• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Unsur-unsur Sumberdaya Sosial

4.2.2 Jaringan Sosial

Jaringan sosial menurut Calchoun et al. (1994) merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga sebagai pengorganisasian sosial. Rogers dan Kincaid (1980) juga menyatakan jaringan sosial yang menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu yang memfokuskan pada pertukaran informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama, dan perhatian bersama.

Sumberdaya sosial yang terbangun dalam bentuk jaringan sosial tidak dapat dibentuk oleh satu individu dengan individu lainnya, melainkan didasari dari penilaian interaksi didalam sebuah kelompok yang ada dalam masyarakat. Kelompok tersebut dapat dilihat dari kelompok formal maupun informal. Kelompok formal yang terbentuk ialah kelompok tani yang terdapat di masing-masing desa. Pembentukan kelompok tani tersebut dirintis oleh berbagai dasar tergantung kepentingan masyarakat yang ada di desa tersebut. Tabel 9 menunjukkan beberapa kelompok tani yang terdapat di lima desa Kasepuhan Citorek.

Tabel 9 Kelompok tani yang terdapat di masing-masing desa di Kasepuhan Citorek

No. Desa Nama Kelompok Tani Tahun dibentuk Bidang

1. Citorek Timur Mukti 2005 Pertanian

2. Citorek Tengah

Alam Rimba 2008 Perkebunan

Alam Subur 2008 Pertanian

Mawar Dua 2008 Ternak

3. Citorek Barat Sauyunan 2008 Pertanian

4. Citorek Sabrang - 2009 Pertanian

- 2009 Pertanian

5. Citorek Kidul - - -

Pembentukan kelompok tani tergantung dari seberapa penting masyarakat yang ada di desa tersebut membutuhkan kelompok yang menaunginya. Kelompok tani yang terdapat di desa Citorek Tengah dibentuk oleh pemerintah desa atas dasar untuk meningkatkan peran serta perlindungan terhadap kawasan dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Pembentukan kelompok tani desa Citorek Barat didasari oleh inisiatif masyarakat desa itu sendiri karena memandang mata pencaharian yang dimiliki kurang memenuhi kebutuhan yang ada.

Kelompok formal lain adalah kelompok pemuda Citorek dan ikatan mahasiswa Kabupaten Lebak. Kedua kelompok tersebut dibentuk atas dasar adanya kebutuhan diantara anggotanya untuk menaungi satu sama lain untuk berkumpul karena memiliki hobi yang sama dan disaat mahasiswa yang berasal dari Citorek tersebut merantau keluar kasepuhan.

Kelompok informal yang terdapat di Kasepuhan Citorek adalah kelompok yang berasal dari lembaga adat dan kelompok yang didasari kesamaan mata pencaharian. Kelompok informal yang berasal dari lembaga adat membentuk kelompok non struktural hasil kelembagaan adat. Sebagai contoh ialah terdapat kelompok yang dipandang sebagai keturunan dari pemegang jabatan kasepuhan. Berdasarkan status sosial yang terdapat di masyarakat, kelompok tersebut dipandang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat kasepuhan lainnya. Hal ini dikarenakan kelompok tersebut memiliki pengaruh lebih tinggi dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Misalnya, dalam penyelesaian sebuah konflik, jalan akhir dalam penyelesaian konflik antara masyararakat ialah dengan meminta solusi dari pemegang jabatan stuktural dari lembaga adat kasepuhan. Hal tersebut merupakan mekanisme penyelesaian konflik di Kasepuhan Citorek. Gambar 6 menunjukkan kelembagaan adat yang terdapat di Kasepuhan Citorek.

Gambar 6 Kelembagaan adat Kasepuhan Citorek.

Keterangan: = formal = non formal

Kelompok informal selanjutnya ialah kelompok yang memiliki kesamaan mata pencaharian. Mata pencaharian dominan masyarakat Citorek adalah petani. Selain itu, mata pencaharian kedua terbesar yang saat ini dilakukan oleh masyarakat adalah tambang emas. Menambang emas dengan skala cukup besar sudah sangat dominan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Citorek. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 70% masyarakat Citorek memiliki mata pencaharian alternatif sebagai penambang emas. Masyarakat yang memiliki kesamaan mata pencaharian tersebut berangsur membentuk kelompok. Kelompok tersebut dibentuk oleh beberapa penggerak yang memiliki modal lebih untuk menambang emas. Modal tersebut digunakan untuk keperluan menambang seperti alat gulundung (alat pengolahan emas), tong (alat pengolahan lumpur hasil

Ketua adat Kasepuhan Jaro Adat Baris Kolot (perangkat adat) Penghulu Keamanan Adat Juragan Nagara Jaro Pamarentah Inung Beurang Bengkong gurumul Ronda Adat

gulundung), hingga kepemilikan lubang emas serta kepemilikan karyawan baik dalam jumlah besar ataupun kecil.

Tabel 10 Bentuk-bentuk jaringan sosial dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek

No Jaringan sosial yang terbangun

Tingkat jaringan sosial

Keterangan Tinggi Sedang Rendah

1 kerjasama antar warga

kasepuhan 93% 7% 0% Kerjasama terbangun atas dasar kekeluargaan yang saling membantu kebutuhan masing-masing terutama pangan. 2 Lembaga formal 6% 22% 72% Organisasi yang melembaga hanya adat kasepuhan dan sisanya organisasi yang sifatnya temporer 3 Inisiatif penyelesaian konflik 96% 4% 0% Warga kasepuhan sepanjang sejarahnya sangat jarang konflik serius, hanya pada konflik di level remaja.

4 Keterbukaan dalam

hubungan kerja 67% 11% 22%

Hubungan kerja cukup sensitif karena berkaitan dengan kebutuhan hidup. Sensitifitas tersebut yang melahirkan rataan hasil skoring tidak cukup signifikan.

Keterangan: 100 responden

Hasil wawancara memberikan informasi nyata mengenai jaringan sosial yang terbangun di dalam masyarakat Kasepuhan Citorek. Jaringan sosial ini diberi penilaian tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan pada beberapa kriteria hasil modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Kasepuhan Citorek. Sub jaringan sosial yaitu kerjasama antar warga kasepuhan menghasilkan tingkat kerjasama yang tinggi dengan persentase 93%. Hal tersebut mengartikan bahwa berdasarkan faktor hasil modifikasi dengan melihat intensitas kerjasama yang terbangun tinggi selama ini menghasilkan tingkat kerjasama yang tinggi. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil observasi dimana masyarakat kasepuhan selalu mendasarkan hampir setiap kegiatan baik ekonomi, pendidikan, maupun agama

pada kerjasama baik secara swadaya ataupun swadana. Letak geografis Kasepuhan Citorek yang cukup jauh dari pemukiman atau desa lainnya sejak dahulu, memberikan pengaruh pada tingkat kedekatan antara masyarakatnya yang tinggi dikarenakan tidak adanya lagi pihak yang dapat diharapkan untuk membantu selain masyarakat Citorek itu sendiri.

Sub jaringan sosial berikutnya adalah kelembagaan yang terbangun. Kelembagaan dalam sebuah wadah organisasi baik yang telah melebaga ataupun yang masih bersifat temporer, berdasarkan hasil wawancara menghasilkan rendahnya tingkat inisiatif berorganisasi masyarakat Kasepuhan Citorek dengan persentase 72% dan hanya 6% tinggi. Faktor yang mendasari penilaian tersebut adalah metode wawancara yang melihat masyarakat dari keberadaan organisasi yang ada, keaktifan mengikuti kegiatan organisasi tersebut, serta inisiatif membangun kegiatan atau partisipasi dalam kegiatan organisasi. Organisasi yang terbangun dan berkembang baik saat ini masih sebatas organisasi pemberdayaan masyarakat seperti kelompok tani. Adapun kelompok pemuda seperti karang taruna tidak cukup memberikan pengaruh dan naungan bagi masyarakat lainnya. Namun, di sisi lain, terdapat sedikit masyarakat yang menjadi penggerak keorganisasian dengan ruang lingkup cukup luas. Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat-Banten (FKMHJBB) merupakan organisasi yang menaungi hampir seluruh desa yang berada di sekitar Halimun. Beberapa tokoh masyarakat yang berasal dari Citorek merupakan penggerak organisasi tersebut bersama RMI. Sub sistem inisiatif dalam penyelesaian konflik memiliki tingkat inisiatif tinggi dengan 96% dan hanya 4% saja mengatakan sedang. Tingginya inisiatif penyelesaian konflik didasarkan pada sensitifitas kekeluargaan yang sangat tinggi di Kasepuhan Citorek. Masyarakat Citorek secara umum sangat menghargai kekeluargaan yang terbangun akibat dari berbagai proses yang terjadi di masa lalu. Masyarakat sangat menjaga kekeluargaannya. Hasil wawancara yang memodifikasi faktor penilaian berupa pertanyaan yang berbentuk konflik, menunjukkan respon masyarakat hampir seluruhnya mengatakan bahwa tidak ingin adanya konflik, bilapun ada maka kekeluargaan adalah jalan penyelesaian konflik tersebut. Akan tetapi, konflik tetap tidak bisa dihindari begitu saja. Sejalan dengan semakin berkembangnya pola pikir dan pola kehidupan masyarakat

Kasepuhan Citorek, konflik yang kemudian terjadi adalah sengketa lahan. Sengketa lahan menjadi salah satu konflik yang cukup sering terjadi akibat ketidakjelasan batas lahan yang hanya diberi tanda batas berupa tanda alam. Konflik yang terjadi tidak mengakibatkan perpecahan. Hal ini dikarenakan untuk setiap permasalahan sengketa ataupun konflik masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki mekanisme penyelesaian tersendiri yang bersifat bottom to top. Artinya, disaat konflik tidak dapat terselesaikan di kedua belah pihak, maka masalah tersebut dibawa ke tingkat RT, dan bila juga tidak terselesaikan maka ke tingkat RW, begitu seterusnya hingga ke level kasepuhan yang tertinggi. Pihak kasepuhan memiliki pengaruh yang sangat tinggi sehingga masyarakat menghormati setiap keputusan pihak kasepuhan. Selain itu, pihak kasepuhan memiliki pengetahuan tentang batas-batas lahan yang secara turun temurun dimiliki.

Keterbukaan masing-masing individu masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap hubungan kerjanya berdasarkan hasil wawancara adalah tinggi dengan persentase 67%. Namun, hasil tersebut pada dasarnya mulai cenderung memiliki grafik yang menurun menuju sedang bahkan rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor sensitifitas ekonomi yang saat ini menjadi paradigma terselubung di tengah masyarakat. Lahirnya mata pencaharian alternatif yakni tambang emas tradisional cukup memberikan pengaruh sosial yang nyata. Kesenjangan ekonomi pun mulai jelas terlihat, dapat dilihat dari kepemilikan sandang dan papannya. Rumah dan kendaraan menjadi bukti nyata terjadinya ketimpangan ekonomi yang mulai terjadi walau belum menjadi skeptis di tengah masyarakat. Desa Citorek Tengah dan Timur merupakan inti kemasyarakatan yang ada di Kasepuhan Citorek termasuk kehidupan ekonominya, berbeda jelas dengan Citorek Sabrang, Barat, dan Kidul yang memiliki tingkat ekonomi dibawahnya. Keterbukaan terhadap hubungan kerja kemudian menjadi rataan dan tidak signifikan dengan tingkat keterbukaan sedang 11% dan bahkan rendah 22%. Faktor lain yang menjadi penguat fakta tersebut adalah kesadaran masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap aturan taman nasional terkait tambang emas yang menjadi mata pencaharian dominan Kasepuhan Citorek.

Dokumen terkait