• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis Abses Leher Dalam .1Abses peritonsil .1Abses peritonsil

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Jenis-jenis Abses Leher Dalam .1Abses peritonsil .1Abses peritonsil

Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya merupakan lanjutan dari infeksi tonsil. Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri tenggorok, nyeri menelan, hipersalivasi, nyeri telinga dan suara bergumam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan arkus faring tidak simetris, pembengkakan di daerah peritonsil, uvula terdorong ke sisi yang sehat, dan trismus. Tonsil hiperemis, dan kadang terdapat detritus. Abses ini dapat meluas ke daerah parafaring.Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pungsi aspirasi dari tempat yang paling fluktuatif (Murray A.D, 2010; Gadre A.K, Gadre K.C, 2006; Ballenger JJ, 1991).

Etiologi

Abses peritonsil ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilits, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob (Fachruddin D, 2007).

Gejala dan Tanda

Selain gejala dan tanda tonilitis akut, terdapat juga odinofagia(nyeri menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga (otalgia),mungkin terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau(foetor exore), hipersalivasi, suara gumam(hot potato voice) dan

sukar membuka mulut(trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan (Fachruddin D, 2007)..

Diagnosis

Palatunm mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemia, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah (Fachruddin D, 2007).

2.5.2 Abses retrofaring

Abses retrofaring merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada anak dan merupakan abses leher dalam yang terbanyak pada anak (Al Sahab B.MD, 2004). Pada anak biasanya abses terjadi mengikuti infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada kelenjar getah bening yang terdapat pada daerah retrofaring. Kelenjar getah bening ini biasanya mengalami atropi pada usia 3-4 tahun.Pada orang dewasa abses retrofaring sering terjadi akibat adanya trauma tumpul pada mukosa faring, perluasan abses dari struktur yang berdekatan (Rao SVSM et al., 2007; Al Sahab MD, 2004; Fachruddin D, 2007).

Etiologi

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang retrofaring ialah

1) Infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring

2) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakeal dan endoskopi

3) Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin) (Fachruddin D, 2007)

Gejala dan tanda

Gejala utama abses retrofaring adalah nyeri dan sukar menelan. Selain itu, juga terdapat demam, leher kaku, dan dapat pula timbul sesak

peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan ini dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara. Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis (Fachruddin D, 2007).

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma,gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa (Fachruddin D, 2007).

2.5.3 Abses Parafaring

Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari abses leher dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring maupun mastikator. Gejala abses parafaring berupa demam, trismus, nyeri tenggorok, odinofagi dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah parafaring, pendorongan dinding lateral faring ke medial, dan angulus mandibula tidak teraba. Pada abses parafaring yang mengenai daerah prestiloid akan memberikan gejala trismus yang lebih jelas (Abshirini H et al., 2010; Mckellop JA, 2010).

Etiologi

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara :

1) Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (M.konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris.

2) Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal dan mastoid. Vertebra servikal juga dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses.

3) Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula (Fachruddin D, 2007).

Gejala dan tanda

Gejala klinis utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitsr angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial (Fachruddin D, 2007). Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinis. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT scan (Fachruddin D, 2007).

2.5.4 Abses Submandibula

Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di rongga mulut, air liur banyak, Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang, angulus mandibula dapat diraba. Pada aspirasi didapatkan pus. Ludwig’s angina merupakan sellulitis di daerah sub mandibula dengan tidak ada fokal abses. Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak, trismus, nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang (Murray A.D, 2011; Mckellop JA, 2010). Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain.Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob (Fachruddin D, 2007).

Gejala dan tanda

Pada Abses submandibula terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau dibawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan (Fachruddin D, 2007)

2.5.4 Angina ludovici

Angina ludovici adalah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula. Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut yang disebabkan oleh kuman aerob dan anaerob.Terdapat nyeri tenggorokan dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibula yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak nafas karena sumbatan jalan nafas.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi, gejala dan tanda klinik. Pada “Pseudo Angina Ludovici” , dapat terjadi fluktuasi (Fachruddin D, 2007).

Dokumen terkait