• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB Profesi Kependidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1 BAB Profesi Kependidikan"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

1

Dr. Nurliani Siregar, M.Pd

Profesi Kependidikan

Pendidikan Profesi Guru

BAB

1

(2)

1.1 Pengertian profesi dan pendidik 1.1.1 Profesi

Graham Cheetham, G. E. Chivers1 menerangkan definisi profesi adalah : “A vocation or calling, especially one that involved some branch of advanced learning or science.” Sebuah panggilan atau panggilan, terutama yang melibatkan beberapa cabang belajar lanjut atau ilmu pengetahuan. Suatu pekerjaan atau panggilan yang membutuhkan pelatihan, seperti dalam hukum, teologi, dan ilmu.

Kata profesi semakin populer kita dengar sejalan dengan semakin kuatnya tuntutan kemampuan profesional dalam bekerja.

Apa pun bentuk dan jenis pekerjaannya, kemampuan profesional telah menjadi kebutuhan individu.

Secara etimologi,2 profesi berasal dari istilah bahasa Inggris: profession atau bahasa Latin: profecus, yang artinya mengakui, pengkauan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengakuan siapa? Kalau pengakuan itu datang dari penyandang profesi itu, muncul

PROFESI DAN PROFESIONALISM

E KEPENDIDIKAN

(3)

beberapa pertanyaan. Apakah kemampuan yang diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu tidak lebih dari sebuah kesombongan? Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari “riak-riak air” yang sesungguhnya mengimplisitkan kedangkalan derajat profesional penyandangan profesi itu? Apakah benar-benar ada bukti formal dan material yang memperkuat pengakuannya itu. Pertanyaan ini mengemuka karena dalam masyarakat kerap muncul perilaku gadungan, misalnya dokter gadungan, dosen gadungan, ABRI atau Polisi gadungan, Wartawan gadungan dan sebagainya. Mungkin juga guru gadungan, bukan?

Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang diklaim sebagai keahliannya.

Akan tetapi, pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu.

Secara terminologi,3 profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoretis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Dengan demikian, tidak muncul organisasi profesi, seperti Ikatan Tukang Semen Indonesia, Ikatan Tukang Jahit

(4)

Indonesia, Ikatan Pengayam Rotan Indonesia, dan sebagainya.

Bandingkan dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Guru Republik Indonesia, Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, dan sebagainya.

Dari sudut penghampiran sosiologi,4Vollmer & Mills (1972) mengemukakan bahwa profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh.

Istilah “ideal” itu hanya ada dalam kata , tidak dalam realita, karena sifatnya hanya sebuah abstraksi. Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.

Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.

Pengetahuan adalah segala fenomena yang diketahui yang disistematisasikan sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya kontrol, dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna kapasitas kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian bermakna penguasaan substansi keilmuan, yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk dibedakan dengan kepakaran lainnya.

Persiapan akademik mengandung makna bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan pendidikan khusus pada lembaga pendidikan formal, khususnya jenjang perguruan tinggi.5

(5)

Profesi merupakan kelompok istimewa dari pekerjaan di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil dari sejarah kelembagaan dan politik, hubungan antara praktisi dan masyarakat, dan formalisasi struktur organisasi dan hukum di sekitar praktek mereka.

Istilah ‘profesi’ berasal dari kata Latin ‘profiteor’ berarti mengaku. Profesionalisasi adalah proses dimana kegiatan yang menguntungkan bergerak dari status ‘pendudukan’ dengan status

‘profesi’. Klaim untuk status profesional dan munculnya standar dan penghargaan khas dari perjalanan yang membuat pekerjaan (atau mencoba untuk membuat) menuju profesionalisasi. Namun, beberapa pekerjaan jatuh pendek dari tanda atau, paling banter, menjadi semi-profesi dengan pelatihan yang lebih pendek, kurang pengetahuan khusus; dan lebih sosial (negara bagian) kontrol.

Jika pembinaan adalah untuk menjadi profesi harus mengadopsi kriteria seperti pengembangan disepakati dan terpadu tubuh pengetahuan, standar profesional dan kualifikasi, dan kode etik dan perilaku. Sementara beberapa di antaranya sudah selesai atau dalam pengembangan, kelanjutan dari banyaknya tumbuh asosiasi pembinaan menunjukkan bahwa jalur pembinaan untuk profesionalisasi mungkin menjadi yang terbaik bergelombang, dan paling buruk tergelincir.

Rusman mengatakan, profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya jabatan profesional tidak bisa dilakukan atau dipegang oleh sembarangan orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Melainkan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang disiapkan secara khusus untuk bidang yang diembannya. Misalnya, seorang guru profesional

(6)

yang memiliki kompetensi keguruan melalui pendidikan guru seperti (S1-PGSD, S1 Kependidikan, AKTA Pendidikan) yang diperoleh dari pendidikan khusus untuk bidang tersebut. Jadi kompetensi guru tersebut diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (preservice training atau pra jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (inserice training).

Profesi dapat diartikan juga sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperolehnya dari pendidikan akademis yang intensif (Webster, 1989).

Selanjutnya disebut Rusman dengan mengutif pendapat Martinis Yamin (2007), “Profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, tehnik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.”

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian atau kecakapan yang mmenuhi mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Menurut Djam’an Satori, “profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya, “Dia seorang profesional”.

Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Sementara itu menurut Walter Jhonson (1959) prefesional (professionals) sebagai “seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunysai tingkat kesulitan lebih dari biasa dan mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian

(7)

kmampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang berkadar tinggi.”

Pengertian lain dari Uzer Usman (1992), profesional adalah

“suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.” Kata profesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.6 Profesionalisme berasal dari profession yang berarti pekerjaan.

Menurut Aripin (1995) profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.

Pengertian profesionalisme adalah suatu pandangan terhadap keahlian tertentu yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu, yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. (Aripin, 1995: 105). Jadi profesionalisme mengarah kepada komitmen para anggota suatu profsi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam

(8)

melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesi yang diembannya.7

Millerson (1973, pp. 1-2) menyarankan ada tiga metode alternatif yang digunakan untuk mengidentifikasi profesi, yaitu:8 1. Looking for a set of characteristic or traits assosiated with

professions. (Mencari satu set karakteristik atau ciri assosiated dengan profesi.)

2. Looking for evidence of professionalisation (the process through which occupation are said to become professions.

(Mencari bukti profesionalisasi (proses dimana pendudukan dikatakan menjadi profesi)).

3. Developing a model of professionalism based or certain sociological aspects of professional practice (Mengembangkan model profesionalisme berbasis atau tertentu aspek sosiologis praktek profesional)

1.1.2 Pendidik

Pendidik mempunyai dua arti, ialah arti yang luas dan arti yang sempit. Pendidik dalam arti yang luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak. Secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dan orang- orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar. Sebab secara alamiah pula anak manusia membutuhkan pembimbingan seperti itu karena ia dibekali insting sedikit sekali untuk mempertahankan hidupnya. Dalam hal ini orang-orang yang berkewajiban membina anak secara alamiah adalah orangtua mereka masing-masing, warga masyarakat, dan tokoh-tokohnya.

(9)

Sementara itu, pendidik dalam arti sempit adalah orang- orang yang disiapkan dengan sngaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis pendoidik ini diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan. Pendidik ini tidak cukup belajar di perguruan tinggi saja sebelum diangkat jadi guru atau dosen, melainkan juga belajar dan diajar selama mereka bekerja, agar profesionalisasi mereka semankin meningkat.9

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28 ayat 1). Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat 2). 10

Di atas persyaratan tersebut di atas, seorang pendidik wajib memahami dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya pengertian atau batasan tentang pendidikan yang menjadi wilayah kerja keprofesionalannya, yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”

(UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 1).

1.2 Konsep pendidikan profesi guru (PPG)

(10)

Konsep pendidikan profesi guru berdasarkan PERMENNEG PAN & RB No. 16/2009 dimana Guru harus berlatang belakang pendidikan S1/D4 dan Pendidikan Profesi Guru (Sertifikat Profesi). CPNS guru harus mengikuti Program Induksi dan Pendidikan Pelatihan Pra-Jabatan . Empat jabatan fungsional guru (Pertama, Muda, Madya, Utama), Beban mengajar guru 24 jam – 40 jam tatap muka per minggu atau membimbing 150 - 250 konseli per tahun .

Instansi pembina Jabatan Fungsional Guru adalah Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan :

 Peningkatan karir guru ditetapkan melalui penilaian angka kredit oleh Tim Penilai

 Jumlah angka kredit yang diperoleh guru terkumpul dari angka kredit:

• Unsur utama (Pendidikan, PK GURU, dan PKB), e” 90%

• dan unsur penunjang, d”10%

 Penilaian kinerja guru dilakukan setiap tahun (Formatif dan Sumatif)

 Nilai kinerja guru dikonversikan ke dalam angka kredit yang harus dicapai (125%, 100%, 75%, 50%, 25%).

Tujuan umum :

 meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah /madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Tujuan khusus:

 Memfasiltasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan.

(11)

 Memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan kompetensi yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya.

 Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.

 Mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru.

Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu proses usaha sadar yang di lakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi memilik sikap yang benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang di sampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat ataupun merevisi hasil belajar yang di terimanya menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat bagi individinya. Sebagaimana gambar di bawah ini, belajar adalah bagaimana peranan guru di dalam member pembelajaran di dalam kelas, jika siswa pasif/reseptif (Teacher Center Learning), dibutuhkan metode pembelajaran yang baru dari guru menjadi berpusat kepada siswa (student center learning).

(12)

Gambar 1. Peranan Guru dalam pembelajaran

Peranan Guru dalam pembelajaran menunjukkan bagaimana kegiatan guru terlibat langsung dalam skema pembelajaran mulai dari persiapan, kemudian melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menindaklanjuti pembelajaran tersebut sebagaimana keterangan di bawah ini :

Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.

Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;

(13)

Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya.

Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

Menurut Begge peranan guru dalam pembelajaran adalah bagaimana guru mengupayakan suatu perubahan yang berlangsung dalam kehidupan individu siswa sebagai upaya perubahan dalam pandangan, sikap, pemahaman atau komunikasidari semuanya. Belajar selalu menunjukkan perubahan sistematis dan tingkah laku yang terjadi sebagai konskwensi pengalaman dalam situasi khusus. Di dalam banyak hal belajar adalah proses mencoba dengan kemungkinan keliru dan pembiasaan. Kemampuan belajar seseorang harus bisa di perhitungkan dalam menentukan isi pelajaran. Belajar melalui praktik akan lebih efektif daripada melakukan hapalan.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Pembahasan mengenai pembelajaran lebih menekankan pada guru dengan segala proses yang menyertai untuk melakukan perubahan perilaku terhadap perserta didik. Perubahan dalam paradigma pembelajaran merupakan suatu aktifitas

mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik baiknya dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses

belajar mengajar. Sebagaimana gambar 2 di bawah ini indikator

(14)

perubahan paradigm dalam pembelajaran:

Gambar 2. Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran

(15)

Perubahan paradigma dalam pembelajaran sebagaimana gambar 2 di atas adalah proses pembelajaran bagaimana guru mendampingi peserta didik dalam proses belajar. Karena sekolah merupakan medan belajar, baik guru maupun peserta didik terpanggil untuk belajar. Guru terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan menyenangkan; peserta didik terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat.

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.

Oleh karena itu belajar dapat terjadi dimana dan di kapan saja . salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya terjadi suatu perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin di sebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikap nya.

Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk belajar. Guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya.

Perubahan paradigma dalam pembelajaran merupakan awal dibutuhkan guru profesional, guru yang mampu mendesain pembelajaran sesuai kebutuhan pembelajaran di kelas. Perubahan paradigma dalam pembelajaran berarti konsep pembelajaran teacher center menjadi student center inilah yang menghasikan

(16)

konsep pendidikan profesi guru. Pendidikan profesi guru menjadikan proses pembelajaran yang lebih efektif, efesien dan peningkatan mutu pembelajaran lebih baik.

1.3 Peranan profesionalisme kependidikan

Profesionalisme kependidikan merupakan syarat utama mewujudkan pendidikan bermutu di tanah air Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi pemerintah mengupayakan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan profesionalitas guru-guru dimasyarakat Indonesia. Menyadari begitu pentingnya peran guru, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004. Melalui pencanangan ini diharapkan status sosial guru akan meningkat secara signifikan dan tidak lagi hanya dilirik oleh mereka yang kepepet mencari kerja. Eksistensi guru tersebut dikukuhkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang ditandatangani Presiden RI pada 30 Desember 2005.

Undang-undang guru dan dosen ini dalam kenyataan di dunia pendidikan sangat dibutuhkan untuk melengkapi Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

(17)

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru profesional adalah guru yang mendapatkan sertifikat dari pemerintah, dan berhak mendapatkan tunjangan profesi.

Sementara guru-guru yang belum mendapatkan sertifikat, seolah- olah dianggap sebagai guru yang belum profesional. Padahal yang namanya guru, mendapat tunjangan profesi atau tidak, tetaplah harus bekerja secara profesional. Hal tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya iri antar guru yang sudah sertifikasi dan yang belum, sehingga bisa menjadi hambatan guru dalam melaksanakan tugasnya.

Profesionalitas guru yang sudah mendapatkan sertifikat profesi itu sendiri masih dipertanyakan banyak pihak. Sertifikat profesi seakan-akan hanya bersifat formalitas belaka, tidak menyentuh substansinya. Oleh sebab itu, kriteria atau ukuran yang digunakan pemerintah sebagai syarat guru mendapatkan sertifikat profesi perlu ditinjau lebih dalam

(18)

Berdasarkan undang-undang Guru dan Dosen11 ada 8 (delapan) peranan profesionalisme kependidikan di Indonesia yang lebih dikenal dengan pendidik/pengajar. Kesebelas tenaga kependidikan ini berperan dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai suatu profesionalisme pendidik dengan tugas-tugas khusus yaitu seorang profesionalisme pendidik. Sebagai seorang Pendidik, sebutan lain seorang guru dalam profesinya dikenal dengan sebutan lain yaitu:

1. Guru

Menurut UU No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen. Pada Bab I Pasal 1, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama pendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2. Dosen

Menurut UU No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen. Pada Bab I Pasal 1, Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

3. Konselor

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan Konselor adalah pendidik dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 mengemukakan Konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah.

(19)

Konselor adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling. Berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN).

4. Pamong Belajar

Menurut Permenpan dan RB (Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi) No. 15 Tahun 2012, Pamong Belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model pendidikan nonformal dan informal (PNFI) pada unit pelaksana teknis (UPT) atau unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan satuan PNFI. Pamong belajar merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai pegawai negeri sipil. PNFI sekarang berganti nama menjadi PAUDNI (Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal)

5. Widyaiswara

Widyaiswara adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih pegawai negeri sipil (PNS) pada lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah.

6. Tutor

(20)

Tutor adalah orang yang membelajarkan atau orang yang memfasilitasi proses pembelajaran di kelompok belajar (Chairudin Samosir, 2006:15). Tutor merupakan pembimbing dan pemotivasi peserta didik untuk mempelajari sendiri materi ajar yang tersaji dalam modul pembelajarannya.

Tutor dapat berasal dari guru atau pengajar, pelatih, pejabat struktural, atau bahkan siswa yang dipilih dan ditugaskan guru untuk membantu teman-temannya dalam belajar di kelas.

7. Instruktor

Instruktor adalah orang yang bertugas mengajarkan sesuatu dan sekaligus memberikan latihan dan bimbingannya;

pengajar; pelatih; pengasuh (KBBI online) 8. Fasilitator

Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan. Tugas fasilitator dalam sebuah proses pembelajaran pada hakikatnya mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui atau oleh penemuannya sendiri.

Peranan keprofesionalan Guru dan dosen adalah sebagai pendidik yang profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dan sebagai fasilitator tenaga pendidikan. Profesional adalah

(21)

pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005 ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Kompetensi profesi pendidik ini melahirkan Pendidikan Profesi Guru yang dikenal dengan lembaga ; Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) yang menghasilkan guru yang profesional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru. Sertifikasi dengan portofolio, sertifikasi dengan PLPG, belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Faktanya, setiap tahun dihasilkan ribuan lulusan LPTK, hal ini tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan guru, sehingga terjadi oversupply. Maka untuk mendapatkan guru-guru yang unggul, Pendidikan Profesi Guru merupakan jalan keluar.

Dan bila saat ini sampai beberapa tahun ke depan kebijakan Pendidikan Profesi Guru menyangkut inputnya adalah hanya mereka yang telah melaksanakan pengabdian melalui SM-3T, maka akhirnya hanya mereka yang memang benar-benar

(22)

terpanggil untuk menjadi guru sajalah yang akan menjadi guru.

Guru menjadikan dirinya berperan menjadi guru yang profesional.

Endnote

Graham Cheetham,G. E. Chivers, Professions, Competence and Informal Learning, Edward Elgar Publishing Limited, Massachusetts,2005, hal. 6.

2 Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2002, hal. 20

3 Sudarwan Danim, Op.cit., hal. 21

4 Sudarwan Danim, Op.cit., hal. 21-22

(23)

LEMBAR KERJA MAHASISWA

Nama :

NPM :

Nilai :

Dosen Pengampu :

(24)

LEMBAR KERJA MAHASISWA

Nama :

NPM :

Nilai :

Dosen Pengampu :

(25)

BAB

2

LANDASAN PROFESI

KEPENDIDIKAN

(26)

2.1 Landasan Hukum

2.1.1 Dasar Hukum undang-undang pendidikan profesi guru Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini. Sesuai dengan namanya, ia mendasari semua perundang-undangan yang ada yang muncul kemudian.

Kedudukan seperti ini, membuat Undang-Undang Dasar mengandung isi yang sifatnya umum. Demikianlah aturan tentang pendidikan dalam Undang-Undang Dasar ini sangat sederhana.

Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu Pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 ayat 1 berbunyi:

“Tiap-tiap warga ngara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 pasal ini berbunti: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP yang sedang dilaksanakan. Agar wajib belajar ini berjalan lancar, maka biayanya harus ditanggung oleh negara. Kwajiban negara ini berkaitan erat dengan ayat 4 pasal yang sama yang mengharuskan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD.

Ayat 3 pasal ini berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Ayat ini mengharuskan pemerintah mengadakan satu sistem pendidikan nasional, untuk memberikan kesempatan kepada setiap warga negara mendapatkan pendidikan. Kalau karean suatu hal seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar, maka mereka bisa menuntut hak itu kepada

(27)

pemerintah. Atas dasar inilah pemerintah menciptakan sekolah- sekolah khusus yang bisa melayani kebutuhan masyarakat terpencil, masyarakat yang penduduknya sedikit, dan masyarakat yang penduduknya tersebut berjauhan satu dengan yang lain.

Sekolah-sekolah yang dimaksud antara lain ialah SD kecil, SD Pamong, SMP terbuka dan sistem belajar jarak jauh.

Pasal 32 Undang-Undang Dasar itu pada ayat 1 bermaksud memajukan budaya nasional serta memberikan kebebasan kpada masyarakat untuk mengmbangkannya dan ayat 2 menyatakan negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Mengapa pasal ini juga berhubungan dengan pendidikan? Sebab pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Seperti kita telah ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu sbagian besar budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan. Jadi bila pendidikan maju, maka kebudayaan pun akan maju pula.

Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. Bila kebudayaan maju berarti pendidikan ikut maju. Karena kebudayaan yang banyak aspeknya akan mendukung program dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan brarti juga sbagai upaya memajukan pendidikan.

2.1.2 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Di antara peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan pendidikan adalah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sebab undang-undang ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan.

Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.

(28)

2.2 Landasan Filsafat

Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mndalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kbenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja. Sesungguhnya isi alam yang dapat diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang di atas permukaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai ke dasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis.

Secara garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistemologi, logika dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut:1

1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang haikat segala sesuatu yang terdapat di alam ini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu: (Callahan, 1983)

a. Manusia pada hakikatnya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkwajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu.

Pendidikan adalah untuk mengaktualisasikan diri.

Pandangan ini dianut oleh kaum Idealis, Skolastik, dan beberapa Realis.

b. Manusia adalah organisme materi. Pandangan ini dianut oleh kaum Naturalis, Materialis, Eksperimentalis, Pragmatis, dan beberapa Realis. Pendidikan adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban membuat kahidupan manusia menjadi menyenangkan.

2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

(29)

a. Ada lima sumber pengetahuan, yaitu:

1) Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi, buku teks yang baik, rumus dan tabel.

2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi 3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan

4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman

5) Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengtahuan secara ilmiah.

b. Ada empat teori kebenaran, yaitu:

1) Koheren, sesuatu akan benar bila ia konsisten dengan kebenaran umum

2) Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.

3) Pragmatisme, sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya memberi manfaat bagi kehidupan.

4) Skeptisisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.

3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir dan mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.

4. Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan norma masyarakat secara ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik.

(30)

2.3 Landasan Psikologi

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Jiwa balita baru berkembang sedikit sekali sejajar dengan tubuhnya yang juga masih berkemampuan sederhana sekali. Makin besar anak itu makin berkembang pula jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak itu mencapai kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani.2

Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seyogianya anak-anak belajar, sebab pada masa ini mereka peka untuk belajar, punya waktu banyak untuk belajar. Oleh karena itu, layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat agar pelajaran itu dapat dipahami oleh anak- anak. Sebab pendidikan adalah perlakuan terhadap anak didik dan secara psikologis perlakuan ini harus selaras mungkin dengan keadaan anak didik.3

Adapun soal-soal psikologis yang berperan dalam proses pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:4 Kelompok pertama yang bersumber pada peninjauan individu dalam statusnya sebagai anak didik, yaitu anak didik dalam situasi pendidikan. Peninjauan ini dapat dikata peninjauan secara statis. Dalam kelompok ini dapat mencakup hal-hal berikut:

1. Sifat-sifat yang umum daripada aktivitas manusia, ditinjau secara psikologis. Para anak didik itu beraktivitas dalam cara- cara yang seperti dilakukan oleh manusia-manusia lain pada umumnya. Mereka memperhatikan, mengerti, mengamati, mengingat, berkhayal, berpikir, dan sebagainya seperti manusia-manusia lain pada umumnya. Hukum-hukum psikologis yang mendasari aktivitas yang demikian itu adalah hukum-hukum psikologis yang bersifat umum. Untuk dapat memahami para anak didik itu pendidik harus mempunyai bekal pengetahuan psikologis yang brsifat umum itu, yaitu

(31)

pengetahuan mengenai hukum-hukum psikologis yang mendasari aktivitas manusia pada umumnya itu.

2. Di samping aktivitas-aktivitas yang bersifat umum, pada para anak didik kita dapatkan sifat-sifat individual yang khas.

Misalnya ada anak yang sudah cukup diisyarati saja untuk menghentikan perbuatannya yang kurang layak (misalnya bermain-main sementara guru mengajari), ada yang perlu ditegur, bahkan ada pula yang tidak cukup dengan ditegur dan membutuhkan tindakan lain yang lebih keras (misalnya dipindahkan tempat duduknya ke dekat guru, dan sebagainya). Ada anak yang mudah bergaul, sebaliknya ada yang sukar sekali mendapatkan teman, ada anak yang sangat setia kepada teman-temannya, ada anak yang suka membeo, ada yang suka berpedoman kepada pendapat sendiri; ada anak yang lebih suka kepada soal-soal politik, ada yang lebih suka kepada soal-soal kesenian, yang lain lagi lebih suka kepada soal-soal kemasyarakatan atau keagamaan, dan sebagainya.

Pendek kata, kepribadian anak didik itu berlain satu sama lain, dan demi suksesnya usaha pendidikan hal ini harus dikenal oleh pendidik. Pendidik perlu mengenal bagaimana struktur kepribadian anak didiknya, bagaimana dinamikanya, dan bagaimana kepribadian yang demikian itu terbentuk. Di samping itu pengetahuan mengenai tipe-tipe kepribadian anak didik adalah sangat berguna dipandang dari segi praktis.

3. Kecuali kita dapatkan perbedaan antara individu yang satu dan individu yang lain dalam hal kepribadian mereka masih kita dapatkan adanya sifat-sifat individual yang lain yang khas. Salah satu sifat yang demikian itu yang besar peranannya dalam proses pendidikan adalah sifat yang khas yang berasal pada inteligensi. Kita kenal ada anak yang cepat menangkat inti persoalan yang dihadapi, ada yang tidak; ada yang dapat mengingat banyak sekali hal, ada yang tidak; ada yang sukar kalau harus bekerja dengan angka-angka, ada yang tidak; ada yang mempunyai orientasi ruang baik; ada

(32)

yang tidak, dan sebagainya. Perbedaan dalam inteligensi mengakibatkan adanya perbedaan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Perlu sekali para pendidikan memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hal ini, dan mengamalkannya sejauh mungkin. Apalagi telah terbukti terutama waktu anak-anak masih sangat muda inteligensi dapat dipakai sebagai salah satu petunjuk yang penting untuk meramalkan bagaimanakah kiranya hasil studi mereka kemudian.

4. Masih ada satu sifat khas lagi pada individu yang besar peranannya dalam individu mendapatkan pendidikan, terutama untuk pendidikan di atas tingkat pendidikan dasar terlebih-lebih lagi pada pendidikan kejuruan dan pendidikan orang dewasa. Telah diakui bahwa antara individu yang satu dengan individu yang lain terdapat perbedaan dalam bakat.

Suatu hal yang telah dianggap self-evident adalah bahwa anak didik akan lebih berhasil belajar mereka kalau mereka belajar dalam lapangan yang sesuai dengan bakat mereka. Dan selanjutnya juga orang akan lebih berhasil dalam bekerja kalau orang tersebut bekerjanya pada lapangan yang sesuai dengan bakatnya. Adalah suatu hak yang sangat ideal kalau kita dapat memberikan pendidikan yang sesuai dengan bakat para anak didik. Dari penalaran ini nyata, bahwa adalah suatu keharusan kalau pendidikan mengenal bakat para anak didiknya.

Kelompok keduabersumber pada peninjauan individu dalam proses pendidikan. Kita ketahui bahwa individu sebenarnya tidak pernah ada dalam keadaan statis. Artinya sebenarnya selalu terjadi perubahan di dalam dirinya. Di dalam proses pendidikan justru perubahan inilah yang menjadi pokok persoalan.

Pendidikan berusaha merangsang dan memberi arah perubahan ini sesuai dengan cita-cita pendidikan yang menjadi pedoman

(33)

usaha itu. Dalam hal ini ada dua soal pokok, seperti dikemukakan berikut ini:

1. Soal pertama yang membicarakan soal perkembangan.

Perubahan individu ke arah kemajuan itu secara tehnis kita sebut perkembangan. Supaya pendidikan dapat bertindak sesuai dengan keadaan psikologis anak didiknya, perlu dia tahu bagaimana perkembangan itu terjadi, faktor-faktor yang mempengaruhinya apa saja, bagaimana sifat-sifat individu pada masa-masa perkembangan tertentu, dan sebagainya.

2. Soal-soal yang kedua membicarakan perubahan pada individu yang terjadi karena belajar. Belajar dan mengajar merupakan inti daripada tindak pendidikan. Melalui belajar itulah anak didik mendapatkan pendidikan. Karena itu tidak mengherankan bahwa banyak ahli yang menganggap bahwa masalah belajar inilah inti psikologis pendidikan. Maka untuk suksesnya usaha mendidik para anak didik, perlu para pendidik mengetahui seluk beluk belajar ini; faktor-faktor apa yang mempengaruhi, bagaimana proses terjadinya, soal ini akan dikemukakan pada sarinya, dan sebagainya.

3. Selanjutnya, masalah evaluasi hasil-hasil pendidikan. Adalah suatu hal yang lumrah kalau seseorang berusaha mnilai hasil usaha yang telah dilakukan. Di dalam lapangan usaha pendidikan masalah evaluasi ini justru sangat penting karena hasil evaluasi ini akan menjadi landasan bagi usaha selanjutnya.

Kelompok ketigamakin kuatnya pandangan mengenailife long education dan pentingnya nonformal education, makin mendesak untuk mendapat penyorotan. Apa yang dimaksud di sini ialah sebagai berikut:

1. Masalah psikologis dalam bimbingan dan konseling.

Pendidikan berusaha memberikan bantuan supaya anak didik

(34)

mendapatkan perkembangan yang wajar. Mendapatkan ketentraman batin, dapat menyelesaikan problem-problem yang dihadapinya, dan sebagainya. Tentu saja selalu diharapkan bahwa hal-hal yang demikian itu akan dapat selalu terjadi pada setiap anak didik. Akan tetapi apa yang terjadi dalam kenyataan tidaklah demikian.

Banyak sekali individu baik belum dewasa maupun sudah dewasa, yang pada suatu saat tidak mampu menyelesaikan sendiri probelm-problemnya; mereka ini memerlukan bantuan orang lain. Hal-hal yang bersangkut paut dengan bimbingan dan konseling ini banyak sekali.

2. Masalah khusus lain adalah tentang individu-individu yang tidak mengikuti pendidikan biasa. Tentu saja masyarakat, dan terlebih-lebih para pendidik tidak dapat mengabaikan masalah ini. Kelainan mereka ini untuk sebagian besar adalah bersifat psikologis, karena itulah para pendidik mempunyai bekal pngetahuan yang memadai mengenai hal ini.

3. Pendidikan orang dewasa dari sudut pandang psikologis.

4. Psikologi bahan pelajaran. Bahan pelajaran sebagai sesuatu yang disajikan kepada anak didik akan dihayati dan dipelajari dengan cara tertentu. Bahan itu sendiri mempunyai struktur dan kualitas tertentu yang ikut menentukan proses psikologis yang terjadi pada individu yang menghadapinya.

2.4 Landasan Sosial Budaya

Sosial budaya merupakan bagian hidup yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari unsur sosial budaya. Sebab sebagian terbesar dari kegiatan manusia dilakukan secara kelompok.

Pekerjaan di rumah, di kantor, di perusahaan, di perkebunan, di bengkel dan sebagainya, hampir semuanya dikerjakan oleh lebih dari seorang. Ini berarti unsur sosial ada pada kegiatan-kegiatan

(35)

itu. Selanjutnya tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya serta bentuk yang diinginkan merupakan unsur dari suatu budaya.

Sosial mengacu kepada hubungan antar indiidu, antar masyarakat, dan indiidu dengan masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek ini telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. Di samping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam upaya mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.

Aspek budaya juga berperan sama halnya dengan aspek sosial dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk –bentuk yang dikerjakan juga budaya. Dengan demikian budaya tidak pernah lepas dari proses pendidikan itu sendiri.5

(36)

Endnote

Made Pidarta, Op.cit., hal. 76-78

2 Made Pidarta, Op.cit., hal. 194-195

3 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, cetakan ke-11, 2002, hal.5

4 Sumadi Suryabrata, Op.cit., hal. 5-11

5 Made Pidarta, Op.cit., hal. 150-151

(37)

LEMBARAN KERJA MAHASISWA Nama :

Nim :

(38)

LEMBARAN KERJA MAHASISWA Nama :

Nim :

(39)

3.1 Profesi dan Kode Etik Guru

Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik. ISPI dalam temu karya pendidikan III dan Rakornas di Bandung Tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan Indonesia sebagai berikut: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan jujur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (2) menjungjung tinggi harkat dan martabat peserta didik (3) menjungjung tinggi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) selalu menjalankan tugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan, dan (5) selalu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Kode etik pendidik ini bertalian erat dengan unsur-unsur yang dinilai dalam menentkan DP3 menurut PP Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979. Unsur-unsur yang dimaksud

BAB

3

MENJADI GURU

PROFESIONAL

(40)

adalah: (1) kesetiaan kepada Pancasila dan UUD 1945, negara, serta bangsa, (2) berprestasi dalam kerja, (3) bertanggungjawab dalam bekrja, (4) taat kepad peraturan perundang-undangan dan landasan, (5) jujur dalam melaksanakan tugas, (6) bisa melakukan kerja sama dengan baik, (7) memiliki prakarsa yang positif untuk memajukan pekerjaan dan hasil kerja, dan (8) memiliki sifat kepemimpian.1

Para guru di Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, srta menguasai IPTEKS dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Para guru di Indonesia idealnya selalu tampil secara profesional dengan tugas utamanya adalah mendidik, membimbing, melatih, dan mengembangkan kurikulum atau perangkat kurikulum, sebagaimana bunyi prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.” Artinya seorang guru bila di depan memberikan suri teladan atau contoh, di tengah memberikan prakarsa dan di belakang memberikan dorongan atau motivasi.

Kode Etik Guru merupakan panduan bagi para guru memagari sikap guru sebagai seorang pendidik, oleh karena itu para guru mempunyai 7 (tujuh) sikap profesionalisme kependidikan yang disesuaikan dengan kode etik guru UU No. 14 tahun 2005 yaitu :

1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan

Salah satu butir Kode Etik Guru indonesia:”guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”(PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita di pegang oleh pemerintah yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kebijakan pusat maupun daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

(41)

Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Selain itu dalam butir keenam dari Kode Etik dinyatan bahwa Guru “ secara pribadi maupun bersama- sama,mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

3. Sikap Tehadap Teman Sejawat

Dalam ayat 7 Kode Etik Guru:”Guru memlihara hubungan seprofesi, semangat kekluargaan, dan kesetiakawanan sosial”.

Ini berarti bahwa:

a) Guru menciptakan dan memlihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.

b) Guru menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial diluar maupun dalam lingkungan kerjanya.

4. Sikap Tehadap Anak Didik

Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila(Kode Etik Guru Indonesia). Guru herus membimbing anak didikya.

5. Sikap Terhadap Tempat Kerjanya

Suasana yang baik di di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Untuk itu “guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”(kode etik). Selain itu guru juga membina hubungan baik dengan orang tua dan masyarakat sekitar.

6. Sikap Terhadap Pemimpin

Sikap seorang guru terhadap pemimpin ahrus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun di luar sekolah.

7. Sikap Terhadap Pekerjaan

Seorang guru hendaknya mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati. Melaksanakan tugas melayani dengan penuh ketlatenan dan kesabaran.

3.1 Guru Yang Profesional

(42)

Pengertian profesionalisme guru

Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.

Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mengisyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperolh dari pendidikan akademis yang intensif.

(Webster, 1989).2

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesionalisme adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang luas di bidangnya.3

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pndidikan yang berkualitas. Untuk dapat menjadi guru profesional mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah- kaidah guru yang profesional.

Berkenaan dengan pentingnya profesionalisme guru dalam pendidikan Sanusi et al. (1991:23) mengutarakan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yaitu:

1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan dan dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.

(43)

2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni scara sadar brtujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara uniersal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.

3. Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.

4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang.

Oleh sebab itu, pendidikan itu adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.

5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidikan yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik agar selaras dengan nilai-nilai yang dijungjung tinggi masyarakat.

6. Sering terjadi dilemba antara tujuan utama pendidikan, yaitu menjadikan manusia sebagai manusia yang baik (dimensi intrinsik) dengan misi instrumental, yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.

3.1.1 Berkompetensi

Menurut, PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3 dan UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 10, Ayat 1, menyatakan 17

“Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran.

(44)

Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran

Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan:

 merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,

 merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,

 merencanakan pengelolaan kelas,

 merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan

 merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru dan dosen dan dosen mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru dan dosen menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai

(45)

dengan rencana yang telah disusun. Guru dan dosen harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dan dosen dan dosen dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.

Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan dosen dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b4, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, 19 arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sosok seorang guru

(46)

haruslah memiliki kekuatan kepribadian yang positif yang dapat dijadikan sumber inspirasi bagi peserta didiknya. Dikemukakan pula oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem pendidikan yang diinginkannya yaitu guru harus “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Artinya bahwa guru harus contoh dan teladan yang baik, membangkitkan motivasi berlajar siswa serta mendorong/memberikan dukungan dari belakang. Berdasarkan hasil rapat Asosiasi LPTKI (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia) di Unesa Surabaya Tahun 2006 dalam Abdul Hadis dan Nurhayati (2010: 27-28) kompetensi kepribadian dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan pengalaman belajar sebagai berikut: 1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa:

a) Berlatih membiasakan diri untuk menerima dan memberi kritik dan saran. b) Berlatih membiasakan diri untuk menaati peraturan.

c) Berlatih membiasakan diri untuk bersikap dan bertindak secara konsisten. d) Berlatih mengendalikan diri dan berlatih membiasakan diri untuk menematkan persoalan secara proporsonal. e) Berlatih membiasakan diri melaksanakan tugas secara mandiri dan bertanggung jawab. 2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat: a) Berlatih membiasakan diri berperilaku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan. b) Berlatih membiasakan diri beperilaku santun. c) Berlatih membiasakan diri berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan masyarakat. 3) Mengevaluasi kinerja sendiri: a) Berlatih dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan sendiri. b) Berlatih mengevaluasi kierja sendiri dan c) Berlatih menerima kritikan dan saran dari peserta didik. 4) Mengembangkan diri secara berkelanjutan: a) Berlatih memanfaatkan berbagai sumber belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian.

b) Mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang pengembangan profesi. c) Berlatih mengembangkan dan menyelenggarakan kegiatan yang menunjang profesi guru.

(47)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan seorang guru untuk menampilkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Dalam hal ini, seorang guru haruslah memiliki pribadi dan pembawaan yang dapat dijadikan sebagai contoh dan panutan bukan hanya bagi peserta didiknya tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.

c.Kompetensi Profesional

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung juga harus meningkatkan kualitas guru-gurunya. Karena yang langsung berinterkasi dengan peserta didik melaksanakan proses pendidikan adalah guru. Dan untuk meningkatkan mutu dan kualitas guru, haruslah 21 ditingkatkan dari segala aspek baik itu aspek kesejahteraannya maupun keprofesionalannya. UU No. 14 tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peseta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Sebagai seorang profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pembelajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten. Kemantapan pada penguasaan kompetensi profesional tersebut, guru diyakini mampu menjalani tugas dan fungsinya dengan baik. Sejalan dengan baiknya kualitas profesionalisme guru maka mutu pendidikanpun akan lebih baik.

Secara umum, ruang lingkup kompetensi profesional guru menurut Mulyasa (2008: 135)5 adalah: a. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikolgis, sosiologis, dan sebagainya; b. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik; c. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi

(48)

tanggungjawabnya; d. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi; e. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan; Sedangkan secara khusus, kompetensi profesionalisme guru dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut: a. Memahami Standar Nasional Pendidikan. b. Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. c. Menguasai materi standar. d.

Mengelola program pembelajaran. e. Mengelola kelas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi profesionalisme guru berhubungan dengan kompetensi yang menuntut guru untuk ahli di bidang pendidikan sebagai suatu pondasi yang dalam melaksanakan profesinya sebagai seorang guru profesional. Karena dalam menjalankan profesi keguruan, terdapat kemampuan dasar dalam penegetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap ang tepat tentang lingkungan belajar mengajar dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.

d.Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan 23 bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang- kurangnya memiliki kompetensi untuk: - Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat - Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional - Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik .

Berdasarkan hasil rapat Asosiasi LPTKI (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia) di Unesa Surabaya Tahun 2006 dalam Abdul Hadis dan Nurhayati B (2010: 27-28)

(49)

kompetensi sosial dapat dijabarkan menjadi sub kompetensi dan pengalaman belajar sebagai berikut: 1) Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orangtua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat. a) Mengkaji hakikat dan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dan empatik. b) Berlatih berkomunikasi secara efektif dan empatik. c) Berlatih mengevaluasi komunikasi yang efektif dan empatik. 2) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat: a) Berlatih merancang berbagai program untuk pengembangan pendidikan di lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. b) Berlatih berperan serta dalam penyelenggaraan berbagai program di sekolah dan di lingkungannya. 24 3) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global: a) Berlatih mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah pendidikan pada tataran lokal, regional, nasional, dan global. b) Berlatih mengembangkan alternatif pemecahan masalah-masalah pendidikan pada tataran lokal, regional, nasional, dan global. c) Berlatih merancang program pendidikan pada tataran lokal, regional, dan nasional 4) Memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri: a) Mengkaji berbagai perangkat ICT. b) Berlatih mengoperasikan berbagai peralatan ICT untuk berkomunikasi. c) Berlatih memanfaatkan ICT untuk berkomunikasi dan mengembangkan kemampuan profesional.

Jadi kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntunan kerja di lingkungan sekitar pada saat menjalankan tugasnya sebagai seorang guru.

Dalam menjalani perannya tersebut guru, sebisa mungkin harus dapat menjadi sosok pencetus dan pelopor pembangunan di lingkunga sekitar terutama yang berkaitan erat dengan pendidikan. Melalui interaksinya yang baik dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidik dan wali peserta didik tentunya akan sangat mendukung proses pendidikan sehingga mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

Sungguhpun hasil kajian ini tidak berdasarkan satu set data hujan bagi tempoh masa yang lama iaitu hanya 21 tahun (1983-2003) dan stesen hujan yang tidak menyeluruh bagi

Selain itu bagi karyawan generasi X, cara belajar yang diinginkan adalah cara belajar yang bertahap karena mereka tidak dapat menerima informasi yang besar dalam

Dengan menggunakan kaedah peta-K pembolehubah-masukan (EVM) dengan pembolehubah ‘d’ sebagai pembolehubah-masukan, dapatkan sebutan Boolean teringkas dalam bentuk sebutan Pekali

serta pemecahan masalah susut pasca panen. Tujuan umum penelitian ini adalah 1 ) memilih cara panen dan perontokan yang menguntungkan baik secara teknis maupun

Skripsi yang berjudul “MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY (STUDI PADA BIMBINGAN DAN KONSELING PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL TAHUN

Keseluruhan data berjumlah 1353 data kemudian dibagi 2 bagian yang dijadikan data training maka akan diperoleh decision tree untuk hasil klasifikasi berjumlah 1081 data dan

Pembuatan interaktif untuk aplikasi game ini menggunakan Adobe Flash CS3 yang akan menjadi software utama yang melakukan proses interaktif dan final. Setelah file-file karakter

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan februari 2013 di Puskesmas Pajang Surakarta diperoleh dari petugas kesehatan, bahwa