• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Bullying yang Dilakukan Siswa

Dalam dokumen SKRIPSI DIAH WAHYUNINGSIH G0112032 (Halaman 116-140)

Gambar. 4

Jenis Bullying yang Dilakukan Siswa

Berdasarkan diagram di atas, menunjukkan bahwa jenis bullying yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal 47%, bullying fisik 28%, dan bullying psikologis 25%.

b. Perbedaan Bullying oleh Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan

Analisis tambahan berikutnya dilakukan untuk mengetahui perbedaan bullying berdasarkan jenis kelamin. Analisis menggunakan independent sample t-test, yaitu analisis yang digunakan untuk menguji rata-rata antara dua kelompok data yang independen.

Hasil uji t menunjukkan t-hitung sebesar 4,791, dan nilai t tabel statistika dengan signifikansi 0,05 menunjukkan 1,976. Nilai thitung > ttabel (4,791>1,976) dan p-value = 0,000 <0,05, maka Ho ditolak. Dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata bullying antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Rata-rata dibawah ini menunjukkan bahwa siswa laki-laki melakukan bullying lebih tiggi (33,79) daripada siswa perempuan (30,37).

Tabel. 30

Deskripsi Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin Group Statistics Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Bullying Laki-laki 71 33.79 5.020 .596 Perempuan 75 30.37 3.498 .404

Analisis tambahan berikutnya adalah membandingkan jenis bulling berdasarkan jenis kelamin siswa. Analisis dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata pada tiap jenis bullying. Hasil hitungan rata-rata dapat dilihat pada tabel 31.

Tabel. 31

Deskripsi Jenis Bullying yang dilakukan Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Group Statistics Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Bullying Fisik Laki-laki 71 9.56 1.857 .220

Perempuan 75 8.67 1.266 .146

Bullying Verbal Laki-laki 71 16.06 3.447 .409 Perempuan 75 13.95 2.583 .298 Bullying

Psikologis

Laki-laki 71 8.17 1.363 .162 Perempuan 75 7.76 1.025 .118 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa laki-laki lebih tinggi dalam ketiga jenis bullying. Rata-rata bullying fisik siswa laki-laki (9,56), perempuan(8,67); bullying verbal siswa laki-laki (16,06),

perempuan (13,95); dan bullying psikologis laki-laki (8,17), perempuan (7,76).

Tabel. 32

Deskripsi Bullying Berdasarkan Tingkatan Kelas

Analisis tambahan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat bullying berdasarkan tingkat kelas. Berdasarkan data p- value menunjukkan nilai 0,935 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kelas X dan XI. Berdasarkan tebel di atas meunjukkan selisih rata-rata yang sangat kecil antara kelas X dan XI. Kelas X memperoleh nilai rata-rata bullying sebesar 31,58 dan kelas XI 32,47.

D. Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis pertama menggunakan teknik analisis regresi ganda diperoleh nilai korelasi (R) adalah 0,429 dengan Fhitung bernilai 16,112 (> Ftabel 3,06); dan signifikansi adalah 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama penelitian diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri dengan bullying pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Kedua variabel bebas yaitu secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri bersama-sama memiliki hubungan dengan bullying. Hasil

Group Statistics Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Bullying xX 72 31.58 4.702 .554 XI 74 32.47 4.528 .526

menunjukkan arah yang negatif, yaitu semakin tinggi faktor secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri pada siswa, maka semakin rendah bullying yang terjadi. Sebaliknya semakin rendah faktor secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri pada siswa, maka semakin tinggi bullying. Hubungan secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri termasuk dalam kategori hubungan sedang, yang didasarkan atas nilai R sebesar 0,429.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri dapat dijadikan variabel prediktor untuk memprediksi bullying. Beane (2008) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi bullying adalah faktor internal dari dalam diri individu dan faktor sosial.

Faktor sosial pertama yang paling dekat dengan seorang anak adalah orang tua. Attachment dengan orang tua diperlukan seseorang sepanjang masa kehidupannya, bahkan saat remaja yang ditandai dengan mencari otonomi, attachment dengan orang tua tetap menjadi sesuatu yang penting (Santrock, 2014). Adanya kasih sayang dari orang tua yang melakukan pengasuhan dengan konsisten dan responsif, menunjukkan kasih sayang dengan mengembangkan secure attachment akan mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan orang lain. Mereka akan menerapkan hal serupa saat berinteraksi dengan temannya dan cenderung memiliki interaksi yang positif serta menghindari agresi seperti bullying. Hal ini sejalan dengan Troy & Sroufe (1987) yang menyatakan bahwa anak dengan secure

attachment tidak mungkin untuk melakukan bullying terhadap orang lain karena pelecehan memiliki dampak negatif dan kontraproduktif pada hubungan dengan orang lain.

Siswa yang memiliki kontrol diri yang baik akan cenderung untuk dapat mengontrol dirinya dari perbuatan-perbuatan yang menimbulkan dampak negatif bagi interaksi sosialnya. Gottfredson dan Hirschi (dalam Gibson, 2010) menyatakan bahwa kontrol diri menjadi blokade yang menjembatani individu dengan aktivitas yang menyimpang. Ketika seorang siswa memiliki kontrol diri yang baik maka akan cenderung berfikir terlebih dahulu mengenai dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan atas tindakannya. Dengan adanya kontrol diri maka ia akan mampu menghindari diri dari perilaku yang menyimpang dari norma yang dapat menimbulkan dampak negative seperti perilaku bullying.

Hasil uji hipotesis kedua menggunakan uji korelasi parsial antara secure attachment dengan orang tua dengan bullying diperoleh signifikansi sebesar 0,029 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua penelitian diterima, terdapat hubungan antara secure attachment dengan orang tua dengan bullying. Nilai koefisien korelasi parsial adalah -0,182, berarti terdapat hubungan yang sangat lemah antara secure attachment dengan orang tua dan bullying karena nilai korelasi berada pada interval 0,000 sampai 0,199. Arah hubungan tersebut adalah negatif dikarenakan r bertanda negatif, yang artinya semakin tinggi tingkat secure attachment

dengan orang tua maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa.

Penelitian attachment pada masa remaja menunjukkan temuan bahwa secure attachment dengan orang tua terkait dengan hubungan pertemanan yang positif (Allen & Miga, 2010). Lebih lanjut, hal ini sejalan dengan penelitian dari Morreti & Pelled (2004) bahwa siswa dengan secure attachment lebih sedikit mengalami masalah, baik itu masalah kenakalan dan agresi. Siswa dengan secure attachment mengembangkan hubungan sosial menjadi positif dan produktif terhadap orang lain (Weinfield et al., 1999). Mereka akan cenderung menjalin pertemanan yang baik dan menghindari dari terlibat perilaku bullying. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa mereka sebenarnya cenderung untuk membela korban bullying (Nickerson et al., 2008).

Hasil uji hipotesis ketiga menggunakan teknik analisis korelasi parsial antara kontrol diri dengan bullying diperoleh signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ketiga penelitian diterima, terdapat hubungan antara kontrol diri dengan bullying. Nilai koefisien korelasi parsial sebesar -0,320, berarti terdapat hubungan yang lemah antara kontrol diri dengan bullying karena nilai korelasi berada pada interval 0,200 sampai 0,399. Arah hubungan tersebut adalah negatif dikarenakan r bertanda negatif, yang artinya semakin tinggi tingkat kontrol diri maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa.

Remaja yang melakukan kontrol diri yang baik akan cenderung melakukan petimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum bertindak. Mereka akan memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Remaja dengan kontrol diri yang baik akan memilih untuk tidak terlibat dalam berbagai perilaku negatif seperti bullying. Sementara remaja yang memiliki kontrol diri yang rendah akan cenderung impulsif dan bertindak tanpa memikirkan akibatnya. Olweus (dalam Limber, 2002) mengemukakan karakteristik remaja yang kerap melakukan bullying antara lain adalah mereka yang impulsif, keras kepala, berkepribadian dominan, mudah frustasi, kesulitan mengikuti aturan dan melihat kekerasan sebagai suatu hal yang menyenangkan. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dari Chui dan Chan (2013), Moon dan Alarid (2015) bahwa kontrol diri berhubungan negatif dengan bullying.

Persentase sumbangan yang diberikan oleh kedua variabel bebas terhadap variabel tergantung yang ditunjukkan dengan nilai R square sebesar 0,184, berarti sumbangan efektif secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri bersama-sama terhadap bullying adalah 18,4% sedangkan 81,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Hasil sumbangan efektif secure attachment dengan orang tua terhadap bullying sebesar 5,4% dan sumbangan efektif kontrol diri sebesar 13%. Sumbangan relatif secure attachment dengan orang tua terhadap bullying sebesar 29,42 % dan sumbangan relatif kontrol diri sebesar 70,58%.

Berdasarkn persentase, baik sumbangan relatif maupun sumbangan efektif tiap variabel bebas terhadap variabel tergntung terlihat bahwa sumbangan kontrol diri lebih besar daripada secure attachment dengan orang tua. Penjelasan mengenai hal tersebut adalah walaupun faktor lingkungan berupa secure attachment dengan orang tua telah diterapkan kepada anak, namun faktor internal lebih penting bagi anak dalam mencegah terjadinya bullying. Faktor internal berupa kontrol diri sangat dibutuhkan agar seseorang mampu mengendalikan dirinya dari dorongan-dorongan negatif seperti melakukan tindakan bullying terhadap orang lain. Faktor secure attachment dengan orang tua tetap menjadi hal yang penting, hanya saja pada masa remaja keberadaan teman sebaya mulai menjadi hal yang tidak kalah penting bahkan dapat bersaing dengan orang tua dalam hal perannya sebagai sumber dukungan dan keintiman (Furman & Buhrmester, Lempers & Clark-Lempers, dalam Sigelman & Rider, 2006). Hal tersebutlah yang menyebabkan dalam penelitian ini kontrol diri lebih berpengaruh dibandingkan secure attachmet dengan orang tua.

Hasil kategorisasi bullying pada subjek menyebar dari tingkat sangat rendah (92%) dan rendah (8%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 8 Surakarta memiliki tingkat bullying yang sangat rendah. Hasil kategorisasi secure attachment dengan orang tua pada subjek menyebar dari tingkat sedang (12%), tinggi (53%), dan sangat tinggi (35%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 8 Surakarta memiliki

secure attachment dengan orang tua yang tinggi. Hasil kategorisasi kontrol diri pada subjek menyebar dari tingkat rendah (5%), sedang (57%), dan tinggi (38%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMA Negeri 8 Surakarta memiliki kontrol diri yang sedang.

Berdasarkan hasil analisis di dapatkan kategorisasi responden memberikan gambaran rinci bahwa responden memiliki bullying pada tingkat sangat rendah, secure attachment dengan orang tua pada tingkat tinggi, dan kontrol diri pada tingkat sedang. Gambaran kategorisasi ini sejalan dengan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan, bahwa secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri yang baik akan memberikan pengaruh pada rendahnya bullying yang dilakukan siswa. Namun, kontrol diri yang dimiliki siswa masih tegolong sedang, dalam arti masih perlu dilakukan peningkatan kontrol diri melalui berbagai upaya dari diri individu sendiri maupun orang disekitarnya, seperti orang tua dan pihak sekolah.

Secure attachment dengan orang tua yang tinggi mengindikasikan sebagian besar siswa memiliki kelekatan yang aman dengan orang tua, serta merasakan hubungan yang positif dengan orang tuanya. Adanya hubungan yang baik antara anak dengan orang tua dengan karakteristik orang tua yang memberikan kebutuhan anak berupa komunikasi yang cukup, kepercayaan, dan tidak mengasingkan anak akan membuat mereka merasa menjadi pribadi yang disayangi oleh orang tua dan lingkungan. Meskipun demikian, berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahi,

bahwa beberapa siswa masih mengeluhkan mengenai hubungan dengan orang tuanya. Beberapa diantaranya merasa kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Hal ini perlu menjadi catatan bagi orang tua bahwa meskipun pada masa remaja anak menjadi lebih mandiri, seorang anak tetap membutuhkan secure attachment yang baik dengan orang tua.

Penelitian ini juga melakukan analisis tambahan berdasarkan jenis bullying yang paling banyak dilakukan siswa, bullying berdasarkan jenis kelamin, dan bullying berdasarkan tingkat kelas untuk memberikan informasi tambahan mengenai variabel tergantung, yaitu bullying berdasarkan analisis tambahan tersebut. Berdasarkan jenis bullying menunjukkan bahwa jenis bullying yang paling sering dilakukan adalah bullying verbal 47%, bullying fisik 28%, dan bullying psikologis 25%.

Bullying verbal merupakan bentuk yang paling umum digunakan baik oleh anak perempuan maupun laki-laki (Coloroso, 2007). Bullying verbal mudah dilakukan dihadapan teman sebaya tanpa terdeteksi. Dapat terjadi saat situasi keramaian dikelas sehingga dianggap hanya dialog yang biasa dan tidak ada teman sebaya yang simpatik (Coloroso, 2007). Bullying verbal bisa berupa pemberian julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), tuduhan- tuduhan yang tidak benar, desas-desus keji yang tidak benar, serta gossip. Bullying verbal terjadi secara cepat dan tidak menyakitkan pelaku, namun sangat melukai korbannya.

Hasil analisis tambahan bullying berdasarkan jenis kelamin menggunakan uji independent t-test diperoleh hasil nilai thitung > ttabel (4,791 > 1,976) dan signifikansi sebesar 0,000 (p <0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata bullying antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA Negeri 8 Surakarta. Diperoleh hasil bahwa siswa laki-laki lebih tinggi baik dalam bullying fisik, verbal, maupun psikologis. Anak laki-laki cenderung lebih sering menjadi pelaku dibandingkan anak perempuan (Harris & Petrie, 2003). Hal ini sejalan dengan Smith (2013) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih sering terlibat dalam bullying baik sebagai pelaku maupun korban. Pelaku bullying lebih tinggi pada laki-laki dapat disebabkan berbagai hal, diantaranya karakteristik bawaan seperti hormon testosterone yang mendorong agresi (Beane, 2008), maupun maskulinitas dan untuk memperoleh harga diri (Sugiariyanti, 2012). Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin berpengaruh pada peran dalam bullying.

Analisis tambahan berikutnya adalah membandingkan bullying berdasarkan tingkat kelas. Diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan bullying antara kelas X dan XI, dari signifikansi menunjukkan nilai 0,935 (p > 0,05). Berdasarkan tabel meunjukkan selisih yang sangat kecil antara kelas X dan XI. Kelas X memperoleh nilai rata-rata bullying sebesar 31,58 dan kelas XI 32,47. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat bullying antara kelas X dan XI.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan, peneliti telah menjawab hipotesis-hipotesis penelitian mengenai bullying ditinjau dari secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta baik secara bersama-sama maupun secara parsial. Akan tetapi, penelitian ini tidak terlepas dari adanya keterbatasan yaitu penelitian hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja, sehingga untuk penerapan bagi populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda memerlukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menemukan hasil yang lebih komrehensif dengan memperluas ruang lingkup penelitian serta menambah variabel-variabel lain.

Selain keterbatasan dan kelemahan, penelitian ini juga memiliki beberapa kelebihan yang dapat dipertimbangkan sebagai sumber referensi. Penelitian ini dapat membuktikan hipotesis yang diajukan, yaitu secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri berhubungan dengan bullying pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Penelitian ini dapat dijadikan referensi yang memperkuat teori-teori yang telah ada, kemudian penelitian ini merupakan penelitian terbaru yang dapat memperbaharui penelitian dengan pembahasan yang sama yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu, penelitian ini disertai analisis tambahan yang dapat memberikan informasi lebih bagi pembaca. Kelebihan lainnya adalah bahwa dengan adanya penelitian ini, dapat meningkatkan kesadaran pembaca, khususnya siswi, orang tua, dan pihak sekolah akan pentingnya

menumbuhkan kesadaran mengenai bullying karena dampak dari bullying sangat merugikan baik bagi pelaku, korban, maupun bystander.

111

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri dengan bullying pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Semakin tinggi secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri, maka akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa.

2. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara secure attachment dengan orang tua dengan bullying pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Semakin tinggi secure attachment dengan orang tua akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah secure attachment dengan orang tua maka akan semakin tinggi bullying yang dilakukan siswa.

3. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan bullying pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Semakin tinggi kontrol diri siswa akan semakin rendah bullying yang dilakukan siswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kontrol diri yang dimiliki siswa maka akan semakin tinggi bullying yang

dilakukan.

4. Presentase sumbangan pengaruh yang diberikan secure attachment dengan orang tua dan kontrol diri adalah sebesar 18,4%, sedangkan sisanya yaitu 81,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Hasil sumbangan efektif secure attachment dengan orang tua terhadap bullying sebesar 5,4% dan sumbangan efektif kontrol diri sebesar 13%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan bebrapa saran, yaitu: 1. Untuk siswa

Diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan kontrol dirinya, sehingga dapat mengelola perilakunya terutama ketika memiliki dorongan-dorongan untuk berperilaku negatif yang berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan menambah pengetahuan dan pelatihan mengenai bagaimana cara mengontrol diri dengan baik sangat dibutuhkan agar dapat meningkatkan kontrol diri siswa. Selain itu, pengetahuan dan kesadaran siswa mengenai dampak negatif dari bullying juga sangat penting agar siswa memahami bahwa perilaku bullying merupakan salah satu tindakan yang harus dihentikan dan memberikan dampak yang negatif bagi semua pihak, mulai dari pelaku, korban, dan bystander.

2. Untuk Orang Tua

Keluarga, khususnya orang tua merupakan lingkungan yang paling dekat dengan siswa. Orang tua diharapkan dapat menumbuhkan secure attachment yang baik dengan anak. Disarankan agar orang tua dapat hadir baik secara fisik dan psikologis untuk anaknya, memberikan perhatian, dan pengaruh yang baik agar tercipta lingkungan keluarga yang sehat, harmonis, serta memenuhi kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan dasar remaja. Orang tua juga dapat membantu anak untuk memiliki kontrol diri dengan metode pengasuhan yang baik dimulai sejak anak kecil.

3. Untuk Sekolah

Diharapkan guru dapat membimbing siswanya untuk dapat meningkatkan kontrol diri yang dimiliki, seperti dengan memberikan tugas atau aktifitas yang positif serta pelatihan. Seperti melalui pelatihan pengembangan pribadi siswa dengan menanamkan nilai pada siswa untuk dapat menunda kepuasan sesaat yang dapat merugikan, manajemen diri, maupun pelatihan dengan pendekatan religiusitas. Pemanfaatan jam bimbingan konseling juga dapat dilakukan untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan dalam rangka pencegahan terjadinya bullying secara intensif.

4. Untuk penelitian selanjutnya

penelitian selanjutnya baik dalam lingkup pemberian perlakuan terhadap kejadian bullying dilingkungan remaja maupun penelitian korelasional dengan variabel-variabel lain yang berkaitan. Peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema bullying dapat mengembangkan variabel psikologis lain di luar variabel yang telah digunakan dalam penelitian ini, seperti faktor lingkungan sekolah maupun faktor pertemanan (seperti secure attachment dengan teman), serta mengambil populasi yang lebih besar sehingga generalisai penelitian akan menjadi lebih luas. Lebih lanjut, dapat dilakukan penelitian dari pihak korban maupun bystander untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai fenomena bullying yang terjadi.

115

Allen, J. P., & Miga, E. M. (2010). Attachment in adolescence: A move to the level of emotion regulation. Journal of Social and Personal Relationships, 27, 181–190. Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

Armsden, G. C., & Greenberg, M. T. (1987). The inventory of parent and peer attachment: Individual differences and their relationship to psychological well-being in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 16, 427-454.

Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar. . (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

. (2014). Reliabilitas & Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Beane, A. L. (2008). Protect Your Child from Bullying (Expert Advice to Help You Recognize, Prevent, and Stop Bullying Before Your Child Gets Hurt). USA: Josse- Bass.

Bahari, B. P. (2015). Aktualisasi Diri Ditinjau Dari Efikasi Diri Dan Secure Attachment Dengan Orang Tua Pada Remaja Akhir Di Lembaga Bimbingan Belajar Kota Madiun. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Berk, L. E. (2012). Development Through The Lifespan (Edisi Kelima): Dari Prenatal

Sampai Masa Remaja, Transisi Menjelang Dewasa (Volume 1). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bloodworth, J. E. (2015). Attachment style and its influence on aggression. Journal of Undergraduate Research, 24.

Bowlby, J. (1988). A secure base: Parent-child attachment and healthy human development. New York: Basic Books.

Carney, J. V., Hazler, R. J., Oh, I., Hibel, L. C., & Granger, D. A. (2010). Relations between bullying exposures in middle childhood, anxiety, and adrenocortical activity. Journal of School Violence, 9 , 194–211.

Chaplin, J. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Jakarta.

Chui, W. H., & Chan, H. C. (2013). Association between self-control and school bullying behaviors among Macanese adolescents. Child Abuse & Neglect, 37, 237-242. Coloroso, B. (2007). Stop Bullying. Jakarta : Serambi Ilmu Pustaka.

JAMA Psychiatry, 70, 419–426.

Cowie, H & Jennifer, D. (2008). New Perspective On Bullying. New York: Mc Graw Hill. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. (2008). Kamus Bahasa Indonesia.

Jakarta.

Eliot, M., & Cornell, D. G. (2009). Bullying in middle school as a function of insecure attachment and aggressive attitudes. School Psychology International, 30(2), 201- 214.

Fahmi, A. (2014). Siswa SMA 3 Jakarta Tewas Di-bully. Retrived from http://news.metrotvnews.com/read/2014/06/20/255500/siswa-sma-3-jakarta-tewas- di-bully.

Farhan, Q. M. (2013). Analisis Regresi Terapan : Teori, Contoh Kasus, dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Flaherty S. C., & Sadler L. S. (2010). A Review Of Attachment Theory In The Context Of Adolescent Parenting. Journal Pediatr Health Care, 25(2), 114–121.

Flattau, P., Nicolas, G., Black, M., Chitayat, D., Geisinger, K., Heppner, P., Johnson, L., Kaslow, F., & Stout, C. (2011). Apa award for distinguished contributions to the international advancement of psychology. American Psychological Association, 66(8), 814–816.

Limber. S. (2002). Addressing Youth Bullying Behaviors. In M. Fleming & K. Towey (Eds.), Educational Forum on Adolescent Health: Youth Bullying. (pp. 5-16). Chicago: American Medical Association.

Ghufron, M. N., & Risnawati, S. R. (2010). Teori-teori Psikologi. Jogyakarta: Ar Ruzz Media.

Gibson, C. L. (2010). Encyclopedia of Criminological Theory : Gottfredson, Michael R.,

Dalam dokumen SKRIPSI DIAH WAHYUNINGSIH G0112032 (Halaman 116-140)

Dokumen terkait