• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Bahan Mineral Pembantu

TINJAUAN PUSTAKA II.1. Bahan Penyusun Beton

II.1.4 Jenis Bahan Mineral Pembantu

II.1.4.1 Kerak Tanur Tinggi (Ground Granulated Blast Furnace)

Blast-furnace-slag adala kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalahkapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun membentuk granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan semen slag. Bijih dari blast furnace tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton.

II.1.4.2 Uap Silika (Siliks Fume)

Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer). Juga disebut

siliks fume (SF), microsilika, silica fume dust, amorphous silica, dan sebagainya. Ukuran siliks fume ini lebih halus dari pada asap rokok. Silika fume berbentuk seperti fly ash tetapi ukuran nya lebih kecil sekitar seratus kali lipatnya. SF bisa didapat dalam bentuk bubuk , dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar 2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar, yaitu 15-25 m²/g.

SF bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonimis. Kedua sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun beton keras.Untuk beton normal dengan kadar semen di atas 250 kg/m³, kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya SF. Campuran lebih kohesif. Pada slump yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk menghasilkan aliran tertentu. Ini mengindikasikan stabilitas lebih baik dari beton cair. Perdarahan (bleeding) sangat berkurang sehingga perlu perawatan dini untuk mencegah retak susut plastis, khususnya pada cuaca panas dan berangin. SF baisanya dipakai bersama super plastisizer. Beton dari SF memperlihatkan kekuatan awal yang rendah.

II.1.4.3 Abu Terbang (Fly Ash)

Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly ash) di defenisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara atau bubuk

batu bara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang di hasilkan dari pembakran batubara antrasit atau batubara bitomius dan abu terbang kelas C yang di hasilkan dari batubara jenis legnite atau subbitumeus. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10% beratnya. Kandungan kimia yang dibutuhkan dalam fly ash tercantum dalam tabel 2.3 (ASTM C.618-95:305)

Tabel 2.3 kandungan kimia fly ash

Senyawa kimia Jeni F Jenis C

Oksida silika (SiO2) + Oksida alumina (Al2O3) +oksida besi (Fe2O3), minimum%

70.0 50.0

Trioksida sulfur (SO3), masimum 5.0 5.0

Kadar air, maksimum % 3.0 3.0

Kehilangan panas, maksimum% 6.0* 6.0

* Penggunaan sampai dengan 12% masih diijinkan jika ada perbaikan kinerja atau hasil test laboratorium menunjukan demikian.

II.1.4.4 Abu sawit (Palm Oil Ash)

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, kelapa sawit adalah tanaman yang berasal dari daerah hutan tropis di Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit itu sendiri berada di Indonesia pada tahun 1848 didatangkan oleh pemerintahan Hindia-Belanda dan untuk pertama kalinya tanaman ini ditanam di perkebunan raya bogor dan mulai di tanam di Sumatera Utara pada tahun 1870-an di daerah Deli.

Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan BuahSegar). Sawit yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30 kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah CPO dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya.

Dari hasil proses pembuatan Crude Palm Oil (CPO) maka akan dihasilkan limbah padat diantaranya serabut buah dan cangkang kelapa sawit itu sendiri, namun ini tidak menjadi masalah bagi Pabrik Kelapa sawit (PKS) karena limbah ini akan menjadi bahan bakar daripada boiler. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas. Uap dari boiler dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik dan untuk merebus TBS sebelum diolah di dalam pabrik.

Cangkang dan serat buah sawit yang sudah terbakar, akan menghasilkan sisa- sisa pembakaran yang nantinya akan menjadi limbah daripada boiler atau furnance (tungku pembakaran) berupa:

1. Abu, yakni abu yang berada dibawah tungku tepatnya ditempat pengumpulan abu.

2. Kerak boiler kelapa sawit, yakni kerak yang melekat pada dinding boiler. Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada boiler yang berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu sawit banyak mengandung unsur silika (SiO2) yang merupakan bahan pozzolanic. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Graille dkk (1985) ternyata limbah abu sawit banyak mengandung unsur silika (SiO2) yang merupakan bahan pozzolanic.

Hayward (1995) dalam Utama dan Saputra (2005) menyatakan dalam bahan pozzolan ada dua senyawa utama yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan semen yaitu senyawa SiO2 dan Al2O3 yang dimana abu Sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material yang tidak mengikat seperti semen, namun mengandung senyawa silika oksida (SiO2) aktif yang apabila bereaksi dengan kapur bebas atau Kalsium Hidroksida (Ca(OH2)) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu Kalsium Silikat Hidrat.

Adapun penelitian yang pernah di lakukan :

1. Limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dasar pembuatan genteng. Komposisi campuran optimum dalam pembuatan genteng limbah kelapa sawit dapat diperoleh dengan perbandingan volume capuran semen persentase sekitar 30%-40% dengan pelaksanaan pembuatan dengan perbandingan semen ; pasir ; abu sawit = 1:1:2 atau sekitar 33,3% dari sejumlah campuran agregat halus, (nindyo sowarno 1997).

2. Penlitian dilakukan pada campuran beton dengan komposisi 5%, 10%, 15%, dan 20% sebagai bahan tambah pada beton. Hasil tes tekan dan tes tarik pada penelitian beton telah membuktikan bahwa abu sawit telah berfungsi sebagai pozzolan dengan kuat tekan terbesar dan kuat tarik terbesar pada beton dengan 5% (Monita Olivia* dkk , 2005).

3. Persentase optimum abu kelapa sawit terhadap berat jenis, kuat tekan tidak diperoleh karena semakin tinggi kandungan abu kelapa sawit berat jenis,

dan kuat tekan, semakin menurun. Semakin besar persentase abu kelapa sawit dalam mortar, maka semakin besar pula nilai daya resap airnya. Penggantian sebagian semen dengan abu kelapa sawit pada adukan mortar ternyata mengurangi kekedapan mortar, dan semakin besar persentasenya semakin membuat mortar tidak kedap air. (ermiyati, 2007)

4. Aplikasi dalam ilmu teknik, abu sawit dimanfaatkan dalam berbagai bidang antara lain: sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam desain beton mutu tinggi, bahan pengisi/filler dalam lapisan perkerasan jalan raya, bahan stabilisator pada campuran tanah lempung dan tanah dasar pada lapisan jalan raya, bahan tambahan pengganti semen dalam campuran paving block serta juga merupakan bahan material yang bersifat pozzolan (Susanto dan Budhi, 1998).

Bahan tambah yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu sawit yang berasal dari limbah produksi pabrik penglolahan kelapa sawit Adolina (PPKS Adolina), termasuk dalam kategori bahan tambah mineral (Mineraladmixture).

Dokumen terkait