• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian dapat dibedakan dalam berbagai jenis, berdasarkan berbagai kriteria dan tolak ukur. Di dalam KUH Perdata sendiri terdapat 15 (lima belas) macam perjanjian yang sering disebut sebagai perjanjian bernama atau perjanjian-perjanjian tertentu, yaitu perjanjian yang diberi namanya oleh undang-undang, sedangkan selebihnya dikelompokkan sebagai

perjanjian tak bernama.19

1. Jual beli

Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

2. Tukar menukar

19

Sidabalok Janur, 2009, Hukum Perdata Indonesia, Fakultas Hukum UNIKA St. Thomas Sumatera Utara. Medan, hal. 236.

Menurut Pasal 1541 KUH Perdata, tukar menukar adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai gantinya suatu barang lain. Pada perjanjian ini pihaknya adalah pemilik kebendaan dan objeknya adalah 2 (dua) macam kebendaan yang saling ditukarkan.

3. Sewa menyewa

Menurut Pasal 1548 KUH Perdata, sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Perjanjian sewa-menyewa ini terikat pada suatu jangka waktu tertentu sebagai penentuan harga sewa.

4. Perjanjian melakukan pekerjaan

Menurut Pasal 1601 KUH Perdata perjanjian melakukan pekerjaan ini dibedakan dalam dua macam yaitu perjanjian perburuhan dan perjanjian pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1602 A KUH Perdata, perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Menurut Pasal 1601 B KUH Perdata, perjanjian pemborongan pekerjaan perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi orang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Menurut Pasal 1618 KUH Perdata, persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya untuk memasukkan suatu dalam persekutuan, dengan

maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.20

6. Perkumpulan

Mengenai perkumpulan ini, KUH Perdata tidak memberikan pengertian, tetapi melalui pengaturan yang terdapat pada Pasal 1653 dan 1654 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa perkumpulan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk membentuk suatu perhimpunan yang dapat melakukan tindakan-tindakan perdata guna mewujudkan kepentingan mereka.

7. Hibah

Menurut Pasal 1666 KUH Perdata hibah adalah suatu perjanjian dimana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si pengguna hibah. Menurut sifatnya perjanjian hibah tidak dapat ditarik kembali (dibatalkan).

8. Penitipan barang

KUH Perdata tidak memberi pengertian tentang penitipan tetapi hanya memberi ketentuan

bahwa penitipan adalah perjanjian riel. Menurut Pasal 1694 KUH Perdata, penitipan terjadi

apabila seorang menerima suatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannnya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Dengan demikian dapat diartikan penitipan adalah suatu perjanjian dimana seorang menyerahkan suatu barang

20

kepada orang lain untuk disimpan dan akan dikembaliakan suatu waktu tertentu dalam wujud

aslinya.21

9. Pinjam pakai

Menurut Pasal 1740 KUH Perdata, pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewat suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya.

10.Pinjam meminjam

Menurut Pasal 1754 KUH Perdata, pinjam meminjam adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

11.Bunga tetap atau bunga abadi

Menurut Pasal 1770 KUH Perdata, perjanjian bunga abadi adalah suatu perjanjian dimana pihak yang memberi pinjaman uang memperjanjikan pembayaran bunga atas pembayaran

sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.22

12.Perjanjian untung-untungan

Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, perjanjian untung-untungan adalah suatu perjanjian mengenai untung ruginya, bagi semua pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum

21

Ibid, hal. 238.

22

tentu. Beberapa perjanjian yang masuk dalam jenis ini adalah perjanjian pertanggungan (asuransi), bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

13.Pemberian kuasa

Menurut Pasal 1792 KUH Perdata, pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dimana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.

14.Penanggungan

Menurut Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

15.Perjanjian perdamaian

Menurut Pasal 1851 KUH Perdata, perdamaian adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu

perkara yang sedang berlangsung, ataupun mencegah terjadinya suatu perkara.23

Namun memperhatikan undang-undang, dapat disimpulkan ada jenis-jenis lain dari perjanjian sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi beban kewajiban : perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang isinya membebankan kewajiban kepada salah satu pihak sedangkan dia tidak memperoleh manfaat dari padanya. Misalnya perjanjian pemberian hadiah, perjanjian hibah dan sebagainya. Dalam KUH Perdata, perjanjian ini disebut perjanjian cuma-cuma.

23

Sebaliknya perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan kewajiban kepada kedua belah pihak secara bertimbal balik sehingga kedua pihak sama-sama mendapat manfaat karenanya. Di dalam KUH Perdata jenis perjanjian ini disebut juga dengan

perjanjian atas beban.24

2. Dilihat dari segi terjadinya : perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang sudah dianggap sudah lahir seketika

setelah ada kesepakatan (consensus) antara para pihak sedangkan pelaksanaannya diwujudkan

kemudian. Di sini dengan sepakat saja antara para pihak sudah lahir perjanjian secara hukum sedangkan pemenuhan kewajiban dan hak menunggu waktu sesuai kesepakatan.

Perjanjian riil adalah perjanjian yang dipandang terjadi atau lahir jika sudah ada

pemindah hak dari salah satu pihak kepada pihak lain. Jadi disini diisyaratkan adanya tindakan riil sebagai syarat lahirnya perjanjian. Dengan kata lain kesepakatan dianggap tidak cukup untuk melahirkan perjanjian.

3. Dilihat dari segi isi perjanjian : perjanjian obligator dan perjanjian liberator

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang melahirkan kewajiban-kewajiban yang masih harus dilaksanakan oleh pihak yang berwajib. Misalnya perjanjian jual beli melahirkan kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan barang, dan kewajiban bagi pembeli untuk membayar harga.

Sedangkan perjanjian liberator adalah perjanjian yang berisikan pembebasan salah

satu pihak dari kewajibannya, sehingga kewajiban itu tidak perlu dilaksanakan lagi.25

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan yang Diubah, jenis dana yang dihimpun oleh bank melalui perjanjian penyimpanan dana bisa berbentuk giro, deposito (dahulu

24

Ibid, hal. 241.

25

deposito berjangka), sertifikat deposito, tabungan dan bentuk-bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Jadi simpanan masyarakat di bank dapat berupa :

1. Simpanan Giro/Rekening Koran

Pengertian giro/demand deposit/checking account disebutkan dalam Pasal 1 angka 6

Undang-Undang Perbankan. Dikatakan bahwa giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa giro merupakan sarana pembayaran, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan warkat perintah pembayaran, seperti cek dan bilyet giro atau sarana perintah pembayaran lainnya. Dengan demikian, giro merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Sebagai alat pembayaran giral

b. Penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan sepanjang dananya

tersedia;

c. Penarikannya mempergunakan surat, warkat, atau sarana perintah pembayaran baik yang

bersifat tunai maupun dengan cara pemindahbukuan belaka.26

Simpanan giro sebenarnya bukanlah merupakan suatu simpanan untuk mendapatkan hasil bunga tetapi semata-mata hanya dimanfaatkan sebagai sarana memperlancar transaksi bisnis. Bagi bank, sumber dana giro ini berbiaya rendah, namu karena sifat penarikannya, bank harus benar-benar dapat mengikuti perilaku penarikan nasabah gironya, terutama

nasabah-nasabah utamanya (prime costumer), karena mobilitas dana yang bersumber dari

26

Usman Rachmadi, 2000, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 222.

giro ini sangat tinggi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen likuidasi

bank.27

Ketentuan yang berkaitan dengan rekening giro antara lain sebagai berikut :

a. SE BI No.2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tantang Tata Usaha Penarikan Cek/BG

Kosong.

b. Keputusan Presidium Kabinet RI No. Aa/D/119/1964 tentang Penarikan Cek yang Diberi

Tanggal Lebih Kemudian daripada Tanggal Penarikan.

c. SE BI No. 28/32/UPG/1995 tentang Bilyet Giro.

d. SE BI No. 32/14/BPPP/1991 tentang Pemberian Cerukan.

e. SE BI No. 4/501/UPPB/Pb. B/1071 perihal Cek Hilang.

f. SE BI No. 5/15/DASP/2003 tentang Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya pada

Perusahaan Pencetakan Dokumen Sekuriti

g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 178 s/d 229d tentang Cek.28

Hal-hal yang diatur dalam ketentuan tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Persyaratan pembukaan rekening giro atau rekening pinjaman yang dapat ditarik dengan

cek/bilyet giro;

b. Bank harus meminta data yang lengkap kepada calon nasabah dan meneliti kebenaran

identitas nasabah tersebut;

c. Bank dilarang menerima yang namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih

berlaku;

d. Bank harus mencantumkan klausula yang merupakan pernyataan nasabah bahwa yang

bersangkutan tidak berkeberatan rekeningnya ditutup dan namanya dicantumkan dalam

27

Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Intermedia.

28

daftar hitam oleh Bank Indonesia apabila terkena sanksi administratif karena melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong;

e. Bank dapat mensyaratkan hal-hal dalam surat perjanjian pembukaan rekening untuk

mencegah terjadinya penyalahgunaan cek/bilyet giro.29

Kewajiban penyediaan dana oleh penarik cek/bilyet giro :

a. Penarik wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada bank tertarik;

b. Untuk cek mulai dari tanggal penarikan sampai dengan tanggal kadaluarsa, kecuali

ditarik kembali;

c. Untuk bilyet giro mulai dari tanggal efektif sampai dengan tanggal kadaluarsa kecuali

dibatalkan.

d. Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia dalam bank adalah saldo

goro yang efektif, saldo fasilitas kredit yang belum digunakan, fasilitas cerukan atau

fasilitas cross clearing yang diberikan pada bank.

e. Apabila dana tersebut tidak cukup, bank wajib menolak cek/bilyet giro yang

bersangkutan.

Penggolongan sebagai cek/bilyet giro kosong :

a. Cek/bilyet giro yang ditolak dengan alasan syarat formal belum terpenuhi dan dananya

tidak cukup tidak digolongkan sebagai penolakan cek/bilyet giro kosong.

b. Setiap lembar cek/bilyet giro yang dikliringkan dan ditolak pembayarannya oleh bank

dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup digolongkan sebagai cek/bilyet giro kosong.

29

Penatausahaan cek/bilyet giro kosong

a. Bank wajib menatausahakan penarikan cek/bilyet giro kosong nasabahnya dan daftar

hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;

b. Bank wajib mengisi Surat Keterangan Penolakan (SKP) secara lengkap dan benar serta

untuk keperluan penatausahaan cek/bilyet giro kosong di bank Indonesia daftar warkat yang ditolak dengan alasan kosong wajib disampaikan;

c. Jika terjadi kekeliruan penolakan terhadap cek/bilyet giro yang semestinya cukup

dananya, tetapi karena kesalahan administrasi bank terlanjur menolak dengan alasan dananya tidak cukup, maka bank yang bersangkutan dapat meminta persetujuan Bank Indonesia agar penolakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran penarikan

cek/bilyetvgiro kosong.30

d. Jika nasabah melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong, maka bank wajib memberi

Surat Peringatan I (SP I) untuk penolakan pertama; Surat Peringatan II (SP II) untuk penolakan kedua; dan surat pemberitahuan penutupan rekening (SPPR) untuk nasabah.

e. Penutupan rekening giro nasabah

Bank wajib menutup rekening giro nasabah apabila :

a. Menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka waktu 6 bulan;

b. Menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp.

1.000.000.000,00 atau lebih;

c. Namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku.

30

d. Aktivitas keuangan nasabah rekening giro yang telah ditutup rekeningnya dapat disalurkan melalui rekening tabungan dan penarikannya diutamakan untuk melunasi cek/bilyet giro yang masih beredar.

Penghitungan penarikan cek/bilyet giro kosong :

a. Satu lembar cek/bilyet giro yang sama dan dikliringkan berulang-ulang serta ditolak

pembayarannya karena dananya tidak cukup dihitung sebagai satu lembar penarikan cek/bilyet giro kosong;

b. Beberapa lembar cek/bilyet giro yang ditarik oleh seorang nasabah dan ditolak

pembayarannya oleh satu bank pada tanggal yang sama karena dananya tidak cukup

dihitung sebanyak jumlah lembar penarikan cek/bilyet giro kosong.31

Sanksi sehubungan cek/bilyet giro kosong terhadap nasabah sebagai berikut :

a. Nasabah yang telah menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka

waktu 6 bulan atau menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp. 1.000.000.000,00 atau lebih, namanya dicantumkan dalam daftar hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia secara berkala dan berlaku di wilayah kliring lokal setempat selama 1 tahun sejak penerbitan, serta bersifat rahasia.

b. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku, apabila terdapat

penolakan lagi cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih atau 1 lembar dengan nominal Rp. 1.000.000.000,00 atau lebih, akan dicantumkan kembali dalam daftar hitam berikutnya.

c. Nama-nama nasabah yang dapat dicantumkan dalam daftar hitam adalah nama

perorangan, badan usaha, dan badan hukum.

31

d. Instansi pemerintah/lembaga Negara, bank umum, BPR, badan usaha milik Negara, yang telah melakukan cek/bilyet gito kosong tidak dicantumkan dalam daftar hitam.

e. Bank wajib meminta kepada nasabah yang rekeningnya telah ditutup untuk

mengembalikan sisa blanko cek/bilyet giro yang belum digunakan.

f. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam penarik cek/bilyet giro kosong akan

hapus dengan sendirinya setelah masa berlakunya daftar hitam berakhir dan nasabag yang dimaksud dapat diterima kembali sebagai nasabah bank.

g. Terhadap bank dikenakan sanksi dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank karena

ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.32

Dengan berlakunya SE BI No. 2/10/DSAP/2000, pengaturan ketiga ketentuan yang dicabut tersebut menjadi satu dan tidak terpisah-pisah. Rekening giro atau pinjaman adalah rekening yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau bilyet giro, sarana perintah, pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Dengan demikian, terdapat 4 cara penarikan dalam rekening giro :

a. Menggunakan cek

b. Menggunakan bilyet giro.

c. Menggunakan sarana perintah pembayaran lain, misalnya kuitansi atau slip penarikan

yang disediakan bank, melalui ATM atau melalui kartu yang disediakan untuk itu atau counter cheque (modifikasi dari bentuk kuitansi)

d. Menggunakan nota pemindahbukuan (NPB) atau pindah rekening atau transfer.33

32

Ibid, hal. 226.

33

Demi pengaruhnya teradap peredaran uang kartal, Bank Indonesia menganjurkan kepada nasabah bank atau pemilik rekening giro di bank agar selain menggunakan cek, juga

menggunakan bilyet giro sebagai alat bayar dengan cara pemindahbukuan.34

2. Simpanan deposito

Pengertian deposito (atau deposito berjangka) disebutkan di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Perbankan yang Diubah. Disebutkan deposito (atau deposito berjangka) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jadi penarikan simpanan deposito waktunya sudah sesuai dengan perjanjian antara nasabah penyimpan dan bank pada saat pembukaan deposito yang bersangkutan. Dengan demikian deposito merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank yang ciri-ciri adalah sebagai berikut :

1. Surat yang berharga yang diterbitkan oleh bank berdasarkan atas nama, sehingga tidak dapat

diperjualbelikan.;

2. Jangka waktu penarikannya telah ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan yang

diperjanjikan;

3. Bunga dibayar setiap bulan pada hari bayarnya atau sekaligus pada saat jatuh tempo;

4. Dapat dijadikan jaminan kredit;

5. Penyerahan hak cukup dengan cara cessie.

Jenis simpanan dalam bentuk deposito berjangka lebih disenangi oleh nasabah atau masyarakat, karena menawarkan tingkat bunga yang relatif tinggi dibandingkan jenis simpanan

34

Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, 1991, Surat Berharga : Alat Pembayaran dalam Masyarakat Modern, Jakarta : Rineka Cipta.

giro atau simpanan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sumber dana yang pada umumnya

didominasi oleh deposito berjangka.35

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 5/4/KEP.DIR tanggal 31 Mei

1972 tentang Suku Bunga Deposito

Penerbitan deposito berjangka ini didasarkan pada Intruksi Presiden No. 28 Tahun 1968. Selanjutnya sebagai pelaksanaannya dikeluarkan :

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/65/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 16/2/UPUM tanggal 1 Juni 1983 tentang Deposito Berjangka pada

Bank-Bank Pemerintah dan Bank-Bank Pembangunan Indonesia.36

Kemudian dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/135/UPG tanggal 1 Desember 1989, ketentuan tentang deposito berjangka pada Bank-bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Indonesia itu dicabut, yang berarti semua bank dibebaskan untuk mengatur sendiri ketentuan dan suku bunga bagi deposito masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Bagi bank umum swasta, ketetapan tentang suku bunga deposito berjangka belum pernah diadakan dan ketetapan suku bunga untuk bank-bank pemerintah itu dapat dijadikan pedoman oleh bank swasta. Namun dengan dikeluarkannya ketentuan di bulan Desember 1989, maka saat ini semua

bank bebas menentukan bunga deposito masing-masing.37

3. Simpanan Sertifikat Deposito

Pengertian sertifikat deposito/sertificate of deposit disebutkan di dalam pasal 1 angka 8

Undang-Undang Perbankan yang Diubah. Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat

35

Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Jakarta : Intermedia

36

Usman Rachmadi, SH, Op.Cit. hal. 229.

37

dipindahtangankan. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa sertifikat deposito adalah surat berharga yang diterbitkan atas tunjuk tanpa nama pembelinya dalam rupiah, yang merupakan suatu pengakuan utang dari bank dan dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. Berbeda dengan deposito berjangka, bunga sertifikat deposito diberikan secara diskonto, yakni dibayar dimuka sekaligus pada saat pembelian. Dengan demikian sertifikat deposito adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Surat berharga yang diterbitkan atas unjuk/pembawa, sehingga dapat diperjualbelikan;

2. Merupakan instrument pasar uang;

3. Bunga dapat dibayar di muka (diskonto) atau dapat pula dibayarkan di

belakang pada saat jatuh tempo;

4. Jangka waktu dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan;

5. Dapat dijadikan jaminan kredit bank;

6. Jangka waktunya minimal 30 (tiga puluh) hari dan maksimal 24 (dua puluh empat) bulan;

7. Nilai nominal minimal Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).38

Pengaturan ketentuan sertifikat deposito terdapat pada :

1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1065/KMK.00/1988 tentang Penerbitan sertifikat

deposito oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank.

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/48/KEP/DIR dan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG masing-masing tanggal 27 Oktober 1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Sesuai dengan ketentuan di atas, sertifikat deposito sebagai sarana usaha pengerahan dana masyarakat dan piranti pasar uang bersama-sama dengan Sertifikat Bank Indonesia dan

38

Surat Berharga Pasar Uang, dapat diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank tanpa meminta persetujuan Bank Indonesia.

Karena sertifikat deposito ini dapat diperjualbelikan dalam pasar uang, maka untuk melindungi pemegangnya diperlukan keseragamam bentuk, isi, dan redaksinya. Untuk itu warkat sertifikat deposito hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Kertas yang digunakan sebagai bahan blanko sertifikat deposito sekurang-kurangnya sama dengan

mutu kertas untuk mencetak blanko cek, yaitu sesuai dengan yang ditentukan untuk “the

London Clearing Bank’s Paper Specification Nomor 1 (96 gsm)”;

2. Dalam mencetak blanko sertifikat deposito dimaksud hendaknya diperhatikan benar

unsur-unsur pengamanannya, sehingga perlu diciptakan ciri-ciri pengaman, misalnya bentuk

tulisan, gambar dasar, tanda air, dan garis guilloche;

Pada halaman depan sekurang-kurangnya dicantumkan :

1. Kata-kata “SERTIFIKAT DEPOSITO“ dan “DAPAT DIPERDAGANGKAN“ dalam ukuran

besar sehingga mudah terlihat;

2. Nomor seri dan nomor urut;

3. Nama dan tempat kedudukan penerbit;

4. Nilai nominal dalam rupiah;

5. Tanggal dan tempat penerbitan;

6. Tingkat bunga atau diskonto;

7. Pernyataan bahwa penerbit mengikat diri untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam

rupiah pada tanggal dan tempat tertentu;

8. Tanda tangan direksi atau pejabat yang berwenang dari penerbit;

9. Tanda tangan pejabat dari kantor cabang di sertifikat deposito diterbitkan;

1. Penerbit menjamin sertifikat deposito dengan seluruh harta dan piutangnya;

2. Sertifikat deposito dapat diperjualbelikan dan dapat dipindahtangankan dengan cara

penyerahan;

3. Pelunasan dilakukan dengan tanggal jatuh waktu dan sesudahnya dengan menyerahkan

kembali warkat sertifikat deposito yang bersangkutan oleh pembawa.

4. Simpanan tabungan

Pengertian tabungan/saving disebutkan di dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang

Perbankan yang diubah. Dikatakan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat

Dokumen terkait