• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Analisis Rasio

6. Jenis-Jenis Rasio Keuangan

Jenis rasio keuangan yang sering digunakan untuk menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan, yaitu:

a. Rasio Likuiditas

Rasio Likuiditas, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo. Rasio likuiditas diperlukan untuk kepentingan analisis kredit atau analisis risiko keuangan. Rasio likuiditas terdiri atas:

1) Rasio Lancar (Current Ratio), merupakan ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan aset lancar yang tersedia (Hery,2015: 166). Penggunaan current ratio dalam menganalisis laporan keuangan hanya mampu memberi analisa secara kasar, oleh karena itu perlu adanya dukungan analisa secara kualitatif secara lebih komprehensif (Fahmi,2011: 121). Likuiditas suatu perusahaan yang tinggi belum tentu baik ditinjau dari segi profitabilitas perusahaan tersebut. Current ratio yang

tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak tertagih atau persediaan yang tidak terjual, yang tentu saja tidak dapat dipakai untuk membayar utang (Prastowo,2005: 84).

Current Ratio =

Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua utang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika berada di atas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah utang lancar (Harahap,2007: 301).

2) Rasio Sangat Lancar atau Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio), merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan aset sangat lancar, tanpa memperhitungkan persediaan barang dagang dan aset lancar lainnya (Hery,2015: 167). Menurut Bambang Riyanto, “Apabila kita menggunakan “acid test ratio” untuk menentukan tingkat likuiditas, maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa suatu

perusahaan yang mempunyai “quick ratio” kurang dari 1:1 atau 100% dianggap kurang baik likuiditasnya” (Fahmi,2011: 126).Acid-test atau quick ratio dirancang untuk mengukur seberapa baik perusahaan dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi atau terlalu bergantung pada persediaannya (Prastowo,2005: 85).

Quick Ratio =

Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi utang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Rasio ini disebut juga Acid Test Ratio. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1 (Harahap,2007: 302).

3) Rasio Kas (Cash Ratio), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas atau setara kas yang tersedia untuk membayar utang jangka pendek (Hery,2015: 166).

Cash ratio =

Rasio ini sama seperti Quick Ratio, tidak harus mencapai 100% atau 1:1 (Harahap,2007: 302).

b.Rasio Solvabilitas atau Rasio Struktur Modal atau Rasio Leverage Rasio Solvabilitas atau Rasio Struktur Modal atau Rasio Leverage, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

memenuhi seluruh kewajibannya (Hery,2015: 167). Penggunaan utang yang terlalu tinggi membayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut (Fahmi,2011: 127).Rasio solvabilitas terdiri atas:

1) Rasio Utang terhadap Modal (Debt to Equity Ratio), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total ekuitas (Hery,2015: 167). Mengenai debt equity ratio ini Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mendefinisikannya sebagai “Ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.” (Fahmi,2011: 128).

Debt to equity Ratio =

Rasio ini menggambarkan sampai sejauhmana modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini semakin baik (Harahap,2007: 303).

2) Rasio Utang terhadap Aset (Debt to Assets Ratio)

Rasio utang terhadap aset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan

dibiayai oleh utang, atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pembiayan aset. Apabila besaran rasio utang terhadap aset adalah tinggi maka hal itu tentu saja akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman dari kreditor karena dikhawatirkan bahwa perusahaan tidak mampu melunasi utang-utangnya dengan total aset yang dimilikinya (Hery,2015: 195).

Debt to Assets Ratio =

Rasio ini menunjukkan sejauhmana utang dapat ditutupi oleh aktiva lebih besar rasionya lebih aman (solvable). Bisa juga dibaca berapa porsi utang dibanding dengan aktiva. Supaya aman porsi utang terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap,2007:304).

c. Rasio Aktivitas

Rasio Aktivitas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atas pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan, atau untuk menilai kemampuan perusahaaan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari (Hery,2015: 167). Rasio aktivitas terdiri atas:

1) Perputaran Piutang Usaha (Accounts Receivable Turn Over), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang usaha atau berapa kali dana yang tertanam

dalam piutang usaha akan berputar dalam satu periode (Hery,2015: 168).

Perputaran Piutang =

Rasio ini menunjukkan berapa cepat penagihan piutang. Semakin besar semakin baik karena penagihan piutang dilakukan dengan cepat (Harahap,2007: 308).

2) Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang tertanam dalam persediaan akan berputar dalam satu periode(Hery,2015: 168). Kebijakan untuk selalu menyediakan jumlah barang yang tersedia secara rata-rata, dengan tujuan agar ketersediaan barang di gudang selalu tersedia. Secara umum, persediaan ada tiga jenis, yaitu:

a) Persediaan dalam bentuk bahan/barang bakul, yaitu jumlah seluruh bahan baku yang digunakan dalam suatu periode dibagi rata-rata persediaan bahan baku selama periode tersebut.

b) Persediaan dalam bentuk bahan/barang setengah jadi atau dalam proses, yaitu jumlah pekerjaan dalam proses yang ditransfer menjadi produk jadi dibagi rata-rata pekerjaan dalam proses persediaan selama periode tersebut.

c) Persediaan dalam bentuk bahan/barang jadi, yaitu dinyatakan seluruh biaya produk yang dijual dibagi rata-rata biaya persediaan barang jadi.

Kondisi perusahaan yang baik adalah dimana kepemilikan persediaan dan perputaran adalah selalu berada dalam kondisi yang seimbang, artinya jika perputaran persediaan adalah kecil maka akan terjadi penumpukan barang dalam jumlah yang banyak di gudang, namun jika perputaran terlalu tinggi maka jumlah barang yang tersimpan di gudang akan kecil, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi kehilangan bahan/barang di pasaran dalam kejadian yang bersifat di luar perhitungan. Maka ini bisa menyebabkan perusahaan terganggu aktivitas produksinya dan lebih jauh berpengaruh pada sisi penjualan serta perolehan keuntungan (Fahmi,2011: 133).

Perputaran Persediaan =

Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat (Harahap,2007: 308).

3) Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keefektifan aset tetap yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjualan.

Perputaran Aset Tetap =

Rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Artinya kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan tinggi (Harahap,2007: 309).

4) Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover)

Perputaran Total Aset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa jumlah penjualan yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset (Hery, 2015: 167).

Perputaran Total Aset =

Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva menciptakan penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik (Harahap,2007: 309).

d.Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas

Rasio Profitabilitas, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Hery,2015: 168).

Rasio ini mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan (Fahmi,2011: 135).

Rasio ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Rasio Tingkat Pengembalian atas Investasi, dan Rasio Kinerja Operasi. Rasio Tingkat Pengembalian atas Investasi adalah rasio yang digunakan untuk menilai kompensasi financial atas penggunaan aset atau ekuitas terhadap laba bersih (Hery,2015: 168), terdiri atas:

1) Hasil Pengembalian atas Aset (Return on Asesets), merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas penggunaan aset perusahaan dalam menciptakan laba bersih.

2) Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity), merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas penggunaan ekuitas perusahaan dalam menciptakan laba bersih.

Rasio Kinerja Operasi (Hery,2015: 168) adalah rasio yang digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi (penjualan), terdiri atas:

Profit Margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu (Hanafi,2012: 81).

Profit Margin =

Angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi (Harahap, 2007: 304).

2) Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba kotor atas penjualan bersih.

Gross Profit Margin =

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya-biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini kita dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba (Harahap,2007: 306).

3) Margin Laba Bersih (Net Profit Margin), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba bersih atas penjualan bersih (Hery, 2015: 168).

Net Profit Margin =

Semakin tinggi margin laba bersih semakin tinggi pula laba bersih yang dihasilkan dari penjualan bersih.

4) Return on Investment (ROI)

Return on Investment (ROI) atau pengembalian investasi, bahwa di beberapa referensi lainnya rasio ini juga ditulis dengan return on total asset (ROA). Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Dan investasi tersebut sebenarnya sama dengan asset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan (Fahmi,2011: 137).

Return on Investment = 5) Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) disebut juga dengan laba atas equity. Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Fahmi,2007: 137).

Return on Equity (ROE) =

Dokumen terkait