• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Uang Statis, terdiri dari:

4. Teori Permintaan Uang Monetarist (Milton Friedman)

2.2 Sistem Pembayaran

2.2.2 Jenis Sistem Pembayaran

Dalam praktiknya sehari-hari, ada dua jenis sistem pembayaran yaitu pembayaran tunai (cash) dan pembayaran nontunai (non-cash).

a) Sistem Pembayaran Tunai

Pembayaran tunai merupakan pembayaran yang umum dilakukan di Indonesia. Pembayaran tunai lebih banyak menggunakan uang kartal baik kertas dan logam sebagai alat pembayaran. Di Indonesia, uang kartal masih memegang peran penting dalam pembayaran khususnya untuk transaksi-transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih keci dibandingkan dengan

penggunaan uang giral karena munculnya inefisiensi dalam penggunaan uang kartal. (Bank Indonesia dalam Siwinastiti, 2014)

Dalam kebijakan pengedaran uang tunai yang terpenting adalah bagaimana memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar. Oleh karena itu, uang tunai yang digunakan dalam bertransaksi harus memiliki beberapa karakteristik penting, di antaranya:

a. Setiap uang yang dikeluarkan dimaksudkan untuk mempermudah kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat.

Berkenaan dengan hal tersebut, uang perlu memiliki beberapa karakteristik:

1. Mudah digunakan dan nyaman (user friendly) 2. Tahan lama (durable)

3. Mudah dikenali (easily recognized)

4. Sulit dipalsukan (secure against counterfeiting)

b. Jumlah uang tunai harus tersedia secara cukup di masyarakat, dengan memerhatikan kesesuaian jenis pecahannya.

c. Perlu diupayakan tersedianya kelembagaan pendukung untuk mewujudkan terciptanya kelancaran arus uang tunai yang layak edar, baik secara regional maupun nasional. (Pohan, 2011)

b) Sistem Pembayaran Non Tunai

Perkembangan sistem pembayaran non-tunai diawali dengan instrumen pembayaran yang bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya.

Sejak perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat

18

pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang paper based semakin menurun.

Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer dan sistem kliring mulai banyak digunakan. Selanjutnya berkembang instrumen pembayaran yang berbasis kartu sejalan dengan perkembangan teknologi. Saat ini, instrumen pembayaran berbasis kartu yang telah berkembang dengan berbagai variannya. Mulai dari kartu kredit, kartu ATM, kartu debit, dan berbagai macam jenis e-money. Kartu Kredit Kartu kredit merupakan salah satu transaksi non-tunai yang dananya berasal dari perbankan. Jenis alat transaksi ini berkembang cukup pesat.

Di Indonesia kartu kredit mulai berkembang sejak dekade 90-an. Kartu kredit umumnya dimiliki oleh kalangan menengah ke atas. Selain menawarkan keuntungan yang tinggi, segmen penggunanya merupakan kalangan atas dimana eksposur risiko gagal bayar dianggap relatif kecil. Hal ini menarik minat banyak bank untuk masuk dalam industri kartu kredit tersebut. Dorongan bank untuk memasuki industri kartu kredit juga disebabkan oleh pangsa pasar Indonesia yang masih terbuka untuk pengembangan kartu kredit. Salah satu faktor untuk melihat potensi pasar tersebut adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah pemegang kartu kredit.

Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting untuk mengukur/ acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Menurut Manurung (2009), dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah:

1. Jumlah Uang Beredar (JUB)

2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali 3. Suku bunga pada tingkat yang wajar 4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan

5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan langsung oleh masyarakat, sementara itu inflasi, suku bunga,nilai tukar dan ekspansi relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Berdasarkan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yang selanjutnya disebut APMK adalah alat pembayaran 9 yang berupa kartu kredit, kartu automated teller machine (ATM) dan/atau kartu debit. Kartu ATM-Debit Kartu ATM-Debit adalah alat pembayaran yang menggunakan kartu yang dananya berasal dari rekening nasabah. Kartu ATM adalah jenis APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan dan pemindahan dana, dimana dengan seketika akan menguragi simpanan pemegang kartu pada bank ketika melakukan transaksi. Kartu Debit merupakan APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank. ATM-Debit merupakan kartu pembayaran gabungan antara kartu ATM dan kartu debit, sehingga memiliki lebih banyak fungsi dibandingkan kartu ATM biasa yaitu selain bertransaksi melaui mesin ATM dapat juga di gunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan. Kartu Kredit adalah

20

APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Beberapa jenis kartu pembayaran, baik yang bersifat kredit seperti kartu kredit dan private-label cards (misalnya: kartu pasar swalayan) maupun yang bersifat debit, seperti debit cards dan ATM (Automated Teller Machine) telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di samping itu, ada juga kartu yang bisa disebut smart card atau chip card, sejenis kartu yang dananya telah disimpan dalam chip elektronik (Bank Indonesia dalam Siwinastiti, 2014). Sistem pembayaran elektronik adalah pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti Integrated Circuit (IC), cryptography, dan jaringan komunikasi. Pembayaran elektronis yang banyak berkembang dan dikenal saat ini antara lain phone banking, internet banking, kartu kredit dan kartu debit/ATM. Seluruh pembayaran elektronis tersebut, kecuali kartu kredit selalu terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya.

Account Based Card (Kartu ATM dan Debet) adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dananya berasal dari rekening (account) nasabah. Jenis kartu yang masuk dalam kategori ini adalah kartu ATM, Kartu Debet atau perpaduan ATM dan Debet. Pada awal perkembangannya, jenis Account Based

Card, yang banyak dipakai adalah murni kartu ATM. Ini karena tujuan awal teknologi ATM hanya sebagai pengganti fungsi teller untuk meningkatkan efisiensi overhead cost, seperti penyediaan kantor cabang baru dan penambahan penggunaan sumber daya manusia.

Pada saat sekarang ini banyak bank yang menawarkan pembayaran di merchant dengan menggunakan kartu ATM yang telah ditambahkan fungsinya sebagai kartu debet. Perkembangan penggunaan kartu account based semakin meningkat lagi ketika jumlah bank yang menjadi acquiring (penerbit)semakin banyak menyediakan infrastruktur Electronic Data Capture (EDC) yaitu mesin pembaca kartu debet di merchant.

Perkembangan tersebut mendorong account based card memiliki pertumbuhan paling tinggi di antara jenis instrumen pembayaran lainnya. Ada tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan account based card lebih tinggi dari instrumen pembayaran lain:

1. Terjadinya peningkatan jumlah penabung yang signifikan dari tahun ke tahun 2. Semakin beragamnya fitur dan manfaat yang ditawarkan kepada pemegang

kartu

3. Fungsi account based card untuk pembayaran di merchant semakin meningkat.

Meskipun kehadiran alat pembayaran menggunakan e-money masih relatif baru namun e-money cukup mendapat tempat di masyarakat.

Selama kurang lebih satu setengah tahun sejak pertama terbit pada April 2007, jumlah uang elektronik telah mencapai 430 ribu. Berbeda pada awal penerbitannya, uang elektronik saat ini tidak hanya diterbitkan dalam bentuk chip

22

yang tertanam pada kartu atau media lainnya (chip based), namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitusuatu media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu dengan server penerbit (server based).

Begitu pula dari sisi penggunaannya, hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat single purpose namun sudah multi purpose sehingga dapat diterima di banyak merchant yangberbeda.Bertambahnya penerbit e-money telah mendorong pesatnya perkembangan transaksi instrumen pembayaran ini.

Sampai dengan akhir tahun 2014, terdapat 18 penerbit e-money yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Berharap trend ini terus berlanjut, sehingga pertumbuhan e-money yang semakin luas akan mengurangi penggunaan uang tunai untuk bertransaksi. Dalam skala yang lebih besar, diyakini penggunaan e-money secara luas di masyarakat akan meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel, terutama dalam mengurangi biaya cash handling. Sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaan e-money pun cukup mudah. Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media e-money.

Untuk chip based, pemegang dapat bertransaksi secara offline melalui uang elektronik (dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya).

Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana untuk mengakses “virtual account” melalui pesan teks, kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara online. Transaksi melalui e-money khususnya transaksi yang diproses secara offline sangat cepat hanya memerlukan waktu kurang lebih 2-4 detik. Saat ini nilai uang yang dapat disimpan dalam e-money

dibatasi tidak lebih dari Rp1 juta, karena fungsinya memang ditujukan sebagai alat pembayaran untuk transaksi yang bernilai kecil. Namun batasan tersebut nantinya dapat saja disesuaikan dengan melihat perkembangan dan kebutuhan industri.

Dalam mekanisme e-money, apabila pemegang tidak lagi berminat menggunakan e-money atau ingin mengakhiri penggunaan e-money, nilai uang yang ada pada e-money dapat di-redeem sesuai tata cara yang diatur oleh masing-masing penerbit. Reedem adalah penarikan seluruh sisa nilai uang pada uang elektronik pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik tersebut.

Maka dapat disimpulkan bahwa uang elektronik adalah alat pembayaran dengan nilai uang yang telah tersimpan secara elektronik pada server atau pun kartu dan tata cara penggunaan dan penerbitan telah diatur dan diawasi langsung leh Bank Indonesia. (Pohan, 2011)

Dokumen terkait