• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat religuisitas dengan kecemasan pasien dalam mengadapi pre operasi jantung di Rs. Janrung Harapan Kita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat religuisitas dengan kecemasan pasien dalam mengadapi pre operasi jantung di Rs. Janrung Harapan Kita"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Knowledge, Piety, Integrity

Oleh :

AULIA HAMZAH

NIM: 104070002375

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2010 M

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI MUSIK DENGAN

RISK TAKING BEHAVIOUR PADA REMAJA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 9 Desember 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhillah Suralaga, M.Si NIP.130 885 522 NIP.19561223 198303 2001

Anggota:

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si. Psi Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP.150293240 NIP:197307102005011006

Yufi Adriani, M. Psi NIP:198209182009012006

(3)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi

Oleh

AULIA HAMZAH

NIM: 104070002375

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Lutfi, M. Psi Yufi Adriani, M. Psi

NIP:197307102005011006

NIP:198209182009012006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

(4)

MOTTO

“Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang menciptakan.

Menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah! Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah.

Yang mengajar dengan kalam.

Mengajar manusia apa yang tiada ia tahu”

- QS Al ’Alaq (96:1-5) -

Ukuran tubuhmu tidak penting, Ukuran otakmu cukup penting

Ukuran hatimu itulah yang terpenting

- BC. Gorbes -

SUCCESS IS ACHIEVED BY AN ORDINARY MAN

WHO WORKS EXTRAORDINARY HARD …(ANONIM)

(5)

Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayah dan Ibu,

serta kedua adik ku,

juga untuk orang-orang yang kucintai

(6)

ABSTRAKSI

A. Fakultas Psikologi

B. Desember 2010 C. Aulia Hamzah

D. Hubungan Antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour pada Remaja E. 74 halaman + Lampiran

F. Masa remaja adalah periode transisi antara masa kanak-kanak menuju dewasa, meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional. Di masa ini remaja seringkali mengalami kesulitan dalam membentuk jati diri dan identitas kelompok dalam peer

group. Sebagian besar menjadikan musik sebagai sarana untuk merefleksikan diri,

karena musik bukan hanya pengisi waktu luang saja, tetapi juga kekuatan sosial yang mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga berpikir.

Jenis musik dibagi menjadi dua kategori berdasarkan kualitasnya, yaitu heavy music

(tempo cepat dan nada keras), light music (tempo pelan dan nada lembut). Dari kedua jenis musik tersebut, heavy music dianggap memberi pengaruh buruk pada perilaku remaja karena musiknya yang keras dan lirik dalam lagu beraliran heavy banyak bertemakan tentang kekerasan. Walaupun light music dianggap dapat membantu meregulasikan dan mengekspresikan perasaan yang mereka alami, karena lirik yang ditemukan dalam lagu jenis ini biasanya membawakan tema mengenai hubungan dengan orang lain, sehingga mereka dapat lebih mudah bertransisi ke masa dewasa, namun ternyata di Indonesia terdapat beberapa kasus konser musik beraliran light yang diwarnai keributan antar penonton hingga menimbulkan kerusuhan, bahkan sampai

jatuh korban jiwa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara preferensi musik yang dimiliki remaja dengan risk taking behaviour

yang mereka lakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 50 orang. Pengambilan

(7)

mendekati valid dengan reliabilitas sebesar 0,743, untuk skala risk taking behaviour

terdapat 40 item yang valid dengan reliabilitas sebesar 0,914.

Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson

didapatkan skor korelasi (r hitung) 0,740 > (r tabel) 0,361, pada taraf signifikansi 1%

(2-tailed). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

positif dan signifikan antara preferensi musik dengan risk taking behaviour pada remaja, yang berarti semakin tinggi tingkat preferensi musik pada remaja akan diikuti dengan meningkatnya risk taking behaviour, begitu pula sebaliknya.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperbanyak item yang akan digunakan, karena dalam penelitian ini hanya terdapat 15 item yang valid ditambah 4 item mendekati valid, serta menambah jumlah responden, dan lokasi penyebaran kuesioner yang lebih luas. Pengambilan data juga dapat dilakukan pada saat berlangsungnya konser musik. Atau dapat melakukan penelitian lanjutan yang membahas risk taking behaviour dengan variabel lain seperti persepsi terhadap resiko, agresivitas, tipe kepribadian, sensation seeking, dan sebagainya.

G. Bahan bacaan :32 (1962-2010)

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Tiada untaian kata yang pantas untuk diucapkan kecuali ucapan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berbagai nikmat, taufik dan hidayah kepada hamba-Nya. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan kepada kita semua umatnya. Selama proses penyusunan skripsi ini ditemui banyak hambatan, rintangan, dan tantangan, tetapi dibalik semua itu, kesuksesan dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, Ph.D dan para pembantu Dekan, serta

Bapak Dr. Achmad Syahid M.A selaku dosen pembimbing akademik.

2. Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi selaku pembimbing I dan Ibu Yufi Adriani, M. Psi selaku

pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya serta dengan sabar memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, saran, dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah membantu proses pembelajaran, terima

kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan. Serta seluruh staf akademik dan

perpustakaan Fakultas psikologi atas bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Untuk Ayah dan Ibu ku tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan tiada

henti-hentinya menyemangati serta mendoakan anakmu ini agar dapat secepatnya

menyelesaikan skripsinya. Juga kedua adik laki-laki ku yang selalu ada untuk kumintai tolong, semoga kalian menjadi anak yang lebih cerdas dan berbakti kepada kedua orang tua.Amiin. Dan tidak ketinggalan untuk keluarga besar Datuk Sutan Malenggang (i’m very proud to be a part of this great family).

(9)

6. All kids at Bambu Kuning Big Family (26,Benk’s,Water,Futsal,Melodic,SD,Net) 7. Kiki Rizki Amalia yang telah mewarnai hari-hari penulis selama menuntut ilmu disini,

semoga apa yang terjadi diantara kita dapat menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.

8. Semua remaja yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Semua orang yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu,

namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat kepada mereka semua.

Akhirnya, Semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita dan menuntun kita selalu berada di jalan-Nya. Amiin.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

(10)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Aulia Hamzah

NIM : 104070002375

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour pada Remaja” adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat. Adapun kutipan-kutipan dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi saya ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 16 Desember 2010

Aulia Hamzah NIM: 104070002375

(11)

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Motto ... iv

Persembahan ... v

Abstraksi ... vi

Kata Pengantar ... viii

Halaman Pernyataan ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xv

Daftar Bagan ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 11

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12

1.3.1 Pembatasan Masalah ... 12

1.3.2 Perumusan Masalah ... 12

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 13

1.4.2 Manfaat penelitian ... 13

1.5. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Musik ... 15

2.1.1 Pengertian Musik ... 15

(12)

2.1.2 Musik dan Tingkah Laku Manusia ... 16

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Risk Taking Behaviour ... 34

2.4. Kerangka Berpikir ... 37

2.5. Hipotesis Penelitian ... 40

(13)

3.7. Teknik Analisa Data ... 52

3.8. Prosedur Penelitian ... 53

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 55

4.1.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.1.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 56

4.1.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 56

4.1.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Total Mendengarkan Musik ... 57

4.1.5 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Intensitas Menonton Konser ... 57

4.1.6 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Konser Yang Sering Ditonton ... 58

4.1.7 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Risk Taking Behaviour Yang Dilakukan ... 59

4.2. Deskripsi Statistik ... 59

4.2.1 Gambaran Skor Preferensi Musik ... 60

4.2.2 Gambaran Skor Risk Taking Behaviour ... 61

4.3 Uji Hipotesis ... 62

4.4 Hasil Tambahan ... 63

4.4.1 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara Remaja Yang Pernah Merokok dan Tidak ... 64

4.4.2 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara Remaja Yang Pernah Tawuran dan Tidak ... 64

(14)

4.4.3 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara

Remaja Yang Pernah Minum Alkohol dan Tidak ... 65

4.4.4 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara Remaja Yang Pernah Mengkonsumsi Narkoba dan Tidak ... 66

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Diskusi ... 68

5.3 Saran ... 72

5.3.1 Saran Teoritis ... 72

5.3.2 Saran Praktis ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN

(15)

Tabel 3.2 Blue Print Try Out Skala Risk Taking Behaviour ... 47

Tabel 3.3 Skoring Jawaban ... 47

Tabel 3.4 Kaidah Reliabilitas ... 49

Tabel 3.5 Blue Print Field Test Skala Preferensi Musik ... 51

Tabel 3.6 Blue Print Field Test Skala Risk Taking Behaviour ... 52

Tabel 3.7 Indeks Koefisien Korelasi ... 53

Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia ... 56

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan ... 56

Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Total Mendengar Musik ... 57

Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Intensitas Menonton Konser ... 57

Tabel 4.6 Responden Berdasarkan Jenis Konser Musik Yang Sering Ditonton ... 58

Tabel 4.7 Responden Berdasarkan Risk Taking Behaviour yang dilakukan ... 59

Tabel 4.8 Deskripsi Statistik Skor Preferensi Musik ... 60

Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Skala Preferensi Musik ... 60

Tabel 4.10 Deskripsi Statistik Skor Risk Taking Behaviour ... 61

Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Skala Risk Taking Behaviour ... 62

(16)

Tabel 4.12 Koefisien Korelasi ... 63

Tabel 4.13 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour merokok ... 64

Tabel 4.14 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour tawuran ... 64

Tabel 4.15 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour minum alkohol ... 65

Tabel 4.16 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour narkoba ... 66

(17)

xvii

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Musik memang seakan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan

menjadi bagian dari kehidupan karena merupakan sebuah produk dari kebudayaan

dan juga cerminan sosial dalam masyarakat. Blacking (dalam Djohan, 2005),

mengatakan bahwa musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal,

serta memiliki karakter penting dalam kehidupan manusia sehingga tidak ada satu

masyarakat atau budaya yang tidak memiliki musik.

Terdapat berbagai macam definisi musik, salah satunya The Oxford

Concise Dictionary mendefinisikan musik sebagai seni yang mengkombinasikan

suara, dari suara manusia atau instrumen untuk mencapai keindahan bentuk dan

ekpresi emosi (dalam Deutsch, 1999). Jadi bisa dikatakan bahwa musik adalah

suatu seni suara (suara manusia ataupun instrumen) yang mengekspresikan ide-ide

dan emosi dalam bentuk yang signifikan dalam elemen ritme, melodi, harmoni

dan warna yang telah diterima sebagai bentuk ekspresi dalam masyarakat yang

digunakan secara luas.

Musik merupakan suatu hal yang bersifat universal dan tidak mengenal

golongan masyarakat, siapapun dapat mengapresiasi musik walaupun ia tidak

terpelajar dalam bidang musik. Musik digunakan banyak orang sebagai media

untuk mengekspresikan diri (dapat berupa ide-ide atau nilai-nilai yang

diyakininya), juga sebagai hiburan karena didalamnya terkandung lirik-lirik yang

(19)

sesuai dengan emosi yang sedang dirasakan seseorang, seperti senang, sedih,

marah, gelisah, takut, cemburu, semangat dan sebagainya.

Nakagawa (2000) menyatakan membuat ataupun mendengarkan musik

sama artinya dengan berdialog dengan tubuh, jika kita sedang menikmati musik,

kita pasti sadar bahwa gerakan-gerakan tubuh kita itu bukan sekedar tubuh kita

sehari-hari. Contohnya ketika kita sedang melakukan suatu aktifitas sambil

mendengarkan musik maka disadari atau tidak salah satu bagian dari anggota

tubuh akan bergerak mengikuti irama musik yang sedang kita dengarkan, seperti

gerakan kepala yang mengangguk, jari tangan yang mengetuk-ngetuk, kaki yang

menginjak-injak hingga menggoyang-goyangkan badan.

Peminat musik memang dari semua golongan, baik tua dan muda, anak

kecil, wanita atau pria, namun tidak dapat dipungkiri lagi individu yang paling

banyak dan sering mendengarkan musik adalah remaja. Musik merupakan bagian

penting dari kebudayaan remaja, karena remaja tertarik oleh berbagai macam

emosi yang diekspresikan dalam lagu-lagu yang populer (Rice, 1996).

Remaja sendiri secara istilah dapat diartikan tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa yang berasal dari bahasa latin yaitu adolescence. Dimana istilah yang

dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan

mental, emosional, fisik dan sosial (Hurlock, 1999). Masa remaja merupakan

suatu periode transisi antara masa kanak-kanak menuju orang dewasa yang

meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional (Santrock,

(20)

3

Masa remaja sering diibaratkan juga dengan masa topan badai (strum and

drang), karena mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat

pertentangan nilai, sehingga remaja seringkali mengalami kesulitan dalam

membentuk atau mencari jati diri dan identitas kelompok dalam peer group.

Karenanya remaja berusaha mencari nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan

dirinya agar dijadikan sebagai tempat untuk bertahan dan melewati masa-masa

remaja yang kadang sulit dipahami (Schafer & Sedlmeier, 2009).

Sebagian besar menjadikan musik sebagai sarana untuk merefleksikan diri

ditengah kegalauan yang dialaminya. Bagi Hodges (1999), musik mempunyai

peranan yang amat besar bagi kehidupan remaja, karena musik bukan hanya

sebagai pengisi waktu luang saja, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang

mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga cara

berpikir. Dimana pada masa ini ketika remaja sedang berusaha mengembangkan

diri dan identitas kelompok, musik sangat mempunyai pengaruh besar untuk

menjalankan keduanya.

Kebiasaaan para remaja untuk menghabiskan banyak waktu

mendengarkan musik tidak jauh berbeda, tetapi tidak semua orang menyukai jenis

musik yang sama. Setiap orang mempunyai preferensi musik yang berbeda yang

terbentuk oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karakteristik dari musik

tersebut (tempo,rhytm,pitch,dsb), familiar dan sering mendengarkan suatu jenis

musik, perasaan pada saat mendengarkan musik, dan yang tak ketinggalan adalah

(21)

Banyak remaja yang mempunyai preferensi (kecenderungan

memilih/menyukai) musik yang pelan dan lembut (light music) karena dapat

membuat nyaman dan menenangkan perasaan, tetapi tidak sedikit juga remaja

yang mempunyai preferensi jenis musik keras (heavy music) yang dapat membuat

semangat (Schwartz & Fouts, 2003).

Finnas (dalam Schwartz & Fouts, 2003), membedakan para penggemar

musik menjadi 2 kategori berdasarkan kualitas musik yang didengarkannya, yaitu

mereka yang menggemari musik dengan kualitas berat atau heavy music, yaitu

jenis musik populer yang mempunyai tempo lagu cepat, nada yang keras dengan

adanya penekanan irama yang kuat secara terus-menerus disertai dentuman bunyi

yang berulang-ulang dan biasanya dimainkan dengan alat musik elektronik,

contohnya musik rock dan sub-genrenya (punk, metal, hardcore, emo dll), musik

rap (yang merupakan bagian dari kebudayaan hip-hop).

Ada lagi yang disebut light music, musik jenis ini meliputi balada-balada

yang pelan dan emosional, yang mengandung tema-tema perkembangan, juga

melodi beritme yang didesain untuk berdansa, seperti country, pop, pop remaja,

jazz dan dance.

Kecenderungan dan kebiasaan mendengarkan salah satu jenis musik

ternyata berpengaruh terhadap karakteristik dan tingkah laku seseorang dalam

kehidupan sehari-hari. Schwartz and Fouts (2003) dalam penelitiannya tentang

preferensi musik, gaya kepribadian dan isu-isu perkembangan remaja,

menyatakan bahwa remaja yang mempunyai preferensi musik heavy cenderung

(22)

5

tidak acuh akan perasaan dan reaksi dari orang lain, lebih suka terbawa suasana

hati, lebih pesimistis, sangat sensitif, tidak mudah puas, impulsif, lebih tidak

hormat dari aturan masyarakat, dan lebih tidak percaya diri pada kemampuan

akademis.

Sejalan dengan yang dikemukakan Christenson & Van Nouhuys (Roberts,

Christenson & Gentile, 2008), bahwa penggemar musik heavy metal cenderung

memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan remaja lainnya, disekolah

mereka lebih sering terlibat konflik dengan para guru dan mengabaikan peraturan

sekolah lainnya juga tidak menunjukkan kemampuan akademik yang baik bila

dibandingkan dengan remaja lain yang lebih menyenangi musik mainstream (light

dan eclectic music). Mereka cenderung tidak ramah, dingin, jauh dari keluarga

dan sering berselisih dengan kedua orangtua (Martin dkk, dalam Roberts,

Christenson & Gentile, 2008).

Berbeda dengan para remaja yang mempunyai preferensi musik light yang

cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi,

tidak impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka,

serta mempunyai kepercayaan diri dalam bidang akademik, selain itu ada juga

hal-hal yang dikaitkan dengan kepercayaan diri, pertumbuhan fisik, hubungan

romantis dengan kekasih dan diterimanya diri mereka oleh teman-teman sebaya.

Sehingga mereka yang berada dalam kategori ini tidak mempunyai banyak

kesulitan dalam masa remaja mereka (dalam Schwartz dan Fouts, 2003)

Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa para remaja yang

(23)

melewati tahapan perkembangannya dibandingkan mereka yang mempunyai

preferensi musik light. Pandangan bahwa jenis musik heavy ini memberi pengaruh

negatif juga diperkuat saat Hansen & Hansen (dalam Hargreaves, 1997) yang

melakukan penelitian tentang perilaku individu yang menyenangi jenis musik

heavy, menyatakan bahwa penggemar musik heavy metal pada umumnya

cenderung berperilaku amoral, manipulatif, menghalalkan segala cara, dan dalam

perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku hiperseksual.

Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka cenderung terlibat

dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif (psikotropika), maupun terdorong untuk

melakukan aksi kriminalitas.

Selain itu, Hansen & Hansen (dalam Schwartz dan Fouts, 2003),

menemukan indikasi adanya asosiasi antara preferensi musik heavy dengan

hiperseksualitas, kurangnya rasa hormat terhadap wanita oleh pria, adanya

perilaku kriminal dan antisosial yang meningkat, serta meningkatnya risk-taking

behavior (tingkah laku beresiko) atau sensation seeking. Martin dkk pada tahun

1993 (dalam Roberts, Christenson & Gentile, 2003) melaporkan lebih dari 200

siswa SMA di Australia yang menyukai musik hard rock dan heavy metal

mempunyai frekuensi perasaan depresi, pikiran bunuh diri, dan sengaja melukai

diri sendiri lebih sering dibandingkan yang lainnya.

Rubin, West & Mitchell yang melakukan penelitian di tahun 2001 (dalam

Anderson, Carnagey & Eubanks, 2003) menemukan para mahasiswa yang

(24)

7

ajar terhadap wanita dan tingkat kecurigaan yang tinggi dibanding penggemar

genre musik lain.

Dimasyarakat kita dapat ditemui peristiwa dimana konser musik heavy

disertai perusakan dan berakhir dengan kerusuhan. Konser grup band heavy metal

dari Amerika Serikat, Metallica di Stadion Lebak Bulus pada tanggal 11 April

1993 diwarnai dengan penjarahan, pembakaran warung dan toko, serta

perampasan harta benda yang dilakukan oleh para penonton yang tidak

mendapatkan tiket. Kerusuhan dalam konser musik yang disertai aksi perusakan

ternyata tidak hanya terjadi ketika yang tampil adalah band dari luar negeri,

konser musisi lokal pun sering berakhir dengan kekacauan dan menimbulkan

korban, pada tanggal 18 Desember 2004 saat band GIGI menjadi pengisi acara

inaugurasi mahasiswa baru di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terjadi

peristiwa atap/kanopi Student Center roboh karena dinaiki oleh sekelompok orang

dan menimpa para penonton dibawahnya, kejadian ini menyebabkan 57 orang

luka-luka dan 2 orang meninggal dunia. Kemudian pada tanggal 9 Februari 2008,

saat launching album sebuah band underground asal Bandung bernama Beside

yang bertempat di Gedung Asia Afrika Bandung, terjadi kerusuhan yang diawali

aksi dorong oleh para penonton yang tidak memilki tiket tetapi memaksa masuk

hingga mengakibatkan tragedi yang menyebabkan 11 orang tewas terinjak-injak

dan tergencet (www.detiknews.com).

Namun, ternyata di Indonesia, keributan tidak hanya terjadi pada konser

musik heavy saja, beberapa konser band yang musiknya beraliran light juga

(25)

Banyuwangi, Jawa Timur, pada tanggal 28 November 2009 diwarnai kericuhan

yang mengakibatkan puluhan orang terluka, akibat penonton saling lempar batu,

sandal, dan botol air mineral. Walaupun polisi mencoba meredam dengan naik

panggung dan menangkap para penonton yang dianggap biang kericuhan tapi

upaya itu sia-sia, karena sejumlah penonton tetap tawuran, hingga polisi akhirnya

membubarkan konser karena situasi sudah di luar kendali

(http://www.indonesiantunes.com). Kasus lainnya adalah konser musik grup band

Numata dan Garasi yang juga beraliran light, pada tanggal 26 Juni 2008 terjadi

keributan disusul aksi lempar batu ditengah lautan penonton yang mengakibatkan

lima orang terluka dan seorang penonton tewas karena terjatuh dari truk seusai

pulang menonton konser (http://www.koranindonesia.com).

Dari beberapa kasus yang terjadi diketahui ternyata para penonton yang

kebanyakan remaja dalam keadaan mabuk saat menonton, sehingga para remaja

yang sedang dibawah pengaruh alkohol atau narkoba tidak dapat mengendalikan

diri dan gampang sekali terpancing emosinya sehingga terjadi perkelahian antar

penonton dan aksi perusakan yang berujung kerusuhan. Bahkan, untuk kasus

launching album band Beside di Bandung yang menyebabkan 11 orang meninggal

dunia, menurut reporter Ronald Tanamas berdasarkan keterangan beberapa korban

yang selamat diketahui adanya pembagian minuman keras oleh panitia kepada

sejumlah penonton sebelum memasuki arena konser dan pada saat konser

berlangsung para personel Beside juga sempat membagi-bagikan minuman

beralkohol kepada penonton dibarisan depan, hal itu diduga kuat menjadi pemicu

(26)

9

Perilaku para remaja yang mengkonsumsi alkohol, berkelahi, dan

melakukan aksi perusakan dalam dunia psikologi dapat dikategorikan sebagai

rebellious behaviors (perilaku memberontak) dan antisocial behaviors (perilaku

antisosial) yang termasuk dalam tipe-tipe tingkah laku beresiko (risk taking

behaviour), yaitu segala bentuk perilaku dimana kemungkinan konsekuensi

negatif yang akan diterimanya lebih besar daripada konsekuensi positif. Selain

perilaku diatas, adalagi tipe didalam risk taking behaviour yang disebut

thrill-seeking risk behaviors (perilaku mencari sensasi yang intens dan diasosiasikan

dengan perasaan naiknya kadar adrenalin di tubuh/excitement), biasanya

berhubungan dengan olahraga ekstrem (skateboarding, BMX, bungee-jumping,

arung jeram, panjat tebing, dll), serta reckless behaviour yang juga merupakan

perilaku mencari tantangan namun kadar resikonya lebih tinggi karena akibat

yang ditimbulkan biasanya juga dipersepsikan secara negatif oleh masyarakat

luas, misalnya mabuk saat berkendara, kebut-kebutan, menggunakan jarum suntik

secara bergantian, berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual.

Individu yang paling banyak serta sering melakukannya adalah remaja,

karena mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa, unik dan

kebal terhadap hal-hal yang beresiko (Duffy, 2005). Hal itu juga karena pola pikir

remaja yang berbeda dari orang dewasa dalam mengidentifikasi segala macam

resiko dari setiap tindakannya, dan menyadari konsekuensi dari resiko tersebut

serta nilai-nilai yang diperhatikannya sebelum melakukan sesuatu. Jika orang

dewasa lebih berpegang pada norma-norma agama, hukum, susila dll, sementara

(27)

harus bertentangan dengan norma-norma tersebut. Contohnya, ketika seseorang

memutuskan untuk menggunakan narkoba pada suatu pertunjukan musik, maka

akan ada evaluasi terhadap berbagai konsekuensi, yaitu resiko secara hukum dan

kesehatan, efek sampingnya, dan penilaian dari orang lain yang hadir pada saat

itu. Baik remaja maupun orang dewasa akan mempertimbangkan semua

kemungkinan ini, tetapi orang dewasa relatif lebih menitikberatkan pada resiko

hukum dan kesehatan dari narkoba, sedangkan remaja lebih pada konsekuensi

sosial jika tidak menggunakan narkoba yang didapatnya, dapat berupa penolakan

ataupun pelecehan dari teman kelompoknya (Steinberg, 1999).

Pengaruh usia juga cukup menentukan, karena terdapat perbedaan yang

signifikan dalam mempersepsikan resiko dari suatu tingkah laku, seseorang yang

berusia muda atau remaja berpendapat resiko dari risk taking behaviour mereka

tidaklah besar sehingga kemungkinan mereka terlibat lebih tinggi daripada yang

berusia lebih tua (Gullone dkk, dalam Christia, 2001).

Itu sebabnya dalam pandangan masyarakat awam, musik yang beraliran

heavy dianggap berdampak negatif terhadap perkembangan remaja karena

mendorong mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang termasuk dalam

kategori risk taking behaviour. Meskipun demikian kenyataan yang terjadi di

Indonesia tidak hanya konser musik heavy yang sering berakhir rusuh tetapi

konser musik light juga.

Mengingat semakin banyaknya fenomena dimasyarakat yang berkaitan

dengan masalah diatas maka peneliti merasa tertarik dan penting untuk

(28)

11

sangat merugikan diri sendiri juga orang-orang disekitarnya, baik secara sosial,

finansial, kesehatan bahkan sampai yang terburuk dapat menyebabkan kematian.

Selain itu Finnas (dalam Schafer & Sedlmeier, 2009) menekankan tentang

pentingnya mengetahui preferensi musik bagi perkembangan kultur musik itu

sendiri, masyarakat dan perkembangan kepribadian seseorang.

Lagipula beberapa penelitian terdahulu dilakukan diluar negeri, karenanya

peneliti bermaksud mengetahui apakah kecenderungan dan kebiasaan

mendengarkan salah satu jenis musik pada remaja di Indonesia dapat

menyebabkan tingkah laku beresiko, selain karena perbedaan letak geografis dan

demografis serta kultur budaya yang berbeda, sekaligus juga untuk

mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada kehidupan sosial budaya

masyarakat kita, khususnya para remaja. Dengan demikian peneliti mengajukan

judul “Hubungan Antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour

Pada Remaja” sebagai bahan untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan dan

mendapatkan gelar kesarjanaan Psikologi.

1.2 Identifikasi Masalah

• Apakah ada hubungan antara preferensi musik dengan risk taking behaviour

pada remaja.

• Apakah remaja yang mempunyai preferensi musik tinggi cenderung

(29)

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan diteliti tidak melebar, maka peneliti membatasi

permasalahan penelitian sebagai berikut :

• Preferensi Musik adalah kecenderungan untuk memilih dan menyukai salah

satu jenis musik populer yang sedang berkembang sejajar dengan

perkembangan media audio visual dari awal abad ini sampai sekarang.

Risk taking behaviour adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan secara

sukarela yang dianggap atau mengandung resiko dimana kemungkinan

konsekuensi negatif yang akan diterima seseorang lebih besar daripada

konsekuensi positif.

• Remaja adalah suatu periode transisi dari masa kanak-kanak sampai dengan

dewasa yang meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif dan

sosioemosional. Masa Remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir

antara usia 18-22 tahun.

1.3.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian

ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara preferensi musik dengan

(30)

13

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa ada hubungan antara preferensi

musik heavy dengan risk taking behaviour pada remaja.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis: secara teorirtis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi dan menambah khazanah keilmuan pada ilmu

Psikologi, khususnya cabang Psikologi Perkembangan,

Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial.

Manfaat praktis: secara praktis diharapkan dapat memberi masukan bagi para

remaja agar lebih selektif lagi dalam memilih musik yang

didengarkan dan dapat mengambil manfaatnya secara positif.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman pada tulisan ini, maka penulis menyusun

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

(31)

Bab 2 Kajian Teori

Bagian in membahas teori tentang preferensi musik, remaja, risk taking

behaviour, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bagian ini memaparkan pendekatan penelitian, karakteristik sampel,

teknik pengambilan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik uji

instrumen, hasil uji instrumen penelitian, teknik analisa data, prosedur penelitian,

Bab 4 Presentasi dan Analisa Data

Terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, presentasi data, uji

hipotesis, hasil tambahan (t-test).

Bab 5 Penutup

(32)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Musik

2.1.1 Pengertian Musik

Musik (music) berasal dari bahasa Yunani ”muse” yang bila diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia berarti sebuah bentuk ”renungan”. Sejak dulu manusia telah

menyadari keajaiban dari kekuatan musik, dalam sejarah Yunani kuno, Plato

menuliskan bahwa belajar musik lebih manjur dalam membentuk sifat

dibandingkan yang lainnya, karena irama dan harmoni dapat masuk kedalam jiwa

seseorang dimana kekuatannya dapat mengendalikan seseorang (Swanson, 1962)

Seashore (1988) menuliskan sebuah syair yang menggambarkan tentang

musik, yaitu ”music is the medium through which we express our feelings of joy

and sorrow, love and patriotism, penitence and praise. It is the charm of the soul,

the instrument that lifts mind to higher regions, the gateway into the realms of

imagination. It makes the eye to sparkle, the pulse to beat more quickly. It cause

emotions to pass over our being like waves over the far-reaching sea”. Atau dapat

diartikan musik adalah ”sebagai media untuk mengekspresikan keadaan dalam

diri, seperti kesenangan dan kesedihan, cinta dan patriotisme, penyesalan dan

keyakinan. Sebuah cahaya yang memikat jiwa, sebuah instrumen yang mampu

membawa pikiran ketingkat yang lebih tinggi, sebuah gerbang menuju kenyataan

imajinasi, dapat membuat mata berbinar-binar, jantung berdetak lebih cepat, serta

(33)

menyebabkan emosi yang dapat mengguncang pemikiran bagaikan ombak di

lautan luas”.

The Oxford Concise Dictionary (dalam Deutsch, 1999) mendefinisikan

musik sebagai seni yang mengkombinasikan suara dari suara manusia atau

instrumen untuk mencapai keindahan bentuk dan ekspresi emosi.. Jadi dapat

dikatakan musik adalah suatu seni suara yang mengekspresikan ide-ide dan emosi

dalam bentuk yang signifikan dalam elemen ritme, melodi, harmoni dan warna,

dan telah diterima sebagai bentuk ekspresi otentik dalam masyarakat yang

digunakan secara luas.

2.1.2 Musik dan Tingkah Laku Manusia

Musik memang seakan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sejak

dahulu hingga sekarang dan merupakan suatu bahasa universal yang dapat

diterima dan dimengerti oleh setiap manusia diberbagai belahan dunia, serta tidak

membedakan pendengarnya dalam suatu golongan masyarakat, sehingga siapapun

dapat mengapresiasi musik dan menikmatinya walaupun ia tidak terpelajar di

bidang musik.

Blacking (dalam Djohan, 2005) menyatakan bahwa musik adalah perilaku

sosial yang kompleks dan universal, serta memiliki karakter penting dalam

kehidupan manusia sehingga tidak ada satu pun masyarakat atau budaya di dunia

yang tidak memiliki musik. Menurut Parker (dalam Djohan, 2005) elemen vibrasi

(fisika & kosmos) atas frekuensi, bentuk, amplitudo dan durasi belum menjadi

(34)

17

diinterpretasikan melalui otak. Transformasi kedalam musik dan respon manusia

(perilaku) adalah unik untuk dirasa (afeksi) karena otak besar manusia (kognisi)

berkembang dengan amat pesat sebagai akibat pengalaman musikal sebelumnya.

Menurut Sloboda (dalam Tambunan, 2001) Aktifitas musikal pada

manusia dapat berupa penciptaan karya musik, performa musikal atau

mendengarkan karya musik. Dengan melakukan salah satu dari tiga hal tersebut,

seseorang sudah dapat dikatakan terlibat dalam aktifitas musikal. Dua aktifitas

pertama merupakan suatu proses yang menghasilkan produk tertentu yang dapat

dipersepsi, sementara aktifitas yang ketiga lebih berupa kegiatan pasif yang tidak

selalu membutuhkan hasil fisik yang dapat diamati, walaupun tetap

mengetengahkan sejumlah aktifitas mental.

Djohan (2005) berpendapat musik yang bersifat stimulatif (tempo cepat

dan nada yang keras) dapat meningkatkan detak jantung seseorang sementara

yang bersifat non stimulatif/sedatif (tempo sedang atau pelan dan nada yang

lembut) dapat menurunkan detak jantung seseorang. Kemudian Lewis dkk (dalam

Djohan, 2005) menyatakan bahwa musik memiliki pengaruh yang kuat terhadap

suasana hati. Musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana

hati positif demikian pula musik yag sedih juga menghasilkan suasana hati yang

negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa musik bisa mempengaruhi ekspresi

emosi orang yang mendengarkannya.

Nakagawa (2000) menambahkan bahwa musik adalah ekspresi seni yang

berpangkal pada tubuh, musik terdiri atas suatu peredaran atau arus balik

(35)

Karenanya membuat atau mendengarkan musik sama artinya berdialog dengan

tubuh, jika kita sedang menikmati musik, kita pasti menjadi sadar bahwa

gerakan-gerakan tubuh kita itu bukan sekedar tubuh kita sehari-hari. Contohnya ketika kita

sedang melakukan suatu aktifitas sambil mendengarkan musik maka disadari atau

tidak salah satu bagian dari anggota tubuh akan bergerak mengikuti irama musik

yang sedang kita dengarkan, seperti gerakan kepala yang mengangguk, jari tangan

yang mengetuk-ngetuk, kaki yang menginjak-injak hingga

menggoyang-goyangkan badan

Karena itu tidak dapat dibantah lagi musik mempunyai peranan dalam

sejarah perkembangan manusia dari masa ke masa, begitu juga pada tahapan

perkembangan manusia, tidak terkecuali pada masa remaja dimana pada saat

peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini remaja menjadi rentan

terhadap hal-hal yang baru mereka alami (perubahan fisik dan situasi sosial)

sehingga emosi mereka menjadi labil, dan belum secara penuh dan sadar

menyadari arti dari setiap peristiwa yang dialami.

Saat itu musik dengan lirik-liriknya menjadi sarana hiburan untuk melepas

kepenatan serta refleksi dari diri mereka. Dikatakan musik merupakan bagian

penting dari kebudayaan remaja. Karena remaja tertarik oleh berbagai macam

emosi yang diekspresikan dalam lagu-lagu populer yang biasanya mengangkat

tema-tema yang dekat dengan remaja, seperti percintaan, pertemanan, pencarian,

jati diri dan permasalahan sosial yang sering terjadi dalam masyarakat (Rice,

(36)

19

Hodges (1999) menyatakan bahwa musik tidak dapat dipungkiri lagi

memegang peranan yang penting pada perkembangan masa remaja. Musik bukan

hanya sebagai pengisi waktu luang saja, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang

mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga

berpikir. Masa ketika remaja sedang berusaha mengembangkan diri dan identitas

kelompok, musik sangat mempunyai pengaruh besar untuk menolong remaja

menjalankan keduanya.

Menurut Larson (dalam Steinberg, 1999), kebanyakan remaja

menghabiskan 13% kegiatan sehari-hari berada dalam kamar, kemudian sekolah

dan sisanya yang paling banyak adalah menghabiskan waktu mendengarkan

musik. Selain itu remaja lebih memilih musik sebagi media untuk

merepresentasikan diri mereka, karena sifat dari musik itu sendiri yang luwes dan

universal juga tidak memiliki banyak aturan yang baku, sehingga mereka dapat

menyalurkan ide-ide yang dimiliki sebebas-bebasnya tanpa ada rasa takut.

2.1.3 Jenis-jenis Musik

Agar tidak memperlebar masalah dalam penelitian ini, maka peneliti berusaha

menjelaskan jenis-jenis preferensi musik yang berasal dari musik populer

(mainstream) yang kini sedang disukai oleh para remaja.

Setiap orang mempunyai preferensi (kecenderungan memilih) musik yang

berbeda-beda yang terbentuk oleh berbagai faktor, Schafer & Sedlmeier (2009)

menyatakan preferensi musik pada seseorang disebabkan karakteristik dari musik

(37)

musik, perasaan pada saat mendengarkan musik, dan yang tak ketinggalan adalah

usia dari pendengar musik. Sementara White (dalam Schwartz & Fouts, 2003)

menekankan bahwa preferensi musik merefleksikan para pendengarnya tentang

mereka sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, Finnas (Dalam, Schwartz & Fouts, 2003)

membedakan penggemar musik menjadi 2 kategori berdasarkan kualitas musik

yang didengarkannya, yaitu mereka yang menggemari musik dengan kualitas

berat atau heavy music, mereka yang menggemari musik dengan kualitas ringan

atau light music.

Yang dimaksud heavy music adalah jenis musik populer yang mempunyai

tempo lagu cepat, nada yang keras dengan adanya penekanan irama yang kuat

secara terus-menerus disertai dentuman bunyi yang berulang-ulang dan biasanya

dimainkan dengan alat musik elektronik. Yang termasuk kedalam kategori heavy

music adalah musik rock beserta semua sub-genrenya (punk, metal, hardcore, emo

dll), musik rap (Schwartz & Fouts, 2003).

Yang tergolong light music adalah musik pop, pop remaja dan dance

(Schwartz & Fouts, 2003). Musik jenis ini meliputi balada-balada yang pelan dan

emosional, yang mengandung tema-tema perkembangan, juga melodi beritme

yang didesain untuk berdansa. Lirik yang ditemukan dalam lagu-lagu ini biasanya

membawakan tema mengenai hubungan dengan orang lain (keluarga, teman atau

kekasih), otonomi dan identitas serta keadaan sosial.

Preferensi musik pada remaja merefleksikan nilai-nilai, image (gaya yang

(38)

21

sense of self pada remaja. Selain itu remaja menggunakan produk-produk media

dalam memperlihatkan perbedaan individual diantara mereka dalam hal yang

menyangkut nilai-nilai, kepercayaan, minat dan karakteristik kepribadian (Arnett

& Larson, dalam Schwartz & Fouts, 2003). Sementara Lull (dalam Schwartz &

Fouts, 2003) menyatakan bahwa remaja menggunakan musik untuk melawan

otoritas pada segala tingkat, menunjukkan kepribadiannya, membangun hubungan

peer group dan hubungan romantis, juga untuk mempelajari hal-hal yang selama

ini tidak pernah disentuh oleh orang tua dan sekolah.

Menurut Schwartz & Fouts (2003), remaja yang mempunyai preferensi

musik heavy cenderung lebih independen, keras hati, sangat asertif dalam

hubungannya dengan orang lain, tidak acuh akan perasaan dan reaksi dari orang

lain, lebih suka terbawa suasana hati, lebih pesimistis, sangat sensitif, tidak mudah

puas, impulsif, lebih tidak hormat dari aturan masyarakat, dan lebih tidak percaya

diri pada kemampuan akademis. Mereka belum mempunyai identitas yang stabil

sehingga mereka berpegang pada kebingungan dan perasaan tidak nyaman yang

lebih mereka kenal daripada menghadapi masalah-masalah mereka di dunia nyata

dimana membentuk dan mempertahankan identitas diri tidaklah mudah.

Mendengarkan musik heavy yang mempunyai tema-tema yang sesuai

dengan perasaan mereka serta suara yang merefleksikan kekalutan diri mereka,

merasa berbagi dengan pendengar atau pemusik lainnya yang mempunyai

karakteristik mirip. Dengan demikian, musik heavy yang mereka dengarkan dapat

memberi perasaan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi tugas-tugas

(39)

mereka dan memberikan keadaan yang aman untuk mengeksplorasi dan

menyusun suatu pemahaman terhadap diri mereka.

Selain itu musik heavy juga dapat mengalihkan perhatian remaja dari

emosi yang meledak-ledak dengan stimulasi suara dari musik yang keras dan

cepat, sehingga menghindari perasaan yang tidak nyaman serta masalah-masalah

perkembangan (Schwartz & Fouts, 2003). Menurut Hansen & Hansen (dalam

Hargreaves, 1997), penggemar musik heavy metal pada umumnya cenderung

berperilaku amoral, manipulatif, berpaham machiaveli (menghalalkan segala

cara), dan dalam perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku

hiperseksual. Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka

cenderung memiliki perilaku yang lebih parah dari pada para penggemar musik

heavy metal, seperti terlibat dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif (psikotropika),

maupun terdorong untuk melakukan aksi kriminalitas.

Arnett (dalam Rice, 1996) melaporkan bahwa remaja yang menyukai jenis

musik heavy mempunyai tingkat keterlibatan yang tinggi dalam reckless

behaviour (perilaku berbahaya), meliputi mabuk saat berkendara, kebut-kebutan,

berhubungan seks tanpa pengaman dan dengan orang yang baru dikenal,

menggunakan obat-obatan terlarang, pencurian di toko dan vandalism.

Sementara para remaja yang mempunyai preferensi pada musik light

cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi,

tidak impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka,

(40)

hal-23

hal yang dikaitkan dengan kepercayaan diri, pertumbuhan fisik, hubungan

romantis dengan kekasih dan diterimanya diri mereka oleh teman-teman sebaya.

Ini terjadi karena pada umumnya light music membawakan tema-tema ini

dan emosi-emosi yang berhubungan dengan tema tersebut, sehingga

merefleksikan diri mereka serta memvalidasi siapa mereka dan bagaimana

perasaan mereka pada tahap perkembangan ini (Larson, Rosenbaum &

Thompson, dalam Schwartz & Fouts, 2003). Arnett (dalam Schwartz & Fouts,

2003) berpendapat bahwa musik light membantu untuk meregulasikan dan

mengekspresikan perasaan yang mereka alami, sehingga mereka dapat lebih

mudah bertransisi ke masa dewasa.

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Dalam ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan, ada salah satu

tahapan perkembangan dalam hidup manusia yang dianggap unik dan berperan

penting dalam kehidupan seseorang, sehingga banyak dijadikan sebagai bahan

penelitian oleh para ahli. Tahapan perkembangan yang dimaksud adalah masa

remaja.

Dalam Hurlock (1999), istilah adolescence yang dipergunakan saat ini

mempunyai arti cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, fisik dan

sosial. Masa remaja bisa dibilang adalah masa penghubung atau masa peralihan

(41)

Sementara definisi remaja secara lengkap menurut WHO (dalam Sarwono,

2010) terbagi dalam tiga konseptual, yaitu:

1. Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan.

2. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

Santrock (2002) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode

transisi antara masa kanak-kanak dan orang dewasa yang meliputi

perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Masa remaja disebut juga masa

topan badai (strum & drang), karena mencerminkan kebudayaan modern yang

penuh gejolak akibat pertentangan nilai.

Karena hal itu, tidak salah jika para ahli sendiri ternyata mempunyai

perbedaan dalam menentukan batasan masa remaja. Hal ini disebabkan banyaknya

faktor yang mempengaruhi perkembangan setiap individu. Santrock (2002)

berpendapat bahwa masa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir

antara usia 18-22 tahun. Papalia (1998) memberikan batasan usia yang hampir

sama, yaitu sekitar 12-13 tahun hingga akhir belasan atau pada awal dua puluhan.

Kemudian Hurlock (1999) mengemukakan bahwa masa remaja awal

berlangsung kira-kira dari usia 13-16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir

berawal dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara

(42)

25

sesuai dengan kultur budaya yang ada dimasyarakat kita. Menurutnya remaja

Indonesia adalah individu yang berada pada usia 11-24 tahun, dan belum

menikah. Usia 11 tahun adalah saat seseorang mulai mengalami perubahan

seksual yang umumnya berakhir pada usia 24 tahun. Sedangkan dalam

masyarakat Indonesia, seseorang yang sudah menikah (berapapun usianya) akan

dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa.

2.2.2 Tahapan dan Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2010), dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan,

setiap remaja harus melewati tiga tahapan perkembangan, yaitu:

1. Remaja Awal (early adolescence), remaja pada tahap ini masih

terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan

yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mulai mengembangkan

pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang

secara erotis.

2. Remaja Madya (middle adolescence), pada tahap ini remaja sangat

tergantung pada teman dan senang kalau mempunyai banyak teman.

Terdapat kecenderungan “narcistic”, menyukai teman-teman yang

mempunyai sifat dan minat yang sama. Selain itu remaja dalam tahap ini

berada dalam kondisi bingung untuk memilih, antara peka atau tidak peduli,

ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis.

3. Remaja Akhir (late adolescence), tahap ini adalah masa konsolidasi remaja

(43)

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam

pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri

sendiri dengan orang lain.

e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public).

Sedangkan, menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), semua tugas

perkembangan remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap pola perilaku yang

kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapai masa dewasa,

antara lain:

1. Mencapai hubungan yang baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria atau wanita.

2. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

5. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang.

6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

7. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

(44)

27

2.2.3 Kebutuhan Khas dan Bahaya pada Masa Remaja

Para ahli sepakat berpendapat bahwa terdapat kebutuhan yang khas pada remaja.

Kebutuhan itu berkaitan dengan psikologis-sosiologis yang mendorong remaja

untuk bertingkah laku yang juga khas. Menurut Garrison (Mappiare, dalam Ali &

Asrori, 2009), terdapat beberapa kebutuhan yang khas bagi remaja, antara lain:

1. Kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan ini ada sejak remaja dilahirkan

dan menunjukkan berbagai cara perwujudan selama masa remaja.

2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok merupakan hal

yang penting sejak remaja ”melepaskan diri” dari keterikatan keluarga dan

berusaha memantapkan hubungan dengan teman lawan jenis.

3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia muda sangat

penting manakala remaja dituntut untuk menentukan berbagai macam

pilihan dan mengambil keputusan.

4. Kebutuhan untuk berprestasi menjadi sangat penting seiring dengan

pertumbuhannya mengarah kepada kedewasaan dan kematangan.

5. Kebutuhan akan pergaulan dengan orang lain, terjadi sejak mereka

bergantung dalam hubungan dengan teman sebaya.

6. Kebutuhan untuk dihargai dirasakannya berdasarkan pandangan sendiri

yang menurutnya pantas bagi dirinya.

7. Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh terutama nampak dengan

bertambahnya kematangan untuk mendapatkan kepastian. Remaja mulai

memerlukan beberapa petunjuk yang akan memberikannya dasar dalam

(45)

Dalam masa remaja terdapat bahaya-bahaya yang mungkin saja terjadi

dikarenakan oleh suatu hal. Bahaya tersebut dapat dibedakan kepada kedua

kategori, yaitu bahaya fisik dan bahaya psikologis (Hurlock, 1999)

a. Bahaya Fisik

Terdapat beberapa macam bahaya fisik yang dialami selama masa remaja,

yaitu kematian, bunuh diri, cacat fisik, kekuatan, kecanggungan dan

kekakuan, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan seksnya. Kematian

akibat terjangkitnya suatu penyakit jarang terjadi, dikarenakan kondisi

fisik pada masa remaja cenderung lebih baik dibandingkan dengan

masa-masa sebelumnya . Bunuh diri atau percobaan bunuh diri merupakan salah

satu bentuk bahaya fisik yang mengkhawatirkan, adapun hal yang

menyebabkan perlaku bunuh diri tersebut antara lain karena remaja

mengalami alienasi sosial ataupun mengalami keacauan keluarga dan

masalah di sekolah.

Cacat fisik seperti gigi yang bengkok, penglihatan dan pendengaran yang

kurang baik memang masih dapat diperbaiki namun penyakit kronis

seperti asma atau kegemukan dapat menghambat remaja melakukan

hal-hal yang dilakukan oleh teman-teman sebaya. Akibat pertumbuhan otot

selama masa awal remaja, kekuatan meningkat, tetapi sayangnya tidak

semua remaja mengalaminya sehingga mereka yang kekuatan ototnya

tidak begitu meningkat cenderung merasa kurang mampu dalam

melakukan suatu kegiatan. Kecanggungan dan kekakuan terjadi karena

(46)

29

Selain itu bagi remaja, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan seksnya

dapat mengganggu karena remaja lebih dinilai melalui penampilan diri

yang sesuai dengan kelompok seksnya dibandingkan anak-anak.

b. Bahaya Psikologis

Bahaya psikologis yang pokok pada masa remaja adalah berkisar pada

kegagalan menjalankan peralihan psikologis ke arah kematangan yang

merupakan tugas perkembangan masa remaja yang penting. Diantaranya

adalah masalah perilaku sosial, perilaku seksual, perilaku moral dan

hubungan keluarga. Dalam perilaku sosial, ketidakmatangan ditunjukkan

dalam pola pengelompokkan yang kekanak-kanakan serta diskriminasi

yang didasarkan pada ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Bila

hal ini berlanjut sampai akhir masa dewasa, maka akan mengakibatkan

ketidakmatangan. Menurut Lubis (dalam Wibawa, 2004), keadaan emosi

remaja yang masih labil erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu

saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia dapat marah sekali.

Hal ini terlihat pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang

tersinggung perasaannya. Dalam hal perilaku seksual, remaja juga

mengalami ketidakmatangan, hal ini terjadi karena perubahan yang

ekstrim, yang mana pada akhir masa kanak-kanak cenderung memusuhi

lawan jenis pada masa remaja justru menaruh minat dan mengembangkan

kasih sayang pada lawan jenis. Masalah-masalah hubungan seks diluar

pernikahan, serta kehamilan usia dini merupakan ciri-ciri ketidakmatangan

(47)

Secara perilaku moral, remaja cenderung terlibat dalam kenakalan remaja

hingga penggunaan obat terlarang. Dalam hubungan dengan keluarga,

remaja yang memiliki hubungan keluarga kurang baik dapat

mengakibatkan terjadinya hubungan yang buruk diluar lingkungan

keluarganya.

2.3 Risk Taking Behaviour

2.3.1 Pengertian Risk Taking Behaviour

Menurut Steinberg (1999) tingkah laku adalah hasil dari rangkaian proses:

a. Identifikasi alternatif pilihan

b. Identifikasi konsekuensi dari tiap pilihan

c. Evaluasi terhadap kemungkinan dari tiap konsekuensi

d. Mengecek segala sesuatu yang biasa terjadi pada tiap konsekuensi

e. Mengkombinasikan seluruh informasi yang didapat untuk membuat

keputusan

Menurut Hillson dan Murray (2005) risk atau resiko didefinisikan sebagai

ketidakpastian terhadap sesuatu yang dapat berdampak positif atau negatif.

Fischoff dkk. (dalam Yates, 1992), menyebutkan risk sebagai adanya ancaman

terhadap nyawa atau kesehatan seseorang. Yates (1992) menyatakan bahwa risk

itu subyektif karena setiap individu mempunyai persepsi berbeda mengenai

hal-hal yang mereka anggap beresiko.

Misalnya, ketika kita melihat pengendara motor yang ugal-ugalan, ada yang

(48)

31

lain. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut bukan sesuatu yang

riskan karena mereka menganggap pengendara tersebut tentu sudah terampil atau

sedang terburu-buru.

Gullone dkk (2000) mendefinisikan risk sebagai akibat tidak pasti dari suatu

tingkah laku yang diasosiasikan dengan kemungkinan terjadinya konsekuensi

negatif, akan tetapi persepsi kemungkinan terjadinya kosekuensi positif juga ada,

sehingga keadaan menjadi seimbang dan jika konsekuensi negatif melebihi

konsekuensi positif maka tingkah laku itu dianggap sebagai risk taking behaviour.

Risk taking behaviour menurut The Encyclopedic Dictionary (dalam

Christia, 2001) adalah jika seseorang menempatkan sesuatu dengan taruhan atau

resiko, dimana resiko itu sendiri menimbulkan konsekuensi positif dan negatif.

Remaja adalah individu yang paling banyak dan sering melakukannya karena

mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa, unik dan kebal

terhadap hal-hal yang beresiko (Duffy, 2005)

Jadi dapat disimpulkan bahwa risk taking behaviour adalah segala bentuk

perilaku yang dianggap atau mengandung resiko dimana kemungkinan

konsekuensi negatif yang akan diterimanya lebih besar daripada konsekuensi

positif.

2.3.2 Tipe-Tipe Risk Taking Behaviour

Risk taking behaviour dapat dibagi menjadi empat tipe (Gullone & Moore, 2000),

(49)

1. Perilaku mencari tantangan (Thrill-seeking behaviour),

Yaitu perilaku mencari sensasi yang intens dan diasosiasikan dengan perasaan

naiknya kadar adrenalin di tubuh/excitement yang berupa perilaku mencari

tantangan tetapi secara relatif dapat diterima secara sosial, contohnya adalah

olahraga ekstrem atau berbahaya (arung jeram, panjat tebing, in-line,

bungee-jumping, skateboarding, bmx dll).

2. Perilaku berbahaya (Reckless behaviour)

Pada bagian tertentu juga merupakan perilaku mencari tantangan namun kadar

resikonya lebih tinggi karena akibat yang ditimbulkan biasanya juga

dipersepsikan secara negatif oleh masyarakat luas, misalnya mabuk saat

berkendara, kebut-kebutan, berkendara tidak menggunakan pengaman,

mengkonsumsi narkoba, menggunakan jarum suntik secara bergantian,

berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual.

3. Perilaku Memberontak (Rebellious behaviour)

Yaitu mencari tantangan dengan melanggar aturan-aturan yang ada di

masyarakat, biasanya kerap dilakukan remaja antara lain minum alkohol,

merokok, mengutil, membolos, berkelahi/tawuran, vandalisme, dll.

4. Perilaku Antisosial (Antisocial behaviour)

Merupakan tingkah laku yang paling rendah konsekuensi negatifnya secara

langsung, namun sama-sama tidak disukai, baik di kalangan dewasa atau

remaja sekalipun, salah satu contohnya adalah rakus, berjudi, berlaku curang,

(50)

33

Menurut Hillson & Murray (2005). Dalam dunia Psikologi, individu dapat

digolongkan menjadi empat tipe, antara lain:

1. Risk Seeking, yaitu orang-orang yang cenderung berani mengambil tindakan

beresiko dan menikmati hidup seperti itu.

2. Risk Averse, yaitu mereka yang cenderung menghindari perbuatan yang

mengandung resiko.

3. Risk Tolerance, yaitu kelompok orang yang dapat menerima tingkah laku

beresiko dan menganggap hal tersebut sesuatu yang normal dalam kehidupan.

4. Risk Neutral, yaitu mereka yang menganggap tingkah laku beresiko adalah

suatu hal yang wajar dilakukan untuk mendapatkan seseuatu yang berharga.

Mereka tidak termasuk dalam risk seeking ataupun risk averse, akan tetapi dapat

menerima ide-ide baru dan tidak takut untuk perubahan.

Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam risk taking

behaviour, antara lain:

1. Risk perception, yaitu segala informasi yang dimiliki individu yang

kemudian digunakan dalam memahami berbagai kemungkinan tindakan

yang akan diambil (aktif atau pasif) terhadap suatu objek atau peristiwa.

2. Perceived benefits, yaitu memikirkan tentang manfaat atau hasil apa yang

akan didapatkannya bila melakukan suatu tindakan. Apakah hal yang

dilakukannya sesuai dengan kepentingan.

3. Consequences, yaitu setiap kemungkinan akibat yang akan diterimanya

Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi risk seeking maupun risk averse

(51)

mereka pegang serta yakini. Sebagai contoh, seorang pembalap belum tentu

berani mempertaruhkan semua uangnya diatas meja judi, begitu pula seorang

penjudi bisa jadi sangat takut untuk diajak balapan.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risk Taking Behaviour

Faktor-faktor yang mempengaruhi risk taking behaviour, menurut Gullone dkk

(dalam Christia, 2001), adalah:

a. Belief tentang resiko.

Belief tentang resiko pada seseorang menentukan apakah ia akan melakukan

risk taking behaviour atau tidak. Semakin ia mempersepsikan suatu tindakan

beresiko maka semakin besar kecenderungannya untuk tidak melakukan

tindakan tersebut.

b. Jenis kelamin

Keterlibatan dalam risk taking behaviour secara signifikan dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Ini karena wanita cenderung mempunyai persepsi bahwa suatu

tindakan dapat beresiko lebih tinggi, dibandingkan dengan para pria (terutama

remaja) yang mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa,

unik dan kebal terhadap hal-hal yang beresiko.

c. Usia

Pengaruh usia juga cukup menentukan, karena terdapat perbedaan yang

signifikan dalam mempersepsikan resiko dari suatu tingkah laku. Seseorang

(52)

35

mereka tidaklah besar sehingga kemungkinan mereka terlibat lebih tinggi

daripada yang berusia lebih tua atau dewasa.

d. Kepribadian

Kepribadian juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risk

taking behaviour seseorang, walaupun tergantung dari tipe resiko perilaku,

seperti adanya hubungan positif antara thrill seeking risk behaviour (mencari

tantangan) dengan kepribadian ekstrovert. Karena pada sebagian besar orang

dengan kepribadian ekstrovert diketahui bahwa mereka mempunyai sensation

seeking yang tinggi, dan risk taking behaviour biasanya dilakukan oleh

mereka yang mempunyai sensation seeking tinggi (Little dan Zuckerman,

dalam Schwartz dan Fouts, 2003).

Terdapat juga beberapa penjelasan mengenai penyebab timbulnya risk

taking behaviour pada remaja, antara lain:

a. Teori Keputusan Tingkah Laku (Behavioural Decision Theory)

Dalam teori ini menurut Steinberg (1999), sangatlah penting untuk

mengetahui apakah remaja menggunakan proses yang berbeda dari orang dewasa

dalam mengidentifikasikan, mengukur, dan mengevaluasi pilihan dan konsekuensi

dari tingkah laku. Dan diketahui penyebabnya adalah karena adanya perbedaan

dalam mengevaluasi kemungkinan dari konsekuensi yang berbeda. Contohnya,

ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan narkoba pada suatu pesta atau

pertunjukan musik, maka akan ada evaluasi terhadap berbagai konsekuensi, yaitu

resiko secara hukum dan kesehatan, efek sampingnya, dan penilaian dari orang

(53)

mempertimbangkan semua kemungkinan ini, tetapi orang dewasa relatif lebih

menitikberatkan pada resiko hukum dan kesehatan dari narkoba, sedangkan

remaja lebih lebih pada konsekuensi sosial tidak menggunakan narkoba yang

didapatnya (dapat berupa penolakan dari teman kelompoknya).

Saat itu orang dewasa melihat keputusan remaja yang lebih menghargai

penerimaan kelompok daripada kesehatan diri sebagai sesuatu yang tidak rasional.

Teori ini menjelaskan bahwa semua tindakan termasuk yang beresiko sekalipun

dapat dilihat secara rasional ketika kita mengerti cara yang dilakukan individu

untuk mengukur dan mengevaluasi konsekuensi dari berbagai aksi atau tingkah

laku manusia. Penekanan selanjutnya pada teori ini adalah keputusan beresiko

pada remaja bukan karena keputusan yang tidak rasional, tetapi lebih pada

bagaimana remaja memperoleh informasi yang mereka gunakan untuk membuat

keputusan dan seberapa akurat informasi tersebut.

b. Teori Biologis atau Genetik

Menurut teori ini yang dijelaskan Steinberg (dalam Christia, 2001), risk taking

behaviour dapat dikatakan sebagai tingkah laku yang tidak konvensional

disebabkan karena adanya predisposisi yang bersifat menurun atau bawaan.

Kemudian pandangan berikutnya bahwa secara dasar biologis ada perbedaan

individu dalam dorongan (arousal) dan pencarian sensasi (sensation seeking),

dimana hal ini menjelaskan bahwa risk taking behaviour berkaitan dengan

dorongan yang berlebih dan kesenangan mencari tantangan (Little and

Zuckerman, dalam Schwartz dan Fouts, 2003)

(54)

37

Timbulnya risk taking behaviour sebagai tingkah laku yang menyimpang

merupakan hasil pendidikan dalam keluarga. Seorang anak dibesarkan dan

disajikan tingkah laku yang bermasalah sebagai sumber respon yang adaptif

untuk menghadapi dunia yang kejam (Steinberg, dalam Christia, 2001)

d. Teori Sosiologis

Dryfoos (dalam Steinberg, 1999) menyatakan bahwa keterlibatan pada suatu

tingkah laku beresiko dapat menyebabkan keterlibatan pada tingkah laku

beresiko yang lain. Misalnya penggunaan narkoba memungkinkan terjadinya

perilaku seks bebas yang mengakibatkan meningkatnya kehamilan pranikah

pada remaja atau yang lebih ekstrem tindakan bunuh diri.

e. Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory)

Menurut Gottfredson dan Hirschi (dalam Christia, 2001), individu yang tidak

memiliki ikatan yang kuat pada institusi masyarakat, seperti keluarga, sekolah,

masyarakat atau tempat bekerja, akan lebih mudah bertingkah laku beresiko

dalam berbagai cara. Teori ini menekankan bahwa perkembangan sikap yang

tidak konvensional adalah akibat dari adanya keterlibatan pada kelompok

yang tidak konvensional pula, atau keterlibatan pada satu tingkah laku

beresiko dapat menciptakan rangkaian tingkah laku beresiko lainnya.

2.4. Kerangka Berpikir

Nakagawa (2000) menyatakan bahwa musik adalah ekspresi seni yang berpangkal

pada tubuh, musik terdiri atas suatu peredaran atau arus balik (feedback) dari

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.5
Tabel 3.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

menuangkannya dalam bentuk laporan akhir dengan judul “ Analisis Sumber dan Penggunaan Kas dalam Hubungannya Terhadap Tingkat Likuiditas dan Kemandirian Pertumbuhan pada

Melihat begitu pentingnya sebuah penelitian untuk mengetahui perilaku konsumen dalam keputusan pembelian suatu produk/jasa, maka atas dasar latar belakang tersebut

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “ ANALISIS

Hasil wawancara dengan salah satu anak kelas XI menunjukan bahwa di antara mereka jarang sekali ikut berkumpul bersama dengan anak- anak kelas lain atau dengan jurusan

Menurut Tjiptono (1997) bahwa harapan konsumen terhadap kualitas suatu jasa terbentuk dari beberapa faktor sebagai berikut: 1) Pening- katan layanan yang sudah ada, harapan yang

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :.. IUJK dan SBUJK :

Kacang kedelai merupakan bahan pangan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan karena adanya sumber protein dan lemak nabati dan biasanya diolah menjadi

Semua faktor itu adalah peran strategis tenaga kependidikan, apakah itu staf TU, pustakawan, laboran, pesuruh/penjaga madrasah, pengawas madrasah dan kepala