Hipotesis 1. Infrastruktur desa memiliki peran positif terhadap peningkatan kesejahteraan, yang diwujudkan melalui pengurangan ketimpangan pengeluaran antar penduduk desa.
3.3 Jenis & Sumber Data
Data yang digunakan seluruhnya bersumber dari Badan Pusat Statistik, yang terdiri dari dua data mikro, dan satu data generik. Data mikro tersebut terdiri dari:
Sensus Potensi Desa (PODES) dengan tahun publikasi
dan 2014. Beberapa informasi data ini diolah secara khusus untuk mendapatkan variabel
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2003 hingga 2013. Sementara dikarenakan ketidak adaan variabel pengeluaran pada tahun 2000 dan 2001 maka digunakan data gaji pada Survey Ketenaga Kerjaan Nasional (SAKERNAS). Data SUSENAS ini digunakan khusus untuk mencari variabel Rasio yang diperoleh dari variabel pengeluaran perkapita.
Sementara itu data generik yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) level Kabupaten Kota untuk kategori harga tetap tahun 2000 dan harga berlaku. Selain digunakan untuk mewakili variabel pendapatan perkapita, data ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat inflasi khususnya di Kabupaten, dengan menggunakan pendekatan deflator. Hal ini disebabkan ketidak tersediaan observasi di Kabupaten ketika menggunakan data inflasi generik.
Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini sengaja digunakan dari tahun 2014 dikarenakan ketersediaan data untuk mengukur gini ratio baru dimulai pada tahun 2000. Sementara itu, analisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap tingkat kesejahteraan ini hanya membatasi pada kondisi perekonomian secara makro stabil. Sehingga fenomena krisis ekonomi sebelum tahun 2000an dikesampingkan terlebih dahulu.
3.4Penentuan
Sesuai dengan tujuanya, konteks penelitian ini lingkup pembahasannya mengenai pengaruh infrastruktur perdesaan dan tingkat ekonomi di Indonesia terhadap tingkat kesejahteraan penduduk di perdesaan. Pemilihan jenis infrastruktur yang dijadikan indikator analisis juga dipilih dengan ketersediaan data yang sanggup merepresentasikan desa di Indonesia, dan juga mengacu pada tentang analasis sejenis yang pernah dilakukan baik di dalam, maupun luar negeri. Dengan pertimbangan teknis analisis kuantitatif yang akan digunakan, maka data akan coba diagregasi hingga level kabupaten.
Hal yang akan menjadi kendala dalam perlakuan terhadap data adalah definisi mengenai kawasan perdesaan dan ketersediaan datanya di Indonesia. Bila merujuk pada dikursus yang dilakukan oleh PBB/ United Nations, definisi desa sangat beragam negara sesuai dengan karakteristik pengambilan keputusan dari klasifikasi desa negara tersebut (United Nations). Lebih lanjut, PBB juga menjelaskan beberapa isu penting yang beredar dalam debat mengenai definisi penetapan kawasan perdesaan tersebut adalah: (1) tujuan (2) kriteria dikotomi terhadap daerah non perdesaan, maupun daerah urban (United Nations).
Di Indonesia sendiri definisi desa juga beragam, hal ini juga terjadi antara kebijakan yang berlaku, terhadap ketersediaan data. Sebagaimana dijelaskan dalam UU 6/2014 pasal 1 dimana Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari sini kita mengetahui bahwa definisi diatas adalah definisi menurut administrasi. Dimana padanan dari desa dengan definisi serupa adalah kelurahan. Hal ini menjadi masalah menyangkut ketersediaan data terutama yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dimana data biasanya menggunakan definisi menurut kriteria yang digunakan oleh BPS sendiri. Hasilnya upaya pengolahan data dengan menggunakan definisi UU6/2014 diatas menjadi tidak relevan secara statistik.
Sebenarnya data Mikro Sensus Potensi Desa (PODES) sudah mengakomodir keinginan dari UU tersebut. Namundemikian data lain yang banyak digunakan sebagai indikator nasional seperti Survey Sosial Ekonomi Nasional Survey Ketenaga Kerjaan Nasional maupun data lain dengan fokus analisis tertentu, memiliki pendekatan yang dimiliki oleh internal BPS.
Adapun definisi desa dalam BPS sendiri adalah sebagaimana digambarkan dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik nomor Tahun 2010 mengenai kriteria suatu kawsan dikategorikan sebagai perkotaan meliputi: (a) Sekolah Taman (b) Sekolah
Menengah (c) Sekolah Menengah (d) (e) (f) (g)
Rumah (h) Hotel /Bilyar /Diskotek /Panti Pijat (i) Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Listrik.
Dikarenakan penggunaan data dalam penelitian ini melibatkan berbagai data
maka peneliti definisi desa disesuaikan dengan peraturan kepala BPS no Yang dalam lembar pertanyaan dalam PODES dan SUSENAS di cantumkan dalam pertanyaan bagian I nomor 105.
Selanjutnya beberapa indikator yang digunakan dalam penelitian kali ini meliputi:
Ketimpangan : Adalah variabel terikat (dependent) dalam model yang mewakili kesejahteraan masyarakat desa. ini adalah data hasil pengukuran koefisien gini
penduduk desa yang diolah dari data SUSENAS tahun untuk variabel total pengeluaran. Data tahun 2000 dan 2002 diambil dari variabel total gaji uang & barang dari data SAKERNAS. Penghitungan gini ratio menggunakan alat bantu STATA12 dengan fungsi
ineqdeco”.
Infrastruktur (INF): Adalah variabel infrastruktur dalam bentuk indeks hasil analisis dengan metode ini merupakan merupakan hasil prediksi dari komponen pertama analisis yang dilakukan. Indeks ini disusun oleh data infrastruktur desa yang disusun pada level desa (setingkat kelurahan). Indeks ini secara konsep terdiri dari 3 dimensi dan kemudian memiliki 26 indikator yang akan direduksi berdasarkan signifikansi informasi yang dimiliki oleh
masing variabel penyusunnya. Adapun komposisi awal dari indeks infrastruktur ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1: Desain Dimensi dan Variabel Penyusun Indeks Infrastruktur
Dimensi Kode Indikator
Rasio KK Pengakses PLN thd Total
Rasio KK Pengakses Jaringan Telp. thd Total Fisik
Inverse Rasio Panjang Jalan Terdekat ke Pusat Pemerintahan per Total Rasio Jml TK thd Total KK Rasio Jml Rasio Jml Rasio Jml Rasio Jml RS thd Total Rasio Jml RS Bersalin thd Rasio Jml Poliklinik
Rasio Jml Puskesmas Poliklinik thd Total
Rasio Jml Puskesmas Pembantu Poliklinik thd Total Rasio Jml Praktek Dokter Poliklinik thd Total Rasio Jml Parktek Bidan
Rasio Jml Posyandu Poliklinik thd Total Rasio Jml
Rasio Jml
Inverse Rasio Jml Pemukiman Pinggir Sungai thd Inverse Rasio Jml Rumah di bh SUTET thd Total KK Sosial
Inverse Rasio Rasio Jml
Rasio Jml BPR thd Rasio Jml KUD thd Total Rasio Jml
Finansia l
Inverse Rasio
Inflasi (DEF): ini merupakan data Deflator yang diperoleh dari rasio dari PDRB Harga Berlaku terhadap PDRB Harga Konstan 2000. Penggunaan data deflator ini disebabkan ketidak tersediaan data inflasi untuk beberapa kabupaten ketika menggunakan data inflasi generic untuk mengukur besarnya besarnya pola harga makro yang terbentuk.