PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH MENYANGKUT PERJANJIAN SIMPANAN DENGAN BANK DALAM PRAKTEK PERBANKAN
(STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)CABANG MEDAN PUTRI HIJAU)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum
Oleh
080200303
CH RI SM A NT A SI N A GA
DEPARTEMEN KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH MENYANGKUT PERJANJIAN SIMPANAN DENGAN BANK DALAM PRAKTEK PERBANKAN
(STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)CABANG MEDAN PUTRI HIJAU)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Oleh
080200303
CH RI SM A NT A SI N A GA
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
NIP. 196603031985081004 Dr.Hj.Hasim Purba,SH,M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr.Tan Kamello,SH.,MS NIP. 196204211988031004 NIP.
Puspa Melati,SH.,M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
ABSTRAKSI
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara yang memegang peranan penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional suatu negara, yang memiliki kontribusi yang cukup dominan untuk menjaga keberlangsungan roda perekonomian tersebut. Peran lembaga perbankan adalah mengimpun dana dari masyarakat serta menyalurkan dana kepada masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank sebagai tempat untuk menyimpan dana mereka. Salah satu aplikasi jasa yang ditawarkan oleh bank untuk dimanfaatkan sebagai salah satu produk untuk meningkatkan pelayanannya kepada nasabah adalah perjanjian simpanan.
Dalam perjanjian simpanan antar kedua belah pihak tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan?, Mengapa diperlukannya perlindungan hukum mengenai simpanan dalam perbankan?, Apa saja yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan ?
Metode penelitian hukum yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian
normatif dan penelitian empiris berupa studi lapangan (field research) dengan pendekatan
yuridis. Data yang dikumpulkan meliputi bahan hukum primer yaitu KUH Perdata, Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PBI No. 9/15/PBI/2007, bahan sekunder yaitu buku-buku hasil karya dari pakar hukum dan pendapat para sarjana, bahan hukum tersier yaitu kamus, alat penelitian berupa wawancara dengan salah satu pegawai Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau Medan.
Dari penelitian yang dilakukan di Bank Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau, pentingnya perlindungan hukum guna mendapatkan kepercayaan nasabah penyimpan dana, bank mengunakan perlindungan hukum preventif dari penyelenggaraan yang dilakukan dalam wujud persyaratan pendaftaran, langkah-langkah dalam melakukan pendaftaran, memberikan syarat dan ketentuan dalam perjanjian simpanan sampai dengan keamanan yang diberikan baik dalam sistem maupun pada saat melakukan jasa layanan. Dalam melakukan upaya untuk melakukan perlindungan hukum yang dapat terjadi dalam perjanjian simpanan, bank juga memberikan himbauan dan tips untuk dapat melindungi hak nasabahnya,selain itu juga bank melakukan upaya preventif dengan membuat syarat dan ketentuan dalam penggunaan layanan perjanjian simpanan dalam praktek perbankan yang menjelaskan batasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pihak bank maupun pihak nasabah pengguna.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iv
ABSTRAK ... vi BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penulisan ... 8
D. Manfaat Penulisan ... 8
E. Metode Penulisan ... 9
F. Keaslian Penulisan ... 13
BAB II : GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN SIMPANAN
... 16
A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian dan Simpanan ... 16
B. Jenis-jenis Perjanjian dan Simpanan ... 18
C. Prinsip Perjanjian dan Simpanan ... 39
D. Pentingnya Perlindungan Hukum Dalam Hubungan Antara Bank dan Perlindungan Hak ... 44
BAB III : PERJANJIAN ANTARA BANK DENGAN NASABAH MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN ... 57
A. Sifat Simpanan dan Praktek Perbankan... 57
B. Syarat Sahnya Pembebanan Simpanan Dalam Bentuk Perjanjian Bank ... 60
C. Berakhirnya Pembebanan Simpanan Dalam Perjanjian Bank ... 65
BAB IV : PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM MENGENAI PERJANJIAN ANTARA NASABAH DENGAN BANK MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN PADA BANK BRI CABANG PUTRI HIJAU MEDAN ... 68
A. Bentuk Perjanjian antara Bank dengan Nasabah mengenai Simpanan dalam Praktek Perbankan ... 68
C. Tanggung Jawab Bank Terhadap Simpanan Dalam Praktek Perbankan
... 86
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 91
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih
karunia-Nya,sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum
terhadap nasabah menyangkut perjanjian simpanan dengan bank dalam praktek perbankan pada
Bank BRI(Studi Kasus BRI Cabang Putri Hijau Medan)”.Penulisan skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini,penulis telah banyak mendapatkan bantuan,bimbingan,dan
dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.Maka pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1.Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.M.Hum,selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2.Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,SH.M.Hum,selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
3.Bapak Syafruddin,SH.M.Hum.DFM,selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.Sumatera Utara.
4.Bapak M.Husni ,Sh.M.Hum,selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas
5.Bapak Dr.H.Hasim Purba,SH.M.Hum,selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6.Bapak Prof.Dr.Tan Kamello,SH,MS,selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktu dan memberikan saran,petunjuk,kesabaran serta semangat dalam skripsi ini agar menjadi
lebih baik.
7.Ibu Puspa Melati,SH,M.Hum,selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
memberikan masukan,arahan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.
8.Ibu Rofiqoh Lubis,SH,M.Hum,selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak
membantu memberikan masukan,nasehat,arahan dalam kegiatan akademik.
9.Khusus dan teristimewa kepada Bapak tercinta Edison Sinaga dan Mama terkasih Perdamenta
Ketaren,dan abang-abangku Niko Darmedy Sinaga dan Nomansyah Sinaga,Kakakku Natalia
Sinaga serta tidak ketinggalan Keponakanku Angelica Nilova,Gabriella Vinesta Sinaga,yang
telah memberikan semangat dan dukungan secara moril maupun materiil serta doa yang tiada
henti-hentinya kepada penulis.
10.Pacarku yang tersayang,Mareina Valerie yang telah memberikan dan meluangkan banyak
waktunya untuk membantu maupun menemani serta memberikan semangat dan doa nya kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini,banyak ucapan atau perbuatan yang tidak dapat kusebutkan
atas segala Cinta dan Kasih mu SAYANG.
11.Seluruh staf dan karyawan tata usaha maupun bagian pendidikan Fakultas Hukum
12.Bapak Kuswono selaku Pimpinan Cabang Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan Putri
Hijau dan Raskita Sinulingga...
13.Seluruh teman-temanku Fredy Purba,Denny Sanjaya,Egie Sandrez Tarigan,Hari
Tamara,Flaming,Juna Kaban,Septian,Onesep,Tommy,Edy, Marthin Luther,Heri
Ginting,Adityawan,Ibnu,serta teman-temanku LGI Society,Samuel Hutapea,Frinst
Rayenda,Hiskia Meiko atas waktu nya dan semoga KITA semua SUKSES selalu dan JANGAN
pernah MELUPAKAN SATU SAMA LAIN.
Semoga Penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, September 2012
ABSTRAKSI
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara yang memegang peranan penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional suatu negara, yang memiliki kontribusi yang cukup dominan untuk menjaga keberlangsungan roda perekonomian tersebut. Peran lembaga perbankan adalah mengimpun dana dari masyarakat serta menyalurkan dana kepada masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank sebagai tempat untuk menyimpan dana mereka. Salah satu aplikasi jasa yang ditawarkan oleh bank untuk dimanfaatkan sebagai salah satu produk untuk meningkatkan pelayanannya kepada nasabah adalah perjanjian simpanan.
Dalam perjanjian simpanan antar kedua belah pihak tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan?, Mengapa diperlukannya perlindungan hukum mengenai simpanan dalam perbankan?, Apa saja yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian antara nasabah dengan bank mengenai simpanan dalam perbankan ?
Metode penelitian hukum yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian
normatif dan penelitian empiris berupa studi lapangan (field research) dengan pendekatan
yuridis. Data yang dikumpulkan meliputi bahan hukum primer yaitu KUH Perdata, Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan PBI No. 9/15/PBI/2007, bahan sekunder yaitu buku-buku hasil karya dari pakar hukum dan pendapat para sarjana, bahan hukum tersier yaitu kamus, alat penelitian berupa wawancara dengan salah satu pegawai Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau Medan.
Dari penelitian yang dilakukan di Bank Bank Rakyat Indonesia(BRI) Cabang Putri Hijau, pentingnya perlindungan hukum guna mendapatkan kepercayaan nasabah penyimpan dana, bank mengunakan perlindungan hukum preventif dari penyelenggaraan yang dilakukan dalam wujud persyaratan pendaftaran, langkah-langkah dalam melakukan pendaftaran, memberikan syarat dan ketentuan dalam perjanjian simpanan sampai dengan keamanan yang diberikan baik dalam sistem maupun pada saat melakukan jasa layanan. Dalam melakukan upaya untuk melakukan perlindungan hukum yang dapat terjadi dalam perjanjian simpanan, bank juga memberikan himbauan dan tips untuk dapat melindungi hak nasabahnya,selain itu juga bank melakukan upaya preventif dengan membuat syarat dan ketentuan dalam penggunaan layanan perjanjian simpanan dalam praktek perbankan yang menjelaskan batasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pihak bank maupun pihak nasabah pengguna.
BAB I
PENDAHULUAN
Lembaga perbankan merupakan inti sistem keuangan setiap Negara. Bank adalah
lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta,
badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana
yang dimilikinya.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha di bidang keuangan yang
menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutma memberikan kredit dan jasa di lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang.2
Dalam Ensiclopedia Dictionary of Business Finance :
Bank juga diartikan sebagai suatu badan usaha yang didirikan dengan
izin/pengesahan menurut undang-undang, adalah usaha memperoleh komisi, dan mengadakan
ikatan/perjanjian tertentu dalam pemberian pinjaman, penerimaan tabungan, membeli dan menjual
valuta asing.
Definisi bank menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Angka 2 :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu bahwa fungsi bank
dalam sistem hukum perbankan di Indonesia adalah sebagai intermediary bagi masyarakat yang
1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GRUP, 2006. hal. 43.
2
memiliki surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Dana yang dihimpun oleh
bank terhadap masyarakat berdasarkan pasal tersebut disebut dengan “simpanan”, sedangkan
penyaluran kembali dana tersebut dari bank kepada masyarakat dinamakan “kredit”. Kesimpulan
ini mengandung suatu konsep dasar dari sistem perbankan di Indonesia bahwa dana masyarakat
yang ditempatkan pada lembaga perbankan disebut “simpanan”, tetapi dana bank yang
ditempatkan pada masyarakat disebut “kredit”.3 Undang-Undang Perbankan Pasal 1 Angka 5
memberikan pengertian tentang simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.4
Untuk menjalankan Fungsi bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
yaitu usaha menghimpun dan menyalurkan dana, bank harus menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak. Pihak-pihak yang bekerjasama dengan bank tersebut disebut sebagai nasabah.
Pada tahun 1998 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 diintroduksilah
rumusan masalah nasabah dalam pasal 1 angka 16, yaitu pihak yang menggunakan jasa bank.
Rumusan ini kemudian diperinci pada angka berikutnya, sebagai berikut :
Nasabah penyimpan dana adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. (Pasal 1
angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Nasabah debitur adalah nasabah yang
memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal
1 angka 18 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998).
3
Hermansyah, Op.Cit. hal. 44.
4
Dilihat dari jenis subjek hukum dari pihak nasabah, maka terdapat dua jenis subjek hukum,
yakni dapat berupa orang dan badan hukum. Dalam istilah perbankan, terdapat istilah yang
dipersamakan, yakni “perorangan”. Termasuk nasabah perorangan adalah usaha dagang, toko
dan sebagainya. Sedangkan aspek hukum dari pihak bank hanya berupa badan usaha. Hal ini
dikarenakan tidak ada lembaga perbankan yang berbentuk orang atau perorangan. an bank
tersebut disebut sebagai nasabah.
Hubungan hukum antara bank dengan nasabah dapat dikualifikasikan dalam 2 (dua)
bentuk. Pertama, hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan disebut perjanjian
simpanan. Kedua, hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitor disebut perjanjian kredit
bank. Kedua bentuk hubungan hukum tersebut sangat erat kaitannya dengan jaminan sebagai
unsur pengaman. Dalam bentuk hubungan hukum yang pertama, dana yang disimpan oleh
nasabah penyimpan harus dapat dijamin keamanannya oleh bank. Bentuk jaminan untuk
melindungi dana nasabah penyimpan diatur dalam Lembaga Penjaminan Simpanan.
Dalam menjalankan usaha, perbankan biasanya hanya menyisakan bagian kecil dari
simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah.
Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan sebagai pemberian kredit.
Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar
dengan segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan secara tiba-tiba
dan dalam jumlah besar.
Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini, karena bank tidak dapat menarik segera
pinjaman yang telah disalurkannya. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan
simpanan oleh nasabahnya dalam keadaan tersebut, nasabah biasanya menjadi panik dan akan
keberadaan lembaga penjamin simpanan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah
dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan – sekalipun kondisi keuangan bank
memburuk.5
Hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan nasabah tersebut tidak dapat
dikualifikasikan sebagai hubungan hukum melainkan hubungan moral. Sebagai hubungan moral,
maka pertanggungjawabannya lebih tinggi di mata hukum. Moral menjadi sumber dan sekaligus
jembatan etis dalam tonggak hukum perbankan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan fungsi
perbankan terdapat 2 (dua) hubungan hukum dan 1 (satu) hubungan moral.
Pada dasarnya hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan yang
bersifat kontraktual yang berdasarkan pada hukum perjanjian. Hubungan hukum antara nasabah
dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan
produk jasa yang ditawarkan bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir
perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian
dan demikian berlaku facta sunt servanda yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak
sebagai undang-undang. Azas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata.26
Perjanjian antara bank dengan nasabah dilakukan agar nasabah mendapatkan
perlindungan hukum atas simpanan yang dipercayakannya sehingga uangnya akan dapat
diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan
disertai dengan jaminan keamanan dari segala bentuk kejahatan.
Perlindungan Hukum yang dimaksud adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi Perlindungan kepada setiap objek Hukum. Menurut sistem
5
perbankan, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua cara,
yakni : Perlindungan secara Implisit (implicit deposit protection), dan Perlindungan secara
Eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan diperoleh melalui pembentukan
lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.6
Ketentuan mengenai jenis simpanan yang dijamin dan mekanisme pembayarannya telah
diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 17 UU LPS. Dalam kaitannya dengan pembayaran simpanan,
Pasal 19 UU LPS dengan tegas menetapkan bahwa apabila data simpanan nasabah tidak tercatat
pada bank maka LPS tidak akan membayar klaim atas simpanan tersebut. Nasabah yang merasa
dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada LPS atau pengadilan. Dalam hal LPS menerima
keberatan nasabah maka LPS hanya membayar simpanan nasabah tersebut sesuai dengan
penjaminan berikut bunga yang wajar.
Berdasarkan pengalaman dari beberapa kasus pembobolan dana nasabah yang jika tidak
segera di tangani dengan serius maka kemungkinan akan berdampak pada krisis perbankan maka
dengan memperhatikan trend pengawasan bank di beberapa negara lain, serta dalam rangka
mengupayakan meningkatnya efisiensi, keamanan dan kestabilan dibidang pengawasan bank,
sudah selayaknyalah paradigma pola pengawasan bank yang sudah beruubah diefektifkan lagi
pelaksanaannya, dimana Pengawasan bank yang semula didasarkan pada pola pendekatan
pengawasan institusional, oleh UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diubah
menjadi pola pendekatan pengawasan fungsional. Berkenaan dengan itu, maka Pasal 34 UU No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan perlunya pemisahan fungsi
6
otoritas moneter dan sistem pembayaran di satu sisi dengan fungsi pengawasan dan pembinaan
bank di sisi lainnya.
Pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan bahwa baik di Indonesia maupun
negara-negara lain ada beberapa Bank yang mengalami persoalan dalam memberikan perlindungan
terhadap hak-hak nasabahnya sehingga berdampak pada merugikan masyarakat, karena sebagian
atau seluruh dana masyarakat yang di “bobol” sehingga dana tersebut tidak dapat diperoleh
kembali. Tentu saja hal semacam ini akan sangat “membahayakan” terhadap eksistensi dunia
perbankan yang notabenenya adalah Lembaga Kepercayaan. Bank sebagai lembaga kepercayaan
adalah maksud dan tujuan, serta dasar dan sifat utama dari lembaga perbankan. Tanpa adanya
kepercayaaan tersebut, mustahil lembaga perbankan dapat berdiri tegak. Sifat ini perlu dipahami
semua pihak agar dapat melihat, memahami, dan mendudukkan lembaga perbankan dalam
proporsi yang sebenarnya. Pentingnya pemahaman demikian, agar tidak terdapat pemahaman
yang keliru terhadap lembaga ini yang dalam setiap usahanya akan memegang teguh
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap
simpanan nasabah, sangat penting dan menjadi prioritas bank yang eksistensinya sebagai
Lembaga Penjamin Simpanan.
B. Rumusan Masalah
Setelah diuraikan latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa pokok permasalahan yang akan dijadikan pokok pembahasan adalah sebagai berikut :
2. Mengapa diperlukannya perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara Bank
dengan nasabah?
3. Apa yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara Bank dengan
nasabah?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian simpanan antara Bank dengan nasabah
2. Untuk mengetahui perlunya perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan antara
Bank dengan nasabah
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi perlindungan hukum mengenai perjanjian simpanan
antara Bank dengan nasabah
D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai pemenuhan sebagian unsur akademik guna menyelesaikan pendidikan pada
perguruan tinggi dengan program hukum Strata 1 (S1).
2. Untuk mengetahui dan membuka gambaran atau informasi kepada pihak terkait dalam
hal perlindungan nasabah dari Bank mengenai perjanjian simpanan
3. Pembahasan dalam skripsi ini diharapkan menjadi masukan bagi pembaca, dan dapat
digunakan sebagai bahan referensi dalam kajian mengenai perlindungan hukum
mengenai perjanjian simpanan antara Bank dengan nasabah, serta untuk menambah
E. Metode Penulisan
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang
menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.7 Sedangkan penelitian merupakan
suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis dan konsisten.8 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.9 Penelitian pada dasarnya
merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati sesuatu objek yang mudah
terpegang oleh tangan.10
Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha untuk mengumpulkan informasi dan
data-data yang diperlukan untuk menjadi bahan dalam penulisan skripsi ini. Bahan-bahan tersebut
haruslah mempunyai hubungan satu sama lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode penelitian sebagai berikut :
Pada dasarnya sesuatu yang dicari tidak lain adalah pengetahuan atau
lebih tepatnya pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat
dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. Dengan demikian, metode
penelitian adalah suatu upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah
berdasarkan metode tertentu.
1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau
7
Mukti Fajar Nurdewata, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 94.
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 1.
9
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 38.
10
studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan tertulis dan
bahan hukum lain.11
Penelitian ini meliputi asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan
perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, yurisprudensi dan beberapa buku mengenai
perbankan, khususnya pada fasilitas internet banking, dan hukum perlindungan konsumen,
serta hukum mengenai transaksi elektronik.
Tujuan penelitian hukum normatif ini adalah untuk mengetahui
pertanggungjawaban bank terhadap nasabah pengguna internet banking bila terjadi
masalah. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum nasabah pengguna internet
banking. Untuk mengetahui upaya bank dalam mengatasi risiko-risiko dalam transaksi elektronik perbankan.
Dengan demikian perlindungan hukum nasabah penguna layanan internet banking
dapat benar-benar berjalan dan diketahui secara umum dan luas oleh seluruh lapisan
masyarakat, yang mengunakan fasilitas yang diberikan oleh bank, khususnya pada
internet banking.
b. Data dan Sumber Data
Pada umumnya data dibagi dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer (primary data) adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.12
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari :
1) Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
11
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 13.
12
Tahun 1998 tentang Perbankan, Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
27/164/KEP/DIR, Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/9/UPPB Tentang Penggunaan
Teknologi Sistem Informasi oleh Bank keduanya tanggal 31 Maret 1995, dan Peraturan
Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam
Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia
No. 6/18/DPNP Tentang Penerapan Manajemen Resiko Pada Pelayanan Jasa Bank
Melalui Internet (Internet Banking) dan beberapa peraturan perundang-undangan yang
terkait.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah
lainnya,situs internet bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar
hukum yang relevan dengan objek telaahan penelitian.13
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus
umum, majalah dan jurnal ilmiah. Surat kabar dan majalah mingguan juga menjadi
tambahan bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan
dengan penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menjawab
semua masalah yang menjadi objek penelitian dengan cara :
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
13
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan,
buku, situs internet yang berkaitan dengan judul skripsi ini yang bersifat teoritis ilmiah
yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa
masalah-masalah yang dihadapi.14
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan (field research) yakni dengan mengadakan wawancara kepada
Raskita Sinulingga (Priority Banking Officer) Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Putri
Hijau Medan
3. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif kemudian dikemukakan
dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis
data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif
sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat
memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan Skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dan bukan merupakan
hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan
pihak-pihak tertentu. Dengan ini, keaslian penulisan skripsi dapat dipertanggung jawabkan,
belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan, tetapi
apabila ada kesamaan judul maka yang menjadi perbedaannya adalah pembahasannya.
14
Dalam hal mendukung penulisan ini, penyusunan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku,
media cetak maupun elektronik dan juga pendapat-pendapat para sarjana.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik,maka pembahasannya harus diuraiakan
secara sistematis. Sistematika ini terbagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan Bab,
masing-masing Bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks
yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan
keseluruhannya ke dalam 5 (lima) Bab yang terperinci sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan. Bab ini ditutup dengan memberikan
sistematika dari penulisan skripsi.
BAB II : GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN SIMPANAN
Sesuai dengan judul yang dikemukakan, maka Bab ini akan menguraikan tentang
pengertian, pengaturan perjanjian dan simpanan dan jenis-jenis perjanjian dan
simpanan, prinsip-prinsip perjanjian dan simpanan, serta pentingnya perlindungan
hukum dalam hubungan antara bank dan perlindungan hak.
BAB III : PERJANJIAN ANTARA BANK DENGAN NASABAH MENGENAI SIMPANAN
DALAM PERBANKAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang Sifat Simpanan dalam Praktek Perbankan,
Syarat Sahnya Pembebanan Simpanan dalam Bentuk Perjanjian Bank, Berakhirnya
BAB IV : PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM MENGENAI PERJANJIAN ANTARA
NASABAH DENGAN BANK MENGENAI SIMPANAN DALAM PERBANKAN
PADA BANK BRI CABANG PUTRI HIJAU MEDAN
Bab ini adalah yang paling sesuai dalam penulisan ini. Dalam bab ini diuraikan
tentang Bentuk Perjanjian Antara Bank dengan Nasabah Mengenai Simpanan dalam
Praktek Perbankan, Perlindungan Hak-hak Para Nasabah Mengenai Simpanan
dalam Praktek Perbankan Tanggung Jawab Bank Terhadap Simpanan dalam Praktek
Perbankan
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab terakhir ini dirumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan
yang dilanjutkan dengan memberikan saran yang diharapkan akan dapat berguna
BAB II
GAMBARAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
DAN SIMPANAN
A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian dan Simpanan
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian dirumuskan sebagai suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu oranglain atau lebih.
Kata“perjanjian” adalah terjemahan dari overeenkomst, yang merupakan salah satu sumber dari
perikatan (verbintenis). Substansi dari perjanjian dalam pasal tersebut adalah perbuatan
(handeling). Kata “perbuatan” telah dikritik oleh para ahli hukum dengan alasan kurang memuaskan,
tidak lengkap, dan sangat luas. Seharusnya perjanjian adalah perbuatan hukum (rechtshandeling).
Perubahan rumusan ini dapat dilihat dari pandangan Franken dan Rutten.15
Franken merumuskan perjanjian adalah perbuatan hukum yang bersisi banyak antara dua
pihak atau lebih untuk mengadakan perikatan. Rutten mengatakan perjanjian adalah satu
perbuatan hukum untuk mencapai persesuaian kehendak dengan tujuan menimbulkan akibat
hukum tertentu.
Dengan penambahan kata hukum (recht) membawa perubahan arti bahwa tidak semua
perbuatan termasuk dalam pengertian perjanjian.
Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan
merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh Van Dunne
yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori
konvensional.
15
Communis Opinio Doctorum selama ini memahami arti perjanjian adalah satu perbuatan
hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod,
offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan
hukum yang masing-masing berisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan
penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling
berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg). Konsep ini melahirkan arti
perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang
dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum
antara nasabah dengan debitor.16
Dalam arti sederhana, setiap orang yang menyimpan uangnya di bank disebut nasabah
penyimpan. Dalam arti yuridis, nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya
di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.17 Yang dimaksud dengan simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.18
Sebelumnya telah dikatakan bahwa perjanjian bank dengan nasabah penyimpan disebut
perjanjian simpanan. Dalam hukum perdata, figure perjanjian simpanan akan menjadi persoalan
hukum tersendiri karena tidak terdapat kejelasan mengenai pengaturan dan identitas hukumnya.
Jika dicermati obyek perjanjian simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, dan
tabungan, maka tidak ditemukan baik dalam KUH Perdata maupun dalam KUH Dagang.
16
Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank
dengan Nasabah (Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara) Tahun 2006.
17
Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
18
Namun sebagai perjanjian, terdapat ketentuan umum dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang
berbunyi “Semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak
terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat di
dalam bab ini dan bab yang lalu”.
Sebelum menentukan termasuk ke dalam jenis perjanjian apakah perjanjian simpanan
itu, dapat dikemukakan beberapa pasal yang ada hubungannya dengan perjanjian simpanan.
Misalnya perjanjian penitipan (bewaargeving). Dalam Pasal 1694 KUH Perdata dikatakan bahwa
“Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan
syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.”
B. Jenis-jenis Perjanjian dan Simpanan
Perjanjian dapat dibedakan dalam berbagai jenis, berdasarkan berbagai kriteria dan tolak
ukur. Di dalam KUH Perdata sendiri terdapat 15 (lima belas) macam perjanjian yang sering
disebut sebagai perjanjian bernama atau perjanjian-perjanjian tertentu, yaitu perjanjian yang
diberi namanya oleh undang-undang, sedangkan selebihnya dikelompokkan sebagai
perjanjian tak bernama.19
1. Jual beli
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang dijanjikan.
2. Tukar menukar
19
Menurut Pasal 1541 KUH Perdata, tukar menukar adalah suatu perjanjian dimana kedua
belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik
sebagai gantinya suatu barang lain. Pada perjanjian ini pihaknya adalah pemilik
kebendaan dan objeknya adalah 2 (dua) macam kebendaan yang saling ditukarkan.
3. Sewa menyewa
Menurut Pasal 1548 KUH Perdata, sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan
dari suatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak
tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Perjanjian sewa-menyewa ini terikat
pada suatu jangka waktu tertentu sebagai penentuan harga sewa.
4. Perjanjian melakukan pekerjaan
Menurut Pasal 1601 KUH Perdata perjanjian melakukan pekerjaan ini dibedakan dalam dua
macam yaitu perjanjian perburuhan dan perjanjian pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal
1602 A KUH Perdata, perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang mana pihak yang satu, si
buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan, untuk
sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Menurut Pasal 1601 B
KUH Perdata, perjanjian pemborongan pekerjaan perjanjian dengan mana pihak yang satu, si
pemborong, mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi orang lain,
dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
Menurut Pasal 1618 KUH Perdata, persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua
orang atau lebih mengikatkan dirinya untuk memasukkan suatu dalam persekutuan, dengan
maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.20
6. Perkumpulan
Mengenai perkumpulan ini, KUH Perdata tidak memberikan pengertian, tetapi melalui
pengaturan yang terdapat pada Pasal 1653 dan 1654 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa
perkumpulan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk membentuk suatu
perhimpunan yang dapat melakukan tindakan-tindakan perdata guna mewujudkan
kepentingan mereka.
7. Hibah
Menurut Pasal 1666 KUH Perdata hibah adalah suatu perjanjian dimana si penghibah,
di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan
suatu benda guna keperluan si pengguna hibah. Menurut sifatnya perjanjian hibah tidak dapat
ditarik kembali (dibatalkan).
8. Penitipan barang
KUH Perdata tidak memberi pengertian tentang penitipan tetapi hanya memberi ketentuan
bahwa penitipan adalah perjanjian riel. Menurut Pasal 1694 KUH Perdata, penitipan terjadi
apabila seorang menerima suatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan
menyimpannnya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Dengan demikian dapat
diartikan penitipan adalah suatu perjanjian dimana seorang menyerahkan suatu barang
20
kepada orang lain untuk disimpan dan akan dikembaliakan suatu waktu tertentu dalam wujud
aslinya.21
9. Pinjam pakai
Menurut Pasal 1740 KUH Perdata, pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma,
dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewat suatu
waktu tertentu, akan mengembalikannya.
10.Pinjam meminjam
Menurut Pasal 1754 KUH Perdata, pinjam meminjam adalah perjanjian dimana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
11.Bunga tetap atau bunga abadi
Menurut Pasal 1770 KUH Perdata, perjanjian bunga abadi adalah suatu perjanjian dimana
pihak yang memberi pinjaman uang memperjanjikan pembayaran bunga atas pembayaran
sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.22
12.Perjanjian untung-untungan
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, perjanjian untung-untungan adalah suatu perjanjian
mengenai untung ruginya, bagi semua pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
21
Ibid, hal. 238.
22
tentu. Beberapa perjanjian yang masuk dalam jenis ini adalah perjanjian pertanggungan
(asuransi), bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.
13.Pemberian kuasa
Menurut Pasal 1792 KUH Perdata, pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dimana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan.
14.Penanggungan
Menurut Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang
pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya
si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
15.Perjanjian perdamaian
Menurut Pasal 1851 KUH Perdata, perdamaian adalah suatu perjanjian dimana kedua belah
pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu
perkara yang sedang berlangsung, ataupun mencegah terjadinya suatu perkara.23
Namun memperhatikan undang-undang, dapat disimpulkan ada jenis-jenis lain dari
perjanjian sebagai berikut :
1. Dilihat dari segi beban kewajiban : perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang isinya membebankan kewajiban kepada
salah satu pihak sedangkan dia tidak memperoleh manfaat dari padanya. Misalnya perjanjian
pemberian hadiah, perjanjian hibah dan sebagainya. Dalam KUH Perdata, perjanjian ini
disebut perjanjian cuma-cuma.
23
Sebaliknya perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan kewajiban
kepada kedua belah pihak secara bertimbal balik sehingga kedua pihak sama-sama mendapat
manfaat karenanya. Di dalam KUH Perdata jenis perjanjian ini disebut juga dengan
perjanjian atas beban.24
2. Dilihat dari segi terjadinya : perjanjian konsensual dan perjanjian riil
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang sudah dianggap sudah lahir seketika
setelah ada kesepakatan (consensus) antara para pihak sedangkan pelaksanaannya diwujudkan
kemudian. Di sini dengan sepakat saja antara para pihak sudah lahir perjanjian secara hukum
sedangkan pemenuhan kewajiban dan hak menunggu waktu sesuai kesepakatan.
Perjanjian riil adalah perjanjian yang dipandang terjadi atau lahir jika sudah ada
pemindah hak dari salah satu pihak kepada pihak lain. Jadi disini diisyaratkan adanya
tindakan riil sebagai syarat lahirnya perjanjian. Dengan kata lain kesepakatan dianggap tidak
cukup untuk melahirkan perjanjian.
3. Dilihat dari segi isi perjanjian : perjanjian obligator dan perjanjian liberator
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang melahirkan kewajiban-kewajiban yang masih
harus dilaksanakan oleh pihak yang berwajib. Misalnya perjanjian jual beli melahirkan
kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan barang, dan kewajiban bagi pembeli
untuk membayar harga.
Sedangkan perjanjian liberator adalah perjanjian yang berisikan pembebasan salah
satu pihak dari kewajibannya, sehingga kewajiban itu tidak perlu dilaksanakan lagi.25
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan yang Diubah, jenis dana yang
dihimpun oleh bank melalui perjanjian penyimpanan dana bisa berbentuk giro, deposito (dahulu
24
Ibid, hal. 241.
25
deposito berjangka), sertifikat deposito, tabungan dan bentuk-bentuk lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu. Jadi simpanan masyarakat di bank dapat berupa :
1. Simpanan Giro/Rekening Koran
Pengertian giro/demand deposit/checking account disebutkan dalam Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Perbankan. Dikatakan bahwa giro adalah simpanan yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya,
atau dengan pemindahbukuan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa giro
merupakan sarana pembayaran, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
mempergunakan warkat perintah pembayaran, seperti cek dan bilyet giro atau sarana perintah
pembayaran lainnya. Dengan demikian, giro merupakan dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank dengan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sebagai alat pembayaran giral
b. Penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan sepanjang dananya
tersedia;
c. Penarikannya mempergunakan surat, warkat, atau sarana perintah pembayaran baik yang
bersifat tunai maupun dengan cara pemindahbukuan belaka.26
Simpanan giro sebenarnya bukanlah merupakan suatu simpanan untuk mendapatkan
hasil bunga tetapi semata-mata hanya dimanfaatkan sebagai sarana memperlancar transaksi
bisnis. Bagi bank, sumber dana giro ini berbiaya rendah, namu karena sifat penarikannya,
bank harus benar-benar dapat mengikuti perilaku penarikan nasabah gironya, terutama
nasabah-nasabah utamanya (prime costumer), karena mobilitas dana yang bersumber dari
26
giro ini sangat tinggi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen likuidasi
bank.27
Ketentuan yang berkaitan dengan rekening giro antara lain sebagai berikut :
a. SE BI No.2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tantang Tata Usaha Penarikan Cek/BG
Kosong.
b. Keputusan Presidium Kabinet RI No. Aa/D/119/1964 tentang Penarikan Cek yang Diberi
Tanggal Lebih Kemudian daripada Tanggal Penarikan.
c. SE BI No. 28/32/UPG/1995 tentang Bilyet Giro.
d. SE BI No. 32/14/BPPP/1991 tentang Pemberian Cerukan.
e. SE BI No. 4/501/UPPB/Pb. B/1071 perihal Cek Hilang.
f. SE BI No. 5/15/DASP/2003 tentang Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya pada
Perusahaan Pencetakan Dokumen Sekuriti
g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 178 s/d 229d tentang Cek.28
Hal-hal yang diatur dalam ketentuan tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Persyaratan pembukaan rekening giro atau rekening pinjaman yang dapat ditarik dengan
cek/bilyet giro;
b. Bank harus meminta data yang lengkap kepada calon nasabah dan meneliti kebenaran
identitas nasabah tersebut;
c. Bank dilarang menerima yang namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih
berlaku;
d. Bank harus mencantumkan klausula yang merupakan pernyataan nasabah bahwa yang
bersangkutan tidak berkeberatan rekeningnya ditutup dan namanya dicantumkan dalam
27
Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Intermedia.
28
daftar hitam oleh Bank Indonesia apabila terkena sanksi administratif karena melakukan
penarikan cek/bilyet giro kosong;
e. Bank dapat mensyaratkan hal-hal dalam surat perjanjian pembukaan rekening untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan cek/bilyet giro.29
Kewajiban penyediaan dana oleh penarik cek/bilyet giro :
a. Penarik wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada bank tertarik;
b. Untuk cek mulai dari tanggal penarikan sampai dengan tanggal kadaluarsa, kecuali
ditarik kembali;
c. Untuk bilyet giro mulai dari tanggal efektif sampai dengan tanggal kadaluarsa kecuali
dibatalkan.
d. Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia dalam bank adalah saldo
goro yang efektif, saldo fasilitas kredit yang belum digunakan, fasilitas cerukan atau
fasilitas cross clearing yang diberikan pada bank.
e. Apabila dana tersebut tidak cukup, bank wajib menolak cek/bilyet giro yang
bersangkutan.
Penggolongan sebagai cek/bilyet giro kosong :
a. Cek/bilyet giro yang ditolak dengan alasan syarat formal belum terpenuhi dan dananya
tidak cukup tidak digolongkan sebagai penolakan cek/bilyet giro kosong.
b. Setiap lembar cek/bilyet giro yang dikliringkan dan ditolak pembayarannya oleh bank
dengan alasan saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup digolongkan sebagai
cek/bilyet giro kosong.
29
Penatausahaan cek/bilyet giro kosong
a. Bank wajib menatausahakan penarikan cek/bilyet giro kosong nasabahnya dan daftar
hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;
b. Bank wajib mengisi Surat Keterangan Penolakan (SKP) secara lengkap dan benar serta
untuk keperluan penatausahaan cek/bilyet giro kosong di bank Indonesia daftar
warkat yang ditolak dengan alasan kosong wajib disampaikan;
c. Jika terjadi kekeliruan penolakan terhadap cek/bilyet giro yang semestinya cukup
dananya, tetapi karena kesalahan administrasi bank terlanjur menolak dengan alasan
dananya tidak cukup, maka bank yang bersangkutan dapat meminta persetujuan Bank
Indonesia agar penolakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran penarikan
cek/bilyetvgiro kosong.30
d. Jika nasabah melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong, maka bank wajib memberi
Surat Peringatan I (SP I) untuk penolakan pertama; Surat Peringatan II (SP II) untuk
penolakan kedua; dan surat pemberitahuan penutupan rekening (SPPR) untuk nasabah.
e. Penutupan rekening giro nasabah
Bank wajib menutup rekening giro nasabah apabila :
a. Menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka waktu 6 bulan;
b. Menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp.
1.000.000.000,00 atau lebih;
c. Namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku.
30
d. Aktivitas keuangan nasabah rekening giro yang telah ditutup rekeningnya dapat
disalurkan melalui rekening tabungan dan penarikannya diutamakan untuk melunasi
cek/bilyet giro yang masih beredar.
Penghitungan penarikan cek/bilyet giro kosong :
a. Satu lembar cek/bilyet giro yang sama dan dikliringkan berulang-ulang serta ditolak
pembayarannya karena dananya tidak cukup dihitung sebagai satu lembar penarikan
cek/bilyet giro kosong;
b. Beberapa lembar cek/bilyet giro yang ditarik oleh seorang nasabah dan ditolak
pembayarannya oleh satu bank pada tanggal yang sama karena dananya tidak cukup
dihitung sebanyak jumlah lembar penarikan cek/bilyet giro kosong.31
Sanksi sehubungan cek/bilyet giro kosong terhadap nasabah sebagai berikut :
a. Nasabah yang telah menarik cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka
waktu 6 bulan atau menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp.
1.000.000.000,00 atau lebih, namanya dicantumkan dalam daftar hitam yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia secara berkala dan berlaku di wilayah kliring lokal setempat selama
1 tahun sejak penerbitan, serta bersifat rahasia.
b. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku, apabila terdapat
penolakan lagi cek/bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih atau 1 lembar dengan
nominal Rp. 1.000.000.000,00 atau lebih, akan dicantumkan kembali dalam daftar hitam
berikutnya.
c. Nama-nama nasabah yang dapat dicantumkan dalam daftar hitam adalah nama
perorangan, badan usaha, dan badan hukum.
31
d. Instansi pemerintah/lembaga Negara, bank umum, BPR, badan usaha milik Negara, yang
telah melakukan cek/bilyet gito kosong tidak dicantumkan dalam daftar hitam.
e. Bank wajib meminta kepada nasabah yang rekeningnya telah ditutup untuk
mengembalikan sisa blanko cek/bilyet giro yang belum digunakan.
f. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam penarik cek/bilyet giro kosong akan
hapus dengan sendirinya setelah masa berlakunya daftar hitam berakhir dan nasabag yang
dimaksud dapat diterima kembali sebagai nasabah bank.
g. Terhadap bank dikenakan sanksi dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank karena
ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.32
Dengan berlakunya SE BI No. 2/10/DSAP/2000, pengaturan ketiga ketentuan yang
dicabut tersebut menjadi satu dan tidak terpisah-pisah. Rekening giro atau pinjaman adalah
rekening yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau bilyet
giro, sarana perintah, pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Dengan demikian,
terdapat 4 cara penarikan dalam rekening giro :
a. Menggunakan cek
b. Menggunakan bilyet giro.
c. Menggunakan sarana perintah pembayaran lain, misalnya kuitansi atau slip penarikan
yang disediakan bank, melalui ATM atau melalui kartu yang disediakan untuk itu atau
counter cheque (modifikasi dari bentuk kuitansi)
d. Menggunakan nota pemindahbukuan (NPB) atau pindah rekening atau transfer.33
32
Ibid, hal. 226.
33
Demi pengaruhnya teradap peredaran uang kartal, Bank Indonesia menganjurkan kepada
nasabah bank atau pemilik rekening giro di bank agar selain menggunakan cek, juga
menggunakan bilyet giro sebagai alat bayar dengan cara pemindahbukuan.34
2. Simpanan deposito
Pengertian deposito (atau deposito berjangka) disebutkan di dalam Pasal 1 angka 7
Undang-Undang Perbankan yang Diubah. Disebutkan deposito (atau deposito
berjangka) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jadi penarikan simpanan deposito
waktunya sudah sesuai dengan perjanjian antara nasabah penyimpan dan bank pada saat
pembukaan deposito yang bersangkutan. Dengan demikian deposito merupakan dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank yang ciri-ciri adalah sebagai berikut :
1. Surat yang berharga yang diterbitkan oleh bank berdasarkan atas nama, sehingga tidak dapat
diperjualbelikan.;
2. Jangka waktu penarikannya telah ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan yang
diperjanjikan;
3. Bunga dibayar setiap bulan pada hari bayarnya atau sekaligus pada saat jatuh tempo;
4. Dapat dijadikan jaminan kredit;
5. Penyerahan hak cukup dengan cara cessie.
Jenis simpanan dalam bentuk deposito berjangka lebih disenangi oleh nasabah atau
masyarakat, karena menawarkan tingkat bunga yang relatif tinggi dibandingkan jenis simpanan
34
giro atau simpanan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sumber dana yang pada umumnya
didominasi oleh deposito berjangka.35
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 5/4/KEP.DIR tanggal 31 Mei
1972 tentang Suku Bunga Deposito
Penerbitan deposito berjangka ini didasarkan pada Intruksi
Presiden No. 28 Tahun 1968. Selanjutnya sebagai pelaksanaannya dikeluarkan :
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/65/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 16/2/UPUM tanggal 1 Juni 1983 tentang Deposito Berjangka pada
Bank-Bank Pemerintah dan Bank-Bank Pembangunan Indonesia.36
Kemudian dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/135/UPG tanggal
1 Desember 1989, ketentuan tentang deposito berjangka pada Bank-bank Pemerintah dan Bank
Pembangunan Indonesia itu dicabut, yang berarti semua bank dibebaskan untuk mengatur
sendiri ketentuan dan suku bunga bagi deposito masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Bagi
bank umum swasta, ketetapan tentang suku bunga deposito berjangka belum pernah diadakan
dan ketetapan suku bunga untuk bank-bank pemerintah itu dapat dijadikan pedoman oleh bank
swasta. Namun dengan dikeluarkannya ketentuan di bulan Desember 1989, maka saat ini semua
bank bebas menentukan bunga deposito masing-masing.37
3. Simpanan Sertifikat Deposito
Pengertian sertifikat deposito/sertificate of deposit disebutkan di dalam pasal 1 angka 8
Undang-Undang Perbankan yang Diubah. Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sertifikat
deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat
35
Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Jakarta : Intermedia
36
Usman Rachmadi, SH, Op.Cit. hal. 229.
37
dipindahtangankan. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa sertifikat deposito adalah surat
berharga yang diterbitkan atas tunjuk tanpa nama pembelinya dalam rupiah, yang merupakan
suatu pengakuan utang dari bank dan dapat diperjualbelikan dalam pasar uang. Berbeda
dengan deposito berjangka, bunga sertifikat deposito diberikan secara diskonto, yakni dibayar
dimuka sekaligus pada saat pembelian. Dengan demikian sertifikat deposito adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Surat berharga yang diterbitkan atas unjuk/pembawa, sehingga dapat diperjualbelikan;
2. Merupakan instrument pasar uang;
3. Bunga dapat dibayar di muka (diskonto) atau dapat pula dibayarkan di
belakang pada saat jatuh tempo;
4. Jangka waktu dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan;
5. Dapat dijadikan jaminan kredit bank;
6. Jangka waktunya minimal 30 (tiga puluh) hari dan maksimal 24 (dua puluh empat) bulan;
7. Nilai nominal minimal Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).38
Pengaturan ketentuan sertifikat deposito terdapat pada :
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1065/KMK.00/1988 tentang Penerbitan sertifikat
deposito oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank.
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/48/KEP/DIR dan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG masing-masing tanggal 27 Oktober 1988 tentang
Penerbitan Sertifikat Deposito oleh bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.
Sesuai dengan ketentuan di atas, sertifikat deposito sebagai sarana usaha pengerahan
dana masyarakat dan piranti pasar uang bersama-sama dengan Sertifikat Bank Indonesia dan
38
Surat Berharga Pasar Uang, dapat diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank
tanpa meminta persetujuan Bank Indonesia.
Karena sertifikat deposito ini dapat diperjualbelikan dalam pasar uang, maka untuk
melindungi pemegangnya diperlukan keseragamam bentuk, isi, dan redaksinya. Untuk itu
warkat sertifikat deposito hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Kertas yang digunakan sebagai bahan blanko sertifikat deposito sekurang-kurangnya sama dengan
mutu kertas untuk mencetak blanko cek, yaitu sesuai dengan yang ditentukan untuk “the
London Clearing Bank’s Paper Specification Nomor 1 (96 gsm)”;
2. Dalam mencetak blanko sertifikat deposito dimaksud hendaknya diperhatikan benar
unsur-unsur pengamanannya, sehingga perlu diciptakan ciri-ciri pengaman, misalnya bentuk
tulisan, gambar dasar, tanda air, dan garis guilloche;
Pada halaman depan sekurang-kurangnya dicantumkan :
1. Kata-kata “SERTIFIKAT DEPOSITO“ dan “DAPAT DIPERDAGANGKAN“ dalam ukuran
besar sehingga mudah terlihat;
2. Nomor seri dan nomor urut;
3. Nama dan tempat kedudukan penerbit;
4. Nilai nominal dalam rupiah;
5. Tanggal dan tempat penerbitan;
6. Tingkat bunga atau diskonto;
7. Pernyataan bahwa penerbit mengikat diri untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam
rupiah pada tanggal dan tempat tertentu;
8. Tanda tangan direksi atau pejabat yang berwenang dari penerbit;
9. Tanda tangan pejabat dari kantor cabang di sertifikat deposito diterbitkan;
1. Penerbit menjamin sertifikat deposito dengan seluruh harta dan piutangnya;
2. Sertifikat deposito dapat diperjualbelikan dan dapat dipindahtangankan dengan cara
penyerahan;
3. Pelunasan dilakukan dengan tanggal jatuh waktu dan sesudahnya dengan menyerahkan
kembali warkat sertifikat deposito yang bersangkutan oleh pembawa.
4. Simpanan tabungan
Pengertian tabungan/saving disebutkan di dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Perbankan yang diubah. Dikatakan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Kepada
nasabahnya akan diberikan atau menerima buku tabungan sebagai bukti telah menyimpan
dananya dalam bentuk tabungan. Ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara bank dengan
nasabah penabung ini biasanya tercantum pada halaman terakhir dari buku tabungan. Dengan
demikian tabungan merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Simpanan pihak ketiga;
2. Penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati
3. Penarikannya hanya dapat dilakukan dengan mendatangi kantor bank atau alat yang
disediakan untuk keperluan tersebut.
4. Penarikannya tidak dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat
5. Penarikannya tidak boleh melebihi jumlah tertentu, sehingga menyebabkan saldo tabungan
lebih kecil daripada saldo minimum, kecuali penabung tidak akan melanjutkan tabungannya;
6. Penyetoran dan pengambilan tabungan dilakukan oleh penabung dengan cara mengisi slip
penyetoran dan pengembalian tabungan, di mana bentuk dan isinya ditetapkan oleh bank
yang bersangkutan;
7. Penabung diberi bunga sebagai imbalannya, yang diperhitungkan setiap akhir bulan/tahun
yang bersangkutan dan dibukukan pada awal bulan/tahun berikutnya;
8. Penyetorannya dapat dilakukan secara tunai maupun melalui cara-cara lainnya.
Penyelenggaraan tabungan dimulai pada tahun 1969 dengan Program Tabungan
Berhadiah. Kemudian pada tahun 1971, melalui kebijakan saving drive, diselenggarakan
Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional) dan Taska (Tabungan Asuransi Berjangka)
berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 4/8/KEP/DIR tanggal 15 Juni
1971. Bank penyelenggara Tabanas/Taska ini adalah bank umum swasta nasional dan bank
tabungan swasta yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan penghimpunan dana masyarakat melalui
perbankan dan pelayanan perbankanbagi para penabung kecil, maka sejak Oktober 1988 semua
bank di Indonesia, termasuk bank asing dan bank penyelenggara Tabanas/Taska diperkenankan
untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Kebijakan pengerahan dana masyarakat melalui tabungan tersebut lebih lanjut telah
dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/28/UPG tanggal 27 Oktober 1988.
Ketentuan ini memberikan batasan penyelenggaraan tabungan yang mesti dipatuhi oleh bank
1. Bank asing diperkenankan menyelenggarakan tabungan. Dalam hal bank asing akan
menyelenggarakan Tabanas/Taska, hendaknya ditempuh prosedur yang berlaku untuk jenis
tabungan tersebut;
2. Tabungan hanya dapat diselenggarakan dalam rupiah;
3. Tabungan selain Tabanas/Taska tidak dijamin oleh Bank Indonesia;
4. Dalam brosur mengenai penyelenggaraan tabungan yang dikeluarkan oleh masing-masing
bank, hendaknya dicantumkan secara jelas ketentuan-ketentuan tentang masing-masing tabungan
yang diselenggarakannya, termasuk Tabanas/Taska.
Kebijakan penyelenggaraaan tabungan itu kemudian disempurnakan melalui Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 22/63/KEP/DIR tanggal 1 Desember 1989, yang
menyatakan ketentuan penyelenggaraan tabungan oleh perbankan diserahkan kepada
masing-masing bank dan Bank Indonesia tidak mengatur lagi ketentuan mengenai
Tabanas/Taska/Tappelpram. Selain itu juga Bank Indonesia mencabut jaminan terhadap
Tabanas/Taska.39
C. Prinsip Perjanjian dan Simpanan
Dari segi sifatnya, perjanjian penitipan adalah bersifat riil. Sifat ini terdapat juga pada
perjanjian simpanan, seperti deposito atau tabungan. Namun terdapat perbedaan di antara
keduanya yaitu pada perjanjian penitipan, barang yang dititipkan akan disimpan dan
dikembalikan seperti wujud semula serta tidak dibebani bunga. Tidak demikian dalam perjanjian
simpanan, pihak bank menetapkan persyaratan umum tertentu dalam rekening
deposito atau rekening tabungan antara lain pihak penerima simpanan (bank) dapat
mempergunakan uang si penyimpan dan dalam waktu tertentu bank akan memberikan bunga.
39
Selain itu, Undang-Undang Perbankan secara tegas membedakan antara simpanan dan
penitipan. Yang dimaksud dengan penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian
atau kontrak antara bank umum dengan penitip, dengan ketentuan bank umum yang
bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.40 Perjanjian penitipan yang
diatur dalam Undang-Undang Perbankan juga tidak memberikan ketegasan apakah tunduk
pada aturan KUH Perdata, namun dalam praktiknya selalu mempergunakan KUH Perdata.41
Menurut R. Subekti, perjanjian simpanan (deposito) pada hakikatnya adalah suatu
perjanjian pinjam uang dengan bunga. Ketentuan lain yang dapat dijadikan dasar hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan adalah Perjanjian Pemberian Kuasa (Lastgeving). Dalam
Pasal 1792 KUH Perdata dikatakan bahwa “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan
mana seorang memberikan kekuasaan kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Apakah dapat dikatakan bahwa nasabah penyimpan
memberikan kuasa kepada bank ketika menandatangani rekening deposito atau rekening tabungan
atau rekening koran. Staub yang disitir oleh G. de Grooth mengatakan bahwa perjanjian rekening
koran adalah novasi, sedangkan Mariam Darus berkesimpulan bahwa secara expressis verbis,
perjanjian rekening koran di dalam Undang-Undang Perbankan merupakan perjanjian pemberian
kuasa.42
40
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Menurut penulis, perjanjian simpanan tidak identik dengan perjanjian penitipan dan juga
tidak dapat dikatakan sebagai perjanjian pemberian kuasa. Perjanjian simpanan memiliki
identitas sebagai perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst, innominaat conracten)
dengan ciri-ciri sebagai berikut : pertama, perjanjian simpanan bersifat riil, artinya lahirnya
perjanjian tidak cukup diperlukan kesepakatan saja tetapi nasabah penyimpan harus
41
St. Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 132-134.
42
menyerahkan uang kepada bank untuk disimpan; kedua, uang yang telah diserahkan menjadi
milik bank dan penggunaannya menjadi wewenang penuh dari bank; ketiga, hubungan
hukumnya adalah bank berkedudukan sebagai debitor dan nasabah penyimpan berkedudukan
sebagai kreditor; keempat, bank bukanlah sebagai peminjam uang dari nasabah penyimpan;
kelima, nasabah penyimpan bukan sebagai penitip uang pada bank; keenam, bank akan mengembalikan simpanan nasabah dengan kontraprestasi berupa pemberian bunga.
Dari karakter hukum perdata, ada dua model yang dapat dipergunakan untuk menjamin
simpanan nasabah. Pertama, dengan perjanjian asuransi dan kedua, dengan perjanjian
penanggungan. Perjanjian asuransi tidak identik dengan skim asuransi yang dimaksud dalam
penjelasan Pasal 37 B ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Pasal 1 angka 1 disebutkan :
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.43
Subyek hukum dalam perjanjian asuransi adalah penanggung dan tertanggung.
Tertanggung wajib membayar premi kepada penanggung, dan sebaliknya pula berhak atas
pembayaran ganti kerugian jika peristiwa yang tak pasti itu terjadi. Di sinilah letak pentingnya
perjanjian asuransi memberikan proteksi.44
43
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Hubungan hukum antara penanggung dengan
tertanggung ditegaskan dalam polis. Nasabah penyimpan meminta kepada bank untuk menjadi
tertanggung dan lembaga asuransi sebagai penanggung. Dalam perjanjian asuransi tersebut
dicantumkan klausul bahwa apabila bank dilikuidasi maka hak bank beralih kepada nasabah
44