• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Pengetahuan

Dalam dokumen 1 BAB Profesi Kependidikan (Halaman 55-74)

MENJADI GURU PROFESIONAL

1. Jenis Pengetahuan

Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan.

Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Pengetahuan Deklaratif yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara menyenangkan) atau aturan (apabila membuat kalimat dengan

kata sedang melakukan subjek harus di ikuti to be dan verb harus di ikuti dgn ing. Contoh : saya sedang memasak = i am cooking )

b. Pengetahuan Prosedural yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya

“pengetahuan bagaimana”. Contoh, apabila membuat kalimat dengan kata sedang melakukan subjek harus di ikuti to be dan verb harus di ikuti dgn ing. Contoh : saya sedang memasak = i am cooking , namun bila siswa mampu mengerjakan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan prosedural. Guru dan menterjemahkan teks bahasa Inggris.

c. Pengetahuan Kondisional, adalah pengetahuan dalam hal

“kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan. Seperti peserta didik harus dapat mengidentifikasi terlebih dahulu verb apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif) sebelum membuat kalimat (pengetahuan prosedural). Pengetahuan kondisional ini jadinya merupakan hal yang penting dimiliki peserta didik , karena menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang peserta didik mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu, namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur

atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner11 berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasal ahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner12 menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu,

pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh pendidik dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

Peranan Pendidik menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas. Bloom dan Krathwohl dalam buku Brunner 13menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam kawasan kognitif.

Beberapa teori belajar yang berpedoman berdasarkan kawasan kognitif ini antara lain teori gestalt, teori medan, teori perkembangan Piaget, teori belajar bermakna Ausubel, teori penemuan Bruner dan teori kognitif Bandura.

1) Teori Gestalt

Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Para tokoh gestalt ini belum

merasa puas dengan penemuan-penemuan para ahli sebelumnya yang menyatakan bahwa belajar sebagai proses stimulus dan respons serta manusia bersifat mekanistik. Penelitian-penelitian

yan g dilakukan oleh para tokoh gestalt lebih menekankan pada persepsi. Menurut mereka, manusia bukanlah sekedar makhluk yang hanya bisa bereaksi jika ada stimulus yang mempengaruhinya. Tetapi lebih dari itu, manusia adalah makhluk individu yang utuh antara rohani dan jasmaninya. Pada saat manusia bereaksi dengan lingkungannya, manusia tidak sekedar merespons, tetapi juga melibatkan unsur subyektivitasnya yang antara masing-masing individu dapat berlainan (Baharuddin &

Wahyuni, 2007: 88).1

Menurut teori gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight(wawasan, pengertian/pengetahuan). Insight ini adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behavioristik yanng menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis sehingga mengabaikan atau mengingkari pernanan insight, teori gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku (Sanjaya, 2006: 118).2 Hal ini sesuai dengan hukum yang terkenal dari teori gestalt yaitu hukum pragnanz. Pragnanz ini lebih kurang berarti teratur, seimbang, dan harmonis. Belajar adalah mencari dan mendapatkan pragnanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu. Untuk menemukan pragnanz diperlukan adanya pemahaman (insight).

1Baharudin & Wahyuni, Esa Nur, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran,Yogyakarta: Ar-Ruz Media, Djaali, 2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

2Sanjaya, Wina, 2006, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana

Menurut Ernest Hilgard, ada enam ciri dari belajar

pemahaman (insight), yaitu: (1) pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, (2) pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu, (3) pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, (4) pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, (5) belajar dengan pemahaman dapat diulangi, dan (6) suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain (Sukmadinata, 2007: 171).3

2) Teori Medan (field theory)

Teori medan (field theory) merupakan salah satu teori yang termasuk rumpun kognitif. Teori medan ini dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti teori gestalt yang menekankan keseluruhan dan keterpaduan. Menurut teori medan, individu selalu berada dalam suatu medan atau ruang hidup (life space), yang digambarkan oleh Kurt Lewin sebagai berikut:

3Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya

Dalam medan hidup ini ada sesuatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu saja ada barier atau hambatan. Individu memiliki satu atau sejumlah dorongan dan berusaha mengatasi hambatan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila individu tersebut telah berhasil mencapai tujuan, maka masuk ke dalam medan atau lapangan psikologis baru yang di dalamnya berisi tujuan baru dengan hambatan-hambatan baru pula. Demikian seterusnya individu keluar dari suatu medan dan masuk ke dalam medan psikologis berikutnya (Sukmadinata, 2007: 171).4

Kaitannya dengan proses belajar, dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa teori medan menganggap belajar sebagai proses pemecahan masalah. Menurut Lewin (Sanjaya, 2006: 120)5, beberapa hal yang berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam belajar adalah:

 Belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memecahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif. Permasalahan yang sering dijadikan contoh adalah sebagai berikut:

 Orang yang melihat sembilan buah titik tersebut sebagai sebuah bujur sangkar akan sangat sulit memecahkan persoalan tersebut. Agar sembilan buah titik dapat dilewati dengan 4 buah tarikan garis, maka harus mengubah struktur kognitif bahwa kesembilan buah titik itu bukan sebuah bujur sangkar.

 Pentingnya motivasi. Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk berperilaku. Motivasi ini dapat berasal dari dalam (intern) dan dari luar (ektern).

4 Ibid

5 Op.cit. Sanjaya, hl 120

3) Teori Perkembangan Piaget

Kaitannya dengan perkembangan kognitif, seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak, Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses

berpikir formal.

 Tahap sensori-motor dari lahir hingga 2 tahun. Anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek. Seorang anak sedikit demi sedikit mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan bena-benda lain.

 Tahap pra-operasional dari 2 hingga 7 tahun. Anak mulai memiliki kecakapan motorik. Pada masa ini anak menjadi pusat tunggal yang mencolok dari suatu obyek. Misalnya seorang anak melihat benda cair yang sama banyak tetapi yang sat berada dalam gelas panjang dan satu lagi berada di cawan datar, dia akan mengatakan bahwa air di gelas lebih banyak dari pada air di cawan datar.

 Tahap operasional konkret dari 7 hingga 11 tahun. Anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret. Anak sudah dapat membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda.

 Tahap operasional formal setelah usia 11 tahun. Pada masa ini anak mulai memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau anak mengalami perkembangan penalaran abstrak .

Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan setiap tahap tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks (Trianto, 2007b: 22).6 Hal ini berarti bahwa perkembangan kognitif seseorang merupakan suatu proses genetik. Artinya, perkembangan kognitif merupakan proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya (Muhaimin, 2002: 199).7

Berdasarkan hal tersebut, Jean Piaget berpandangan bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara, setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2006).8

Kaitannya dengan proses belajar, Piaget membagi proses belajar menjadi tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak peserta didik. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif dalam situasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

6 Op.cit. Trianto, hl 22

7Muhaimin, et.al., 2002, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Cet. II, Bandung: Remaja Rosda Karya

8 Op.cit. Sanjaya, hl 122

Apabila seseorang menerima informasi atau pengalaman baru, informasi tersebut akan dimodifikasi sesuai dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi.

Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi.

(Muhaimin, 2002)9. Uraian tersebut di atas memberi sebuah pemahaman bahwa inti dari pemikiran Piaget tentang proses belajar seseorang adalah mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya (Muhaimin, 2002).10

4) Teori Belajar Bermakna Ausubel

Menurut David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah menekankan pada belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal secara arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam struktur kognitifnya (Muhaimin, 2002:

201).11

Ausubel memisahkan antara belajar bermakna dengan belajar menghafal. Ketika seorang peserta didik melakukan

10 Op.cit, Muhaimin, hl 199

11 Ibid, hl 200

belajar dengan menghafal, maka ia akan berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Hal ini berbeda dengan belajar bermakna, dimana dalam belajar bermakna ini terdapat dua komponen penting, yaitu bahan yang dipelajari, dan struktur kognitif yang ada pada individu. Struktur kognitif ini adalah jumlah, kualitas, kejelasan dan pengorganisasian dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh individu.

Agar tercipta belajar bermakna, maka bahan yang dipelajari harus bermakna: istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang bermakna, atau hubungan antara dua hal atau lebih yang mempunyai makna. Selain itu, bahan pelajaran hendaknya dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan dengan beraturan. Substansial berarti bahan yang dihubungkan sejenis atau sama substansinya dengan yang ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan tersebut (Sukmadinata, 2007)12

Selaras dengan uraian tersebut, menurut Reilly dan Lewis, belajar memerlukan persyaratan tertentu, yaitu (1) isi pembelajaran dipilih berdasarkan potensi yang bermakna dan diatur sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik serta tingkat pengalaman masa lalu yang pernah dialaminya; dan (2) diciptakan situasi belajar yang lebih bermakna. Dalam hal ini, faktor motivasi memegang peranan penting karena peserta didik tidak akan mengasimilasikan isi pembelajaran yang diberikan atau yang diperoleh apabila peserta didik tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana cara melakukan kegiatan belajar (Muhaimin, 2002).13

Lebih lanjut, karakteristik dari teori belajar bermakna adalah pengaturan kemajuan belajar (advance organizers). Pengaturan kemajuan belajar ini merupakan kerangka dalam bentuk abstrak dari apa yang harus dipelajari dan hubungannya dengan apa yang

12 Op.cit, Sukmadinata, hl 188

13 Op.cit, Muhaimin, hl 201

ada pada struktur kognitif yang dimiliki peserta didik. Apabila dirancang dengan baik, advance organizers akan mempermudah peserta didik mempelajari isi pembelajaran karena kegiatannya sudah diarahkan. Hubungan dengan apa yang telah dipelajari dan adanya abstrak atau ringkasan mengenai apa yang dipelajari menyebabkan isi pembelajaran yang baru bukan dipelajari secara hafalan, melainkan sebagai kelanjutan yang merupakan kesatuan (Muhaimin, 2002).14Singkatnya, inti dari teori David P. Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna, yaitu suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Trianto, 2007).15

5) Teori Penemuan Bruner

`Salah satu teori belajar kognitif yang sangat berpengaruh adalah teori Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Trianto, 2007)16

14 Ibid, hl 202

15 Op.cit, Trianto, hl 25

16 Ibid, hl 26

Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif di mana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan masalah yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan (Trianto, 2007).17

Selain ide tentang belajar penemuan (discovery learning), Bruner juga berbicara tentang adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Pertama, tahap enaktif, dimana individu melakukan aktifitas dalam upaya memahami lingkungannya. Kedua, tahap ekonit, dimana individu melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Ketiga, tahap simbolik, dimana individu mempunyai gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika berpikirnya. Komunikasi dalam hal ini dilakukan dengan pertolongan sistem simbol (Muhaimin, 2002).18

Lebih lanjut, Bruner juga menyatakan bahwa pembelajaran sesuatu tidak perlu menunggu sampai seseorang mencapai suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan pembelajaran yang diberikan diatur dengan baik, seseorang dapat belajar meskipun umurnya belum memadai. Seseorang dapat belajar apapun asalkan materi pembelajaran disusun berdasarkan urutan isi dimulai dari yang sederhana dan sesuai dengan karakteristik perkembangan kognitifnya. Artinya, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menata strategi pembelajarannya sesuai dengan isi bahan yang akan dipelajari dan tingkat perkembangannya (Muhaimin, 2002).19

17 Ibid, hl 33

18 Op.cit, Muhaimin, hl 200

19 Ibid. Hl 201

6) Teori Kognitif Bandura

Albert Bandura mengatakan bahwa belajar itu lebih dari sekedar perubahan perilaku. Belajar adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut (teori kognitif sosial). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya pada situasi alami (Djaali, 2007:

93).

Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Seorang belajar dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Melalui jalan pengulangan ini akan memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya (Trianto, 2007)20.

Bandura juga menyatakan bahwa perilaku seseorang dan lingkungan itu dapat dimodifikasi. Buku tidak berpengaruh pada seseorang, kecuali ada orang yang menulisnya dan orang yang memilih untuk membaca. Oleh karena itu, hadiah atau hukuman tidak akan banyak bermakna, kecuali diikuti oleh lahirnya

20 Op.cit. Trianto, hl 31

perilaku yang diharapkan. Diperolehnya perilaku yang kompleks bukan hanya disebabkan oleh hubungan dua arah antara pribadi dan lingkungan, melainkan hubungan tiga arah antara perilaku – lingkungan – peristiwa batiniah (reciprocal determinism/

determinasi timbal balik). Contoh: seorang yang telah berlatih, akan timbul perasaan percaya diri. Perilakunya menimbulkan reaksi baru, yang pada akhirnya reaksi ini mempengaruhi kepercayaan dirinya yang kemudian menimbulkan perilaku berikutnya dan dapat melukiskan perilaku yang baru itu, meskipun dia tidak melakukannya (Djaali, 2007: 94).

Berdasarkan tingkatan kawasan Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

1) Pengetahuan (mengingat, menghafal), 2) Pemahaman (menginterpretasikan),

3) Aplikasi/penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),

4) Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),

6) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).

Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.

Selanjutnya kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar terdiri dari :

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan. Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut :

Mengetahui sesuatu secara khusus :

 Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal ataumengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal.

 Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali tanggal,peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.

 Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu:Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman

 Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan.

 Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian.

Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.

 Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.

 Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah.

 Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.

 Mengetahui prinsip dan generalisasi

 Mengetahui teori dan struktur.

b. Pemahaman (comprehension)

Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada.

Temuan-temuan ini diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini meliputi :

 Translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, bagan atau grafik;

 Interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal.

Seseorang dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti konsep tentang

“motivasi kerja” dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep tentang “motivasi belajar”;

 Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.

c. Penerapan (application)

Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat member contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk member nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan baru.

d. Penguraian (analysis)

Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan. Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu :

· Menganalisis unsur :

 Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan

 Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.

 Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.

 Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok.

 Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya.

Menganalisis hubungan

 Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.

 Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan.

 Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.

 Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada.

 Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.

 Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen.

 Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis.

· Menganalisis prinsip-prinsip organisasi

Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat

 Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya

 Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya.

 Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda

e. Memadukan (synthesis)

Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen merupakan

Dalam dokumen 1 BAB Profesi Kependidikan (Halaman 55-74)

Dokumen terkait