Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Knowledge, Piety, Integrity
Oleh :
AULIA HAMZAH
NIM: 104070002375
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI MUSIK DENGAN
RISK TAKING BEHAVIOUR PADA REMAJA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 9 Desember 2010 Sidang Munaqasyah
Dekan/ Pembantu Dekan
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhillah Suralaga, M.Si NIP.130 885 522 NIP.19561223 198303 2001
Anggota:
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si. Psi Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP.150293240 NIP:197307102005011006
Yufi Adriani, M. Psi NIP:198209182009012006
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi
Oleh
AULIA HAMZAH
NIM: 104070002375
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Ikhwan Lutfi, M. Psi Yufi Adriani, M. Psi
NIP:197307102005011006
NIP:198209182009012006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
MOTTO
“Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar dengan kalam.
Mengajar manusia apa yang tiada ia tahu”
- QS Al ’Alaq (96:1-5) -
Ukuran tubuhmu tidak penting, Ukuran otakmu cukup penting
Ukuran hatimu itulah yang terpenting
- BC. Gorbes -
SUCCESS IS ACHIEVED BY AN ORDINARY MAN
WHO WORKS EXTRAORDINARY HARD …(ANONIM)
Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayah dan Ibu,
serta kedua adik ku,
juga untuk orang-orang yang kucintai
ABSTRAKSI
A. Fakultas PsikologiB. Desember 2010 C. Aulia Hamzah
D. Hubungan Antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour pada Remaja E. 74 halaman + Lampiran
F. Masa remaja adalah periode transisi antara masa kanak-kanak menuju dewasa, meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional. Di masa ini remaja seringkali mengalami kesulitan dalam membentuk jati diri dan identitas kelompok dalam peer
group. Sebagian besar menjadikan musik sebagai sarana untuk merefleksikan diri,
karena musik bukan hanya pengisi waktu luang saja, tetapi juga kekuatan sosial yang mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga berpikir.
Jenis musik dibagi menjadi dua kategori berdasarkan kualitasnya, yaitu heavy music
(tempo cepat dan nada keras), light music (tempo pelan dan nada lembut). Dari kedua jenis musik tersebut, heavy music dianggap memberi pengaruh buruk pada perilaku remaja karena musiknya yang keras dan lirik dalam lagu beraliran heavy banyak bertemakan tentang kekerasan. Walaupun light music dianggap dapat membantu meregulasikan dan mengekspresikan perasaan yang mereka alami, karena lirik yang ditemukan dalam lagu jenis ini biasanya membawakan tema mengenai hubungan dengan orang lain, sehingga mereka dapat lebih mudah bertransisi ke masa dewasa, namun ternyata di Indonesia terdapat beberapa kasus konser musik beraliran light yang diwarnai keributan antar penonton hingga menimbulkan kerusuhan, bahkan sampai
jatuh korban jiwa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara preferensi musik yang dimiliki remaja dengan risk taking behaviour
yang mereka lakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasi. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 50 orang. Pengambilan
mendekati valid dengan reliabilitas sebesar 0,743, untuk skala risk taking behaviour
terdapat 40 item yang valid dengan reliabilitas sebesar 0,914.
Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson
didapatkan skor korelasi (r hitung) 0,740 > (r tabel) 0,361, pada taraf signifikansi 1%
(2-tailed). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara preferensi musik dengan risk taking behaviour pada remaja, yang berarti semakin tinggi tingkat preferensi musik pada remaja akan diikuti dengan meningkatnya risk taking behaviour, begitu pula sebaliknya.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperbanyak item yang akan digunakan, karena dalam penelitian ini hanya terdapat 15 item yang valid ditambah 4 item mendekati valid, serta menambah jumlah responden, dan lokasi penyebaran kuesioner yang lebih luas. Pengambilan data juga dapat dilakukan pada saat berlangsungnya konser musik. Atau dapat melakukan penelitian lanjutan yang membahas risk taking behaviour dengan variabel lain seperti persepsi terhadap resiko, agresivitas, tipe kepribadian, sensation seeking, dan sebagainya.
G. Bahan bacaan :32 (1962-2010)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Tiada untaian kata yang pantas untuk diucapkan kecuali ucapan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berbagai nikmat, taufik dan hidayah kepada hamba-Nya. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan kepada kita semua umatnya. Selama proses penyusunan skripsi ini ditemui banyak hambatan, rintangan, dan tantangan, tetapi dibalik semua itu, kesuksesan dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, Ph.D dan para pembantu Dekan, serta
Bapak Dr. Achmad Syahid M.A selaku dosen pembimbing akademik.
2. Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi selaku pembimbing I dan Ibu Yufi Adriani, M. Psi selaku
pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya serta dengan sabar memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, saran, dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah membantu proses pembelajaran, terima
kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan. Serta seluruh staf akademik dan
perpustakaan Fakultas psikologi atas bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Untuk Ayah dan Ibu ku tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan tiada
henti-hentinya menyemangati serta mendoakan anakmu ini agar dapat secepatnya
menyelesaikan skripsinya. Juga kedua adik laki-laki ku yang selalu ada untuk kumintai tolong, semoga kalian menjadi anak yang lebih cerdas dan berbakti kepada kedua orang tua.Amiin. Dan tidak ketinggalan untuk keluarga besar Datuk Sutan Malenggang (i’m very proud to be a part of this great family).
6. All kids at Bambu Kuning Big Family (26,Benk’s,Water,Futsal,Melodic,SD,Net) 7. Kiki Rizki Amalia yang telah mewarnai hari-hari penulis selama menuntut ilmu disini,
semoga apa yang terjadi diantara kita dapat menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.
8. Semua remaja yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
9. Semua orang yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat kepada mereka semua.
Akhirnya, Semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita dan menuntun kita selalu berada di jalan-Nya. Amiin.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Aulia Hamzah
NIM : 104070002375
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour pada Remaja” adalah benar karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat. Adapun kutipan-kutipan dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi saya ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 16 Desember 2010
Aulia Hamzah NIM: 104070002375
Halaman Pengesahan ... ii
Halaman Persetujuan ... iii
Motto ... iv
Persembahan ... v
Abstraksi ... vi
Kata Pengantar ... viii
Halaman Pernyataan ... x
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel ... xv
Daftar Bagan ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 11
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12
1.3.1 Pembatasan Masalah ... 12
1.3.2 Perumusan Masalah ... 12
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 13
1.4.2 Manfaat penelitian ... 13
1.5. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Musik ... 15
2.1.1 Pengertian Musik ... 15
2.1.2 Musik dan Tingkah Laku Manusia ... 16
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Risk Taking Behaviour ... 34
2.4. Kerangka Berpikir ... 37
2.5. Hipotesis Penelitian ... 40
3.7. Teknik Analisa Data ... 52
3.8. Prosedur Penelitian ... 53
BAB IV PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 55
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
4.1.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 56
4.1.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 56
4.1.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Total Mendengarkan Musik ... 57
4.1.5 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Intensitas Menonton Konser ... 57
4.1.6 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Konser Yang Sering Ditonton ... 58
4.1.7 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Risk Taking Behaviour Yang Dilakukan ... 59
4.2. Deskripsi Statistik ... 59
4.2.1 Gambaran Skor Preferensi Musik ... 60
4.2.2 Gambaran Skor Risk Taking Behaviour ... 61
4.3 Uji Hipotesis ... 62
4.4 Hasil Tambahan ... 63
4.4.1 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara Remaja Yang Pernah Merokok dan Tidak ... 64
4.4.2 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara Remaja Yang Pernah Tawuran dan Tidak ... 64
4.4.3 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara
Remaja Yang Pernah Minum Alkohol dan Tidak ... 65
4.4.4 Perbedaan Skor Risk Taking Behaviour Antara Remaja Yang Pernah Mengkonsumsi Narkoba dan Tidak ... 66
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Diskusi ... 68
5.3 Saran ... 72
5.3.1 Saran Teoritis ... 72
5.3.2 Saran Praktis ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN
Tabel 3.2 Blue Print Try Out Skala Risk Taking Behaviour ... 47
Tabel 3.3 Skoring Jawaban ... 47
Tabel 3.4 Kaidah Reliabilitas ... 49
Tabel 3.5 Blue Print Field Test Skala Preferensi Musik ... 51
Tabel 3.6 Blue Print Field Test Skala Risk Taking Behaviour ... 52
Tabel 3.7 Indeks Koefisien Korelasi ... 53
Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Usia ... 56
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan ... 56
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Total Mendengar Musik ... 57
Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Intensitas Menonton Konser ... 57
Tabel 4.6 Responden Berdasarkan Jenis Konser Musik Yang Sering Ditonton ... 58
Tabel 4.7 Responden Berdasarkan Risk Taking Behaviour yang dilakukan ... 59
Tabel 4.8 Deskripsi Statistik Skor Preferensi Musik ... 60
Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Skala Preferensi Musik ... 60
Tabel 4.10 Deskripsi Statistik Skor Risk Taking Behaviour ... 61
Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Skala Risk Taking Behaviour ... 62
Tabel 4.12 Koefisien Korelasi ... 63
Tabel 4.13 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour merokok ... 64
Tabel 4.14 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour tawuran ... 64
Tabel 4.15 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour minum alkohol ... 65
Tabel 4.16 Nilai Uji t Risk Taking Behaviour narkoba ... 66
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Musik memang seakan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan
menjadi bagian dari kehidupan karena merupakan sebuah produk dari kebudayaan
dan juga cerminan sosial dalam masyarakat. Blacking (dalam Djohan, 2005),
mengatakan bahwa musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal,
serta memiliki karakter penting dalam kehidupan manusia sehingga tidak ada satu
masyarakat atau budaya yang tidak memiliki musik.
Terdapat berbagai macam definisi musik, salah satunya The Oxford
Concise Dictionary mendefinisikan musik sebagai seni yang mengkombinasikan
suara, dari suara manusia atau instrumen untuk mencapai keindahan bentuk dan
ekpresi emosi (dalam Deutsch, 1999). Jadi bisa dikatakan bahwa musik adalah
suatu seni suara (suara manusia ataupun instrumen) yang mengekspresikan ide-ide
dan emosi dalam bentuk yang signifikan dalam elemen ritme, melodi, harmoni
dan warna yang telah diterima sebagai bentuk ekspresi dalam masyarakat yang
digunakan secara luas.
Musik merupakan suatu hal yang bersifat universal dan tidak mengenal
golongan masyarakat, siapapun dapat mengapresiasi musik walaupun ia tidak
terpelajar dalam bidang musik. Musik digunakan banyak orang sebagai media
untuk mengekspresikan diri (dapat berupa ide-ide atau nilai-nilai yang
diyakininya), juga sebagai hiburan karena didalamnya terkandung lirik-lirik yang
sesuai dengan emosi yang sedang dirasakan seseorang, seperti senang, sedih,
marah, gelisah, takut, cemburu, semangat dan sebagainya.
Nakagawa (2000) menyatakan membuat ataupun mendengarkan musik
sama artinya dengan berdialog dengan tubuh, jika kita sedang menikmati musik,
kita pasti sadar bahwa gerakan-gerakan tubuh kita itu bukan sekedar tubuh kita
sehari-hari. Contohnya ketika kita sedang melakukan suatu aktifitas sambil
mendengarkan musik maka disadari atau tidak salah satu bagian dari anggota
tubuh akan bergerak mengikuti irama musik yang sedang kita dengarkan, seperti
gerakan kepala yang mengangguk, jari tangan yang mengetuk-ngetuk, kaki yang
menginjak-injak hingga menggoyang-goyangkan badan.
Peminat musik memang dari semua golongan, baik tua dan muda, anak
kecil, wanita atau pria, namun tidak dapat dipungkiri lagi individu yang paling
banyak dan sering mendengarkan musik adalah remaja. Musik merupakan bagian
penting dari kebudayaan remaja, karena remaja tertarik oleh berbagai macam
emosi yang diekspresikan dalam lagu-lagu yang populer (Rice, 1996).
Remaja sendiri secara istilah dapat diartikan tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa yang berasal dari bahasa latin yaitu adolescence. Dimana istilah yang
dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan
mental, emosional, fisik dan sosial (Hurlock, 1999). Masa remaja merupakan
suatu periode transisi antara masa kanak-kanak menuju orang dewasa yang
meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional (Santrock,
3
Masa remaja sering diibaratkan juga dengan masa topan badai (strum and
drang), karena mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat
pertentangan nilai, sehingga remaja seringkali mengalami kesulitan dalam
membentuk atau mencari jati diri dan identitas kelompok dalam peer group.
Karenanya remaja berusaha mencari nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan
dirinya agar dijadikan sebagai tempat untuk bertahan dan melewati masa-masa
remaja yang kadang sulit dipahami (Schafer & Sedlmeier, 2009).
Sebagian besar menjadikan musik sebagai sarana untuk merefleksikan diri
ditengah kegalauan yang dialaminya. Bagi Hodges (1999), musik mempunyai
peranan yang amat besar bagi kehidupan remaja, karena musik bukan hanya
sebagai pengisi waktu luang saja, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang
mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga cara
berpikir. Dimana pada masa ini ketika remaja sedang berusaha mengembangkan
diri dan identitas kelompok, musik sangat mempunyai pengaruh besar untuk
menjalankan keduanya.
Kebiasaaan para remaja untuk menghabiskan banyak waktu
mendengarkan musik tidak jauh berbeda, tetapi tidak semua orang menyukai jenis
musik yang sama. Setiap orang mempunyai preferensi musik yang berbeda yang
terbentuk oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karakteristik dari musik
tersebut (tempo,rhytm,pitch,dsb), familiar dan sering mendengarkan suatu jenis
musik, perasaan pada saat mendengarkan musik, dan yang tak ketinggalan adalah
Banyak remaja yang mempunyai preferensi (kecenderungan
memilih/menyukai) musik yang pelan dan lembut (light music) karena dapat
membuat nyaman dan menenangkan perasaan, tetapi tidak sedikit juga remaja
yang mempunyai preferensi jenis musik keras (heavy music) yang dapat membuat
semangat (Schwartz & Fouts, 2003).
Finnas (dalam Schwartz & Fouts, 2003), membedakan para penggemar
musik menjadi 2 kategori berdasarkan kualitas musik yang didengarkannya, yaitu
mereka yang menggemari musik dengan kualitas berat atau heavy music, yaitu
jenis musik populer yang mempunyai tempo lagu cepat, nada yang keras dengan
adanya penekanan irama yang kuat secara terus-menerus disertai dentuman bunyi
yang berulang-ulang dan biasanya dimainkan dengan alat musik elektronik,
contohnya musik rock dan sub-genrenya (punk, metal, hardcore, emo dll), musik
rap (yang merupakan bagian dari kebudayaan hip-hop).
Ada lagi yang disebut light music, musik jenis ini meliputi balada-balada
yang pelan dan emosional, yang mengandung tema-tema perkembangan, juga
melodi beritme yang didesain untuk berdansa, seperti country, pop, pop remaja,
jazz dan dance.
Kecenderungan dan kebiasaan mendengarkan salah satu jenis musik
ternyata berpengaruh terhadap karakteristik dan tingkah laku seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Schwartz and Fouts (2003) dalam penelitiannya tentang
preferensi musik, gaya kepribadian dan isu-isu perkembangan remaja,
menyatakan bahwa remaja yang mempunyai preferensi musik heavy cenderung
5
tidak acuh akan perasaan dan reaksi dari orang lain, lebih suka terbawa suasana
hati, lebih pesimistis, sangat sensitif, tidak mudah puas, impulsif, lebih tidak
hormat dari aturan masyarakat, dan lebih tidak percaya diri pada kemampuan
akademis.
Sejalan dengan yang dikemukakan Christenson & Van Nouhuys (Roberts,
Christenson & Gentile, 2008), bahwa penggemar musik heavy metal cenderung
memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan remaja lainnya, disekolah
mereka lebih sering terlibat konflik dengan para guru dan mengabaikan peraturan
sekolah lainnya juga tidak menunjukkan kemampuan akademik yang baik bila
dibandingkan dengan remaja lain yang lebih menyenangi musik mainstream (light
dan eclectic music). Mereka cenderung tidak ramah, dingin, jauh dari keluarga
dan sering berselisih dengan kedua orangtua (Martin dkk, dalam Roberts,
Christenson & Gentile, 2008).
Berbeda dengan para remaja yang mempunyai preferensi musik light yang
cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi,
tidak impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka,
serta mempunyai kepercayaan diri dalam bidang akademik, selain itu ada juga
hal-hal yang dikaitkan dengan kepercayaan diri, pertumbuhan fisik, hubungan
romantis dengan kekasih dan diterimanya diri mereka oleh teman-teman sebaya.
Sehingga mereka yang berada dalam kategori ini tidak mempunyai banyak
kesulitan dalam masa remaja mereka (dalam Schwartz dan Fouts, 2003)
Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa para remaja yang
melewati tahapan perkembangannya dibandingkan mereka yang mempunyai
preferensi musik light. Pandangan bahwa jenis musik heavy ini memberi pengaruh
negatif juga diperkuat saat Hansen & Hansen (dalam Hargreaves, 1997) yang
melakukan penelitian tentang perilaku individu yang menyenangi jenis musik
heavy, menyatakan bahwa penggemar musik heavy metal pada umumnya
cenderung berperilaku amoral, manipulatif, menghalalkan segala cara, dan dalam
perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku hiperseksual.
Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka cenderung terlibat
dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif (psikotropika), maupun terdorong untuk
melakukan aksi kriminalitas.
Selain itu, Hansen & Hansen (dalam Schwartz dan Fouts, 2003),
menemukan indikasi adanya asosiasi antara preferensi musik heavy dengan
hiperseksualitas, kurangnya rasa hormat terhadap wanita oleh pria, adanya
perilaku kriminal dan antisosial yang meningkat, serta meningkatnya risk-taking
behavior (tingkah laku beresiko) atau sensation seeking. Martin dkk pada tahun
1993 (dalam Roberts, Christenson & Gentile, 2003) melaporkan lebih dari 200
siswa SMA di Australia yang menyukai musik hard rock dan heavy metal
mempunyai frekuensi perasaan depresi, pikiran bunuh diri, dan sengaja melukai
diri sendiri lebih sering dibandingkan yang lainnya.
Rubin, West & Mitchell yang melakukan penelitian di tahun 2001 (dalam
Anderson, Carnagey & Eubanks, 2003) menemukan para mahasiswa yang
7
ajar terhadap wanita dan tingkat kecurigaan yang tinggi dibanding penggemar
genre musik lain.
Dimasyarakat kita dapat ditemui peristiwa dimana konser musik heavy
disertai perusakan dan berakhir dengan kerusuhan. Konser grup band heavy metal
dari Amerika Serikat, Metallica di Stadion Lebak Bulus pada tanggal 11 April
1993 diwarnai dengan penjarahan, pembakaran warung dan toko, serta
perampasan harta benda yang dilakukan oleh para penonton yang tidak
mendapatkan tiket. Kerusuhan dalam konser musik yang disertai aksi perusakan
ternyata tidak hanya terjadi ketika yang tampil adalah band dari luar negeri,
konser musisi lokal pun sering berakhir dengan kekacauan dan menimbulkan
korban, pada tanggal 18 Desember 2004 saat band GIGI menjadi pengisi acara
inaugurasi mahasiswa baru di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terjadi
peristiwa atap/kanopi Student Center roboh karena dinaiki oleh sekelompok orang
dan menimpa para penonton dibawahnya, kejadian ini menyebabkan 57 orang
luka-luka dan 2 orang meninggal dunia. Kemudian pada tanggal 9 Februari 2008,
saat launching album sebuah band underground asal Bandung bernama Beside
yang bertempat di Gedung Asia Afrika Bandung, terjadi kerusuhan yang diawali
aksi dorong oleh para penonton yang tidak memilki tiket tetapi memaksa masuk
hingga mengakibatkan tragedi yang menyebabkan 11 orang tewas terinjak-injak
dan tergencet (www.detiknews.com).
Namun, ternyata di Indonesia, keributan tidak hanya terjadi pada konser
musik heavy saja, beberapa konser band yang musiknya beraliran light juga
Banyuwangi, Jawa Timur, pada tanggal 28 November 2009 diwarnai kericuhan
yang mengakibatkan puluhan orang terluka, akibat penonton saling lempar batu,
sandal, dan botol air mineral. Walaupun polisi mencoba meredam dengan naik
panggung dan menangkap para penonton yang dianggap biang kericuhan tapi
upaya itu sia-sia, karena sejumlah penonton tetap tawuran, hingga polisi akhirnya
membubarkan konser karena situasi sudah di luar kendali
(http://www.indonesiantunes.com). Kasus lainnya adalah konser musik grup band
Numata dan Garasi yang juga beraliran light, pada tanggal 26 Juni 2008 terjadi
keributan disusul aksi lempar batu ditengah lautan penonton yang mengakibatkan
lima orang terluka dan seorang penonton tewas karena terjatuh dari truk seusai
pulang menonton konser (http://www.koranindonesia.com).
Dari beberapa kasus yang terjadi diketahui ternyata para penonton yang
kebanyakan remaja dalam keadaan mabuk saat menonton, sehingga para remaja
yang sedang dibawah pengaruh alkohol atau narkoba tidak dapat mengendalikan
diri dan gampang sekali terpancing emosinya sehingga terjadi perkelahian antar
penonton dan aksi perusakan yang berujung kerusuhan. Bahkan, untuk kasus
launching album band Beside di Bandung yang menyebabkan 11 orang meninggal
dunia, menurut reporter Ronald Tanamas berdasarkan keterangan beberapa korban
yang selamat diketahui adanya pembagian minuman keras oleh panitia kepada
sejumlah penonton sebelum memasuki arena konser dan pada saat konser
berlangsung para personel Beside juga sempat membagi-bagikan minuman
beralkohol kepada penonton dibarisan depan, hal itu diduga kuat menjadi pemicu
9
Perilaku para remaja yang mengkonsumsi alkohol, berkelahi, dan
melakukan aksi perusakan dalam dunia psikologi dapat dikategorikan sebagai
rebellious behaviors (perilaku memberontak) dan antisocial behaviors (perilaku
antisosial) yang termasuk dalam tipe-tipe tingkah laku beresiko (risk taking
behaviour), yaitu segala bentuk perilaku dimana kemungkinan konsekuensi
negatif yang akan diterimanya lebih besar daripada konsekuensi positif. Selain
perilaku diatas, adalagi tipe didalam risk taking behaviour yang disebut
thrill-seeking risk behaviors (perilaku mencari sensasi yang intens dan diasosiasikan
dengan perasaan naiknya kadar adrenalin di tubuh/excitement), biasanya
berhubungan dengan olahraga ekstrem (skateboarding, BMX, bungee-jumping,
arung jeram, panjat tebing, dll), serta reckless behaviour yang juga merupakan
perilaku mencari tantangan namun kadar resikonya lebih tinggi karena akibat
yang ditimbulkan biasanya juga dipersepsikan secara negatif oleh masyarakat
luas, misalnya mabuk saat berkendara, kebut-kebutan, menggunakan jarum suntik
secara bergantian, berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual.
Individu yang paling banyak serta sering melakukannya adalah remaja,
karena mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa, unik dan
kebal terhadap hal-hal yang beresiko (Duffy, 2005). Hal itu juga karena pola pikir
remaja yang berbeda dari orang dewasa dalam mengidentifikasi segala macam
resiko dari setiap tindakannya, dan menyadari konsekuensi dari resiko tersebut
serta nilai-nilai yang diperhatikannya sebelum melakukan sesuatu. Jika orang
dewasa lebih berpegang pada norma-norma agama, hukum, susila dll, sementara
harus bertentangan dengan norma-norma tersebut. Contohnya, ketika seseorang
memutuskan untuk menggunakan narkoba pada suatu pertunjukan musik, maka
akan ada evaluasi terhadap berbagai konsekuensi, yaitu resiko secara hukum dan
kesehatan, efek sampingnya, dan penilaian dari orang lain yang hadir pada saat
itu. Baik remaja maupun orang dewasa akan mempertimbangkan semua
kemungkinan ini, tetapi orang dewasa relatif lebih menitikberatkan pada resiko
hukum dan kesehatan dari narkoba, sedangkan remaja lebih pada konsekuensi
sosial jika tidak menggunakan narkoba yang didapatnya, dapat berupa penolakan
ataupun pelecehan dari teman kelompoknya (Steinberg, 1999).
Pengaruh usia juga cukup menentukan, karena terdapat perbedaan yang
signifikan dalam mempersepsikan resiko dari suatu tingkah laku, seseorang yang
berusia muda atau remaja berpendapat resiko dari risk taking behaviour mereka
tidaklah besar sehingga kemungkinan mereka terlibat lebih tinggi daripada yang
berusia lebih tua (Gullone dkk, dalam Christia, 2001).
Itu sebabnya dalam pandangan masyarakat awam, musik yang beraliran
heavy dianggap berdampak negatif terhadap perkembangan remaja karena
mendorong mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang termasuk dalam
kategori risk taking behaviour. Meskipun demikian kenyataan yang terjadi di
Indonesia tidak hanya konser musik heavy yang sering berakhir rusuh tetapi
konser musik light juga.
Mengingat semakin banyaknya fenomena dimasyarakat yang berkaitan
dengan masalah diatas maka peneliti merasa tertarik dan penting untuk
11
sangat merugikan diri sendiri juga orang-orang disekitarnya, baik secara sosial,
finansial, kesehatan bahkan sampai yang terburuk dapat menyebabkan kematian.
Selain itu Finnas (dalam Schafer & Sedlmeier, 2009) menekankan tentang
pentingnya mengetahui preferensi musik bagi perkembangan kultur musik itu
sendiri, masyarakat dan perkembangan kepribadian seseorang.
Lagipula beberapa penelitian terdahulu dilakukan diluar negeri, karenanya
peneliti bermaksud mengetahui apakah kecenderungan dan kebiasaan
mendengarkan salah satu jenis musik pada remaja di Indonesia dapat
menyebabkan tingkah laku beresiko, selain karena perbedaan letak geografis dan
demografis serta kultur budaya yang berbeda, sekaligus juga untuk
mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada kehidupan sosial budaya
masyarakat kita, khususnya para remaja. Dengan demikian peneliti mengajukan
judul “Hubungan Antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour
Pada Remaja” sebagai bahan untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan dan
mendapatkan gelar kesarjanaan Psikologi.
1.2 Identifikasi Masalah
• Apakah ada hubungan antara preferensi musik dengan risk taking behaviour
pada remaja.
• Apakah remaja yang mempunyai preferensi musik tinggi cenderung
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan diteliti tidak melebar, maka peneliti membatasi
permasalahan penelitian sebagai berikut :
• Preferensi Musik adalah kecenderungan untuk memilih dan menyukai salah
satu jenis musik populer yang sedang berkembang sejajar dengan
perkembangan media audio visual dari awal abad ini sampai sekarang.
• Risk taking behaviour adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan secara
sukarela yang dianggap atau mengandung resiko dimana kemungkinan
konsekuensi negatif yang akan diterima seseorang lebih besar daripada
konsekuensi positif.
• Remaja adalah suatu periode transisi dari masa kanak-kanak sampai dengan
dewasa yang meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif dan
sosioemosional. Masa Remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir
antara usia 18-22 tahun.
1.3.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara preferensi musik dengan
13
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa ada hubungan antara preferensi
musik heavy dengan risk taking behaviour pada remaja.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis: secara teorirtis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dan menambah khazanah keilmuan pada ilmu
Psikologi, khususnya cabang Psikologi Perkembangan,
Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial.
Manfaat praktis: secara praktis diharapkan dapat memberi masukan bagi para
remaja agar lebih selektif lagi dalam memilih musik yang
didengarkan dan dapat mengambil manfaatnya secara positif.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman pada tulisan ini, maka penulis menyusun
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
Bab 2 Kajian Teori
Bagian in membahas teori tentang preferensi musik, remaja, risk taking
behaviour, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Bagian ini memaparkan pendekatan penelitian, karakteristik sampel,
teknik pengambilan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik uji
instrumen, hasil uji instrumen penelitian, teknik analisa data, prosedur penelitian,
Bab 4 Presentasi dan Analisa Data
Terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, presentasi data, uji
hipotesis, hasil tambahan (t-test).
Bab 5 Penutup
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Musik
2.1.1 Pengertian Musik
Musik (music) berasal dari bahasa Yunani ”muse” yang bila diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia berarti sebuah bentuk ”renungan”. Sejak dulu manusia telah
menyadari keajaiban dari kekuatan musik, dalam sejarah Yunani kuno, Plato
menuliskan bahwa belajar musik lebih manjur dalam membentuk sifat
dibandingkan yang lainnya, karena irama dan harmoni dapat masuk kedalam jiwa
seseorang dimana kekuatannya dapat mengendalikan seseorang (Swanson, 1962)
Seashore (1988) menuliskan sebuah syair yang menggambarkan tentang
musik, yaitu ”music is the medium through which we express our feelings of joy
and sorrow, love and patriotism, penitence and praise. It is the charm of the soul,
the instrument that lifts mind to higher regions, the gateway into the realms of
imagination. It makes the eye to sparkle, the pulse to beat more quickly. It cause
emotions to pass over our being like waves over the far-reaching sea”. Atau dapat
diartikan musik adalah ”sebagai media untuk mengekspresikan keadaan dalam
diri, seperti kesenangan dan kesedihan, cinta dan patriotisme, penyesalan dan
keyakinan. Sebuah cahaya yang memikat jiwa, sebuah instrumen yang mampu
membawa pikiran ketingkat yang lebih tinggi, sebuah gerbang menuju kenyataan
imajinasi, dapat membuat mata berbinar-binar, jantung berdetak lebih cepat, serta
menyebabkan emosi yang dapat mengguncang pemikiran bagaikan ombak di
lautan luas”.
The Oxford Concise Dictionary (dalam Deutsch, 1999) mendefinisikan
musik sebagai seni yang mengkombinasikan suara dari suara manusia atau
instrumen untuk mencapai keindahan bentuk dan ekspresi emosi.. Jadi dapat
dikatakan musik adalah suatu seni suara yang mengekspresikan ide-ide dan emosi
dalam bentuk yang signifikan dalam elemen ritme, melodi, harmoni dan warna,
dan telah diterima sebagai bentuk ekspresi otentik dalam masyarakat yang
digunakan secara luas.
2.1.2 Musik dan Tingkah Laku Manusia
Musik memang seakan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sejak
dahulu hingga sekarang dan merupakan suatu bahasa universal yang dapat
diterima dan dimengerti oleh setiap manusia diberbagai belahan dunia, serta tidak
membedakan pendengarnya dalam suatu golongan masyarakat, sehingga siapapun
dapat mengapresiasi musik dan menikmatinya walaupun ia tidak terpelajar di
bidang musik.
Blacking (dalam Djohan, 2005) menyatakan bahwa musik adalah perilaku
sosial yang kompleks dan universal, serta memiliki karakter penting dalam
kehidupan manusia sehingga tidak ada satu pun masyarakat atau budaya di dunia
yang tidak memiliki musik. Menurut Parker (dalam Djohan, 2005) elemen vibrasi
(fisika & kosmos) atas frekuensi, bentuk, amplitudo dan durasi belum menjadi
17
diinterpretasikan melalui otak. Transformasi kedalam musik dan respon manusia
(perilaku) adalah unik untuk dirasa (afeksi) karena otak besar manusia (kognisi)
berkembang dengan amat pesat sebagai akibat pengalaman musikal sebelumnya.
Menurut Sloboda (dalam Tambunan, 2001) Aktifitas musikal pada
manusia dapat berupa penciptaan karya musik, performa musikal atau
mendengarkan karya musik. Dengan melakukan salah satu dari tiga hal tersebut,
seseorang sudah dapat dikatakan terlibat dalam aktifitas musikal. Dua aktifitas
pertama merupakan suatu proses yang menghasilkan produk tertentu yang dapat
dipersepsi, sementara aktifitas yang ketiga lebih berupa kegiatan pasif yang tidak
selalu membutuhkan hasil fisik yang dapat diamati, walaupun tetap
mengetengahkan sejumlah aktifitas mental.
Djohan (2005) berpendapat musik yang bersifat stimulatif (tempo cepat
dan nada yang keras) dapat meningkatkan detak jantung seseorang sementara
yang bersifat non stimulatif/sedatif (tempo sedang atau pelan dan nada yang
lembut) dapat menurunkan detak jantung seseorang. Kemudian Lewis dkk (dalam
Djohan, 2005) menyatakan bahwa musik memiliki pengaruh yang kuat terhadap
suasana hati. Musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana
hati positif demikian pula musik yag sedih juga menghasilkan suasana hati yang
negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa musik bisa mempengaruhi ekspresi
emosi orang yang mendengarkannya.
Nakagawa (2000) menambahkan bahwa musik adalah ekspresi seni yang
berpangkal pada tubuh, musik terdiri atas suatu peredaran atau arus balik
Karenanya membuat atau mendengarkan musik sama artinya berdialog dengan
tubuh, jika kita sedang menikmati musik, kita pasti menjadi sadar bahwa
gerakan-gerakan tubuh kita itu bukan sekedar tubuh kita sehari-hari. Contohnya ketika kita
sedang melakukan suatu aktifitas sambil mendengarkan musik maka disadari atau
tidak salah satu bagian dari anggota tubuh akan bergerak mengikuti irama musik
yang sedang kita dengarkan, seperti gerakan kepala yang mengangguk, jari tangan
yang mengetuk-ngetuk, kaki yang menginjak-injak hingga
menggoyang-goyangkan badan
Karena itu tidak dapat dibantah lagi musik mempunyai peranan dalam
sejarah perkembangan manusia dari masa ke masa, begitu juga pada tahapan
perkembangan manusia, tidak terkecuali pada masa remaja dimana pada saat
peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini remaja menjadi rentan
terhadap hal-hal yang baru mereka alami (perubahan fisik dan situasi sosial)
sehingga emosi mereka menjadi labil, dan belum secara penuh dan sadar
menyadari arti dari setiap peristiwa yang dialami.
Saat itu musik dengan lirik-liriknya menjadi sarana hiburan untuk melepas
kepenatan serta refleksi dari diri mereka. Dikatakan musik merupakan bagian
penting dari kebudayaan remaja. Karena remaja tertarik oleh berbagai macam
emosi yang diekspresikan dalam lagu-lagu populer yang biasanya mengangkat
tema-tema yang dekat dengan remaja, seperti percintaan, pertemanan, pencarian,
jati diri dan permasalahan sosial yang sering terjadi dalam masyarakat (Rice,
19
Hodges (1999) menyatakan bahwa musik tidak dapat dipungkiri lagi
memegang peranan yang penting pada perkembangan masa remaja. Musik bukan
hanya sebagai pengisi waktu luang saja, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang
mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga
berpikir. Masa ketika remaja sedang berusaha mengembangkan diri dan identitas
kelompok, musik sangat mempunyai pengaruh besar untuk menolong remaja
menjalankan keduanya.
Menurut Larson (dalam Steinberg, 1999), kebanyakan remaja
menghabiskan 13% kegiatan sehari-hari berada dalam kamar, kemudian sekolah
dan sisanya yang paling banyak adalah menghabiskan waktu mendengarkan
musik. Selain itu remaja lebih memilih musik sebagi media untuk
merepresentasikan diri mereka, karena sifat dari musik itu sendiri yang luwes dan
universal juga tidak memiliki banyak aturan yang baku, sehingga mereka dapat
menyalurkan ide-ide yang dimiliki sebebas-bebasnya tanpa ada rasa takut.
2.1.3 Jenis-jenis Musik
Agar tidak memperlebar masalah dalam penelitian ini, maka peneliti berusaha
menjelaskan jenis-jenis preferensi musik yang berasal dari musik populer
(mainstream) yang kini sedang disukai oleh para remaja.
Setiap orang mempunyai preferensi (kecenderungan memilih) musik yang
berbeda-beda yang terbentuk oleh berbagai faktor, Schafer & Sedlmeier (2009)
menyatakan preferensi musik pada seseorang disebabkan karakteristik dari musik
musik, perasaan pada saat mendengarkan musik, dan yang tak ketinggalan adalah
usia dari pendengar musik. Sementara White (dalam Schwartz & Fouts, 2003)
menekankan bahwa preferensi musik merefleksikan para pendengarnya tentang
mereka sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, Finnas (Dalam, Schwartz & Fouts, 2003)
membedakan penggemar musik menjadi 2 kategori berdasarkan kualitas musik
yang didengarkannya, yaitu mereka yang menggemari musik dengan kualitas
berat atau heavy music, mereka yang menggemari musik dengan kualitas ringan
atau light music.
Yang dimaksud heavy music adalah jenis musik populer yang mempunyai
tempo lagu cepat, nada yang keras dengan adanya penekanan irama yang kuat
secara terus-menerus disertai dentuman bunyi yang berulang-ulang dan biasanya
dimainkan dengan alat musik elektronik. Yang termasuk kedalam kategori heavy
music adalah musik rock beserta semua sub-genrenya (punk, metal, hardcore, emo
dll), musik rap (Schwartz & Fouts, 2003).
Yang tergolong light music adalah musik pop, pop remaja dan dance
(Schwartz & Fouts, 2003). Musik jenis ini meliputi balada-balada yang pelan dan
emosional, yang mengandung tema-tema perkembangan, juga melodi beritme
yang didesain untuk berdansa. Lirik yang ditemukan dalam lagu-lagu ini biasanya
membawakan tema mengenai hubungan dengan orang lain (keluarga, teman atau
kekasih), otonomi dan identitas serta keadaan sosial.
Preferensi musik pada remaja merefleksikan nilai-nilai, image (gaya yang
21
sense of self pada remaja. Selain itu remaja menggunakan produk-produk media
dalam memperlihatkan perbedaan individual diantara mereka dalam hal yang
menyangkut nilai-nilai, kepercayaan, minat dan karakteristik kepribadian (Arnett
& Larson, dalam Schwartz & Fouts, 2003). Sementara Lull (dalam Schwartz &
Fouts, 2003) menyatakan bahwa remaja menggunakan musik untuk melawan
otoritas pada segala tingkat, menunjukkan kepribadiannya, membangun hubungan
peer group dan hubungan romantis, juga untuk mempelajari hal-hal yang selama
ini tidak pernah disentuh oleh orang tua dan sekolah.
Menurut Schwartz & Fouts (2003), remaja yang mempunyai preferensi
musik heavy cenderung lebih independen, keras hati, sangat asertif dalam
hubungannya dengan orang lain, tidak acuh akan perasaan dan reaksi dari orang
lain, lebih suka terbawa suasana hati, lebih pesimistis, sangat sensitif, tidak mudah
puas, impulsif, lebih tidak hormat dari aturan masyarakat, dan lebih tidak percaya
diri pada kemampuan akademis. Mereka belum mempunyai identitas yang stabil
sehingga mereka berpegang pada kebingungan dan perasaan tidak nyaman yang
lebih mereka kenal daripada menghadapi masalah-masalah mereka di dunia nyata
dimana membentuk dan mempertahankan identitas diri tidaklah mudah.
Mendengarkan musik heavy yang mempunyai tema-tema yang sesuai
dengan perasaan mereka serta suara yang merefleksikan kekalutan diri mereka,
merasa berbagi dengan pendengar atau pemusik lainnya yang mempunyai
karakteristik mirip. Dengan demikian, musik heavy yang mereka dengarkan dapat
memberi perasaan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi tugas-tugas
mereka dan memberikan keadaan yang aman untuk mengeksplorasi dan
menyusun suatu pemahaman terhadap diri mereka.
Selain itu musik heavy juga dapat mengalihkan perhatian remaja dari
emosi yang meledak-ledak dengan stimulasi suara dari musik yang keras dan
cepat, sehingga menghindari perasaan yang tidak nyaman serta masalah-masalah
perkembangan (Schwartz & Fouts, 2003). Menurut Hansen & Hansen (dalam
Hargreaves, 1997), penggemar musik heavy metal pada umumnya cenderung
berperilaku amoral, manipulatif, berpaham machiaveli (menghalalkan segala
cara), dan dalam perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku
hiperseksual. Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka
cenderung memiliki perilaku yang lebih parah dari pada para penggemar musik
heavy metal, seperti terlibat dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif (psikotropika),
maupun terdorong untuk melakukan aksi kriminalitas.
Arnett (dalam Rice, 1996) melaporkan bahwa remaja yang menyukai jenis
musik heavy mempunyai tingkat keterlibatan yang tinggi dalam reckless
behaviour (perilaku berbahaya), meliputi mabuk saat berkendara, kebut-kebutan,
berhubungan seks tanpa pengaman dan dengan orang yang baru dikenal,
menggunakan obat-obatan terlarang, pencurian di toko dan vandalism.
Sementara para remaja yang mempunyai preferensi pada musik light
cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi,
tidak impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka,
hal-23
hal yang dikaitkan dengan kepercayaan diri, pertumbuhan fisik, hubungan
romantis dengan kekasih dan diterimanya diri mereka oleh teman-teman sebaya.
Ini terjadi karena pada umumnya light music membawakan tema-tema ini
dan emosi-emosi yang berhubungan dengan tema tersebut, sehingga
merefleksikan diri mereka serta memvalidasi siapa mereka dan bagaimana
perasaan mereka pada tahap perkembangan ini (Larson, Rosenbaum &
Thompson, dalam Schwartz & Fouts, 2003). Arnett (dalam Schwartz & Fouts,
2003) berpendapat bahwa musik light membantu untuk meregulasikan dan
mengekspresikan perasaan yang mereka alami, sehingga mereka dapat lebih
mudah bertransisi ke masa dewasa.
2.2 Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Dalam ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan, ada salah satu
tahapan perkembangan dalam hidup manusia yang dianggap unik dan berperan
penting dalam kehidupan seseorang, sehingga banyak dijadikan sebagai bahan
penelitian oleh para ahli. Tahapan perkembangan yang dimaksud adalah masa
remaja.
Dalam Hurlock (1999), istilah adolescence yang dipergunakan saat ini
mempunyai arti cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, fisik dan
sosial. Masa remaja bisa dibilang adalah masa penghubung atau masa peralihan
Sementara definisi remaja secara lengkap menurut WHO (dalam Sarwono,
2010) terbagi dalam tiga konseptual, yaitu:
1. Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan.
2. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Santrock (2002) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode
transisi antara masa kanak-kanak dan orang dewasa yang meliputi
perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Masa remaja disebut juga masa
topan badai (strum & drang), karena mencerminkan kebudayaan modern yang
penuh gejolak akibat pertentangan nilai.
Karena hal itu, tidak salah jika para ahli sendiri ternyata mempunyai
perbedaan dalam menentukan batasan masa remaja. Hal ini disebabkan banyaknya
faktor yang mempengaruhi perkembangan setiap individu. Santrock (2002)
berpendapat bahwa masa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir
antara usia 18-22 tahun. Papalia (1998) memberikan batasan usia yang hampir
sama, yaitu sekitar 12-13 tahun hingga akhir belasan atau pada awal dua puluhan.
Kemudian Hurlock (1999) mengemukakan bahwa masa remaja awal
berlangsung kira-kira dari usia 13-16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir
berawal dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara
25
sesuai dengan kultur budaya yang ada dimasyarakat kita. Menurutnya remaja
Indonesia adalah individu yang berada pada usia 11-24 tahun, dan belum
menikah. Usia 11 tahun adalah saat seseorang mulai mengalami perubahan
seksual yang umumnya berakhir pada usia 24 tahun. Sedangkan dalam
masyarakat Indonesia, seseorang yang sudah menikah (berapapun usianya) akan
dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa.
2.2.2 Tahapan dan Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono (2010), dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan,
setiap remaja harus melewati tiga tahapan perkembangan, yaitu:
1. Remaja Awal (early adolescence), remaja pada tahap ini masih
terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mulai mengembangkan
pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang
secara erotis.
2. Remaja Madya (middle adolescence), pada tahap ini remaja sangat
tergantung pada teman dan senang kalau mempunyai banyak teman.
Terdapat kecenderungan “narcistic”, menyukai teman-teman yang
mempunyai sifat dan minat yang sama. Selain itu remaja dalam tahap ini
berada dalam kondisi bingung untuk memilih, antara peka atau tidak peduli,
ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis.
3. Remaja Akhir (late adolescence), tahap ini adalah masa konsolidasi remaja
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam
pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri
sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public).
Sedangkan, menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), semua tugas
perkembangan remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap pola perilaku yang
kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapai masa dewasa,
antara lain:
1. Mencapai hubungan yang baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria atau wanita.
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang.
6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
7. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
27
2.2.3 Kebutuhan Khas dan Bahaya pada Masa Remaja
Para ahli sepakat berpendapat bahwa terdapat kebutuhan yang khas pada remaja.
Kebutuhan itu berkaitan dengan psikologis-sosiologis yang mendorong remaja
untuk bertingkah laku yang juga khas. Menurut Garrison (Mappiare, dalam Ali &
Asrori, 2009), terdapat beberapa kebutuhan yang khas bagi remaja, antara lain:
1. Kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan ini ada sejak remaja dilahirkan
dan menunjukkan berbagai cara perwujudan selama masa remaja.
2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok merupakan hal
yang penting sejak remaja ”melepaskan diri” dari keterikatan keluarga dan
berusaha memantapkan hubungan dengan teman lawan jenis.
3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia muda sangat
penting manakala remaja dituntut untuk menentukan berbagai macam
pilihan dan mengambil keputusan.
4. Kebutuhan untuk berprestasi menjadi sangat penting seiring dengan
pertumbuhannya mengarah kepada kedewasaan dan kematangan.
5. Kebutuhan akan pergaulan dengan orang lain, terjadi sejak mereka
bergantung dalam hubungan dengan teman sebaya.
6. Kebutuhan untuk dihargai dirasakannya berdasarkan pandangan sendiri
yang menurutnya pantas bagi dirinya.
7. Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh terutama nampak dengan
bertambahnya kematangan untuk mendapatkan kepastian. Remaja mulai
memerlukan beberapa petunjuk yang akan memberikannya dasar dalam
Dalam masa remaja terdapat bahaya-bahaya yang mungkin saja terjadi
dikarenakan oleh suatu hal. Bahaya tersebut dapat dibedakan kepada kedua
kategori, yaitu bahaya fisik dan bahaya psikologis (Hurlock, 1999)
a. Bahaya Fisik
Terdapat beberapa macam bahaya fisik yang dialami selama masa remaja,
yaitu kematian, bunuh diri, cacat fisik, kekuatan, kecanggungan dan
kekakuan, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan seksnya. Kematian
akibat terjangkitnya suatu penyakit jarang terjadi, dikarenakan kondisi
fisik pada masa remaja cenderung lebih baik dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya . Bunuh diri atau percobaan bunuh diri merupakan salah
satu bentuk bahaya fisik yang mengkhawatirkan, adapun hal yang
menyebabkan perlaku bunuh diri tersebut antara lain karena remaja
mengalami alienasi sosial ataupun mengalami keacauan keluarga dan
masalah di sekolah.
Cacat fisik seperti gigi yang bengkok, penglihatan dan pendengaran yang
kurang baik memang masih dapat diperbaiki namun penyakit kronis
seperti asma atau kegemukan dapat menghambat remaja melakukan
hal-hal yang dilakukan oleh teman-teman sebaya. Akibat pertumbuhan otot
selama masa awal remaja, kekuatan meningkat, tetapi sayangnya tidak
semua remaja mengalaminya sehingga mereka yang kekuatan ototnya
tidak begitu meningkat cenderung merasa kurang mampu dalam
melakukan suatu kegiatan. Kecanggungan dan kekakuan terjadi karena
29
Selain itu bagi remaja, bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan seksnya
dapat mengganggu karena remaja lebih dinilai melalui penampilan diri
yang sesuai dengan kelompok seksnya dibandingkan anak-anak.
b. Bahaya Psikologis
Bahaya psikologis yang pokok pada masa remaja adalah berkisar pada
kegagalan menjalankan peralihan psikologis ke arah kematangan yang
merupakan tugas perkembangan masa remaja yang penting. Diantaranya
adalah masalah perilaku sosial, perilaku seksual, perilaku moral dan
hubungan keluarga. Dalam perilaku sosial, ketidakmatangan ditunjukkan
dalam pola pengelompokkan yang kekanak-kanakan serta diskriminasi
yang didasarkan pada ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Bila
hal ini berlanjut sampai akhir masa dewasa, maka akan mengakibatkan
ketidakmatangan. Menurut Lubis (dalam Wibawa, 2004), keadaan emosi
remaja yang masih labil erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu
saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia dapat marah sekali.
Hal ini terlihat pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang
tersinggung perasaannya. Dalam hal perilaku seksual, remaja juga
mengalami ketidakmatangan, hal ini terjadi karena perubahan yang
ekstrim, yang mana pada akhir masa kanak-kanak cenderung memusuhi
lawan jenis pada masa remaja justru menaruh minat dan mengembangkan
kasih sayang pada lawan jenis. Masalah-masalah hubungan seks diluar
pernikahan, serta kehamilan usia dini merupakan ciri-ciri ketidakmatangan
Secara perilaku moral, remaja cenderung terlibat dalam kenakalan remaja
hingga penggunaan obat terlarang. Dalam hubungan dengan keluarga,
remaja yang memiliki hubungan keluarga kurang baik dapat
mengakibatkan terjadinya hubungan yang buruk diluar lingkungan
keluarganya.
2.3 Risk Taking Behaviour
2.3.1 Pengertian Risk Taking Behaviour
Menurut Steinberg (1999) tingkah laku adalah hasil dari rangkaian proses:
a. Identifikasi alternatif pilihan
b. Identifikasi konsekuensi dari tiap pilihan
c. Evaluasi terhadap kemungkinan dari tiap konsekuensi
d. Mengecek segala sesuatu yang biasa terjadi pada tiap konsekuensi
e. Mengkombinasikan seluruh informasi yang didapat untuk membuat
keputusan
Menurut Hillson dan Murray (2005) risk atau resiko didefinisikan sebagai
ketidakpastian terhadap sesuatu yang dapat berdampak positif atau negatif.
Fischoff dkk. (dalam Yates, 1992), menyebutkan risk sebagai adanya ancaman
terhadap nyawa atau kesehatan seseorang. Yates (1992) menyatakan bahwa risk
itu subyektif karena setiap individu mempunyai persepsi berbeda mengenai
hal-hal yang mereka anggap beresiko.
Misalnya, ketika kita melihat pengendara motor yang ugal-ugalan, ada yang
31
lain. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut bukan sesuatu yang
riskan karena mereka menganggap pengendara tersebut tentu sudah terampil atau
sedang terburu-buru.
Gullone dkk (2000) mendefinisikan risk sebagai akibat tidak pasti dari suatu
tingkah laku yang diasosiasikan dengan kemungkinan terjadinya konsekuensi
negatif, akan tetapi persepsi kemungkinan terjadinya kosekuensi positif juga ada,
sehingga keadaan menjadi seimbang dan jika konsekuensi negatif melebihi
konsekuensi positif maka tingkah laku itu dianggap sebagai risk taking behaviour.
Risk taking behaviour menurut The Encyclopedic Dictionary (dalam
Christia, 2001) adalah jika seseorang menempatkan sesuatu dengan taruhan atau
resiko, dimana resiko itu sendiri menimbulkan konsekuensi positif dan negatif.
Remaja adalah individu yang paling banyak dan sering melakukannya karena
mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa, unik dan kebal
terhadap hal-hal yang beresiko (Duffy, 2005)
Jadi dapat disimpulkan bahwa risk taking behaviour adalah segala bentuk
perilaku yang dianggap atau mengandung resiko dimana kemungkinan
konsekuensi negatif yang akan diterimanya lebih besar daripada konsekuensi
positif.
2.3.2 Tipe-Tipe Risk Taking Behaviour
Risk taking behaviour dapat dibagi menjadi empat tipe (Gullone & Moore, 2000),
1. Perilaku mencari tantangan (Thrill-seeking behaviour),
Yaitu perilaku mencari sensasi yang intens dan diasosiasikan dengan perasaan
naiknya kadar adrenalin di tubuh/excitement yang berupa perilaku mencari
tantangan tetapi secara relatif dapat diterima secara sosial, contohnya adalah
olahraga ekstrem atau berbahaya (arung jeram, panjat tebing, in-line,
bungee-jumping, skateboarding, bmx dll).
2. Perilaku berbahaya (Reckless behaviour)
Pada bagian tertentu juga merupakan perilaku mencari tantangan namun kadar
resikonya lebih tinggi karena akibat yang ditimbulkan biasanya juga
dipersepsikan secara negatif oleh masyarakat luas, misalnya mabuk saat
berkendara, kebut-kebutan, berkendara tidak menggunakan pengaman,
mengkonsumsi narkoba, menggunakan jarum suntik secara bergantian,
berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual.
3. Perilaku Memberontak (Rebellious behaviour)
Yaitu mencari tantangan dengan melanggar aturan-aturan yang ada di
masyarakat, biasanya kerap dilakukan remaja antara lain minum alkohol,
merokok, mengutil, membolos, berkelahi/tawuran, vandalisme, dll.
4. Perilaku Antisosial (Antisocial behaviour)
Merupakan tingkah laku yang paling rendah konsekuensi negatifnya secara
langsung, namun sama-sama tidak disukai, baik di kalangan dewasa atau
remaja sekalipun, salah satu contohnya adalah rakus, berjudi, berlaku curang,
33
Menurut Hillson & Murray (2005). Dalam dunia Psikologi, individu dapat
digolongkan menjadi empat tipe, antara lain:
1. Risk Seeking, yaitu orang-orang yang cenderung berani mengambil tindakan
beresiko dan menikmati hidup seperti itu.
2. Risk Averse, yaitu mereka yang cenderung menghindari perbuatan yang
mengandung resiko.
3. Risk Tolerance, yaitu kelompok orang yang dapat menerima tingkah laku
beresiko dan menganggap hal tersebut sesuatu yang normal dalam kehidupan.
4. Risk Neutral, yaitu mereka yang menganggap tingkah laku beresiko adalah
suatu hal yang wajar dilakukan untuk mendapatkan seseuatu yang berharga.
Mereka tidak termasuk dalam risk seeking ataupun risk averse, akan tetapi dapat
menerima ide-ide baru dan tidak takut untuk perubahan.
Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam risk taking
behaviour, antara lain:
1. Risk perception, yaitu segala informasi yang dimiliki individu yang
kemudian digunakan dalam memahami berbagai kemungkinan tindakan
yang akan diambil (aktif atau pasif) terhadap suatu objek atau peristiwa.
2. Perceived benefits, yaitu memikirkan tentang manfaat atau hasil apa yang
akan didapatkannya bila melakukan suatu tindakan. Apakah hal yang
dilakukannya sesuai dengan kepentingan.
3. Consequences, yaitu setiap kemungkinan akibat yang akan diterimanya
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi risk seeking maupun risk averse
mereka pegang serta yakini. Sebagai contoh, seorang pembalap belum tentu
berani mempertaruhkan semua uangnya diatas meja judi, begitu pula seorang
penjudi bisa jadi sangat takut untuk diajak balapan.
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risk Taking Behaviour
Faktor-faktor yang mempengaruhi risk taking behaviour, menurut Gullone dkk
(dalam Christia, 2001), adalah:
a. Belief tentang resiko.
Belief tentang resiko pada seseorang menentukan apakah ia akan melakukan
risk taking behaviour atau tidak. Semakin ia mempersepsikan suatu tindakan
beresiko maka semakin besar kecenderungannya untuk tidak melakukan
tindakan tersebut.
b. Jenis kelamin
Keterlibatan dalam risk taking behaviour secara signifikan dipengaruhi oleh
jenis kelamin. Ini karena wanita cenderung mempunyai persepsi bahwa suatu
tindakan dapat beresiko lebih tinggi, dibandingkan dengan para pria (terutama
remaja) yang mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa,
unik dan kebal terhadap hal-hal yang beresiko.
c. Usia
Pengaruh usia juga cukup menentukan, karena terdapat perbedaan yang
signifikan dalam mempersepsikan resiko dari suatu tingkah laku. Seseorang
35
mereka tidaklah besar sehingga kemungkinan mereka terlibat lebih tinggi
daripada yang berusia lebih tua atau dewasa.
d. Kepribadian
Kepribadian juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risk
taking behaviour seseorang, walaupun tergantung dari tipe resiko perilaku,
seperti adanya hubungan positif antara thrill seeking risk behaviour (mencari
tantangan) dengan kepribadian ekstrovert. Karena pada sebagian besar orang
dengan kepribadian ekstrovert diketahui bahwa mereka mempunyai sensation
seeking yang tinggi, dan risk taking behaviour biasanya dilakukan oleh
mereka yang mempunyai sensation seeking tinggi (Little dan Zuckerman,
dalam Schwartz dan Fouts, 2003).
Terdapat juga beberapa penjelasan mengenai penyebab timbulnya risk
taking behaviour pada remaja, antara lain:
a. Teori Keputusan Tingkah Laku (Behavioural Decision Theory)
Dalam teori ini menurut Steinberg (1999), sangatlah penting untuk
mengetahui apakah remaja menggunakan proses yang berbeda dari orang dewasa
dalam mengidentifikasikan, mengukur, dan mengevaluasi pilihan dan konsekuensi
dari tingkah laku. Dan diketahui penyebabnya adalah karena adanya perbedaan
dalam mengevaluasi kemungkinan dari konsekuensi yang berbeda. Contohnya,
ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan narkoba pada suatu pesta atau
pertunjukan musik, maka akan ada evaluasi terhadap berbagai konsekuensi, yaitu
resiko secara hukum dan kesehatan, efek sampingnya, dan penilaian dari orang
mempertimbangkan semua kemungkinan ini, tetapi orang dewasa relatif lebih
menitikberatkan pada resiko hukum dan kesehatan dari narkoba, sedangkan
remaja lebih lebih pada konsekuensi sosial tidak menggunakan narkoba yang
didapatnya (dapat berupa penolakan dari teman kelompoknya).
Saat itu orang dewasa melihat keputusan remaja yang lebih menghargai
penerimaan kelompok daripada kesehatan diri sebagai sesuatu yang tidak rasional.
Teori ini menjelaskan bahwa semua tindakan termasuk yang beresiko sekalipun
dapat dilihat secara rasional ketika kita mengerti cara yang dilakukan individu
untuk mengukur dan mengevaluasi konsekuensi dari berbagai aksi atau tingkah
laku manusia. Penekanan selanjutnya pada teori ini adalah keputusan beresiko
pada remaja bukan karena keputusan yang tidak rasional, tetapi lebih pada
bagaimana remaja memperoleh informasi yang mereka gunakan untuk membuat
keputusan dan seberapa akurat informasi tersebut.
b. Teori Biologis atau Genetik
Menurut teori ini yang dijelaskan Steinberg (dalam Christia, 2001), risk taking
behaviour dapat dikatakan sebagai tingkah laku yang tidak konvensional
disebabkan karena adanya predisposisi yang bersifat menurun atau bawaan.
Kemudian pandangan berikutnya bahwa secara dasar biologis ada perbedaan
individu dalam dorongan (arousal) dan pencarian sensasi (sensation seeking),
dimana hal ini menjelaskan bahwa risk taking behaviour berkaitan dengan
dorongan yang berlebih dan kesenangan mencari tantangan (Little and
Zuckerman, dalam Schwartz dan Fouts, 2003)
37
Timbulnya risk taking behaviour sebagai tingkah laku yang menyimpang
merupakan hasil pendidikan dalam keluarga. Seorang anak dibesarkan dan
disajikan tingkah laku yang bermasalah sebagai sumber respon yang adaptif
untuk menghadapi dunia yang kejam (Steinberg, dalam Christia, 2001)
d. Teori Sosiologis
Dryfoos (dalam Steinberg, 1999) menyatakan bahwa keterlibatan pada suatu
tingkah laku beresiko dapat menyebabkan keterlibatan pada tingkah laku
beresiko yang lain. Misalnya penggunaan narkoba memungkinkan terjadinya
perilaku seks bebas yang mengakibatkan meningkatnya kehamilan pranikah
pada remaja atau yang lebih ekstrem tindakan bunuh diri.
e. Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory)
Menurut Gottfredson dan Hirschi (dalam Christia, 2001), individu yang tidak
memiliki ikatan yang kuat pada institusi masyarakat, seperti keluarga, sekolah,
masyarakat atau tempat bekerja, akan lebih mudah bertingkah laku beresiko
dalam berbagai cara. Teori ini menekankan bahwa perkembangan sikap yang
tidak konvensional adalah akibat dari adanya keterlibatan pada kelompok
yang tidak konvensional pula, atau keterlibatan pada satu tingkah laku
beresiko dapat menciptakan rangkaian tingkah laku beresiko lainnya.
2.4. Kerangka Berpikir
Nakagawa (2000) menyatakan bahwa musik adalah ekspresi seni yang berpangkal
pada tubuh, musik terdiri atas suatu peredaran atau arus balik (feedback) dari