• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan mengenai jaminan kredit bank diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Menurut Pasal 1131 KUHPerdata jaminan adalah segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu. Sedangkan menurut Pasal 1132 KUHPerdata, barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya. Hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit juga diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan pemberian kredit menurut Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Selanjutnya mengenai agunan diatur dalam pasal 1 ayat (23) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi :

“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”.

Dengan demikian yang dimaksud dengan agunan atau jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut sebagaimana dimuat dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Menurut J. Satrio (2007: 3) hukum jaminan diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Selanjutnya J Satrio (2007: 16) mengelompokkan jaminan menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Jaminan umum

Jaminan umum adalah jaminan yang lahir karena undang-undang. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari undang-undang ini adalah pasal 1131 KUHPerdata yang menentukan bahwa semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh hutangnya. Hal ini berarti semua harta benda debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas hutangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur. Perjanjian yang lahir karena ditentukan undang-undang ini akan menimbulkan jaminan umum artinya semua harta benda debitur menjadi jaminan bagi seluruh utang debitur dan berlaku untuk semua kreditur. Para Kreditur mempunyai kedudukan konkuren yang secara bersama-sama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh Undang-undang (1131 dan 1132 KUHPerdata).

b. Jaminan khusus

Jaminan khusus adalah jaminan yang lahir karena adanya perjanjian antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan

yang bersifat kebendaan atau jaminan perorangan. Agar kreditur memiliki hak yang utama atau istimewa (preference) atas benda jaminan yang secara khusus disediakan oleh debitur maka jaminan tersebut harus diikat secara khusus. Dikatakan demikian karena dalam perjanjian khusus, perikatannya diikat secara khusus dan krediturnya khusus yaitu kreditur yang diutamakan. Jaminan khusus dapat dikelompokkan lagi menjadi (J. Satrio, 2007: 17) : 1) Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu berada (droit de suite) dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat prioriteit artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebendaan lebih dahulu maka akan didahulukan pelunasan hutangnya dibanding memegang jaminan hak kebendaan kemudian. Jaminan kebendaaan dapat dikelompokkan menjadi :

(a) Jaminan yang sifatnya materiil atau berwujud yang terdiri dari :

(1) Jaminan barang-barang bergerak atau gadai, yaitu hak Kreditur atas barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh yang berhak untuk mengambil

pelunasan suatu utang dari hasil penjualan barang tersebut. Contoh: logam mulia, perhiasan dan lain-lain. (2) Jaminan barang yang tidak bergerak, biasanya lebih

dikenal sebagi hipotik atau creditverband atau yang sekarang dikenal dengan Hak Tanggungan. Jaminan yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha.

(3) Fiducia atau yang dikenal dengan FEO (Fiducia Eigendom Overdracht) yaitu suatu bentuk ikatan jaminan dimana benda bergerak diserahkan kembali penguasaannya kepada penerima kredit dengan kepercayaan untuk digunakan meneruskan usahanya. Contoh: stok barang dagangan, inventaris kantor.

(b) Jaminan yang sifatnya immateriil atau tidak berwujud seperti hak tagih, hak cipta, asuransi dan lain-lain.

(c) Jaminan Penanggungan Utang (Borgotcht)

Borgtocht adalah perjanjian antara kreditur (berpiutang), dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur (si berutang). Perjanjian antara kreditur dengan pihak ketiga (penjamin) dapat dilakukan dengan sepengetahuan debitur atau tanpa sepengetahuan debitur.

Menurut Drs. Soeyatno (Muhammad Djumhana, 2012: 457) Jaminan kredit yang diatur secara khusus dalam praktik dunia perbankan terdiri dari :

a. Jaminan pokok, merupakan jaminan yang terdiri dari barang-barang bergerak maupun tidak bergerak dan tagihan yang langsung berhubungan dengan aktivitas usahanya yang dibiayai kredit. b. Jaminan tambahan, pasal 1 ayat (23) Undang-undang Nomor 10

Tahun 1998 menjelaskan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Jaminan tambahan dapat berupa :

1) Jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notariil serta jaminan bank.

2) Barang-barang tidak bergerak dan barang-barang bergerak yang tidak dijaminkan sebagai jaminan pokok pada umumnya berupa sertifikat dari Kantor Pertanahan, BPKB, dan surat-surat bukti kepemilikan lainnya.

Jadi sebenarnya jaminan dan agunan merupakan dua unsur yang berbeda. Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan jaminan tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu agunan. Mengenai agunan sebagai jaminan tambahan, secara tegas diungkapkan dalam Pasal 1 angka (23) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang berbunyi :

“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”

Dari pengertian jaminan kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit secara umum adalah suatu benda yang dijadikan tanggungan bagi sebuah perjanjian hutang piutang antara kreditur dan debitur.

Dokumen terkait