• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

2. Jenis-jenis Motivasi Belajar

Motivasi belajar terbagi menjadi dua bagian yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri (intrinsik) dan motivasi yang berasal dari luar diri (ekstrinsik) yang akan dibahas sebagai berikut:

a. Motivasi Intrinsik

1) Pengertian Motivasi Intrisik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 2011: 89). Motivasi intrisik berasal dari dalam diri individu tanpa ada pengaruh dari luar. Misalnya siswa gemar membaca, menulis, menyanyi dan lain-lain tanpa ada paksaan dari orang lain. Siswa sendiri yang berkeinginan melakukan aktivitas tersebut dengan senang hati, nyaman, dan tidak merasa terbebani. Dengan memiliki motivasi intrisik siswa akan dapat memperoleh hasil yang maksimal dan juga dapat memaknai apa yang sudah dilakukan.

Menurut Sardiman (2011, 83) motivasi yang ada pada diri setiap orang disebut juga motivasi intrinsik memilki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi

sebaik mungkin (tidak cepat puas denga prestasi yang telah dicapainya).

c) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya.

d) Lebih senang bekerja mandiri.

e) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f) Dapat mempertahnkan pendapatnya (kalu sudah yakin akan sesuatu).

g) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. h) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Motivasi intrinsik (intrinsic motivation) adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (Santrock, 2009: 204). Siswa melakukan aktivitas karena demi kepentingan dan kemajuan pada dirinya. Misalnya, pada saat ulangan atau ujian siswa belajar lebih giat agar mendapatkan hasil yang memuaskan.

2) Aspek-aspek Motivasi Belajar Intrinsik

Menurut Woolfolk (2009) aspek-aspek motivasi belajar intrinsik seperti kebutuhan, tujuan, interes/minat, emosi, keyakinan dan skema diri. Keenam aspek tersebut akan dijelaskan secara rinci di bawah ini:

a) Kebutuhan

Setiap aktivitas yang dilakukan siswa karena adanya kebutuhan dan dorongan tertentu. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan (Dimyati & Mudjiono, 1999: 81). Kebutuhan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk memenuhinya (Uno, 2007: 5). Adanya suatu proses yang dilalui agar kebutuhan tersebut tercapai. Motivasi intrinsik yang muncul yaitu dengan mengerahkan segala kekuatan yang ada pada diri.

Menurut Pintrich (Woolfolk, 2009: 196) terdapat tiga kebutuhan utama yang dapat dikaji secara intensif adalah kebutuhan akan prestasi, kekuasaan, dan afilasi/hubungan. Kebutuhan akan prestasi menjadi sangat penting bagi siswa untuk belajar lebih giat lagi agar memperoleh prestasi yang baik. Kebutuhan akan kekuasaan seperti siswa memiliki kebutuhan akan menguasai setiap mata pelajaran yang ada. Kebutuhan

akan hubungan adalah keinginan untuk membangun pertalian emosional yang erat dan kelekatan dengan orang lain (Woolfolk, 2009: 196-197). Dengan menjalin hubungan yang baik maka secara otomatisakan meningkatkan motivasi untuk belajar, seperti siswa dapat belajar dengan siswa lainnya, berani bertanya mengenai materi yang belum dimengerti.

b) Tujuan

Menurut Locke dan Latham (Woolfolk, 2009: 198) tujuan adalah hasil atau pencapaian yang pemenuhannya diperjuangkan oleh seseorang. Dalam mengejar tujuan siswa pada umumnyamenyadari tentang kondisi tertentu saat ini (saya belum membuka buku), kondisi ideal tertentu (saya sudah memahami setiap halaman), dan ketidak sesuaian antara situasi saat ini dan situasi ideal (Woolfolk, 2009: 198).

Menurut Locke dan Latham (Woolfolk, 2009: 198) ada empat alasan mengapa menetapkan tujuan dapat memperbaiki kinerja. Tujuan:

(1) Mengarahkan perhatian kita ke tugas yang ada di tangan dan mengindari distraksi. Tiap kali pikiran saya berkelana, menjauh dari klaster, tujuan saya untuk menyelesaikan bagian ini membantu

mengarahkan perhatian saya kembali ke pekerjaan menulis.

(2) Memberi energi pada usaha. Sampai titik tertentu, semakin menantang tujuannya, semakin besar pula usahanya.

(3) Meningkatkan persistensi. Bila kita memiliki tujuan yang jelas, kecil kemungkinan kita untuk menyerah sampai kita meraih tujuan itu: tujuan yang sulit menuntut usaha dan tenggat waktu yang ketat menghasilkan kerja yang lebih cepat.

(4) Mendukung perkembangan pengetahuan dan strategi lama tidak berhasil. Sebagai contoh, bila tujuan anda adalah mendapat nilai A dan anda tidak mencapai tujuan itu di kuis yang pertama, anda mungkin akan mecoba pendekatana belajar baru untuk kuis berikutnya, seperti menjelaskan poin-poin kuncinya kepada seorang teman.

c) Interes/minat dan emosi

Interes/minat dan emosi merupakan dua hal yang sangat penting dan saling berkaitan dalam berbagai kegiatan seperti belajar. Siswa lebih cenderung memperhatikan, mempelajari, dan mengingat berbagai kejadian, gambaran dan bacaan yang membangkitkan

respons emosional (Alexander & Murphy; Cowey & Underwood; Reisberg & Heueur, dalam Woolfolk, 2009: 204) yang berhubungan dengan interes/minat siswa (Renninger, Hidi, & Krapp, dalam Woolfolk, 2009: 204).

Menurut Schiefele; Wigfield dkk (Santrock, 2008: 206) yaitu riset pada minat terutama telah berfokus pada hubungan minat dan pembelajaran. Minat siswa dihubungkan terutama tindakan pelajaran siswayang mendalam seperti ingatan atas gagasan pokok dan respon terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibanding pembelajaran. Minat siswa dihubungakan terutama dengan tindakan pelajaran siswa yang mendalam seperti ingatan atas gagasan dan respon terhadap pernyataan pemahaman, yang lebih sulit dibanding pembelajaran yang hanya pada permukaan, seperti respon terhadap pernyataan sederhana dan ingatan kata-demi-kata atas teks.

Ada dua macam interes/minat yaitu personal (individual) dan situsional. Personal inters/minat atau individual interes adalah aspek yang lebih enduring untuk menikmati subjek-subjek seperti bahasa, sejarah, atau matematika, aktivitas-aktivitas seperti olah raga,

musik, atau film. Siswa dengan minat individual pada belajar secara umum berusaha mencari informasi baru dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah.

Situasional interest adalah aspek yang berumur lebih pendek dari aktivitas, teks, atau materi yang mebangkitkan dan mempertahankan perhatian siswa. Situasional interst yang berhubungan dengan belajar teks atau materi dengan minat yang lebih besar sehingga menghasilkan respons emosional yang lebih positif terhadap materinya, lalu menghasilkan persistensi yang lebih tinggi, pemrosesan yang lebih mendalam, dan ingatan yang lebih baik tentang materinya dan prestasi lebih tinggi.

Sebagai contoh dari situasional interest adalah puzzle pada pelajaran matematika SMP yang dapat membangkitkan minat belajar siswa pada mata pelajaran matematika tetapi tidak bertahan lama, untuk tetap bertahan maka seorang guru lebih terampil memasukkan kegiatan-kegiatan matematika yang berhubungan masalah-masalah pada kehidupan nyata.

Menurut Stipek (Woolfolk, 2009: 204) minat meningkat bila siswa merasa kompeten, jadi bahkan

bila siswa dapat mengembangkan minat bila siswa mengalami kesuksesan.

d) Keyakinan dan skema-diri

(1) Keyakinan tentang kemampuan

Sebagian keyakinan paling kuat memperngaruhi mempengaruhi motivasi di sekolah adalah keyakinan tentang kemampuan. Dengan kerja keras, belajar atau latihan. Pengetahuan dapat ditingkatkan dan oleh sebab itu kemampuan dapat ditingkatkan (Woolfolk, 2009: 215)

(2) Keyakinan tentang penyebab dan kontrol: teori atribusi

Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkapkan penyebab yang mendasari kinerja dan perilaku mereka sendiri. Atribusi adalah penyebab-penyebab yang menentukan hasil (Santrock, 2009: 211).

Weiner mengidentifikasikan tiga dimensi dari penyebab atribusi: (1) Lokus, apakah penyebab tersebut internal atau eksternal terhadap perilaku; (2) stabilitas, tingkat dimana penyebab tersebut tetap sama atau berubah; dan (3) kemampuan mengendalikan penyebab tersebut. Sebagai contoh

seorang siswa dapat merasakan bahwa kecerdasannya berlokasi secara internal, stabil, tidak dikendalikan (Santrock, 2009: 212).

(3) Keyakinan tentang self-efficacy dan learned helplessness

Self-efficacy adalah keyakinan siswa tentang kompetensi atau efektivitas siswa pada bidang tertentu (Woolfolk, 2009: 219). Self-efficacy dan atribusi saling mempengaruhi. Bila kesusksesan diatribusikan seperti kemampuan atau usaha, maka Self-efficacy meningkat. Akan tetapi, bila kesuksesan diatribusikan pada nasib atau intervensi orang lain, maka Self-eficacy mungkin tidak diperkuat (Woolfolk, 2009: 219).

Learned helplessness adalah ekspektasi seseoarng, berdasarkan pengalaman sebelumnya bahwa dirinya kurang/tidak memiliki kontrol, bahwa semua usahanya akan gagal (Woolfolk, 2009: 220). Siswa yang tidak memiliki ketidakberdayaan yang dipelajari akan berdampak negatif bagi perkembangan selanjutnya.

(4) Keyakinan tentang harga diri

Keyakinan tentang harga diri yaitu perasaan seseorang bahwa dirinya berharga. Siswa yang memfokuskan pada tujuan belajar karena mereka menghargai prestasi dan melihat bahwa kemampuan dapat ditingkatkan. Siswa tidak takut gagal, karena kegagalan tidak mengancam kompetensi dan harga dirinya (Woolfolk, 2009: 221).

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, seperti mendapat pujian, hadiah, dan lain-lain (Sardiman, 2011: 90-91). Sedangkan menurut Woolfolk (2008: 188) motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang diciptakan oleh faktor-faktor yang berasal dari luar seperti reward (hadiah) dan hukuman. Sebagai contih siswa giat belajar menjelang ujian agar mendapat hasil yang baik dengan tujuan agar mendapat pujian dari guru dan teman-temanya. Siswa mengerjakan tugas dengan serius karena takut mendapat hukuman dari guru dan orang tua. Siswa belajar lebih giat agar mendapat hadiah yang dijanjikan oleh orang tuanya. Motivasi ekstrinsik bukan merupakan perasaan atau

keinginan yang sebenarnya yang ada di dalam diri siswa untuk belajar (Prayitno, 1989:13)

Winkel (2007: 195) mengemukakan, yang tergolong motivasi belajar ekstrinsik antara lain:

1. Belajar demi memenuhi kewajiban.

2. Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan. 3. Belajar demi memperoleh hadiah material yang

dijanjikan.

4. Belajar demi meningkatkan gengsi sosial.

5. Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting, misalnya guru dan orang tua.

6. Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan jenjang/ golongan administratif.

Motivasi ekstrinsik juga menjadi peranan penting bagi guru yang mengajar yaitu memberi hadiah, pujian, hukuman dan sebagainya. Guru dapat memberi rangsangan bagi peserta didik untuk semakin giat dalam belajar. Motivasi ekstrinsik juga akan sangat mempengaruhi motivasi belajar intrinsik siswa, yaitu dengan mendapat rangsangan belajar dari luar, lambat laun siswa akan menyadari akan makna belajar dan melaksanakan kegiatan tersebut tanpa adanya dorongan dari luar.

Dokumen terkait