Masalah pidana dan pemidanaan dalam sejarahnya selalu mengalami
perubahan. Keberadaannya selalu dibicarakan dan diperdebatkan oleh para ahli.
Perubahannya itu adalah wajar, bila dilihat dari sudut pandang masyarakat.
Manusia akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi
meningkatkan kesejahteraannya dengan mendasarkan diri pada masa
pengalamannya dimasa lampau. Stelsel sanksi adalah bagian dari permasalahan
pokok pidana yang merupakan salah satu dari tiga permasalahan pokok dalam
membicarakan hukum pidana.
Perkembangan hukum pidana dewasa ini, terutama undang-undang pidana
khusus atau peraturan perundang-undangan di luar KUHP, terdapat suatu
kecenderungan penggunaan dalam stelsel sanksi yang berarti sanksi pidana dan
sanksi tindakan diatur sekaligus. Kedua jenis sanksi ini ( sanksi pidana dan sanksi
tindakan), dalam teori hukum pidana disebut dengan double track system.
Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang adakalanya disebut dengan
istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman karena hukum
sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana lebih tepat didefinisikan
sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh Negara pada seseorang
atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya
yang telah melanggar larangan hukum pidana. Pidana dalam hukum pidana
merupakan suatu alat dan bukan tujuan dari hukum pidana, yang apabila
dilaksanakan tiada lain adalah berupa penderitaan atau rasa tidak enak bagi yang
masyarakat dari perkosan-perkosaan terhadap kepentingan hukum yang
dilindungi.79sanksi pidana yang diketahui terdiri dari dua jenis yaitu
pertama,sanksi pidana pokok berupa pidana mati, penjara, kurungan, denda dan
tutupan. Kedua, sanksi pidana tambahan berupa pidana pencabutan hak-hak
tertentu, pidana perampasan barang-barang tertentu dan pidana pengumuman
keputusan hakim.80
Menurut Mulyadi, hukum pidana modern yang bercirikan berorientasi
pada perbuatan dan pelaku (daad-dader strafrecht), stelsel sanksi tidak hanya
meliputi pidana (straf) tetapi juga tindakan (maatregel) yang secara relatif lebih
bermuatan pendidikan. Sanksi pidana bersumber dari ide dasar, mengapa diadakan
pemidanaan? Sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar , untuk apa
diadakan pemidanaan ? sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif dari suatu
perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku
perbuatan tersebut.81
79
Mahmud Mulyadi, Feri Antoni surbakti, Politik Hukum Pidana terhadap kejahatan korporasi, (Medan, PT softmedia, 2011), hal.100
80
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 67
Penetapan sanksi dalam suatu peraturan perundang-undangan pidana
bukanlah sekedar masalah teknis perundang-undangan semata, melainkan bagian
tak terpisahkan dari substansi atau materi perundang-undangan itu sendiri. Artinya
dalam hal yang menyangkut masalah penalisasi, kriminalisasi, dan kriminalisasi
harus dipahami secara komprehensif baik dari segala aspek persoalan substansi
Menurut Barda Nawawi Arief, penting menginformasikan secara
sistematis mengenai prinsip-prinsip atau ide-ide dasar “sistem dua jalur” atau
double track system, sesungguhnya terkait bahwa unsure pencelaan lewat sanksi pidana dan unsur pembinaan melalui sanksi tindakan memiliki kedudukan yang
sama penting. 82
Sanksi dalam hukum pidana adalah merupakan reaksi atas pelanggaran
hukum yang telah ditentukan dalam Undang-undang, mulai dari penahanan,
penuntutan, sampai pada penjatuhan hukuman oleh hakim. Simons menyatakan,
bahwa bagian terpenting dari setiap Undang-undang adalah merupakan sistem
hukum yang dianutnya. Masalah kebijakan menetapkan jenis sanksi dalam hukum
pidana, tidak terlepas dari masalah penetapan tujuan yang ingin dicapai dalam
pemidanaan.
Keberadaan sanksi tindakan menjadi urgensi karena tujuannya adalah
untuk mendidik kembali pelaku agar mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sanksi tindakan ini lebih menekankan nilai-nilai kemanusiaan
dalam reformasi dan pendidikan kembali pelaku kejahatan. Pendidikan kembali
ini sangat penting karena hanya dengan cara ini, pelaku dapat menginsyafi bahwa
apa yang dilakukan itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
83
Hukum pidana digunakan di Indonesia sebagai sarana untuk
menanggulangi kejahatan tampaknya tidak menjadi persoalan. Hal ini terlibat dari
praktek perundang-undangan selama ini yang menunjukkan bahwa penggunaan
hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan atau politik hukum yang dianut di
82
Ibid,
83
Indonesia. Penggunaan hukum pidana dianggap sebagai hal yang wajar dan
normal, seolah-olah eksistensinya tidak dipersoalkan.
Permasalahannya sekarang adalah, garis-garis kebijakan atau pendekatan
yang bagaimanakah yang sebaiknya ditempuh dalam menggunakan hukum pidana
tersebut. Hal ini dikemukakan sehubungan dengan pendapat dari Herbert L.Parker
dalam bukunya “ The limits of the Criminal Sanction “, yang intinya menyatakan
bahwa :84
a. Sanksi pidana sangat diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun dimasa yang akan datang, tanpa pidana.
b. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk mengahadapi ancaman-ancaman dan bahaya.
c. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama, dan suatu ketika merupakan pengancaman utama dari kebebasan manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hermat-cermat dan secara manusiawi, ia merupakan pengancam apabila digunakan seacara sembarangan dan secara paksa.
UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika utnuk “pengedar “ dan
“pengguna “ dikenal adanya dua jenis sistem perumusan jenis sanksi pidana(
strafsoort) yaitu sistem perumusan kumulatif-alternatif
(campuran-gabungan)antara antara mati, pidana pennjara seumur hidup atau pidana penjara
dan pidana denda ( pasal 114,115,118,119 UU Narkotika). Kemudian untuk
sistem perumusan lamanya sanksi pidana ( straafmaat) dalam UU Narkotika juga
terdapat dua perumusan yaitu fixed/indefinite sentence system atau sistem
maksimum dan determinate sentence sistem (pasal 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, UU Narkotika ).
84
Undang-Undang Narkotika No 35 tahun 2009 telah mengatur
sanksi-sanksi yang diberikan pada tindak pidana Narkotika antara lain :
a. Tindak pidana Orang tua/Wali dari pecandu Narkotika yang belum cukup umur
(pasal 128) Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp.1000.000( satu juta rupiah).
b.Tindak pidana dilakukan oleh Korporasi ( pasal 130)
Dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga)
kali. Korporasi dapat dijatuhi korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha dan/atau b. pencabutan status badan hukum.
c. Tindak pidana bagi Orang yang tidak melaporkan Adanya Tindak pidana
Narkotika (pasal 131). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling lama banyak Rp.50.000,000 (lima puluh juta
rupiah).
d.Tindak pidana terhadap percobaan atau pemufakatan jahat melakukan tindak
pidana Narkotika dan prekusor (pasal 132)Ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal-pasal tersebut.
Ayat (2), dipidana pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3
(sepertiga).
e. Tindak pidana bagi Menyuruh, Memberi, membujuk, Memaksa dengan
Kekerasan, Tipu Muslihat, Membujuk Anak (pasal 133). Ayat (1), dipidana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling sedikit Rp.2.000.000,000,00 (dua miliar rupiah rupiah) dan paling
banyak Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)
Ayat (2),Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahuh dan
paling lama 15 (lima belas ) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar Rupiah).
f. Tindak pidan bagi pelaku Narkotika yang tidak melaporkan diri ( pasal 134)
Ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp.2.000.000 (dua juta rupiah). Ayat (2), dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah)
g.Tindak Pidana bagi pengurus Industri Farmasi yang Tidak Melaksanakan
kewajiban (Pasal 135) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiahdan paling banyak Rp.4000.000,00
(empat ratus juta rupiah)
h.Tindak pidana terhadap hasil-hasil tindak pidana Narkotika dan/atau precursor
Narkotika (pasal 137)
Huruf (a), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 tahun dan pidana paling sedikit Rp 1000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak RP,10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah).
Huruf (b), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan saling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
i. Tindak pidana terhadap orang yang menghalagi atau mempersulit
penyidikan,penuntutan dan pemeriksaan perkara (pasal 138)Dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp5.00.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
j. Tindak pidana bagi Nahkoda atau Kapten penerbang yang Tidak melaksanakan
ketentuan pasal 27 dan pasal 28 ( pasal 139)Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp.100,000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah)
k.Tindak pidana bagi PNS,Penyidik Polri,Penyidik BNN, yang tidak
melaksanakan Ketentuan tentang barang bukti ( pasal 140)Dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 10( sepuluh) tahun
dan pidana paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
l. Tindak pidana bagi Kepala Kejaksaan Negeri yang tidak Melaksanakan
ketentuan pasal 91 ayat (1) (pasal 141)Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp1.00.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
m. Tindak pidana bagi petugas labolatorium yang Memalsukan Hasil penguji
(pasal 142)Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7( tujuh) thanun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
n.Tindak pidana bagi Saksi yang memberikan keterangan tidak benar (pasal
143)Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.60.000.000,00 ( enam ratus
juta rupiah)
o.Tindak pidana bagi setiap orang yang melakukan pengulangan Tindak Pidana (
pasal 144)Dipidana dengan pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3
(sepertiga)
p.Tindak Pidana yang dilakukan Pimpinan Rumah Sakit, Pimpinan Lembaga,
ilmu pengetahuan, pimpinan industry farmasi dan pimpinan pedagang farmasi
(pasal 147)
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000.000 (satu miliar).
Pasal 136 UU No. 35 Tahun 2009 memberikan sanksi berupa Narkotika
dan prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana
Narkotika, baik itu asset bergerak atau tidak bergerak maupun berwujud dan tidak
berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk tindak pidana
Narkotika dirampas untuk Negara. Pasal 146 juga memberikan sanksi terhadap
warga Negara asing yang telah melakukan tindak pidana Narkotika ataupun
Indonesia dan dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.
Sedangkan pasal 148, bila putusan denda yang diatur dalam Undang-Undang ini
tidak dibayarkan oleh pelaku tindak pidana Narkotika maka pelaku dijatuhi
penjara paling lama 20 tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat