• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Jenis-Jenis Kredit

Adapun jenis-jenis kredit dibedakan berdasarkan kriteria dan macamnya yaitu menurut tujuan dan jangka waktunya. Menurut tujuannya, kredit digolongkan menjadi kredit konsumtif dan kredit produktif.

Kredit konsumtif adalah kredit yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, sedangkan kredit produktif adalah kredit yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan produksi. Hal ini menjelaskan bahwa kredit konsumtif lebih ditujukan pada penggunaan manfaat suatu barang atau jasa sedangkan kredit produktif lebih menekankan pada penciptaan manfaat dari suatu barang atau jasa.

Menurut waktunya, kredit dibedakan menjadi kredit jangka pendek, kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang. Perbedaan jenis kredit ini pada jangka waktu pengembalian kredit (jatuh tempo).

Simorangkir dalam Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, 2004 mengklasifikasikan jenis-jenis kredit yaitu:

1. Kredit Rekening Koran Bebas. Pemberian kredit kepada nasabah (debitur) dimana nasabah dapat menariknya sesuai keinginan dan tidak melebihi fasilitas kredit yang diberikan. Fasilitas kredit dalam hal ini adalah jumlah maksimum kredit yang disediakan oleh bank bagi nasabah sebagaimana tercantum dalam akad kredit yang bersangkutan.

2. Kredit Rekening Koran Terbatas. Kredit ini diberikan kepada nasabah dengan dibatasi sejumlah tertentu dalam menarik uang melalui rekeningnya. Nasabah tidak diizinkan untuk menarik fasilitas kredit sekaligus, tapi bertahap sesuai dengan kebutuhannya.

3. Revolving Credit. Disebut juga kredit berputar dimana penarikan kredit jenis ini sama dngan penarikan jenis kredit rekening koran bertahap. Jika jumlah kredit pada suatu saat berkurang maka secara otomatis jumlah kredit pada saat berikutnya ditambah dengan sejumlah kredit yang berkurang sehingga jumlah

kredit seluruhnya menjadi sama besarnya dengan jumlah sesuai dengan perjanjian yangh seharusnya pada saat itu.

4. Kredit Kelayakan. Pengertian jenis kredit ini tercantum dalam Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 12/72/Kep/DIR/UPK Tanggal 03 Nopember 1979 Pasal 1 yaitu : ”Yang dimaksud dengan pemberian kredit atas dasar kelayakan dengan keringanan jaminan dan bagian pembiyaan nasabah menurut surat keputusan ini ialah pemberian kredit yang lebih ditekankan pada pertimbangan kelayakan usaha dan tidak dititikberatkan pada tersedianya tambahan jaminan”. Suatu usaha/proyek dikatakan layak jika:

ƒ Memberikan manfaat kepada masyarakat dan sesuai dengan kebijakan prioritas pemerintah.

ƒ Mampu untuk hidup dan berkembang.

ƒ Mampu memberikan keuntungan yang wajar, mengembalikan utang pokok dan membayar bunga serta biaya-biaya lain dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

5. Kredit Investasi. Kredit ini sebagai fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka pendek, menengah dan panjang untuk membiayai capital goods, seperti pendirian pabrik, perluasan, perbaikan perusahaan dan pembelian mesin. 6. Kredit Antisipasi kepada Emiten. Kredit ini berupa uang muka yang diberikan

oleh bank komersial kepada emiten. Pelunasan uang muka tersebut diperoleh dari hasil penjualan saham atau obligasi.

7. Kredit Ekspor. Merupakan pembiayaan dari bank kepada nasabah untuk membiayai kebutuhan modal kerja dalam rangka memproduksi barang-barang yang akan diekspor.

8. Kredit Sindikasi. Kredit yang diberikan oleh dua atau lebih bank dengan persyaratan tersendiri kepada pihak ketiga, yang dilaksanakan dengan menunjuk seorang manajer atau kelompok dari co manager dari bank-bank yang terlibat.

2.5.Permohonan Kredit

Seorang nasabah yang ingin memperoleh bantuan kredit harus mengajukan permohonan kredit yang kemudian akan diseleksi oleh petugas bank apakah kredit yang diajukan dapat dikabulkan atas pertimbangan banyak hal. Seleksi untuk menerima atau menolak pengajuan kredit ini disebut dengan analisis pendahuluan (Simorangkir, 2004). Proses seleksi ini membutuhkan waktu yang relatif lama, namun pada bank yang relatif kecil dengan jumlah nasabah yang tidak banyak, proses tersebut lebih cepat. Analisis pendahuluan ini mencakup:

a) Kondisi perusahaan terkait dengan manajemen, pengurus dan kejadian suatu perkara.

b) Permohonan kredit yang diajukan sejalan atau tidak dengan peraturan/kebijakan bank.

c) Ketersediaan dana bank untuk memenuhi kredit yang diajukan, jangka waktu yang dapat disetujui, ketersediaan jaminan yang sesuai dari calon debitur dan sebagainya.

Jika calon debitur digolongkan layak dalam analisis pendahuluan, maka akan diseleksi ke tahap berikutnya yaitu pengisian formulir permohonan kredit yang dilengkapi dengan wawancara. Informasi yang ingin diketahui dalam

pengisian formulir pengajuan kredit diantaranya jenis usaha, produksi, pemasaran, laporan keuangan, jaminan dan sebagainya.

Apabila bank menilai baik atas permohonan kredit tersebut maka permohonan tersebut akan dikabulkan dengan mengeluarkan surat persetujuan prinsip yang berisi berbagai syarat. Dalam surat persetujuan ini umumnya mencakup:

ƒ Tingkat bunga dan cara pembayarannya.

ƒ Laporan-laporan yang diminta.

ƒ Besarnya pinjaman dan cara pembayarannya kembali.

ƒ Barang jaminan yang diminta dan cara pengikatnya.

ƒ Syarat-syarat lain seperti pembatasan pinjaman dan pembatasan investasi. Tahap selanjutnya adalah bank melakukan analisis terinci terkait aspek yuridis seperti akta usaha, izin usaha dan lain-lain. Hasil analisis terinci (detail) tersebut kemudian diberikan kepada pejabat yang berwenang untuk memutuskan pemberian kredit. Pada bank besar, keputusan ini sering diserahkan pada kepada beberapa pejabat bank yang disebut dengan panitia pinjaman (loan commitee). Kemudian pemohon menerima perjanjian kredit tersebut dengan ketentuan syarat yang ditetapkan oleh bank untuk selanjutnya dibuatkan akta oleh notaris mengenai kesahan pinjaman secara hukum. Setelah semua dokumen lengkap, bank mengeluarkan surat perintah pembayaran yang disebut disbursement instruction.

2.6.Pertimbangan Kredit

Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan bagi pihak bank dalam melakukan seleksi pengajuan kredit. Dua jenis prinsip yang biasa diterapkan

dalam mempertimbangkan pengajuan kredit (analisis kredit) yaitu prinsip ’6C’ dan prinsip ’6A’. Prinsip ’6C’ (Dendawijaya, 2001) meliputi:

1. Character (kepribadian), yaitu menyangkut sifat, kepribadian dan citra calon debitur dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan kemauan dan kesungguhan membayar angsuran kredit (willingness to pay) yang tentunya sangat berpengaruh terhadap integritas dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan pemanfaatan pemberian kredit dengan benar.

2. Capital (modal), merupakan kepemilikan terhadap modal dan kemampuan nasabah (pengusaha) dalam membiayai perusahaannya. Perbandingan besarnya pembiayaan dari bank dengan modal sendiri dapat dinilai melalui debt to equity ratio. Hal ini dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan perusahaan atau ditinjau langsung oleh petugas kredit.

3. Capacity (kemampuan), terkait dengan kesanggupan dan kemampuan calon debitur untuk melunasi pokok pinjamannya disertai bunga dan syarat-syarat lain dalam perjanjian. Kemampuan ini diukur antara lain dari kondisi usaha, pendapatan/omzet usaha yang dapat mencerminkan tingkat likuiditas dan profitabilitas usaha. Semakin likuid dan semakin tinggi tingkat profitabilitasnya maka kemampuan membayar kembali pinjaman dan kewajiban lain semakin besar.

4. Condition of economy (kondisi ekonomi), pertimbangan atas situasi ekonomi yang sedang terjadi dalam suatu wilayah atau negara yang tentunya berpengaruh terhadap usaha calon debitur dan pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan dan pengembalian kredit. Contohnya, sektor usaha

yang sedang booming akan berprospek bagus dalam pemberian kredit demikian sebaliknya.

5. Collateral (agunan), berupa ketersediaan jaminan yang sesuai dan seimbang dengan jumlah kredit yang diberikan sehingga pihak bank tidak perlu merasa khawatir ketika terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman (kredit) karena agunan tersebut dapat menjadi pengganti pengembalian kredit yang macet.

6. Constarints (keterbatasan), merupakan faktor-faktor yang menjadi penghambat atau pembatas berupa faktor-faktor sosial psikologis dalam suatu wilayah tertentu yang menyebabkan suatu proyek/usaha tidak memungkinkan untuk dijalankan.

Sedangkan prinsip ’6A’ mencakup:

1. Aspek yuridis (hukum), bertujuan untuk mengkaji ketentuan-ketentuan legalitas perusahaan calon penerima kredit

2. Aspek pasar dan pemasaran, mengkaji kemungkinan pangsa pasar yang dapat diraih bagi produk/jasa perusahaan yang akan dibiayai oleh kredit serta meneliti tentang strategi pemasaran yang akan dilakukan pengusaha dalam menghadapi persaingan yang kompetitif.

3. Aspek teknik, bertujuan untuk menilai seberapa jauh kemampuan pengusaha dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan proyek/usaha serta seberapa besar kesiapan teknik dalam menjalankan operasi usahanya nanti sebagai suatu business entity.

4. Aspek manajemen, mengukur kemampuan dan kecakapan dalam mengelola usaha atau manajemen perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.

5. Aspek keuangan, bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola keuangannya.

6. Aspek sosial ekonomi, suatu kajian terhadap value added yang dimiliki perusahaan dari sudut pandang sosial dan makroekonomi terutama manfaat sosial ekonomi yang diterima oleh pemerintah maupun masyarakat seperti perluasan lapangan kerja dan pendapatan pajak pemerintah.

2.7. Pencairan Kredit

Pencairan kredit akan dilakukan oleh pihak bank setelah debitur memenuhi berbagai persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian kredit dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang disahkan notaris. Pencairan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu langsung dikirim ke rekening debitur ataupun dikirim ke rekening perusahaan yang menjadi rekan nasabah.

2.8. Pengawasan Kredit

Pengawasan (monitoring) setelah pencairan kredit akan dilakukan oleh pihak bank sebagai salah satu upaya menghindari kredit bermasalah di kemudian hari. Pengawasan ini meliputi beberapa aspek, yaitu:

ƒ Adanya administrasi kredit yang memadai.

ƒ Kewajiban debitur menyampaikan laporan-laporan usaha yang dibutuhkan.

ƒ Kewajiban bagi pihak bank (wira kredit/account officer) untuk melakukan kunjungan sewaktu-waktu ke perusahaan/proyek yang dibiayai oleh kredit.

ƒ Adanya konsultasi yang terstruktur antara pihak bank dengan debitur.

2.9. Pelunasan Kredit

Bank sebagai kreditur tentunya mengharapkan kondisi ideal dalam penyaluran kreditnya yaitu semua nasabah (debitur) selalu dapat melunasi kredit dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian sehingga tidak terjadi kemacetan dalam pengembalian kredit (kredit bermasalah). Apabila debitur sudah melunasi kewajibannya sesuai perjanjian maka bank harus mengembalikan agunan yang semula dikuasakan ke bank sebagai jaminan.

2.11. Penambahan Kredit

Seorang debitur yang berhasil dalam menjalankan usahanya dan mampu melunasi kewajiban pengembalian kredit dengan baik sesuai dengan perjanjian maka akan memiliki peluang untuk mendapatkan kredit lagi karena pihak bank selaku kreditur sudah mempercayainya dan integritas debitur tidak diragukan lagi. Proses analisis dalam kelayakan pemberian kredit ini akan diulang lagi seperti seleksi permohonan kredit yang pertama. Biasanya kredit tambahan yang diberikan berupa adendum yang dilekatkan pada perjanjian kredit yang pertama.

Pengajuan tambahan kredit ini juga menggembirakan pihak bank karena merupakan bukti bahwa proyeksi kredit yang pertama berjalan dengan baik dan sukses, sebagai kesempatan bagi pihak bank untuk memperoleh tambahan income dari bunga kredit yang diberikan, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi pihak bank yang dapat digunakan untuk tujuan promosi kepada masyarakat dalam memasarkan produk-produk perbankannya.

Dokumen terkait