungkin terjadi apabila terdapat kerjasama atau kesepakatan penetapan besaran
fuel surcharge antara para maskapai penerbangan sebagaimana dituduhkan oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 96 halaman 82-83 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; --- 31.13.30 Dari grafik di bawah ini terbukti secara jelas dan nyata bahwa
HHI Index industri penerbangan turun secara drastis dari sekitar 2.271 pada tahun 2004 menjadi 1.575 pada tahun 2006. Di samping itu, grafik di bawah ini juga menunjukkan pergerakan pangsa pasar Garuda/Terlapor I yang justru mengalami penurunan di tahun 2004 - 2006 walaupun jumlah penumpang Garuda/Terlapor I mengalami peningkatan pada periode yang sama. Tentunya kondisi ini tidak mungkin terjadi jika memang ada kerjasama atau kesepakatan antara Garuda/Terlapor I dengan para Terlapor dalam Perkara ini; ---
Gambar 10. Sumber: Garuda/Terlapor I
31.13.31 Bahwa, sebagaimana telah Garuda/Terlapor I sampaikan juga dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, tidak adanya suatu kesepakatan apapun antara Garuda/Terlapor dengan maskapai penerbangan lain sebagaimana dituduhkan oleh Tim Pemeriksa KPPU, juga dapat dibuktikan dari segi hukum yaitu dengan tidak adanya perjanjian atau kesepakatan, baik secara tertulis maupun lisan/tidak tertulis, dengan maskapai penerbangan domestik lainnya ataupun dengan pihak lain manapun yang dimaksudkan