• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaring Laba-laba Penanda Performa

Dalam dokumen Cerita di Balik Reformasi Perpajakan (Halaman 68-72)

G

enderang Reformasi Perpajakan Jilid III telah ditabuh. Sri Mulyani sebagai Ketua Tim Pengarah Reformasi Perpajakan sudah bertitah bahwa reformasi kali ini harus menyeluruh dan ambisius.

Sebelum memulai perbaikan, Tim Pelaksana Reformasi memerlukan gambaran yang objektif atas tingkat kesehatan institusi pengumpul pajak pusat ini. Analoginya, seorang dokter akan melakukan diagnosis terlebih dahulu sebelum memberikan pengobatan.

Penilaian atas tingkat kesehatan institusi DJP akan membantu tim untuk memahami kekuatan dan kelemahan yang ada serta membantu menentukan skala prioritas pembenahan.

Jika medical check up dilakukan oleh dokter, lalu bagaimana menilai kesehatan sebuah institusi perpajakan? Pepatah bijak mengatakan, “Bertanyalah kepada ahlinya.”

Pada 2016, DJP menugaskan Mukhammad Faisal Artjan dan Nur Wahyudi berangkat ke Canberra, Australia untuk mengikuti pelatihan sebagai penilai (assessor) TADAT. “Saya saat itu masih Kasubbag Tatalaksana di Organta KPDJP,” kisah Faisal. “Alhamdulillah dapat ranking satu dalam pelatihan se-Asia-Australia. Saya diminta pidato pas penutupan,” tambahnya.

TADAT (Tax Administration Diagnostic Assessment Tool) adalah sebuah panduan yang menyediakan penilaian objektif terhadap

B A B I I L I M A P I L A R S A T U T U J U A N

tingkat kesehatan komponen-komponen utama pada sebuah institusi perpajakan.

Alat ini dapat membantu suatu administrasi perpajakan untuk memahami kekuatan dan kelemahan guna memprioritaskan pembenahan dan peningkatan kinerja di area yang tergolong lemah.

Alat ini dikembangkan mulai tahun 2012-2015 berangkat dari keprihatinan adanya beragam kerangka kerja yang berbeda-beda untuk menilai kesehatan sebuah administrasi perpajakan, termasuk parameter untuk prioritas reformasi administrasi pajak.

TADAT telah dikenal secara luas dan digunakan oleh dunia internasional, seperti International Monetery Fund, World Bank, European Commision, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Swiss, dan Inggris. Sampai dengan tahun 2016, penilaian kinerja TADAT telah dilakukan kepada lebih dari 48 negara.

Negara di Asia Pasifik yang telah mengajukan penilaian ke Sekretariat TADAT dan pihak penilai independen adalah Malaysia dan Fiji. Hasil penilaian tersebut juga dimanfaatkan oleh kedua negara itu untuk melakukan langkah-langkah perbaikan.

Penilaian kinerja administrasi perpajakan dengan TADAT, difokuskan pada sembilan area kinerja utama atau Performance Outcome Area (POA).

Sembilan POA tersebut adalah integritas basis wajib pajak terdaftar, manajemen risiko yang efektif, dukungan yang diberikan kepada wajib pajak untuk membantu mereka lebih patuh, ketepatan waktu pelaporan, ketepatan waktu pembayaran, akurasi informasi yang dilaporkan dalam pelaporan pajak, kelayakan proses penyelesaian sengketa, efisiensi manajemen, serta akuntabilitas dan transparansi.

Sembilan area tersebut mewakili dimensi-dimensi pada fungsi utama dan fungsi pendukung suatu institusi perpajakan.

“DJP sebagai administrator perpajakan menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi utama (core function) dan fungsi pendukung (supporting function),” jelas Awan, panggilan akrab Awan Nurmawan Nuh. Pria kelahiran Bandung, 26 September 1968 ini adalah Staf Ahli Menteri

Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak sekaligus Ketua Kelompok Kerja Bidang Proses Bisnis, Teknologi Informasi, dan Basis Data dalam Tim Pelaksana Tim Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.

Awan menjelaskan, fungsi utama administrasi perpajakan, yaitu pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum. Sedangkan fungsi pendukung meliputi organisasi, sumber daya manusia, peraturan, proses bisnis, dan teknologi informasi. Fungsi pendukung idealnya memastikan fungsi utama berjalan sesuai dengan fungsinya sehingga hasil akhirnya adalah kepatuhan wajib pajak.

Setelah pembentukan Tim Reformasi Perpajakan, Mukhammad Faisal Artjan dan Nur Wahyudi mendapat tugas untuk melakukan self assessment TADAT. Mereka dibantu tim dari Direktorat Tranformasi Proses Bisnis. Mukhammad Faisal Artjan dan Nur Wahyudi adalah pegawai DJP yang telah memperoleh sertifikasi sebagai penilai TADAT.

“Kami meminta data posisi performa DJP dari hampir seluruh Direktorat di KPDJP,” ungkap Faisal. “TADAT memang mulai dipakai pada reform Jilid III,” tambah pria dengan gelar Ph.D ini. Tepatnya, penilaian TADAT dilakukan pada 2017—2018 untuk menilai performa DJP per 31 Desember 2016.

Hasil penilaian TADAT yang dalam grafiknya menyerupai jaring laba-laba ini menjadi penanda performa tingkat kesehatan DJP.

Kesembilan POA dituangkan dalam 28 indikator tingkat tinggi yang kemudian dinilai ke dalam 47 dimensi. Seperti halnya nilai mata kuliah, masing-masing dimensi diberi nilai dengan skala A-D.

Skor A diberikan jika kinerja administrasi pajak telah sesuai atau melebihi standar internasional. Skor B menggambarkan kinerja yang sudah baik, tetapi masih di bawah standar internasional.

Skor C berarti kinerja kurang baik dibanding dengan standar internasional. Sedangkan skor D menandakan kinerja yang sangat minim, tidak memenuhi standar untuk skor C, atau apabila tidak ditemukan atau kurang data/informasi bagi penilai untuk memberikan penilaian kinerja.

Rapor performa DJP hasil penilaian TADAT menunjukkan warna-warni skor yang bervariasi. Ada warna hijau untuk skor A, biru untuk skor B, kuning untuk skor C, serta warna merah untuk skor D.

Contoh indikator yang mendapatkan skor D adalah kondisi DJP pada saat penyelesaian sengketa. Indikator ini menunjukkan lebih dari 90% sengketa yang diajukan kepada DJP diselesaikan dalam jangka waktu di atas 90 hari kalender.

Indikator lainnya yang memperoleh ponten D adalah soal mitigasi risiko sistem perpajakan melalui rencana peningkatan kepatuhan wajib pajak. DJP hanya memiliki pendokumentasian risiko sebagian saja, program kepatuhan meliputi sebagian jenis pajak, atau pemonitoran program kepatuhan dikelola terbatas dan ad hoc.

Rapor hasil penilaian TADAT secara keseluruhan selanjutnya dipaparkan di depan Tim Reformasi Perpajakan dan perwakilan beberapa unit eselon I Kementerian Keuangan.

Jaring laba-laba penanda performa kesehatan institusi DJP tersebut kemudian menjadi pemantik diskusi dan bahan pertimbangan Tim Reformasi Perpajakan dalam menyusun rencana kerja. Rencana kerja perbaikan difokuskan pada area-area yang masih mempunyai skor C dan D.

“TADAT sebetulnya salah satu tools saja, intinya sebagai diagnostic terhadap sistem administrasi perpajakan,” beber Awan Nurmawan Nuh. “Itu menjadi titik tolak kami melakukan perbaikan-perbaikan.”

Bagaimanapun, TADAT hanyalah sebuah alat. Keberhasilan pekerjaan reformasi perpajakan secara menyeluruh, memerlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Tujuan akhir reformasi adalah kepatuhan pajak yang berdampak pada pencapaian penerimaan pajak untuk sumber dana pembangunan.

Pada akhirnya, keberhasilan reformasi bukan hanya milik DJP semata, tetapi bisa dinikmati bagi sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai Peredam

Dalam dokumen Cerita di Balik Reformasi Perpajakan (Halaman 68-72)

Dokumen terkait