• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori .1 Campur Kode .1 Campur Kode

2.2.3 Jenis - Jenis Campur Kode

Menurut Suwito (1983 : 78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam :

10 1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata

Kata dalam tataran morfologi adalah satuan gramatikal yang bebas dan terkecil.

Dalam tataran sintaksis kata dibagi dua yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh (fullword) adalah kata yang termasuk kategori nomina, verba, ajektiva, adverbial, dan numeralia. Sebagai kata penuh memiliki makna leksikal masing- masing dan mengalami proses morfologi.

Al- Ghulayaini (1992 : 29) menyatakan bahwa :

فشع ٚ ًؼف ٚ ُعا : َاغلا ترلار ٟ٘ ٚ دشفِ ٕٝؼِ ٍٝػ يذ٠ عفٌ : تٍّىٌا /ˋal-kalimatu : lafẓun yadullu ‘alā ma’nā mufradin wa hiyā ṡalāṡatu ˋaqsāmin ism wa fi’lun wa harfun.

Kata adalah lafal yang menunjukkan kepada suatu makna yang tersendiri, dan kata itu sendiri terdiri dari tiga macam, yaitu ism, fiil dan harf.

Kata adalah lafal yang menunjukkan kepada suatu makna yang tersendiri. Al-Ghulayaini (1992 : 15).

Contoh Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata : A : Anti sudah makan?

B : Alhamdulillah sudah A : Kapan?

B : Qabla masuk ke kelas tadi.

Peristiwa di atas adalah peristiwa campur kode berwujud kata, yaitu terdapatnya unsur bahasa Arab qobla ke dalam tuturan bahasa Indonesia yang bermakna sebelum.

Selanjutnya Al-Ghulayain(1992-15) menjelaskan kategori kata dalam bahasa Arab terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Ism (nomina)

Menurut Ghulayaini (1992 : 29)

ْاِضب ْشخمِ ش١غ ٗغفٔ ٟف ٕٝؼِ ٍٝػ يداِ : ُعلإا /ˋal-ˋismu : mā dalla ‘alā ma’na fῑ nafsihi ghairi muqtarinin bizamānin/ “

Ism adalah sesuatu yang menunjukkan arti pada dirinya, tanpa disertai oleh waktu”.

Menurut Ni‟mah (Tanpa Tahun : 17) definisi ism yaitu :

ٚا ْاٛ١ع ٚأ ْاغٔإ ٍٝػ يذح تٍّو ٛ٘ ُعلإا ِٓ دشضِ ٕٝؼِ ٚا تفط ٚا ْاِص ٚا ْاىِ ٚاداّص ٚا ثابٔ

ْاِضٌا /al-ismu huwa kalimatin tadullu ‘alā insānin aw hayawānin aw nabātin jamādin aw makānin aw zamānin aw ṣifatin aw ma’nā mujarradin min az-zamani/ “

Isim merupakan sebuah kata yang menunjukan manusia, hewan, tumbuh tumbuhan, benda padat, tempat, waktu, sifat atau makna mujarrad dari waktu”.

Ditinjau dari jenisnya maka ism dibagi ke dalam dua bagian yaitu ism muzakkar dan ism muannas, sebagaimana yang dikatakan Gulayaini (2010:109)

: شوزٌّ اف ﺏاخو ٚ شّل ٚ ْاظع ٚ ًصشو )ز٘( هٌٛمب ٗ١ٌإ ش١شح ْأ ظظ٠ اِ

/fāl muzakkaru : mā yaṣiḥu ān tusyira ilaihi biqawlika (haẔā) karajulin wa ḥiṣānin wa qamarin wa kitābin/

Ism muzakkar adalah ism yang dapat ditunjuki dengan lafal isyarah /haẔa/ seperti /rajulun/ orang laki-laki, /ḥiṣānun/ kuda, /qamarun/ rembulan dan /kitābun/ buku kitab.

ساد ٚ ظّش ٚ تلأ ٚ ةأشِا : )ٖز٘( : هٌٛمب ٗ١ٌإ ش١شح ْأ ظظ٠ اِ : ذٔؤٌّاٚ

/wāl mu’annaṣ : mā yuṣiḥu an tasyīra ilaīhi bi qaulika (haẔihi) imraatun wa nāqatun wa syamsun wa dārun/

Ism muannas adalah ism yang dapat ditunjuki dengan lafal isyarah /haẔihi/

seperti \nāɋatun\ unta \imraatun\ „orang perempuan‟, \syamsun\ „matahari‟, \dārun\

‘kampung rumah‟.

12 2. Fi’lun (verba)

صاخ ْاِص ٝف ئش دٚذع ٍٝػ يذح تٍّو ًو ٛ٘ ًؼفٌا

/Al-fi’lu huwa kullu kalimatin tadullu ‘ala hudutsi syai’in fi zamanin khassin/

‘Fi’l adalah semua kata-kata yang menunjukkan akan kejadian sesuatu pada waktu tertentu.

3. Harfun

ا٘ ش١غ غِ لاإ ٕٝؼِ اٌٙ ظ١ٌ تٍّو ًو ٛ٘ فشغٌا

/al-harfu huwa kullu kalimatun laisa lahā ma’na illā ma’a ghairihā/

‘Harf adalah semua kata-kata yang tidak memiliki makna sempurna kecuali digabungkan dengan kata lain.

2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dan tidak memiliki unsur predikat. Pembentukan frasa itu harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat. Contoh belum makan dan tanah tinggi adalah frase, sedangkan tata boga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem terikat. Al- Khuli (1982:

215).

Al- Khuli (1982: 147) mengatakan bahwa frasa adalah

ساضٌا ٚأ ت١بشؼٌا ٝف ٗ١ٌإ فاضِٚ فاضٌّاٚ فشظٌا ًزِ ٖشبخٚ أذخبِ ْٚد ٚأ ٍٗؼفٚ ًؼف ْٚد ثاٍّو تػّٛضِ

سٚشضٌّاٚ

/majmȗ’atu kalimātin duna fi’li wa fi’lihi au duna mubtada’in wa khabarihi, mislu az-zharfu wa al-mudāfu wa mudāfu ilaihi fi al-arabiyati au al-jāri wa al-majrūri/

„kelompok kata tanpa fi’il dan fa’il atau tanpa mubtada’ dan khabar seperti zharaf dan mudhaf ilaihi dan jar majrur’

Contoh Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa : A : Anti mau kemana?

B : Ilā al-maskani

Peristiwa di atas adalah peristiwa campur kode berwujud frasa, masuknya unsur bahasa Arab‗ ilā al-maskani ke dalam tuturan bahasa Indonesia yang bermakna ke asrama.

3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster (Pembentukan Asli dan Asing)

Baster merupakan hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda, membentuk satu makna. Istilah bentuk baster mengacu pada bentuk campuran antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia yang merupakan bahasa inti.

Contoh penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster :

Banyak klap malam yang harus ditutup. Hendaknya melakukan hutanisasi kembali.

Kata klap dan hutanisasi pada teks di atas menunjukan penyisipan unsur berwujud baster.

4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata

Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. Misalnya, sepeda-sepeda diulang seluruhnya tanpa variasi fonem dan tanpa kombinasi afiks. Memukul-mukul diulang sebagian, gerak-gerik diulang seluruhnya, dengan variasi fonem, buah-buahan diulang seluruhnya dengan kombinasi afiks.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada fenomena campur kode adalah seorang penutur pada dasarnya menggunakan sebuah varian suatu bahasa.

Pada penggunaan itu, menggunakan serpihan-serpihan kode dari bahasa yang lain.

Serpihan-serpihan unsur bahasa tersebut dapat berupa kata sampai klausa, dapat juga berupa kata ulang, idiom maupun baster. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata. Suwito (1983 : 78-80).

14

Contoh penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata :

A : Ukhty bolehkah ajarkan saya pelajaran sharaf dengan mahlan-mahlan?

B : Boleh ukhty

Peristiwa di atas adalah peristiwa campur kode berwujud pengulangan kata, masuknya unsur bahasa Arab mahlan-mahlan ke dalam tuturan bahasa Indonesia yang bermakna pelan - pelan.

5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud idiom

Idiom adalah bahasa yang telah teradatkan, artinya, bahasa yang sudah biasa dipakai seperti itu dalam suatu bahasa oleh para pemakainya. Hubungan makna idiom itu bukanlah makna sebenarnya kata itu. Idiom tidak dapat diartikan secara harfiah ke dalam bahasa lain. Idiom dewasa ini dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah ungkapan.

Unsur suatu idiom membentuk kesatuan yang padu. Idiom harus muncul seperti itu, tidak boleh dikurang-kurangi karena seperti dikatakan tadi sudah merupakan bahasa teradatkan.

Al-Khuli (1982: 125) memberikan defenisi ungkapan sebagai berikut:

تغٌٍا ٖزخخح ٞزٌا ٟباخىٌا ٚأ ثٛظٌا ًىشٌا : ش١بؼخٌا /At-ta’bīru : al-syaklu al-ṣauti aw al-kitābī al-lażī tattakhiżu al-lugati/

„Ungkapan adalah bentuk suara atau tulisan yang dijadikan sebagai suatu bahasa.‟

Contoh Penyisipan unsur-unsur yang berwujud idiom : A : Apa pendapatmu tentang waktu?

B : Al-waqtu ka al-saifi

Peristiwa di atas adalah peristiwa campur kode berwujud idiom, masuknya unsur bahasa Arab al-waqtu ka al-saifi ke dalam tuturan bahasa Indonesia yang bermakna waktu itu seperti pedang.

6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berbentuk rangkaian kata-kata yang berkontruksi predikatif. Di dalam klausa ada kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam kontruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib, sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib.

Menurut Kridalaksana (2008 :124) klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subyek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.

Klausa menurut Gulayaini (1992 : 691)

أذخبِ ٍٗطااِّ ٚأ،شبخٌا ٚ أذخبٌّا ِٓ تفٌؤِ جٔاو اِ : ت١ّعلاا تٍّضٌا /Al-jumlatul ismiyatun : mā kānat mu’alafatu minal mubtada’i wal khabari aw mimma aṣluhu mubtada’/

“Al-jumlatu ismiyatun ialah kalimat yang tersusun dari mubtada dan khobar.

Contoh penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa : A : Apakah kamu melihat Zainab?

B : żahabat ilā al-maskan tadi

Peristiwa di atas adalah peristiwa campur kode berwujud klausa, masuknya unsur bahasa Arab żahabat ilā al-maskan ke dalam tuturan bahasa Indonesia yang bermakna dia sudah pergi ke asrama.

16 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait