• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Leher

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula (Gadre AK, Gadre KC, 2006).

Ruang leher dalam dapat dikelompokan menurut modifikasi dari Hollingshead berdasarkan penampang panjang leher yaitu ruang retrofaring, danger space, ruang prevertebral dan ruang viseral vaskular. Berdasarkan lokasinya di atas atau di bawah tulang hyoid. Ruangan yang berada di atas tulang Hyoid, dibagi menjadi ruang submandibula, ruang parotis, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang parafaring dan ruang temporal. Sedangkan yang terdapat di bawah os hyoid terdiri dari ruang pretrakea dan ruang suprasternal (Quinn FB, Buyten J, 2005).

Gambar 2.1 Potongan aksial leher setinggi orofaring (Gadre AK, Gadre KC, 2006)

Gambar 2.2 Potongan obliq leher (Gadre AK, Gadre KC, 2006)

Fasia superfisial terletak dibawah dermis. Ini termasuk sistem muskuloapenouretik,yang meluas mulai dari epikranium sampai ke aksila dan dada, dan tidak termasuk bagiandari daerah leher dalam. Fasia profunda mengelilingi daerah leher dalam terdiri dari 3 lapisan (Gadre AK, Gadre KC, 2006; Abshirini H, 2010), yaitu

1. lapisan superfisial 2. lapisan tengah 3. lapisan dalam 2.1.1 Ruang potensial leher dalam

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerahsepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid .

A. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari: 1) ruang retrofaring

2) ruang bahaya (danger space) 3) ruang prevertebra.

B. Ruang suprahioid terdiri dari: 1) ruang submandibula 2) ruang parafaring 3) ruang parotis 4) ruang mastikor 5) ruang peritonsil 6) ruang temporalis

C. Ruang infrahioid : ruang pretrekeal (Gadre AK, Gadre KC, 2006;Murray A.D, Marcincuk M.C, 2010).

Gambar 2.3 Potongan Sagital Leher (Gadre AK, Gadre KC, 2006). 2.2 Definisi Abses Leher Dalam

Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavum jaringan karena terjadinya proses infeksi ,paling sering bakteri dan parasit. Selain itu , dapat juga disebabkan oleh

merupakan mekanisme pertahanan jaringan dalam upaya mencegah penyebaran atau perluasan daerah infeksi ke bagian lain dari tubuh (DORLAND).

Abses leher dalam merupakan akumulasi nanah (pus) di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorokan,sinus paranasal, telinga dan leher (Ballenger JJ, 1991; Abshirini H, 2010).

2.3 Epidemiologi

Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama 1 tahun terakhir (Oktober 2009 sampai September 2010) didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses submandibula 9 (26%) kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses retrofaring 4 (12%) kasus, abses mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus.

Murray et al (2011) di Inggris memperoleh 117 anak-anak yang mendapat terapi abses leher dalam pada rentang waktu 6 tahun. Abses peritonsil 49%, abses retrofaring 22%, abses submandibula 14%, abses bukkal 11%, abses parafaring 2%, lainnya 2%.

Sakaguchi et al (1997), melaporkan pada 91 kasus infeksi leher dalam dari tahun 1985 sampai 1994. Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan perempuan 22%. Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafaring 8 kasus, submandibula, sublingual dan submaksila masing-masing 7 kasus dan retrofaring 1 kasus.

Huang et al(2004) di departemen otolaringologi di National Taiwan University Hospital,dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Lokasi abses lebih dari satu ruang potensial 29%. Abses submandibula 35%, parafaring 20%, mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra hyoid 26%, retrofaring 13%, ruang karotis 11%.

Menurut Suebara A.B et al (2008) di Brazil, pada 80 penderita abses leher dalam yang ditatalaksana di unit gawat darurat dari tahun 1997 sampai 2003, didapatkan penderita abses leher dalam pria lebih banyak dari pada wanita dengan rincian 55 pria dan 25 wanita.Selain itu, letak abses leher dalam terbanyak di submandibula sebanyak 36 orang, parafaring dan submandibula 13 orang, hanya parafaring sebanyak 15 orang, bagian posterior leher sebanyak 5 orang. Sedangkan pada parafaring, mediastinal dan ruang pleural sebanyak 5 orang, retrofaring sebanyak 1 orang, retrofaring dan mediastinal sebanyak 1 orang, parafaring dan mediastinal sebanyak 1 orang, dan daerah mastoid dan submandibula sebanyak 1 orang .

2.4 Patogenesis

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik secara perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob (Chuang YC, Wang HW, 2008; Yang S.W et al., 2008)

Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak dibanding dengan kuman aerob dan fakultatif, dengan perbandingan mulai 10:1 sampai 10000:1. Bakteriologi dari daerah gigi, oro-fasial, dan abses leher, kuman yang paling dominan adalah kuman anaerob yaitu, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus spp. Bakteri aerob dan fakultatif adalah Streptococcus pyogenic dan Stapylococcus

infeksi tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila (Yang S.W, 2008, Rosen EJ, 2002).

Odontogenik merupakan penyebab abses leher dalam tersering (27,5%), diikuti oleh penyakit tonsilar (22,5%), infeksi kulit (8,75%) dan infeksi parotid (6,25%). Penyebab yang tidak jelas sebanyak 25 % pada 20 pasien. Penyebab lainnya (10%) adalah tuberkulosis ganglionar dengan abses sebanyak 3 orang, trauma lokal sebanyak 2 0rang, otitis media sebanyak 1 orang, infeksi kista thyroglossal sebanyak 1 orang {Suebara A.B et al., 2008). (Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Penyebab abses leher dalam (Suebara A.B et al., 2008).

Penyebab Jumlah % Odontogenic Tonsillar Skin infection Parotid Ganglionar TB Trauma Otitis media Infected thyroglossal Unknown 22 18 7 5 3 2 1 1 20 27,5 22,5 8,7 6,2 3,7 2,5 1,2 1,2 25

Pola kuman penyebab abses leher dalam berbeda sesuai dengan sumber infeksinya. Infeksi yang berasal dari orofaring lebih banyak disebabkan

stafilokokus. Infeksi yang berasal dari gigi biasanya lebih dominan kuman anaerob seperti, Prevotella, Fusobacterium sppPenyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu hematogen, limfogen, dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya(Brook I, 2002; Parchiscar A, 2001).

2.5 Jenis-jenis Abses Leher Dalam

Dokumen terkait