• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hubungan Sumberdaya Sosial dengan pengelolaan kawasan

4.3.2 Situasi dan Peranan Para Pihak dalam Mendorong Peningkatan

Pengelolaan kawasan taman nasional dalam hubungannya dengan penelitian ini adalah pengelolaan yang dapat mewujudkan kawasan lestari yang sejalan dengan kemandirian masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pemilihan lokasi di Kasepuhan Citorek dengan dasar beragam dan subjektif seorang peneliti melihat prioritas masalah yang penting. Namun demikian Kasepuhan Citorek dapat menjadi tolak ukur pengelolaan di kasepuhan lainnya yang berada di sekitar kawasan TNGHS. Hal ini dikarenakan pada umumnya karakter masyarakat kasepuhan-kasepuhan tersebut cukup homogen.

Rekomendasi pengelolaan didasarkan pada hasil temuan lapang dengan disertai analisis terkait sumberdaya sosial. Sumberdaya sosial Kasepuhan Citorek diarahkan kepada pengelolaan yang menjadi masalah kritis dan perlu cepat ditanggulangi. Arah pengelolaan tersebut adalah:

4.3.2.1 Kebutuhan lahan pemukiman yang terbatas

Kebutuhan lahan merupakan potensi masalah pengelolaan kawasan taman nasional dimasa depan. Oleh karena itu, perlu ada strategi pengelolaan yang mengkaji secara khusus hal-hal yang bersifat pencegahan untuk mendapatkan strategi pengelolaan yang tepat dan optimal. Kasepuhan Citorek merupakan enclave TNGHS yang letaknya berbatasan langsung dengan kawasan. Hal tersebut terjadi tidak hanya di Kasepuhan Citorek, tetapi hampir keseluruhan kasepuhan yang ada di sekitar gunung Halimun yang letaknya berbatasan dengan atau bahkan terdapat di dalam kawasan taman nasional. Hingga saat ini, kondisi lahan di Kasepuhan Citorek masih sangat luas untuk dapat menampung jumlah penduduk yang ada di Kasepuhan Citorek. Namun, terdapat potensi yang memungkinkan terbatasnya ruang Kasepuhan Citorek di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk yang pasti akan terjadi. Proyeksi tingkat kepadatan yang mungkin ditampung wewengkon Kasepuhan Citorek sangat perlu untuk dikaji agar permasalahan kebutuhan lahan dapat teratasi dari awal.

Pengaturan penduduk migrasi pun belum diatur dalam pengelolaan jangka panjang TNGHS ataupun instansi pemerintah dalam kaitannya dengan

pengelolaan kawasan. Tingkat migrasi baik keluar ataupun masuk Kasepuhan Citorek terhitung tahun 2011 masih sangat sedikit, bahkan dari total penduduk tahun 2011 hanya beberapa orang saja yang merupakan transmigran dari luar kasepuhan, itupun adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki jangka kerja. Kondisi terkini terhitung tahun 2011 belum terlihat potensi peningkatan penduduk dari jumlah transmigran. Namun, kondisi tersebut tidak dapat diprediksi hingga 10-20 tahun kemudian. Ketidakpastian kondisi masa mendatang dapat ditanggulangi dengan cara pencegahan yaitu dibuatkannya aturan tentang pembatasan transmigran yang masuk ke dalam wilayah Kasepuhan Citorek untuk menekan laju peningkatan penduduk. Data pendukung untuk menghitung proyeksi kependudukan masyarakat di tingkat mikro seperti Kasepuhan Citorek sangat terbatas. Keterbatasan tersebut dikarenakan pendataan kependudukan tidak tersusun rapi secara periodik. Langkah awal yang perlu dilakukan oleh BTNGHS adalah bekerjasama dengan pemerintah desa dan Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak untuk memulai pendataan penduduk. Data yang diperlukan untuk dapat memproyeksikan kependudukan dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan metode komponen adalah sebagai berikut:

a. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang telah dilakukan perapihan (smothing)

b. Pola mortalitas menurut umur c. Pola fertilitas menurut umur d. Rasio jenis kelamin saat lahir

e. Proporsi migrasi (keluar dan masuk) menurut umur.

Data kependudukan tersebut dikonversi ke dalam suatu rumus adalah P1 = P0 + B1 – D1 +I1 – O1. Pengolahan rumus tersebut diperlukan data series minimal 5 tahun untuk proporsi migrasi. Penghitungan proyeksi penduduk di level mikro Kasepuhan Citorek sangat diperlukan untuk rencana pengelolaan kawasan taman nasional dengan wilayah Wewengkon Kasepuhan Citorek.

4.3.2.2 Tingkat ketergantungan terhadap Sumberdaya Alam taman nasional Masalah terpenting yang harus segera diselesaikan adalah menekan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam di kawasan taman nasional (emas dan kayu). Kasepuhan Citorek sedang mengalami pergeseran

ketergantungan terhadap sumberdaya alam kawasan. Hal tersebut pada dasarnya telah dialami sejak tahun 1990an. Pergeseran tersebut adalah tingkat kebutuhan masyarakat terhadap kayu dan sumberdaya alam lainnya tergantikan dengan kebutuhan akan emas. Menurut Priambudi (2012) diacu dalam Budiyanto (2012), sebanyak 22 ribu Ha dari luas keseluruhan 113.357 Ha lahan TNGHS dinyatakan sebagai lahan kritis berdasarkan citra landsat 2011. Hal tersebut disebabkan oleh adanya illegal logging dan illegal mining. Kasepuhan Citorek merupakan salah satu komunitas masyarakat yang melakukan illegal mining dalam skala mikro.

Menurut Hanafi et al. (2004), instansi BUMN yang melakukan eksplorasi emas adalah PT. Aneka Tambang (PT. Antam). PT. Antam telah mendapatkan Kontrak Karya (KP) Eksploitasi DU 893/Jabar tertanggal 20 April 1992 untuk jangka waktu 30 tahun dengan luas area 4.058 Ha. Area tersebut terletak di tiga desa (Bantar karet, Cisarua, dan Malasari) di Kecamatan Nanggung. PT. Antam yang mulai beroperasi sejak pertengahan tahun 1994 memiliki tiga vein utama, yakni Ciguha yang terletak di bagian Utara (Desa Malasari), Kubang Cicau di bagian Tengah, dan Ciurug di bagian Selatan dengan kapasitas produksi 12.000 ton/hari. Menurut penuturan salah satu kepala di desa di Kasepuhan Citorek, masyarakat mulai mengenal emas sejak adanya berbagai perusahaan yang melakukan eksplorasi emas untuk pertambangan.

Sesuai dengan UU No. 11 tahun 1967 bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan maka wajib melibatkan masyarakat setempat serta turut mengatasi dampak-dampak kegiatan tambang tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan pula oleh PT. Antam dengan melibatkan masyarakat dalam kaitannya dengan survei lokasi. Masyarakat dilibatkan juga untuk dijadikan buruh tambang. Sejak saat itu, masyarakat mulai belajar cara bertambang dari alat hingga bahan yang dibutuhkan. Hingga pada akhirnya masyarakat merasa telah mampu mandiri dengan kemampuan tambangnya maka masyarakat pun memulai penambangan emas tradisionalnya secara mandiri.

Tingkat ketergantungan masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap SDA taman nasional pada dasarnya sulit untuk dialihkan dengan mata pencaharian alternatif. Hal ini didasari pada telah mengakarnya mekanisme pengambilan SDA taman nasional di tengah masyarakat Kasepuhan Citorek. Pihak masyarakat,

pengelola taman nasional, instansi pemerintah daerah, hingga lembaga swadaya masyarakat tengah mengalami kondisi yang dilematis dalam mengambil suatu tindakan atau kebijakan. Sudut pandang masyarakat adalah kesadaran akan adanya pelanggaran yang dilakukan dalam melakukan kegiatan bertambang dalam kawasan. Akan tetapi, masyarakat pun seolah tidak memiliki pilihan lain untuk menggantikan apa yang selama ini telah didapat. Masyarakat tidak mempunyai banyak pilihan selain bertambang. Hal ini dikarenakan hanya pekerjaan itulah yang dapat memberikan masyarakat penghidupan yang lebih layak. Beternak, bertani, hingga berkebun adalah pekerjaan yang sifatnya berjangka, dan masyarakat memiliki kebutuhan yang mendesak atau bahkan telah terbiasa dengan pendapatan yang instan dan hal tersebut telah membudaya sejak tahun 1990an.

Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) sebagai pemegang otoritas SDA kawasan taman nasional pun mengalami kesulitan dalam mengambil tindakan yang seharusnya. BTNGHS sangat mengetahui tentang adanya praktek pencurian SDA emas dalam kawasannya. Namun, BTNGHS tidak dapat mengambil tindakan yang represif, karena BTNGHS tidak dapat memberikan solusi pengganti dalam kebijakan terkait larangan bertambang. Pada gilirannya, apabila kebijakan tersebut diberlakukan, maka potensi konflik masyarakat dengan taman nasional pun tidak dapat dihindari lagi. Terbatasnya sumberdaya manusia dalam pengawasan terhadap masyarakat, sosialisasi terhadap masyarakat, dan terbatasnya dana dalam program pemberdayaan masyarakat pun menjadi faktor penting. BTNGHS tidak dapat berbuat banyak dengan kondisi yang ada. BTNGHS telah menyadarinya bahwa kerjasama multipihak perlu dilakukan. Namun, berbagai pihak seperti LSM, pemerintah daerah atau pelaku bisnis yang ada disekitar TNGHS, tidak dapat menyatukan visi bersama dalam upaya membangun kawasan lestari dengan pemberdayaan masyarakat yang optimal dan tepat.

Pemerintah daerah pada prinsipnya adalah pihak yang memiliki otoritas penuh atas kependudukan. Kasepuhan Citorek secara administratif merupakan bagian dari daerah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak. Kabupaten Lebak sebagai pemegang kebijakan kependudukan seharusnya lebih proaktif dalam menyelesaikan masalah sosial yang ada di Kasepuhan Citorek. Koordinasi dengan

pihak taman nasional yang semestinya terjalin kuat belum juga terwujud. Pengaruh pemerintahan kabupaten yang diturunkan kepada pemerintah desa di Kasepuhan Citorek pun tidak dapat memberikan pengaruh banyak. Hal tersebut dikarenakan dalam Kasepuhan Citorek pemerintah desa dalam garis koordinasinya dan pengaruh dalam masyarakat masih dibawah pemerintahan adat. Garis koordinasi dan pengaruh tersebut menyulitkan pemerintah desa dalam mengatur masalah.

4.3.2.3 Strategi penguatan kapasitas kelompok tani dan kelembagaan masyarakat Kasepuhan Citorek

Kasepuhan Citorek telah mendapatkan berbagai bantuan baik dari pemerintah provinsi/kabupaten melalui dinas terkait, TNGHS, hingga LSM seperti RMI. Namun, pada kenyataannya bantuan yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat tersebut tidak secara nyata berdampak positif. Manfaat program pemberdayaan tersebut tetap ada, tetapi sifatnya tidak menyeluruh. Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah dapat menjangkau bagian terbesar dan terkecil masyarakat yang ada di Kasepuhan Citorek. Pada kenyataannya, hanya sebagian masyarakat yang mengetahui adanya bantuan. Masyarakat tersebut adalah masyarakat yang memang dilibatkan oleh pemerintah desa dalam program pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi program pemberdayaan masyarakat dengan meninjau ulang strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan.

Strategi pemberdayaan masyarakat harus dapat dirubah dengan menumbuhkembangkan potensi masyarakat untuk dapat berdayaguna dan dapat menjadikan masyarakat yang mandiri untuk memenuhi kebutuhan. Potensi yang ada dalam masyarakat perlu dioptimalkan dengan baik. Kasepuhan Citorek memiliki potensi yang baik tersebut dari sumberdaya alam hingga sumberdaya manusianya. Penguatan kapasitas lokal menjadi penting dan mendasar karena dengan begitu masyarakat dapat dengan sendirinya merancang dan membangun strategi penghidupannya. Kelembagaan adat dan kelompok tani dapat dijadikan sebagai tenaga teknis lapang untuk menciptakan ruang ekonomi dan budaya yang mapan bagi Kasepuhan Citorek.

Sumber: Mirwanto (1998)

Gambar 11 Rancang desain proyek pemberdayaan masyarakat.

Saragih et al. (2007) mengatakan bahwa prinsip penting dari pendekatan penghidupan adalah dimulai dengan analisis kekuatan dan kapasitas lokal, bukannya kebutuhan yang perlu disuplai dari luar. Ini tidak berarti bahwa pendekatan ini meletakan fokus yang tidak semestinya pada anggota masyarakat yang bernasib lebih baik. Sebaliknya, pendekatan ini menyiratkan pengakuan akan potensi yang melekat pada semua orang, apakah potensi itu berasal dari jaringan kerja sosial mereka yang kuat, akses mereka pada sumberdaya dan

Tahapan Mikro Pemberdayaan Masyarakat :

1. Membangun kemitraan 2. Analisis isu berbasis

masyarakat

3. Penyusunan desain rencana kegiatan 4. Pelaksanaan/ monitoring 8 indikator pemberdayaan masyarakat Desain proyek PKPM

(saling keterkaitan yang organik)

Pilot Activities Training/Seminars/ Workshops Good Practice Case Studies Spirit (Keswadayaan) Proses pergiliran gerakan Pencipataan dan penguasaan Penyebarluasan Penerapan kegiatan lapangan Perubahan cara pandang Masyarakat berdaya/ mandiri

prasarana fisik, kemampuan mereka untuk mempengaruhi lembaga-lembaga kunci maupun faktor lain yang berpotensi mengurangi kemiskinan. Dalam upaya pembangunan yang menitikberatkan livelihoods, tujuan kuncinya adalah menghilangkan hambatan-hambatan untuk mewujudkan potensi tersebut. Jadi masyarakat akan dibantu agar mereka menjadi lebih berdaya, lebih kuat, dan lebih mampu untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Wisata alam dan budaya dapat dibangun oleh pihak lembaga adat sebagai pemangku budaya di Kasepuhan Citorek. Industri dapat dibangun oleh para kelompok usaha tani dan pengrajin, karena potensi industri di Kasepuhan Citorek cukup tinggi. Beras merah merupakan produk unggul untuk bidang pertanian, industri pengrajin merupakan investasi menjanjikan sebagai ciri khas masyarakat kasepuhan Halimun secara umum dan khususnya Kasepuhan Citorek.

Mirwanto et al. (1998) merancang sebuah project design pemberdayaan masyarakat yang menitikberatkan pada saling keterkaitan antara semua pihak dalam hal ini Pemerintah Daerah Lebak atau Pemerintah Provinsi Banten, BTNGHS, Swasta dan masyarakat itu sendiri. Project design tersebut dirancang dari sebuah proyek hingga gerakan nyata yang perlu dilakukan bagi inisiator untuk melakukan pemeberdayaan masyarakat. Delapan indikator pemberdayaan masyarakat menurut Gambar 11 adalah:

1. Masyarakat mampu menjelaskan potensi yang ada dan cara penggunaannya. 2. Masyarakat mengetahui apa yang sudah dilakukan dan apa yang dicapai serta

cara mengatasi masalah yang muncul.

3. Masyarakat membangun visi, analisa masalah, identifikasi isu, dan mampu memecahkan masalah.

4. Masyarakat merumuskan tujuan, sasaran, hasil, kegiatan, dana, dan waktu. 5. Masyarakat mempunyai rencana sendiri untuk memelihara dan

mengembangkan kegiatan yang telah ada.

6. Masyarakat mengetahui apa yang dapat dilakukan dan dukungan apa yang dibutuhkan dari pihak luar.

7. Masyarakat bekerjasama berdasarkan peran spesifik dari masing-masing stakeholder.

8. Masyarakat menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dari kerjasama dengan stakeholders.

4.3.3 Pendayagunaan Kapasitas Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan

Dokumen terkait