• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III JENIS-JENIS DAN FUNGSI KIMONO DALAM MASYARAKAT

3.1.1. Kimono Wanita

Untuk memilih kimono yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang simbolisme dan isyarat yang terkandung pada setiap jenis kimono. Tingkatan formalitas pada kimono wanita sedikit banyak ditentukan oleh pola tenunan dan warna, mulai dari kimono yang paling formal hingga kimono yang digunakan untuk bersantai. Berdasarkan berbagai macam kimono yang dipakai, biasanya

kimono dapat menunjukkan usia pemakai, status perkawinan, dan berbagai acara yang dihadiri.

a. Houmongi(訪問着)

Secara harafiah houmongi artinya baju untuk berkunjung. Houmongi

adalah kimono wanita yang bersifat formal. Baik untuk yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Namun biasanya houmongi dikenakan oleh wanita yang sudah menikah untuk menghadiri resepsi pernikahan, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan untuk pesta-pesta resmi lainnya. Kebanyakan

houmongi juga dikenakan oleh teman dari pengantin wanita kecuali saudara-saudara si pengantin yang menghadiri acara tersebut.

Houmongi mempunyai ciri khas dengan motif diseluruh bagian kain, baik itu di bagian depan maupun di bagian belakang. Houmongi memiliki kelas yang sedikit lebih tinggi diatas kimono sejenisnya, tsukesage.

b. Tsukesage (付け下げ)

Tsukesage adalah kimono yang bersifat semi-formal dimana pada desain

tsukesage mempunyai bagian lapisan yang terputus-putus. Arti dari tsukesage

sendiri merujuk pada sebuah metode tentang bagaimana membuat pola pada pakaian tradisional Jepang yang mana pola paling banyak terdapat pada bagian tertinggi di pundak. Sering kali, tidak ada perbedaan antara tsukesage dan

houmongi yang dibuat di Jepang.

Latar belakang kain untuk membuat tsukesage dapat berbagai macam warna termasuk hitam dan putih. Kamon atau simbol keluarga yang terdapat pada

c. Iromuji (色無地)

Iromuji adalah salah satu dari jenis-jenis kimono. Dimana bahan kimono

tersebut didominasi oleh satu warna selain dari warna hitam. Iromuji disarankan sebagai kimono permulaan karena penggunaan iromuji sangat fleksibel; tergantung pada penggunaan obi dan aksesoris lain yang dikenakan,yang membuat kimono ini dapat menjadi formal atau tidak formal.

Kimono iromuji mempunyai warna yang menyatu dengan pola yang tidak begitu jelas. Pakaian tersebut terdapat pada hampir setiap warna, tetapi warna yang paling banyak adalah warna-warna yang lembut, warna yang mempunyai kemurnian rendah. Warna pada bahan iromuji terbuat dari warna biru muda, kuning, pink atau warna yang lainnya. Namun warna paling populer pada iromuji

adalah warna merah muda. Iromuji biasa mempunyai mulai dari 0, 3 hingga 5 simbol.

Sebenarnya iromuji adalah jenis kimono semi-formal yang bisa dijadikan kimono formal jika pada iromuji terdapat lambang atau simbol keluarga yang biasa disebut kamon. Iromuji dapat digunakan pada pesta pernikahan jika kamon

pada kimono tersebut terdapat lima buah lambang. Namun jika hanya satu, pakaian ini dapat digunakan pada saat acara minum teh.

d. Komon (小紋)

Arti harafiah dari komon adalah “cetakan kecil”. Pengertian ini mengacu pada berbagai kimono dengan meliputi cetakan seluruh permukaan dari kimono

dengan tidak adanya arah atau susunan tertentu pada kimono ini. Desain sesungguhnya dapat seperti beberapa dari pola atau tenunan.

Komon sendiri memiliki pola yang diulang-ulang pada keseluruhan kainnya. Pada komon anak muda, terdapat pola-pola yang besar. Kimono ini sendiri terbuat dari bahan wol, sutera, sintetis, rami dan kain katun halus.

Selama zaman kebesaran Taisho, banyak sekali kerancuan dan berbagai macam desain formal dan sesekali sebuah potongan yang aneh yang sepertinya menjadi selisih antara komon dan houmongi atau irotomesode. Selama zaman ini, ada banyak perubahan untuk kimono formal dengan corak garis-garis yang vertikal.

Pada zaman standar modern, corak garis-garis umumnya digolongkan sebagai kimono yang tidak formal dan biasanya hanya terlihat pada komon, dimana potongan-potongan yang antik seharusnya tidak digolongkan menjadi

komon dan tingkatan formalitasnya harus dipertimbangkan sejalan sebagaimana

houmongi atau irotomesode, dengan banyaknya kamon yang terdapat pada komon

yang diutamakan dan diperhitungkan.

Meskipun komon adalah kimono yang kasual, komon dianggap satu dari

kimono yang sangat fleksibel potongannya pada sebuah kumpulan kimono. Model kain, bentuk motif dan ukuran, serta variasi dari komon, dapat dikenakan dengan aksesoris yang tepat untuk meningkatkan formalitas.

e. Kurotomesode (黒留袖)

Kurotomesode atau disebut juga itstutsu montsuki susomoyo tomesode

yang artinya lima lambang dengan pola di bagian bawah yang berlengan pendek.

dari mulai setengah bagian bawah tubuh. Namun pada bagian atas tubuh dan lengan, tidak terdapat pola apapun. Kurotomesode modern dapat dikenakan dengan hiyoku atau lapisan dalam kimono yang sangat formal. Sedangkan

kurotomesode jenis lama dapat dikenakan dengan lapisan kasane putih yang asli atau yang mempunyai pola yang sama dengan pola pada kurotomesode. Kasane

adalah kombinasi warna untuk menghias pakaian wanita. Pemilihan warna untuk

kasane tergantung musim, suasana pada waktu, dan umur wanita itu sendiri. Meskipun kurotomesode yang lama masih sering kali digunakan dengan berbagai macam motif dari semua musim, pada keadaan sekarang, jenis ini biasanya digunakan untuk pesta pernikahan dan pesta perayaan yang menyenangkan.

Sebagai kimono yang paling formal, kurotomesode dipakai oleh wanita yang sudah menikah. Tapi, pada acara tertentu di istana kekaisaran, wanita dilarang menggunakan kurotomesode dikarenakan menggunakan warna hitam adalah warna yang dipercaya dapat membawa sial. Karena kuatnya formalitas pada pada kurotomesode, pada zaman modern, kimono ini dikenakan pada pernikahan oleh ibu dari pengantin pria dan wanita.

Sebagai mode di Jepang, perubahan pada kimono menjadi kombinasi dari modern dan tradisional, adalah umum melihat kurotomesode dibuat menjadi sebuah gaun. Pada kurotomesode juga terdapat lambang keluarga yang terletak pada tiga sisi yaitu pada punggung, dada bagian atas kanan dan kiri, dan bagian belakang lengan.

f. Irotomesode (色留袖)

Irotomesode adalah kimono yang biasa dipakai oleh wanita baik yang sudah menikah maupun belum. Irotomesode mempunyai tingkat formal yang sama dengan kurotomesode. Irotomesode juga dipakai oleh saudara dekat dari pengantin pria dan wanita pada pesta pernikahan dan digunakan pada acara istana kekaisaran yang tidak memperbolehkan mengenakan kurotomesode.

Secara keseluruhan, irotomesode hanya memiliki satu warna dasar dan mempunyai hingga lima lambang keluarga. Pada irotomesode bagian atas tubuh dan lengan tidak terdapat pola apapun. Dan irotomesode jenis lama dapat dikenakan bersama kasane dengan bentuk yang menyerupai pola irotomesode.

g. Furisode (振袖)

Furisode adalah kimono yang dikenakan oleh perempuan yang belum menikah. Dengan “lengan yang berkibar”, furisode mempunyai panjang lengan yang bervariasi mulai dari 105 cm (lengan panjang, disebut oofurisode), 90 cm (lengan dengan panjang sedang, chuufurisode) dan 75 cm (lengan pendek,

kofurisode). Furisode dengan lengan pendek tidak terlalu formal dan biasanya dikenakan dengan hakama.

Furisode hanya dikenakan pada perempuan yang belum menikah atau para anak gadis. Mempunyai lengan yang panjang dan ‘berkibar”. Furisode

mempunyai desain terbaru yang cocok digunakan untuk anak muda dan mempunyai warna lebih hidup.

bersamaan dengan hakama untuk acara kelulusan, walaupun oofurisode juga dapat dijadikan pilihan. Sebuah oofurisode tanpa lambang keluarga tapi dengan desain yang jahitannya berseberangan dapat dikenakan menjadi kimono yang formal untuk perayaan menuju kedewasaan atau biasa disebut Coming of Age ceremony. Penambahan pada lambang keluarga dapat membuatnya menjadi lebih formal.

h. Tsumugi (紬)

Jenis kimono yang lain adalah tsumugi. Tsumugi adalah kain sutera tenun dari benang yang tersisa pada kepompong ulat sutera setelah dipisahkan secara penuh. Dengan putaran helaian yang bersamaan, peternak ulat sutera membuat kain untuk mereka gunakan sendiri. Pada masa sekarang, tsumugi mempunyai harga yang cukup tinggi dan paling mahal diantara kain kimono lainnya meskipun dari asal yang sederhana.

Tsumugi awalnya dipintal, ditenun dan dijahit menjadi sebuah kimono oleh satu orang untuk digunakan sebagai keperluan rumah tangga. Benang rusak yang tertinggal di dalam kepompong ulat sutera kemudian dikumpulkan oleh para petani. Kepompong dan benang sutera dipisahkan dengan menggunakan air hangat yang dibubuhi oleh sodium bicarbonate atau baking soda dan sulfurous acid atau bahan pemutih ringan. Setelah dibilas, kemudian kain tersebut dikeringkan dibawah sinar matahari langsung. Setelah kering, benang sutera ditempatkan pada bak yang berisi biji wijen dan air. Minyak yang dihasilkan dari biji wijen tersebut memudahkan untuk menarik benang yang akan diputar secara tersendiri.

Banyak sekali jenis kimono ini menurut daerah tempat dibuatnya tsumugi. Walaupun begitu, tsumugi dapat dengan cepat dikenali pada ciri-ciri slub (garis kasar pada hasil tenunan) dan kainnya yang berkilau. Awalnya kain tsumugi

sangat kaku, dikarenakan adanya zat tepung selama kain tsumugi itu diputar. Namun setelah berkali-kali digunakan, kain tsumugi menjadi lebih lembut. Kain

tsumugi yang sudah berumur sangat lama tekstur kainnya sangat lembut seperti kain sutera yang ditenun dari benang yang terurai.

Dokumen terkait