• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS-JENIS JASAD RENIK PATOGENIK

Dalam dokumen buku diktat DIHT (Halaman 49-54)

PENGENDALIAN HAYAT

JENIS-JENIS JASAD RENIK PATOGENIK

Serangga seperti juga binatang lainnya dalam hidupnya diserang oleh banyak patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, rikettsia dan nematoda. Beberapa penyakit dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi serangga, tetapi ada banyak penyakit yang pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi serangga. Serangga yang terkena penyakit menjadi terhambat pertumbuhan dan pembiakannya. Pada keadaan serangan penyakit yang parah serangga terserang akhirnya mati. Saat ini dikenal lebih dari 2000 jenis patogen yang menginfeksi serangga dan jumlah itu mungkin baru sebagian kecil dari jenis patogen serangga di muka bumi.

Oleh karena kemampuannya membunuh serangga hama sejak lama patogen digunakan sebagai agens pengendalian hayati (biological control agents). Penggunaan patogen untuk pengendalian hama tercatat pada abad ke-18 yaitu pengendalian hama kumbang moncong pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis jamur. Berikut secara singkat diuraikan beberapa kelompok jasad renik yang saat ini sudah banyak dan sering digunakan sebagai agens pengendalian hayati.

1. Virus

Sampai saat ini kurang lebih 1500 virus telah berhasil diisolasi dan diidentifikasikan dari serangga dan binatang artropoda lainnya. Virus-virus artropoda sebagian besar masuk dalam genera Nucleopolyhedrovirus, Granulovirus, Iridovirus, Entomopoxvirus, Cypovirus dan

Nodavirus. Dari keenam genera ini genus NPV (Nucleopolyhedro virus) merupakan genus terpenting karena sekitar 40% jenis virus yang dikenal menyerang serangga termasuk dalam genus ini. Selain NPV ada kelompok virus lainnya yaitu GV (Granulovirus), CPV (Cytoplasmic Polyhidrosis Virus) dan kelompok lainnya yang lebih kecil jumlahnya.

NPV pada umumnya menyerang paling banyak pada ordo Lepidoptera (86%) dan sedikit pada ordo Hymenoptera (7%) serta ordo Diptera (3%). Selain itu virus juga telah diketahui menyerang ordo Coleoptera, Trichoptera, dan Neuroptera. Berbagai virus NPV mempunyai prospek untuk digunakan dalam pengendalian hayati adalah NPV yang diisolasi dari genus- genus Spodoptera, Helicoverpa, Trichoplusia, Plusia, Pectinophora, Neodiprion, Melacosoma, Agrotis, Chilo, dll. Banyak genus serangga tersebut yang merupakan hama penting di Indonesia.

Beberapa keunggulan penggunaan NPV antara lain memiliki inang sangat spesifik, mampu menginfeksi serangga yang telah resisten terhadap insektisida, relatif persisten di pertanaman dan tanah, serta tidak meninggalkan residu beracun di alam. Virus NPV dicirikan dengan adanya inclusion bodies yang disebut polihedra atau PIB (“polihedric inclusion body”). PIB dibentuk oleh protein dan mengandung beberapa nukleokapsid atau partikel-partikel virus atau virion. Virion NPV berbentuk batang yang berukuran panjang antara 200-400 nm dengan diameter 20-50 nm. Di dalam tubuh larva Lepidoptera virus berkembang terutama di nuklei sel- sel darah, hipodermis, jaringan lemak dan lapisan epithel saluran trachea.

Larva serangga yang terinfeksi oleh virus pada umumnya melemah pada saluran pencernaan makanan sewaktu larva makan bagian tanaman yang telah mengandung polihedra. Selain itu virus juga dapat masuk ke tubuh serangga sewaktu meletakkan telur atau melalui bagian tubuh yang terluka mungkin oleh serangan musuh alami. Virus juga dapat ditransmisikan dari induk yang telah terinfeksi pada keturunannya melalui telur.

Apabila virus telah masuk ke dalam tubuh serangga, polihedra NPV akan larut dan pecah serta melepaskan partikel-partikel virus yang kemudian memasuki sel-sel bagian perut serangga dan akhirnya memperbanyak diri. Setiap sel yang terinfeksi virus, nukleusnya membengkak dan dipenuhi oleh masa padat yang disebut viroplan. Proses perbanyakan nukleokapsid berjalan dengan cepat sehingga terbentuklah banyak polihedra yang memenuhi seluruh sel tubuh serangga akhirnya mengakibatkan kematian. Proses masuknya virus ke tubuh serangga sampai dipenuhinya sel-sel tubuh serangga oleh virus berjalan antara 4 hari sampai 3 minggu tergantung pada jenis NPV, jenis serangga inang, jumlah polihedra yang masuk, instar larva yang mulai terinfeksi dan keadaan suhu.

Larva yang terserang virus NPV dapat dilihat dari gejala serangan yang antara lain berupa larva semakin malas bergerak, pertumbuhannya terhambat, kulit berganti warna menjadi semakin pucat dan memutih seperti susu, dan larva bergerak ke pucuk tanaman. Larva yang mati karena virus posisi tubuhnya seperti patah dan menggantung pada bagian tanaman. Penyebaran virus ini melalui berbagai cara dan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain cuaca. Virus telah berada di tanaman dan telah dapat disebarkan oleh angin dan hujan. Beberapa jenis predator termasuk burung dan parasitoid dapat juga menjadi agens penyebaran virus.

Aplikasi virus untuk pengendalian hama sebagian besar baru dalam tahap pengkajian laboratorium sedangkan di lapangan masih sangat terbatas. Kendala utama dalam perbanyakan virus diantaranya belum berkembangnya teknik perbanyakan dan penggunaan pakan buatan.

Teknik rekayasa genetika diharapkan mampu memacu perkembangan dan perluasan aplikasi virus sebagai agens pengendalian hayati.

2. Jamur Entomopatogenik

Kelompok jenis jamur yang menginfeksi serangga dinamakan jamur entomopatogenik. Saat ini telah dikenal lebih dari 750 spesies jamur entomopatogenik dari sekitar 100 genera jamur. Tabel 1 menunjukkan berbagai genus jamur penting yang dapat menjadi patogen serangga.

Tabel 1. Kelompok Jamur Patogen Serangga yang Umum Menurut Sistematikanya

Subdivisi Kelas Ordo Genus Contoh Inang

Mastigomycotina Chytridiomycetes Blastocladiales Coelomomyces Lalat hitam

Zygomycotina Zygomycetes Entomophthorales Enthomophthora Nilaparvata lugens

Ascomycotina Pyrenomycetes

Plectomycetes SpaerialesAscosphaerales CordycepsAscophaera Setora nitensAphis sp.

Deuteromycotina Hypomycetes Moniliales Beauveria

Metarhizium Nomuraea Paecilomyces Verticillium Hirsutella Sorosporella Spicaria Nilaparvata lugens Oryctes rhinoceros Helicoverpa zea, S. litura Diaphorina citri Aleurodicus destructor Plutella xylostela

Berbagai ulat grayak Helopeltis antonii

Sumber: Tanada dan Kaya, 1993

Berbeda dengan virus, jamur patogen masuk ke dalam tubuh serangga tidak melalui saluran makanan tetapi langsung masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau integumen. Setelah konidia jamur masuk ke dalam tubuh serangga, jamur memperbanyak dirinya melalui pembentukan hife dalam jaringan epikutikula, epidermis, hemocoel, serta jaringan-jaringan lainnya. Pada akhirnya semua jaringan dipenuhi oleh miselia jamur. Disamping itu ada beberapa jenis jamur yang mempengaruhi pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat mempengaruhi fisiologi serangga. Karena pengaruh infeksi jamur terhadap pembentukan pigmen, larva atau instar serangga yang terserang jamur memperlihatkan perubahan warna tertentu seperti warna merah muda dan merah.

Proses perkembangan jamur dalam tubuh inang sampai inang mati berjalan sekitar 7 hari. Setelah inang terbunuh, jamur membentuk konidia primer dan sekunder yang dalam kondisi cuaca yang sesuai konidia tersebut muncul keluar dari kutikula serangga. Konidia akan menyebarkan sporanya melalui angin, hujan, air, dll.

Penyebaran dan infeksi jamur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kepadatan inang, kesediaan spora, cuaca terutama angin dan kebasahan. Kebasahan tinggi dan angin kencang sangat membantu penyebaran konidia dan pemerataan infeksi patogen pada seluruh individu pada populasi inang.

Saat ini jamur Metarhizium anisopliae telah digunakan secara luas di Indonesia untuk pengendalian hama Oryctes rhinoceros yang menyerang kelapa, wereng coklat, ulat jengkal (Ectropis bhurmitra). Jamur ini juga sudah dikembangkan untuk pengendalian hama wereng daun, penggerek batang padi, hama putih palsu, walang sangit dan kepinding tanah. Jamur

Beauveria bassiana telah dicoba untuk pengendalian hama wereng padi coklat dan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei). Mortalitas Helopeltis sp dapat mencapai 98% setelah disemprot dengan B. bassiana, bahkan hama penting pada kelapa sawit, Darna catenata mampu dikendalikan oleh jamur ini hingga 100%. Pengendalian dengan menggunakan jamur Hirsutella citriformis dapat menurunkan populasi Diaphorina citri hingga 62%. Penurunan populasi mencapai 82% dengan jamur Paecilomyces fumosoroseus terhadap jenis hama yang

sama. Hama wereng coklat dapat dikendalikan dengan menggunakan jamur Enthomopthora sp. Ulat api Setora nitens mampu ditekan perkembangannya dengan Cordyceps purpurea.

Helopeltis sp. dapat dikendalikan dengan jamur Spicaria sp. Jamur Verticillium mampu menekan populasi Scotinophora coartata, Aphis, dan kutu putih Aleurodichus destructor.

Penggunaan pestisida baik insektisida maupun fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit ternyata sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan jamur patogenik serangga. Banyak laporan membuktikan pestisida dapat menghambat perkecambahan konidia primer dan pengurangan pelepasan konidia sekunder berikutnya.

3. Bakteri

Bakteri yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu bakteri yang tidak membentuk spora dan bakteri pembentuk spora. Kelompok pertama mempunyai peranan sebagai faktor mortalitas alami yang penting, tetapi karena sifatnya yang kosmopolitan sukar digunakan sebagai agens pengendalian hayati.

Kelompok bakteri yang lebih penting adalah bakteri pembentuk spora yang pada saat ini telah banyak digunakan sebagai insektisida mikrobia. Dua jenis bakteri patogen yang penting

Bacillus popiliae dan Bacillus thuringiensis. Bacillus popiliae menyebabkan gejala seperti penyakit susu yang menyerang kumbang Jepang Popiliae japonica dan kumbang skarabid lainnya. Bacillus thuringiensis sangat efektif digunakan untuk pengendalian larva ordo Lepidoptera, dan larva nyamuk. B. fibourgenesis dapat dipakai pada hama uret Melolontha melolontha. Beberapa famili bakteri yang berpotensi sebagai sumber alternatif baru patogen serangga di masa depan telah banyak ditemukan diantaranya Pseudomonadaceae, Enterobacteriaceae, Lactobacillaceae, Micrococaceae, Bacillaceae (Tabel 2).

Tabel 2. Beberapa genera bakteri patogen serangga

No Macam bakteri Serangga peka

1 Pseudomonadaceae P. aeruginosa P. septica Belalang 2 Enterobacteriaceae E. aerogenes P. P. vulgaris Q. P. mirabilis Lepidoptera Belalang 3 Lactobacilliaceae Diplococcus spp. Kecoa 4 Micrococaceae Micrococcus spp. Lepidoptera 5 Bacillaceae Bacillus popilliae B. cereus Uret Lepidoptera

Studi tentang Bacilus thuringiensis (Bt) saat ini sangat menarik dan berkembang sangat cepat. Telah diketahui bakteri ini terdiri atas banyak strain yang berbeda sifatnya. Dikenal lebih dari 700 varietas atau strain Bt, dan penemuan varietas atau strain Bt baru terus berlanjut. Strain Bt diklasifikasikan menjadi 29 subspesies dan lebih dari 40 inklusi kristalin (δ-endotoksin) gen-gen protein berhasil diisolasi. Bakteri ini bersifat selektif terhadap serangga sasaran dan ramah lingkungan. Karena sifat itulah maka banyak perusahaan pestisida tertarik untuk memformulasikannya.

Bt dalam sporulasi di dalam tubuh serangga membentuk kristal yang mengandung protein beracun atau endotoksin. Bila spora dan kristal bakteri dimakan oleh serangga yang peka maka terjadi paralisis yang mengakibatkan kematian inang. Kristal bakteri akan melarut dalam saluran pencernaan, dalam jaringan tersebut bakteri mengeluarkan toksin yang dapat

mematikan serangga. Dari kristal Bt paling sedikit telah diketahui adanya 4 jenis racun atau toksin.

Bila larva muda atau larva tua terkena Bt dapat kita lihat adanya reaksi pertama yang cepat seperti kesakitan, kemudian dalam beberapa waktu larva tidak mau makan dan tidak aktif. Tubuh kemudian menjadi lemah dan lembek. Kematian larva dapat terjadi dalam kurun waktu dalam beberapa jam sampai 4 5 hari setelah infeksi pertama tergantung pada serotipe atau strain Bt dan kepekaan serangga inang.

Meskipun Bt telah banyak dipasarkan dengan berbagai nama dagang tetapi masih memerlukan banyak kegiatan pengembangan berhubung karena banyak strain baru ditemukan dan adanya sifat-sifat serangga yang khas baik ketahanannya terhadap strain tertentu maupun kepekaannya (Tabel 3).

Tanaman inang hama juga kelihatannya mempengaruhi keberhasilan Bt dalam menginfeksi serangga inangnya. Salah satu kelemahan dari formulasi pestisida ini adalah keterbatasan dalam mencapai sasaran. Insektisida hanya aktif apabila termakan oleh hama sasaran. Bahan aktifnya tidak mampu menembus kutikula serangga maupun jaringan tanaman. Dengan demikian insektisida ini belum mampu mengendalikan hama yang berada di dalam jaringan tanaman seperti penggerek batang padi, penggerek buah kapas.

Tabel 3. Beberapa produk Bt yang sudah dipasarkan No Strain Merk dagang Serangga sasaran 1 Kurstaki Dipel WP, Thuricide HP,

Bactospeine WP, Condor F

Lepidoptera 2 Aizawai Bacillin WP, Bite WP,

Turex WP, Florbac FC

Lepidoptera

Munculnya masalah resistensi hama terhadap penggunaan B. thuringiensis belum banyak dilaporkan. P. xylostella strain Lembang dilaporkan telah resisten terhadap insektisida Dipel WP, Thuricide WP dan Thurex WP, namun P. xylostella strain Garut masih rentan terhadap

B. thuringiensis. Seleksi ke arah timbulnya resistensi kemungkinan dapat terjadi apabila pemanfaatan teknologi ini tidak dilakukan secara tepat.

4. Protozoa dan Rikettsia

Spesies-spesies protozoa yang patogenik terhadap serangga pada umumnya termasuk dalam sub kelompok mikrosporodia. Telah dapat dikenal lebih dari 250 spesies mikrosporodia yang menyerang serangga. Tiga jenis mikrosporodia antara lain Nosema locustae, N. acridophagus, dan N. cuneatum telah dijadikan sebagai agens hayati untuk mengendalikan hama belalang khususnya di Amerika. Jenis Coccidia mampu menginfeksi hama gudang

Tribolium confusum hingga 68%. Kelompok protozoa ini ternyata sangat potensial untuk mengendalikan hama Sexava sp. Leptomonas pyrhocoris dari golongan Mastigophora dapat menurunkan populasi kepinding, Malpighamoeba locusta dari jenis Amoeba berpotensi terhadap belalang sedangkan Nosema bombyces yang pertama kali diisolasi dari ulat sutera (Bombyx mori) berpotensi untuk mengendalikan beberapa hama penting seperti Spodoptera litura.

Penyebaran mikrosporodia melalui makanan dan dipindahkan dari induk yang terinfeksi ke keturunannya. Pengaruh mikrosporodia terhadap kehidupan inangnya relatif lambat dan gejala luarnya sangat bervariasi. Mikrosporodia tersebar luas yang secara alami dapat menjadi faktor mortalitas yang penting bagi serangga inangnya.

Jenis rikettsia banyak menyerang kumbang. Kematian akibat rikettsia baru terjadi pada 1- 4 bulan setelah aplikasi atau lebih lama dibandingkan kematian akibat agens hayati yang lain seperti jamur, bakteri dan nematoda. Walaupun demikian patogen jenis ini memiliki peluang

yang besar untuk dijadikan agens pengendalian hayati khususnya di Indonesia. Rikettsia mampu menyebabkan kematian pada Popillia japonica, Melolontha melolontha dan Oryctes rhinoceros.

5. Nematoda

Disamping virus, jamur, bakteri, dan protozoa juga ada banyak spesies nematoda yang bersifat parasitik terhadap serangga baik yang bersifat parasit obligat maupun fakultatif. Dari 19 famili nematoda yang menyerang serangga, Mermithidae merupakan famili yang terpenting dan tersebar (terdiri atas 50 genera dan 200 spesies). Nematoda muda meninggalkan telur dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui kutikula dan kemudian masuk ke dalam hemocoel. Setelah berganti kulit beberapa kali di dalam tubuh serangga nematoda dewasa keluar dari tubuh serangga untuk kawin dan menyebar. Serangga inang mati sebelum atau sesudah nematoda meninggalkan tubuh inangnya.

Jenis nematoda entomopatogen lainnya adalah Heterorhabditis spp dan Steinernema

spp. Kedua nematoda ini bersimbiosis dengan bakteri. Inang yang terserang nematoda akan mengalami septisemia dan akhirnya mati. Nematoda masuk ke dalam tubuh serangga melalui lubang-lubang alami serangga seperti mulut, anus dan spirakel. Untuk selanjutnya nematoda menuju ke saluran pencernaan kemudian melepaskan bakteri simbion yang bersifat racun. Dalam beberapa jam bakteri tersebut melakukan replikasi dan akhirnya menyebar dan meracuni tubuh serangga.

Serangga akan mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah aplikasi. Tubuh serangga akan lemas, terjadi penurunan aktivitas, dan terjadi perubahan warna tubuh menjadi merah kecoklatan jika terserang Steinernema spp dan hitam jika terserang Heterorhabditis spp. Nematoda akan berkembang biak di dalam tubuh serangga inang sampai menghasilkan keturunan yang sangat banyak. Nematoda akan memasuki fase reproduktif yaitu memperbanyak keturunan apabila populasi nematoda dalam tubuh inang rendah sedangkan apabila populasi tinggi akan memasuki fase infektif. Nematoda stadium ketiga atau sering disebut juvenil infektif akan keluar dari tubuh serangga dan berusaha untuk mencari inang baru. Juvenil infektif mampu bertahan hidup lama sampai memperoleh inang kembali dan fase ini merupakan satu-satunya fase yang bersifat infektif terhadap serangga inang.

Beberapa kelebihan dari penggunaan nematoda entomopatogen ini adalah kemampuannya dalam mematikan inang yang relatif cepat, memiliki kisaran inang yang luas diantaranya Lepidoptera, Coleoptera, Hymenoptera dan Diptera, tidak menyebabkan resistensi hama, tidak berbahaya bagi lingkungan, tidak berbahaya bagi mamalia dan vertebrata serta kompatibel dengan pengendalian lain.

Jenis Steinernema spp telah terbukti mampu mengendalikan lebih dari 100 spesies serangga hama terutama ordo Lepidoptera dan Coleptera. Steinernema carpocapsae dapat mengendalikan hama penggerek (Schirpophaga sp, Chilo sp), Helicoverpa armigera hingga 65%. Pada pengujian yang lain, Steinernema spp mampu menyebabkan kematian Spodoptera exigua sampai 98%, Spodoptera litura 99% bahkan 100% untuk mengendalikan Crocidolomia binotalis. S. carpocapsae juga telah terbukti memiliki kemampuan mengakibatkan mortalitas pada Cylas formicarius.

Dalam dokumen buku diktat DIHT (Halaman 49-54)