BAB II KAJIAN TEORI
2.1.3 Jenis-jenis Musik
Agar tidak memperlebar masalah dalam penelitian ini, maka peneliti berusaha
menjelaskan jenis-jenis preferensi musik yang berasal dari musik populer
(mainstream) yang kini sedang disukai oleh para remaja.
Setiap orang mempunyai preferensi (kecenderungan memilih) musik yang
berbeda-beda yang terbentuk oleh berbagai faktor, Schafer & Sedlmeier (2009)
menyatakan preferensi musik pada seseorang disebabkan karakteristik dari musik
musik, perasaan pada saat mendengarkan musik, dan yang tak ketinggalan adalah
usia dari pendengar musik. Sementara White (dalam Schwartz & Fouts, 2003)
menekankan bahwa preferensi musik merefleksikan para pendengarnya tentang
mereka sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, Finnas (Dalam, Schwartz & Fouts, 2003)
membedakan penggemar musik menjadi 2 kategori berdasarkan kualitas musik
yang didengarkannya, yaitu mereka yang menggemari musik dengan kualitas
berat atau heavy music, mereka yang menggemari musik dengan kualitas ringan
atau light music.
Yang dimaksud heavy music adalah jenis musik populer yang mempunyai
tempo lagu cepat, nada yang keras dengan adanya penekanan irama yang kuat
secara terus-menerus disertai dentuman bunyi yang berulang-ulang dan biasanya
dimainkan dengan alat musik elektronik. Yang termasuk kedalam kategori heavy
music adalah musik rock beserta semua sub-genrenya (punk, metal, hardcore, emo dll), musik rap (Schwartz & Fouts, 2003).
Yang tergolong light music adalah musik pop, pop remaja dan dance
(Schwartz & Fouts, 2003). Musik jenis ini meliputi balada-balada yang pelan dan
emosional, yang mengandung tema-tema perkembangan, juga melodi beritme
yang didesain untuk berdansa. Lirik yang ditemukan dalam lagu-lagu ini biasanya
membawakan tema mengenai hubungan dengan orang lain (keluarga, teman atau
kekasih), otonomi dan identitas serta keadaan sosial.
Preferensi musik pada remaja merefleksikan nilai-nilai, image (gaya yang
21
sense of self pada remaja. Selain itu remaja menggunakan produk-produk media dalam memperlihatkan perbedaan individual diantara mereka dalam hal yang
menyangkut nilai-nilai, kepercayaan, minat dan karakteristik kepribadian (Arnett
& Larson, dalam Schwartz & Fouts, 2003). Sementara Lull (dalam Schwartz &
Fouts, 2003) menyatakan bahwa remaja menggunakan musik untuk melawan
otoritas pada segala tingkat, menunjukkan kepribadiannya, membangun hubungan
peer group dan hubungan romantis, juga untuk mempelajari hal-hal yang selama ini tidak pernah disentuh oleh orang tua dan sekolah.
Menurut Schwartz & Fouts (2003), remaja yang mempunyai preferensi
musik heavy cenderung lebih independen, keras hati, sangat asertif dalam hubungannya dengan orang lain, tidak acuh akan perasaan dan reaksi dari orang
lain, lebih suka terbawa suasana hati, lebih pesimistis, sangat sensitif, tidak mudah
puas, impulsif, lebih tidak hormat dari aturan masyarakat, dan lebih tidak percaya
diri pada kemampuan akademis. Mereka belum mempunyai identitas yang stabil
sehingga mereka berpegang pada kebingungan dan perasaan tidak nyaman yang
lebih mereka kenal daripada menghadapi masalah-masalah mereka di dunia nyata
dimana membentuk dan mempertahankan identitas diri tidaklah mudah.
Mendengarkan musik heavy yang mempunyai tema-tema yang sesuai
dengan perasaan mereka serta suara yang merefleksikan kekalutan diri mereka,
merasa berbagi dengan pendengar atau pemusik lainnya yang mempunyai
karakteristik mirip. Dengan demikian, musik heavy yang mereka dengarkan dapat
memberi perasaan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi tugas-tugas
mereka dan memberikan keadaan yang aman untuk mengeksplorasi dan
menyusun suatu pemahaman terhadap diri mereka.
Selain itu musik heavy juga dapat mengalihkan perhatian remaja dari
emosi yang meledak-ledak dengan stimulasi suara dari musik yang keras dan
cepat, sehingga menghindari perasaan yang tidak nyaman serta masalah-masalah
perkembangan (Schwartz & Fouts, 2003). Menurut Hansen & Hansen (dalam
Hargreaves, 1997), penggemar musik heavy metal pada umumnya cenderung
berperilaku amoral, manipulatif, berpaham machiaveli (menghalalkan segala
cara), dan dalam perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku
hiperseksual. Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka
cenderung memiliki perilaku yang lebih parah dari pada para penggemar musik
heavy metal, seperti terlibat dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif (psikotropika), maupun terdorong untuk melakukan aksi kriminalitas.
Arnett (dalam Rice, 1996) melaporkan bahwa remaja yang menyukai jenis
musik heavy mempunyai tingkat keterlibatan yang tinggi dalam reckless behaviour (perilaku berbahaya), meliputi mabuk saat berkendara, kebut-kebutan, berhubungan seks tanpa pengaman dan dengan orang yang baru dikenal,
menggunakan obat-obatan terlarang, pencurian di toko dan vandalism.
Sementara para remaja yang mempunyai preferensi pada musik light
cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi,
tidak impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka,
hal-23
hal yang dikaitkan dengan kepercayaan diri, pertumbuhan fisik, hubungan
romantis dengan kekasih dan diterimanya diri mereka oleh teman-teman sebaya.
Ini terjadi karena pada umumnya light music membawakan tema-tema ini
dan emosi-emosi yang berhubungan dengan tema tersebut, sehingga
merefleksikan diri mereka serta memvalidasi siapa mereka dan bagaimana
perasaan mereka pada tahap perkembangan ini (Larson, Rosenbaum &
Thompson, dalam Schwartz & Fouts, 2003). Arnett (dalam Schwartz & Fouts,
2003) berpendapat bahwa musik light membantu untuk meregulasikan dan
mengekspresikan perasaan yang mereka alami, sehingga mereka dapat lebih
mudah bertransisi ke masa dewasa.
2.2 Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Dalam ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan, ada salah satu
tahapan perkembangan dalam hidup manusia yang dianggap unik dan berperan
penting dalam kehidupan seseorang, sehingga banyak dijadikan sebagai bahan
penelitian oleh para ahli. Tahapan perkembangan yang dimaksud adalah masa
remaja.
Dalam Hurlock (1999), istilah adolescence yang dipergunakan saat ini
mempunyai arti cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, fisik dan
sosial. Masa remaja bisa dibilang adalah masa penghubung atau masa peralihan
Sementara definisi remaja secara lengkap menurut WHO (dalam Sarwono,
2010) terbagi dalam tiga konseptual, yaitu:
1. Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan.
2. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Santrock (2002) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode
transisi antara masa kanak-kanak dan orang dewasa yang meliputi
perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Masa remaja disebut juga masa
topan badai (strum & drang), karena mencerminkan kebudayaan modern yang
penuh gejolak akibat pertentangan nilai.
Karena hal itu, tidak salah jika para ahli sendiri ternyata mempunyai
perbedaan dalam menentukan batasan masa remaja. Hal ini disebabkan banyaknya
faktor yang mempengaruhi perkembangan setiap individu. Santrock (2002)
berpendapat bahwa masa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir
antara usia 18-22 tahun. Papalia (1998) memberikan batasan usia yang hampir
sama, yaitu sekitar 12-13 tahun hingga akhir belasan atau pada awal dua puluhan.
Kemudian Hurlock (1999) mengemukakan bahwa masa remaja awal
berlangsung kira-kira dari usia 13-16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir
berawal dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara