• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BENTUK PERJANJIAN JUAL BELI PENGEMBANG

1. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli

2. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya hibah. Perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian bernama (benoemd, specified) dan perjanjian tidak bernama (onbenoemd, unspecified).

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut telah diatur dan diberi nama oleh pembentukan undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari- hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVII KUH Perdata.

48 Bandingkan dengan pendapat Salim H.S, yang menyatakan asas kebebasan berkontrak

dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “ Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratanya dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Rousseua, Salim H.S.,Hukum Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003). hal. 9

4. Perjanjian Campuran (contractus sui generis)

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa), tetapi menyajikan makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham yaitu49:

a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis)

b. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorpsi) c. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang

diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori kombinasi).

5. Perjanjianobligatoir

Perjanjian obligatoir ini adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli.

Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir

karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

6. Perjanjian Kebendaan (zakelijke overeenkomst)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan/diserahkan (transfer of title) kepada pihak lain.

7. Perjanjial Konsensual dan Perjanjian Riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.

Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata). Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya, perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian rill yang merupakan peninggalan hukum Romawi.

8. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya50

a. PerjanjianLiberatoir, yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada misalnya pembebasan hutang (kwijschelding) Pasal 1438 KUH Perdata

b. Perjanjian pembuktian (bewijsoverenkomst) yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

c. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi, Pasal 1774 KUH Perdata.

d. Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagaian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintahan) misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah (Keppres No. 29/1984).

R. Subekti, tentang macam-macam perjanjian yang dapat dilihat dari bentuknya, yaitu51:

1. Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertanggung jawabkan (ospchortende voorwade). Suatu contoh saya berjanji pada seseorang untuk membeli sepeda motor kalau saya lulus dari ujian, disini dapat dikatakan bahwa jual beli itu akan hanya terjadi kalau saya lulus dari ujian.

2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu (tijdshepaling), perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang.

3. Perikatan yang memperbolehkan memilih (alternatif) adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam, prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau satu juta rupiah.

4. Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair) ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini sedikit sekali terdapat dalam praktek.

5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil kemuka. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.

6. Perikatan dengan penetapan hukum (strafbeding), adalah untuk mencegah jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibanya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat hukuman apabila perjanjian sebahagian telah dipenuhi.

Selajutnya menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, diantaranya adalah perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.52

Demikian halnya dengan perjanjian jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan antara penjual dengan menyerahkan dan menanggung cacat yang tersembunyi sedangkan pembeli membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.

Dalam hal ini kesepakatan antara belah pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak artinya, apa yang telah dikehendaki oleh yang satu, dan pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut. Tercapailah sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya “setujuh”,”accoord”, “oke” dan lain-lain sebagainya ataupun dengan bersama- sama menaruh tanda tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan53.

52Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H.Perdata Buku III,Op,Cit,hal, 90 53R, Subekti,Ibid, hal. 3

Dokumen terkait