• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Penyalahgunaan Zat

2. Jenis-jenis Zat

Menurut Greene, Rhatus dan Nevid (2003) dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Abnormal” terdapat beberapa jenis obat yang sering disalahgunakan, yang pada umumnya digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:

1. Depresan

Depresan adalah obat yang menghambat atau mengekang sistem saraf pusat. Obat tersebut mengurangi perasaan tegang dan cemas, menyebabkan gerakan menjadi lebih lambat, dan merusak proses kognitif. Dalam dosis tinggi depresan dapat menahan fungsi vital dan menyebabkan kematian. Beberapa tipe depresan adalah sebagai berikut :

a. Alkohol

Mungkin banyak orang yang berpikir bahwa alkohol bukanlah obat, mungkin karena alkohol sangat populer, atau mungkin karena alkohol diminum bukannya dihisap atau disuntikkan. Namun minuman yang mengandung alkohol seperti anggur, bir dan minuman keras lain mengadung depresan yang disebut etil

alkohol (etanol). Konsentrasi obat bervariasi tergantung tipe minuman (anggur dan bir mengandung lebih sedikit alkohol pada setiap ons-nya dibanding rye, gin, atau vodka). Alkohol digolongkan sebagai obat depresan karena efek biokimiawinya serupa dengan golongan obat penenang minor. Kita dapat menganggap alkohol sebagai tipe obat penenang yang dapat dibeli tanpa resep dokter.

b. Opioid

Opioid adalah obat narkotik, istilah yang digunakan untuk obat adiktif yang memiliki kemampuan melepaskan rasa sakit dan menyebabkan tidur. Opioid terdiri dari opiat yang tumbuh secara alami (morfin, heroin, kodein) yang berasal dari sari tanaman poppy dan juga obat sintesis (demerol, percodan, darvon) yang dibuat dilaboratorium sehingga memiliki efek seperti opiat.

Opioid menghasilkan perasaan nikmat yang cepat dan intens, yang menjadi alasan utama dibalik popularitasnya sebagai obat jalanan. Opioid juga menumpulkan kesadaran seseorang akan masalah pribadinya, dimana hal tersebut menarik bagi orang yang mencari pelarian mental dari stres.

c. Morfin

Morfin (morphine) yang memperoleh namanya dari Morpheus, dewa mimpi Yunani, diperkenalkan pada sekitar perang sipil Amerika Serikat. Morfin, turunan opium yang kuat, digunakan secara bebas untuk mengurangi rasa sakit akibat terluka. Ketergantungan fisiologis pada morfin dikenal sebagai “penyakit tentara”. Hanya ada sedikit stigma yang dilekatkan pada ketergantungan hingga saat morfin menjadi zat yang dilarang.

d. Heroin

Heroin, opiat yang paling luas digunakan, merupakan depresan yang kuat yang dapat menciptakan euforia yang cepat. Pengguna heroin menyatakan bahwa heroin sangat nikmat sehingga dapat menghilangkan segala pikiran tentang makanan atau seks.

2. Stimulan

Stimulan adalah zat psikoaktif yang meningkatkan aktivitas sistem saraf. Efeknya agak berbeda antara obat yang satu dengan obat yang lainnya, namun sejumlah stimulan menyebabkan perasaan euforia dan self-confidence. Sebagian dari stimulan bahkan dapat meningkatkan tersedianya neurotransmiter norepinefrina dan dopamin pada otak. Dengan demikian, neurotransmiter ini tetap tersedia dalam level yang tinggi dalam simpul sinaptik antara neuron-neuron, menjaga aktivitas sistem saraf tetap tinggi dan kondisi keterangsangan tinggi. Beberapa tipe stimulan adalah sebagai berikut :

a. Amfetamin

Amfetamin merupakan golongan stimulan sintesis. Nama jalanan untuk stimulan ini termasuk speed, upper, bennies, (di Indonesia disebut shabu-shabu). Amfetamin digunakan dalam dosis tinggi karena menghasilkan euforia secara cepat. Sering digunakan dalam bentuk pil atau dihisap dalam bentuk murni. Beberapa pengguna menyuntikkan mentamfetamin berhari-hari untuk mempertahankan perasaan “melayang” yang lebih lama.

b. Ekstasi

Obat ekstasi adalah obat terlarang yang keras, tiruan murahan yang struktur kimianya mirip dengan amfetamin (Braun, 2001). Ekstasi menghasilkan euforia ringan dan halusinasi dan terus bertambah penggunanya di kalangan anak muda, terutama di kampus dan klub malam serta pesta-pesta riuh dibanyak kota. c. Kokain

Kokain adalah stimulan natural yang disuling dari daun tanaman coca. Telah lama diyakini bahwa kokain tidak menyebabkan adiksi secara fisik. Namun, bukti-bukti menunjukkan adanya ciri adiktif dari obat tersebut, yaitu menghasilkan efek toleransi dan sindrom putus zat yang dapat di identifikasi, yang ditandai oleh mood yang depresif dan gangguan dalam tidur serta selera makan.

d. Nikotin

Kebiasaan merokok bukan cuma kebiasaan yang buruk, tetapi juga merupakan bentuk adiksi fisik terhadap obat stimulan, nikotin, yang ditemukan dalam produk tembakau termasuk rokok , cerutu, dan tembakau tanpa asap. Merokok atau penggunaan tembakau lainnya merupakan sarana memasukkan obat ke tubuh.

3. Halusinogen

Halusinogen juga dikenal sebagai psychedelics, merupakan golongan obat yang menghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran. Halusinogen dapat juga memberikan efek

tambahan seperti relaksasi dan euforia, atau, pada beberapa kasus menyebabkan panik. Beberapa jenis halusinogen adalah :

a. LSD ( lysergic acid diethylamide)

Merupakan singkatan dari lysergic acid diethylamide, obat halusinogen sintesis. Sebagai tambahan terhadap munculnya parade warna yang terang dan distorsi visual yang dihasilkan LSD, pengguna menyatakan LSD “memperluas kesadaran” dan membuka dunia baru seolah-olah melihat suatu kenyataan yang melampaui kenyataan yang biasa.

b. Phencylidine

Phencylidine atau PCP yang dikenal sebagai “debu malaikat” dikembangkan sebagai anastetik pada tahun 1950-an namun tidak diteruskan karena efek samping halusinasi obat.

c. Mariyuana

Mariyuana berasal dari tanaman canabis sativa. Mariyuana kadang menghasilkan halusinasi ringan, sehingga dianggap sebagai halusinogen minor.

3.Faktor- faktor yang Menyebabkan Individu Menggunakan Zat

Sarafino (2002) dalam bukunya “health psychology” penyalahgunaan drug menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius dibanyak Negara didunia ini. Alasan seseorang dengan orang lainnya dalam mengunakan drug itu berbeda-beda. Perbedaan umur, jenis kelamin, dan sosial budaya dalam mengunakan drug. Jika kita menelusuri mengapa remaja bisa mengunakan drug , alasannya hampir serupa dengan awal mereka minum minuman keras dan merokok. Mereka

mungkin saja melihat dari orang tua mereka, teman sebaya, ataupun artis artis terkenal sehingga mereka juga menjadi tertarik untuk mengunakannya, model behavior dan attitudes bisa menjadi pemicu penggunaan drug.

Pada awal penggunaan drug dan bila mereka merasa perasaan mereka lebih baik maka ini bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penggunaan bisa berkelanjutan pada akhirnya bisa menyebabkan ketergantungan (Barret, 1985), banyak orang-orang mengakui bahwa penggunaan obat itu dapat mengurangi tegangan dan tekanan. Dengan kata lain drug memiliki efek yang kuat. Kemudian apabila penggunaan terus dilanjutkan maka akan menghasilkan kondisi yang membuat pemakai untuk mengunakannya lagi atau kecanduan (Childress, 1996; Robinson& Berridge, 2003).

Mengapa seseorang yang awalnya hanya menggunakan drug bisa menjadi pecandu? Menurut Brook (1986) kepribadian seseorang juga berpengaruh dalam hal ini, dibandingkan dengan individu yang tidak mengunakan drug biasanya mereka suka menentang, menuruti kata hati, menerima perlakuan yang tidak layak mereka berorientasi dengan cara mencari sensasi dan mereka cenderung kurang bersosialisasi dan kurang memiliki komitmen dalam hal keagamaan.

Menurut Buntje Harboenangin (dalam Yatim, 1986) ada beberapa faktor yang menyebabkan individu mengkonsumsi narkoba. Pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Pertama, sebab-sebab yang berasal dari faktor individual dan kedua sebab-sebab yang berasal dari lingkungannya. Faktor individual yaitu meliputi :

a. Kepribadian

Kepribadian individu memiliki peranan yang besar dalam penyalahgunaan narkoba. Individu yang memiliki kepribadian yang lemah (mudah kecewa, tidak mampu menerima kegagalan) lebih rentan terhadap penyalahgunaan narkoba dibandingkan dengan individu yang memilki kepribadian yang kuat (individu yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, berani mengatakan tidak, tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain).

b. Inteligensi

Dalam konseling sering dijumpai bahwa kecerdasan pemakai narkoba lebih banyak berada pada taraf rata-rata dan dibawah rata-rata kelompok seusianya.

c. Usia

Mayoritas pemakai narkoba adalah kaum remaja. Hal ini disebabkan karena kondisi sosial psikologis yang butuh pengakuan, identitas dan kelabilan emosi sementara individu yang berada pada usia lebih tua menggunakan narkoba sebagai penenang.

d. Dorongan kenikmatan

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Perasaan enak mulanya diperoleh dari mulai coba-coba lalu lama-lama akan menjadi suatu kebutuhan.

e. Perasaan ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah kebutuhan setiap orang. Proses awal terbentuknya seorang pemakai diawali dengan coba-coba karena rasa ingin tahu, kemudian menjadi iseng, menjadi pemakai tetap dan pada akhirnya akan menjadi seorang pemakai tergantung.

f. Memecahkan persoalan

Kebanyakan para pemakai menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran pemakai dan membuatnya lupa pada persoalan yang dialaminya.

Faktor lingkungan :

a. Ketidakharmonisan keluarga

Banyak pemakai yang berasal dari keluarga yang broken karena keputusasaan dan kecewa maka pemakai terdorong untuk mencari dunianya yang lain yaitu menggunakan narkoba sebagai pelarian.

b. Pekerjaan

Pada umumnya pemakai mengunakan narkoba karena mereka lebih mudah memperoleh narkoba tersebut mengggunakan uang yang mereka peroleh dari hasil mereka bekerja.

c. Kelas sosial ekonomi

Umumnya pemakai berasal dari sosial ekonomi menengah ke atas. Hal ini mungkin terjadi karena mereka mudah mendapatkan informasi dan relatif memiliki uang yang cukup untuk membeli narkoba.

d. Tekanan kelompok

Kebanyakan pemakai mulai mengenal narkoba dari teman sekelompoknya. Bila kelompok pemakai narkoba menekankan anggotanya berbuat hal yang sama maka penolakan terhadap tekanan tersebut dapat mengakibatkan anggota yang menolak akan dikucilkan dan akan dikeluarkan dari kelompok.

C.Gambaran Resiliensi Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam

Dokumen terkait