• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaminan Kepastian Hukum Terhadap Investor Yang

BAB III HAL-HAL YANG DAPAT MEMPERMUDAH PERPANJANGAN

D. Jaminan Kepastian Hukum Terhadap Investor Yang

Prinsip kepastian hukum tidak terlepas dari aliran individualisme. Hal ini diawali adanya cita-cita negara hukum dari aliran individualisme yang memikirkan hubungan antara negara dengan perseorangan (individu). Cita-cita negara hukum ini di dunia barat mendapat dorongan kuat pada masa Renaisance. Manusia pribadi meminta penegakan hukum yang lebih banyak. Segala sesuatu itu sebagai reaksi dari kekuasan yang tidak terbatas akibat tindakan raja-raja yang dikenal dengan zaman absolutisme.89

Sebagai pribadi manusia pada dasarnya dapat berbuat sekehendak hatinya secara bebas, akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat manusia akan dibatasi oleh aturan-aturan yang membatasi tingkah laku tersebut. Agar tercapai keseimbangan di dalam masyarakat maka dibuatlah ketentuan-ketentuan tingkah laku mereka. Apabila tidak ada ketentuan–ketentuan tersebut akan terjadi ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat dan pertentangan satu sama lain. Kepentingan manusia itu bermacam-macam ada yang sama ada juga yang bertentangan satu sama lain. Apabila keadaan demikian tidak diatur dan tidak dibatasi, maka yang lemah akan tertindas atau setidak-tidaknya timbul pertentangan atau gejolak.90 Dengan adanya ketentuan-ketentuan yang disebut hukum itu maka setidak-tidaknya dapat diharapkan akan terjadi adanya keadilan dan kepastian hukum.

89

Yahya. A.Z. Keadilan dan Kepastian hukum, http://yahyazein.blogspot.com/ 2008/07/keadilan -dan- kepastian-hukum.html., diakses tanggal 7 Pebruari 2012.

Hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan memberi kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima. Untuk terlaksananya hal tersebut maka diperlukan peraturan, dimana peraturan ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum.91

Namun demikian dalam praktiknya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan maka sering kali tidak sejalan sama sekali. Hal ini sering terjadi karena kepastian hukum sering mengabaikan sisi-sisi keadilan demikian pula sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum.92

Apeldoorn mengemukakan bahwa tuntutan kepastian hukum yang diwujudkan dengan pengkitaban hukum dalam bentuk undang-undang muncul sebagai reaksi dari adanya ketidakpastian pada hukum kebiasaan.93 Kepastian hukum mempunyai dua segi, pertama diartikan sebagai soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal yang konkrit; pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui, apakah hukumnya dalam hal terjadi suatu peristiwa konkrit, sebelum memulai perkaranya, kedua kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim.94

Dalam kaitannya dengan usaha memperoleh hak atas tanah maka prinsip kepastian hukum ini memberikan dasar agar dalam pelaksanaan perolehan hak atas tanah berdasarkan peraturan perolehan hak atas tanah yang berlaku. Dalam kaitannya

91Ibid.

92Ibid.

93

L.J. van Apeldoorn,Pengantar Ilmu Hukum (Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht), (Jakarta : Pradnya Paramita, 2000), hlm. 117-118.

dengan prinsip ini Maria SW Sumardjono mengemukakan bahwa pengadaan tanah dilakukan menurut tata cara yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, sehingga para pihak mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.95

Sebagaimana diketahui bahwa peraturan perundang-undangan itu dalam pengaturannya sering kali tumpang tindih antara peraturan satu dengan peraturan yang lain sehingga hal ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya. Hal ini akan berakibat tujuan hukum tidak tercapai. Tujuan hukum adalah untuk meciptakan ketertiban dalam masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. 96 Selain itu hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat diterapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum.97

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengarapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.98

95Maria S.W. Sumardjono,Op. Cit., hlm. 283 96

Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hlm. 58. 97Ibid.hlm. 134.

Secara yuridis teknis, tujuan utama pendaftaran tanah untuk menciptakan kepastian hukum dan menjamin perlindungan hukum. Dalam pada kenyataannya, kepastian hukum pendaftaran tanah tersebut belum dapat dirasakan oleh masyarakat. Artinya dalam kenyataan sepanjang hidup kita ini, masih dianggap tidak ada kepastian hukum dari adanya pendaftaran tanah di Negara ini,sebab sertipikat belum menjamin sepenuhnya hak atas tanah seseorang.

Tidak terwujudnya kepastian hukum tersebut didorong oleh beberapa faktor seperti :99

1. Faktor Sejarah Kepemilikan Tanah. 2. Faktor Psikologi Masyarakat.

3. Faktor Kelemahan Aturan Pendaftaran Tanah. 4. Faktor Pelaksana dan Pelaksanaan.

5. Faktor Intervensi Undang-Undang Perpajakan (BPHTB dan Biaya Lain). Indikator ini menjadi problematika pelaksanaan pendaftaran tanah sehingga pendaftaran tanah belum mampu mewujudkan kepastian hukum dari dilaksanakannya pendaftarannya. Bahkan faktor-faktor tidak terselenggaranya pendaftaran tanah yang melindungi hak masyarakat tersebut di atas diperparah dengan munculnya permasalahan pendaftaran tanah baru seperti adanya :

1. Sertipikat palsu, 2. Sertipikat aspal, 3. Sertipikat ganda,

4. Pemblokiran sertipikat oleh bank.100

Keadaan ini menandakan ketidakpastian hukum bagi tanah masyarakat. Maka harus menjadi perhatian pemerintah agar segera mensosialisasikan apa dan bagaimana pendaftaran tanah serta tujuan dilakukan pendaftaran. Bila dibiarkan akan mendorong tidak yakinnya lagi masyarakat atas bukti hak itu sendiri karena dianggap tidak dapat melindungi hak-hak tanah masyarakat. Apalagi bagi sebagian orang, sertipikat tanah masih dianggap hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu saja sehingga masyarakat masa bodoh atas pendaftaran tanah di Negara ini.

Menurut A.P. Parlindungan untuk mengatasi permasalahan agraria seperti ini, haruslah tetap berpijak pada suatu teori tentang :

1. Pandangan mengenaipolitical will;

2. Pandangan mengenai permasalahanplanning political will; 3. Pandangan mengenaiprogramming;

4. Pandangan mengenai pelaksanaan dan pelaksana; 5. Pandangan mengenai pengawasan;

6. Pandangan mengenai ketahanan nasional.101

Dengan berpijak pada pola pikir inilah baru dapat terwujud cita-cita kepastian hukum atas tanah di negara ini melalui kegiatan pendaftaran tanah. Artinya untuk mewujudkan kepastian hukum tersebut tidak hanya dilihat dari satu dimensi hukum itu saja, tetapi harus didasarkan pada sikuensi yuridis, yang terencana dalam kehendak tegas yang berawal daripolitical willhingga pengawasannya.

Akan tetapi sebaliknya yang terjadi didalam proses permohonan hak guna usaha yang diajukan oleh pemegang hak atas tanah didaerah Kabupaten Aceh Utara,

100 Soni Harsono, Pokok-pokok Kebijaksanaan Bidang Pertanahan dalam Pembangunan Nasional, Analisis CSIS, Tahun XX No. 2, Maret – April 1991.

101 A.P. Parlindungan, Permohonan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Menurut Peraturan yang Berkaitan, Makalah Seminar Fakultas Hukum USU tanggal 19 Oktober 1996, hlm. 2.

tidak memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor pemegang hak guna usaha. Hal ini dikarenakan adanya beberapa kendala atapun hambatan, baik itu dari segi penerapan peraturan hukumnya maupun kondisi dilapangan. Didalam penentuan waktu pengajuan permohonan perpanjangan hak guna usaha, masyarakat mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 dapat diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya hak atas tanah tersebut (berarti sebelum dua tahun dapat diajukan permohonannya), sementara Badan Pertanahan Nasional Repubik Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999, yakni dapat diajukan dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya hak (berarti sebelum dua tahun tidak dapat diajukan permohonannya), berarti hal ini akan memakan waktu yang sangat lama didalam proses pengajuan permohonan hak tersebut sehingga sisa jangka waktu menjadi terlampaui yang mengakibatkan ketika Surat Keputusan diterbitkan hak tersebut telah berakhir Selain itu juga dikarenakan adanya kendala dilapangan, seperti tanda-tanda batas/patok lama sudah tidak ditemukan lagi dan masyarakat disekitar areal hak guna usaha menolak perpanjangan hak guna usaha tersebut.

BAB IV

HAK INVESTOR ATAS ASET-ASET DAN INVESTASI DIATAS HAK GUNA USAHA YANG PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU HAK

GUNA USAHANYA TIDAK DAPAT DILANJUTKAN

A. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut Undang-Undang

Dokumen terkait