• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Bukti Pemeriksaan

Pembahasan Bukti Pemeriksaan dalam bahan ajar ini menggunakan buku yang ditulis oleh Arens, Elder, dan Beasly (2012) dari halaman dari halaman 199 sampai dengan halaman 204.

Arens, Elder, dan Beasly (2012: 199) menyebutkan bahwa dalam memeutuskan proseduer audit mana yang akan diginakan, auditor dapat memilih dari delapan kategori bukti, yang disebut jenis-jenis bukti audit (types of audit evidence), yaitu:

1. Pemeriksaan fisik (physical examination);

2. Konfirmasi (confirmation);

3. Dokumentasi (documentation);

Pusdiklat Pajak Bahan Ajar Metode, Teknik, dan Prosedur Pemeriksaan by Suwadi @DFD 2016 35 4. Prosedur analitis (analytical procedures);

5. Wawancara dengan kilen (inquiries of the client);

6. Penghitungan kembali (recalculation);

7. Pelaksanaan ulang (Reperformance); dan 8. Observasi (observation).

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kategori atau jenis bukti audit tersebut.

1. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)

Pemeriksaan fisik adalah inspeksi atau penghitungan oleh auditor atas suatu aset berwujud.

Jenis bukti ini paling sering dikaitkan dengan persediaan dan kas, tetapi dapat juga diterapkan pada verifikasi sekuritas, wesel tagih, dan asset berwujud. Di sini ada perbedaan dalam pemeriksaan antara pemeriksaan atas fisik aset, seperti sekuritas dan kas, dan pemeriksaan atas dokumen, seperti cek-cek yang dibatalkan dan dokumen penjualan. Jika objek yang diperiksa, seperti faktur penjualan, tidak memiliki nilai inheren, bukti ini disebut dokumentasi.

Sebagai contoh, sebelum cek ditandatangani, cek tersebut adalah sebuah dokumen; setelah cek itu ditandatangani, cek tersebut berubah menjadi aset; dan ketika cek tersebut dibatalkan, cek tersebut berubah kembali menjadi dokumen. Untuk terminologi pemeriksaan yang benar, pemeriksaan fisik atas cek hanya dapat terjadi jika cek tersebut merupakan aset.

Pemeriksaan fisik adalah suatu alat verifikasi langsung bahwa aset secara aktual memang ada dan apak aset yang ada memang dicatat.

2. Konfirmasi (Confirmation)

Konfirmasi menggambarkan penerimaan respon tertulis secara langsung dari pihak ketiga yang memverifikasi keakuratan informasi yang diminta oleh auditor. Responnya dapat dalam bentuk elektronik atau kertas. Karena konfirmasi berasal dari sumber pihak ketiga/independen, jenis bukti audit ini sangat dipercaya dan merupakan jenis bukti yang sering digunakan. Namun demikian, konfirmasi relatif mahal untuk memperolehnya dan dapat menimbulkan beberapa ketidaknyamanan bagi pihak-pihak yang diminta untuk menyediakan konfirmasi tersebut.

Keputusan auditor tentang apakah akan menggunakan konfirmasi atau tidak tergantung pada kebutuhan serta bukti alternatif yang tersedia.

Pusdiklat Pajak Bahan Ajar Metode, Teknik, dan Prosedur Pemeriksaan by Suwadi @DFD 2016 36 3. Dokumentasi (Documentation)

Dokumentasi adalah inspeksi auditor atas dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang digunakan auditee untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan. Dokumen yang diperiksa oleh auditor adalah catatan-catatan yang digunakan auditee untuk menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis dengan cara terorganisasi, yang mungkin berbentuk kertas, elektronik, atau media lain. Karena setiap transaksi dalam organisasi auditee secara normal didukung paling tidak oleh selembar dokumen, sejumlah besar jenis bukti audit ini biasanya tersedia. Sebagai contoh, klien seringkali menyimpan pesanan pelanggan (customer order), dokumen pengiriman (shipping document), serta salinan faktur penjualan (sales invoice) atas setiap transaksi penjualan.

Dokumen yang sama ini adalah bukti yang berguna bagi auditor untuk memverifikasi keakuratan catatan klien tentang transaksi penjualan. Dokumentasi digunakan secara luas sebagai bukti audit karena jenis bukti ini biasanya secara mudah tersedia dengan biaya yang relatif rendah.

Dokumen dapat diklasifikasikan sebagai dokumen internal dan eksternal. Dokumen internal adalah dokumen yang disiapkan dan digunakan dalam organisasi auditee dan disimpan tanpa pernah disampaikan kepada pihak luar. Dokumen internal mencakup salinan faktur penjualan, laporan jam kerja karyawan, dan laporan penerimaan persediaan. Dokumen eksternal adalah dokumen yang ditangani oleh seseorang di luar organisasi auditee, yang merupakan pihak yang transaksinya sedang didokumentasikan, tetapi dokumen tersebut saat ini berada di tangan auditee atau dengan segera dapat diakses oleh auditee. Dalam beberapa kasus, dokumen eksternal berasal dari luar organisasi auditee dan berakhir di tangan auditee.

Contoh-contoh dokumen eksternal adalah faktur dari pemasok, wesel bayar yang dibatalkan, dan polis asuransi.

Dokumen eksternal dianggap sebagai bukti yang lebih dapat diandalkan ketimbang dokumen internal. Beberapa dokumen ekternal seperti sertifikat tanah, polis asuransi, perjanjian utang, dan kontrak memiliki reliabilitas yang sangat tinggi karena dokumen tersebut hampir selalu disiapkan dengan penuh pertimbangan dan seringkali telah direview oleh pengacara atau pakar lainnya yang memenuhi syarat. Dokumen asli dipandang lebih dapat diandalkan ketimbang fotocopy atau faks.

Ketika auditor menggunakan dokumentasi untuk mendukung transaksi atau jumlah yang tercatat, prosesnya seringkali disebut vouching. Untuk menjamin pencatatan transaksi akuisisi, sebagai contoh, auditor dapat memverifikasi ayat jurnal pada jurnal akuisisi dengan memeriksa

Pusdiklat Pajak Bahan Ajar Metode, Teknik, dan Prosedur Pemeriksaan by Suwadi @DFD 2016 37 faktur pendukung dari vendor atau pemasok serta laporan penerimaan sehingga memenuhi tujuan keterjadian. Namun, jika auditor menelusuri dari laporan penerimaan ke jurnal akuisisi untuk memenuhi tujuan kelengkapan, hal itu tidak tepat bila disebut sebagai vouching. Proses terakhir ini disebut sebagai tracing atau penelusuran.

4. Prosedur Analitis (Analytical Procedures)

Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lain tampak secara masuk akal dibandingkan terhadap ekspektasi auditor. Sebagai contoh, auditor dapat membandingkan persentase marjin kotor tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. Prosedur analitis telah digunakan secara luas dalam praktik, dan dibutuhkan selama fase perencanaan dan penyelesaian pada seluruh audit.

Auditor harus memperoleh pengetahuan tentang industri dan bisnis auditee sebagai bagian dari perencanaan audit dengan melakukan prosedur analitis di mana informasi tahun berjalan yang belum diaudit dibandingkan dengan informasi tahun sebelumnya yang sudah diaudit atau data industri, perubahannya disoroti. Perubahan ini bisa merupakan trend yang penting atau peristiwa khusus, yang semuanya akan mempengaruhi perencanaan audit. Sebagai contoh, penurunan persentase marjin kotor selama waktu bersangkutan bisa menunjukkan meningkatnya persaingan di area pasar perusahaan dan kebutuhan untuk mempertimbangkan penetapan harga persediaan secara lebih cermat selama audit. Secara serupa, kenaikan saldo aset tetap dapat menunjukkan akuisisi penting yang harus di-review.

Perbedaan signifikan yang tidak diharapkan antara data keuangan tahun berjalan yang belum diaudit dan data lainnya yang digunakan dalam perbandingan biasanya disebut fluktuasi tidak biasa (unusual fluctuations). Fluktuasi tidak biasa terjadi apabila perbedaan yang signifikan tidak diperkirakan terjadi tetapi terjadi atau apabila perbedaan yang signifikan diperkirakan terjadi tetapi pada kenyataannya tidak terjadi. Dalam kedua kasus, keberadaan salah saji akuntansi adalah salah satu alasan yang mungkin bagi terjadinya fluktuasi tidak biasa. Jika fluktuasi tidak biasa cukup besar, auditor harus menentukan alasannya dan yakin bahwa penyebabnya adalah peristiwa ekonomi yang sah, dan bukan salah saji.

5. Wawancara dengan Klien (Auditee) (Inquiries of The Client)

Wawancara dengan klien (auditee) yaitu upaya untuk memperoleh informasi baik seraca tertulis maupun lisan dari auditee atas respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh auditor.

Pusdiklat Pajak Bahan Ajar Metode, Teknik, dan Prosedur Pemeriksaan by Suwadi @DFD 2016 38 Walaupun bukti yang dapat dipertimbangkan diperoleh dari auditee melalui wawancara, biasanya tidak dapat dianggap sebagai bukti yang meyakinkan karena bukan dari sumber yang independen dan mungkin bias. Karena itu, apabila auditor memperoleh bukti melalui wawancara, auditor juga perlu memperoleh bukti pendukung tambahan melalui prosedur lainnya. Sebagai ilustrasi, apabila auditor ingin memperoleh informasi tentang metode pencatatan dan pengendalian transaksi akuntansi auditee, auditor biasanya memulai dengan menanyakan auditee bagaimana pengendalian internal dioperasikan. Selanjutnya, auditor akan melakukan pengujian audit dengan menggunakan dokumentasi dan observasi untuk menentukan apakah transaksi telah dicatat (tujuan kelengkapan) dan diotorisasi (tujuan keterjadian) dengan cara yang telah ditentukan.

6. Penghitungan Kembali (Recalculation)

Penghitungan kembali/rekalkulasi melibatkan pengecekan kembali suatu sampel penghitungan/kalkulasi yang dibuat oleh auditee yang terdiri dari pengujian atas keakuratan penghitungan auditee dan mencakup prosedur seperti perkalian dalam faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam jurnal dan buku tambahan, serta pengecekan kalkulasi beban penyusutan dan beban dibayar di muka. Sebagian besar rekalkulasi auditor dilakukan oleh perangkat lunak audit dengan bantuan komputer.

7. Pelaksanaan Ulang (Reperformance)

Pelaksanaan ulang adalah pengujian independen oleh auditor atas prosedur akuntansi atau pengendalian yang dibuat oleh auditee, yang dijalankan sebagai bagian dari sistem akuntansi dan sistem pengendalian intern entitas (auditee). Jika rekalkulasi melibatkan pengecekan ulang atas suatu perhitungan, pelaksanaan ulang melibatkan pengecekan atas prosedur lain.

Sebagi contoh, auditor dapat membandingkan harga yang tertera pada suatu faktur pada daftar harga yang resmi, atau dapat melaksanakan kembali penentuan umur piutang usaha.

Jenis pelaksanaan ulang lainnya adalah mengecek ulang transfer informasi dengan menelusuri informasi yang tercantum dalam lebih dari satu tempat untuk memverifikasi bahwa hal itu dicatat pada jumlah yang sama setiap waktu. Sebagai contoh, auditor melakukan pengujian yang terbatas guna memastikan bahwa informasi dalam jurnal penjualan telah dicatat untuk pelanggan yang tepat dan pada jumlah yang benar dalam buku tambahan piutang usaha dan secara akurat diikhtisarkan dalam buku besar.

Pusdiklat Pajak Bahan Ajar Metode, Teknik, dan Prosedur Pemeriksaan by Suwadi @DFD 2016 39 8. Observasi (Observation)

Observasi adalah penggunaan indera untuk menilai aktivitas klien. Auditor dapat mengunjungi lokasi pabrik untuk memperoleh kesan umum atas fasilitas klien, atau mengamati para individu yang melaksanakan tugas-tugas akuntansi untuk menentukan apakah orang yang diserahi tanggung jawab telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam observasi terdapat risiko personel auditee akan mengubah perilakunya akibat kehadiran auditor. Mereka mungkin melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan kebijakan perusahaan di hadapan auditor, tetapi kembali melakukan hal yang biasa dilakukan setelah auditor tidak ada. Karena itu perlu untuk menindaklanjuti kesan pertama yang diperoleh dengan jenis bukti pendukung lainnya.

Namun demikian, observasi berguna dalam pelaksanaan sebagian besar audit.

Pusdiklat Pajak Bahan Ajar Metode, Teknik, dan Prosedur Pemeriksaan by Suwadi @DFD 2016 40 Kegiatan Belajar 4

METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN

Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat dapat:

1. menjelaskan metode pemeriksaan dan menerapkan metode pemeriksaan yang tepat dalam setiap penugasan pemeriksaan;

2. menjelaskan teknik dan prosedur pemeriksaan dan menerapkan teknik dan prosedur pemeriksaan yang tepat dalam setiap penugasan pemeriksaan;

3. menjelaskan pengumpulan data pemeriksaan terkait PBB P3 dan Bea Meterai; dan

4. menjelaskan TABK Dasar Menggunakan Alat Bantu Microsoft Excel dan menerapkannya dalam setiap penugasan pemeriksaan.

Ketentuan mengenai metode, teknik, dan prosedur pemeriksaan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ/2013 tanggal 31 Desember 2013 tentang Pedoman Penggunaan Metode Dan Teknik Pemeriksaan (selanjutnya disebut SE-65/PJ/2013).

Ketetentuan mengenai metode, teknik, dan prosedur pemeriksaan sebelumnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 tanggal 3 Februari 2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut PER-04/PJ/2012). Pada tanggal 10 Maret 2014, 04/PJ/2012 tersebut dicabut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2014.

Dokumen terkait