• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Data & Pengujian Hipotesis

Dalam dokumen Dampak Pembangunan Infrastruktur di Perd (Halaman 45-59)

Hipotesis 1. Infrastruktur desa memiliki peran positif terhadap peningkatan kesejahteraan, yang diwujudkan melalui pengurangan ketimpangan pengeluaran antar penduduk desa.

3.6 Pengolahan Data & Pengujian Hipotesis

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana dampak dari pembangunan infrastruktur di perdesaan terhadap kualitas hidup dari masyarakat perdesaan. Hal yang harus dijawab ketika kita akan menganalisis isu ini adalah kita harus terlebih dahulu tahu mengenai definisi dari infrastruyktur tersebut. Maka dari itu penelitian akan dibagi menjadi dua tahap: Pertama, adalah tahap pendefinisian dan kedua, adalah tahap penyusunan model dampak infrastruktur bagi peningkatan kesejahteraan yang ditunjukkan dari penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk di perdesaan.

3.6.1 Principal Component Analysis (PCA)

Infrastruktur adalah hal yangat kompleks untuk diterjemahkan. Ia bisa jadi adalah bandara, stasiun kereta apai, pelabuhan, bisa juga telepon umum. Itu baru yang untuk publik, belum masuk terminologi apakah infrastruktur itu berguna atau milik swasta. Maka dari itu perlu dibatasi terlebih dahulu masalah definisi infrastruktur ini.

Penelitian ini mencoba membahas penelitian ini dari sudut infrastruktur dari sudut pandang kepemukiman (residency). Sehingga berbagai variabel infrastruktur yang akan dibahas, bukan infrastruktur yang langka (meskipun berdampak besar), namun lebih kepada infrastruktur berskala mikro. Meskipun sudah dibatasi, dalam terminologi infrastruktur kepemukiman, tetap

saja variabel yang akan dianalisa tetap kompleks. Hasil dari ringkasan dari penelitian terdahaulu, setidaknya ada 3 dimensi umum terkait definisi infrastruktur ini. (1) adalah dimensi (2) dimensi dan (3) dimensi financial. Ketiga dimensi ini memiliki definisi

data yang tersedia. Untuk mensimplifikasi masalah pendefinisian ini, peneliti menggunakan metode

Principal Component Analysis atau disebut Analisis Komponen Utama. Metode ini

berupaya mensimplifikasi informasi dari yang kompleks secara lebih sederhana tanpa menghilangkan potensi informasi/ karakteristik dari proses simplifikasi tersebut. Terkait proses simplifikasi tersebut, sendiri (lihat Hair et al, 2014) dianggap bertujuan untuk meringkas (summarization) dan juga mereduksi (reduction) data. Meringkas adalah mengklasifikasikan data dalam dimensi/ konsep yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah variabel awalnya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan mereduksi data, melalui pengajuan sejumlah nilai empiris (factor/ component score) untuk tiap dimensi/ konsep tersebut (Hair, 2014).

Dalam prosesnya informasi ini dilihat dari segi varians yang ada dalam

variabel. Manfaat dari penggunaan metode ini adalah membantu dalam mendefinisikan secara sederhana sebuah konsep yang kompleks, juga mengindari bias dari proses penggabungan seluruh varibael yang dianalisis, atau multikolinearitas antar sesama variabel (Hair et al, 2014).

ini adalah sebagai berikut: 1. Desain Analisis Komponen:

Desain analisis komponen ditentukan oleh konsep maupun perspektif dari analisis yang sedang dilakukan. Salah satu hal kritis dalam tahap ini adalah penentuan variabel yang masuk dalam proses analisis (Hair et al, 2014). Seperti dijelaskan diatas, analisis komponen infrastruktur kali ini memiliki ruang lingkup kepemukiman didaerah perdesaan. Data yang digunakan adalah data panel yang bersumber dari Sesnus Potensi Desa. Dengan jumlah variabel yang dimasukkan dalam analisis mencapai 26 buah, dengan merujuk pada teori

2. Uji Korelasi Spearman & Uji Kecukupan Sampel (Measure of Sampling Adequacy) Tujuan dari analisis korelasi adalah untuk melihat bagaimana potensi terbentuknya komponen ringkas yang akan terbentuk atas hasil Sementara itu untuk melihat kelayakan data untuk dilakukan analisis komponen didalamnya, perlu dilakukan pengujian

kecukupan sampel. Salah satu metode uji yang digunakan untuk tujuan ini adalah

Meyer Olkin (KMO) Test. Hasil uji dari variabel akan ditunjukkan dalam indeks antara Menurut Hair et al (2014) intepretasi dari indeks ini bisa dibagi menjadi 3, meliputi: (1) berkategori sangat (2) KMO sekitar 0.6 berkategori

variabel tertolak. 3. Analisis Komponen Utama/

Tahap ini adalah proses utama dari rangkaian yang dilakukan. Perlu diketahui bahwa proses peringkasan dan reduksi data dalam ditempuh dengan upaya memaksimalkan varians (ragam) dalam kombinasi linear yang dilakukan. Secara statistik komponen dibahasakan sebagai:

z=x.u dan u.u’=1

Dimana = 1, 2, 3 p adalah Components Loading yang merupakan tujuan dari

pelaksanaan Sementara kombinasi linear dengan pola tertentu dibahasakan sebagai u =

u1, u2, u3, …., up Dan variabel asli (original) yang akan dipertahankan semaksimal

mungkin informasinya x = x1, x2, x3 …, xp

Solusinya didapatkan dengan melakukan dekomposisi eigenvalue dari matrix korelasinya, melalui principal axes yang terbentuk dalam scatterplot yang terbentuk dari dua variabel yang dikorelasikan. Komponen dengan eigenvalue diatas 1 dianggap bisa merepresentasikan informasi yang diinginkan. Atau dibahasakan dalam u(D)2 yang tidak lain diterjemahkan sebagai korelasi variabel original (x) terhadap komponen yang membentuknya (z). Hal ini juga bisa diartikan bahwa komponen dengan nilai dibawah 1 tidak cukup bervariasi (representative) untuk dijadikan variabel baru yang memiliki informasi yang diinginkan (Hair et al (2014) & Katchova (tanpa tahun)).

Secara lebih teknis proses identifikasi eigenvalue tersebut dipecahkan dengan persamaan

(R-λI ) u = 0

Dimana u sendiri adalah eigenvector yakni vektor yang menunjukkan salah satu arah dari principal axes. Sementara R adalah matrix korelasi x adalah variabel I adalah indentitas dan λ adalah Eigenvalue yang juga merupakan varians dari z. Sementara dalam persamaan vektor diagonal matriks kovarians dari faktor biasa disebut D = diag (λ), yang bersama u bisa menentukan nilai Koefisien (Component Loadings).

Proporsi variance dari variabel xi yang dimasukkan dalam faktor c pertama merupakan total dari kuadrat factor loadings ∑� 2. Maka kondisi saat , total

�=����

proporsi tersebut adalah ∑� 2=1.

�=���� 4. Rotasi Matrix

Perlu diketahui bahwa proses perolehan komponen diatas kadang masih belum dianggap belum terlalu efsien dalam statistik. Karena tujuan utama dalam proses adalah meringkas, dan mereduksi variabel hingga penejlasan variansnya berada bersifat absolute, bahkan hingga satu komponen saja bila memungkinkan (Katchova, tanpa tahun). Pilihan untuk merotasi disini bisa dibedakan sebagai berikut menurut Katchova (tanpa Tahun) & Hair et al (2014):

rotation: Perpendicularity/ Orthogonal/ tegak lurus terhadap sumbu (komponen rotasi tetap tidak berkorelasi). Alternatifnya adalah:

o Varimax rotation bertujuan menjaga struktur tetap simpel dengan memfokuskan

pada baris kolom factor loadings.

o Quartimax rotation menjaga struktur tetap simpel dengan memfokuskan pada

baris matriks factor loadings

rotation: Membiarkan korelasi antar komponen rotasi. Tujuannya agar sumbu rotasi sedekat mungkin terhadap kelompok variabel origin. Sasarannya untuk membantu dalam intepretasi hasil. Alternatifnya adalah: Promax rotation

Untuk penelitian ini rotasi dilakukan dengan menggunakan varimax rotation. Harapannya adalah untuk memaksimalkan kuadrat factor loadings (kuadrat penyusun variance) antar variabel yang dijumlahkan untuk seluruh faktor sesuai saran Katchova (tanpa Tahun).

Banyaknya variabel baru atau variates atau komponen dari yang dapat diekstrak dari variabel data asal adalah sebanyak variabel dalam data yang pertama

menangkap jumlah terbesar dari varians dalam kombinasi linier dari:

Dimana w(1)j: koefisien bobot dari variabel pada persamaam kombinasi linier

Komponen kedua atau adalah besaran yang merupakan kombinasi linier dari semua variabel yang teramati yang tidak berkorelasi dengan dan menangkap sejumlah terbesar varians dari total varians tersisa yang tidak tertangkap oleh varians Secara

sebagai

PC(m) = w(m)1X1+ w(m)2X2 + ……+ w(m)pXp, dengan kendala

Dan demikian seterusnya hingga komponen yang dianggap valid (eigenvaluenya)

3.6.2 General Method Momment (GMM)

Persamaan dasar untuk melihat hubungan penurunan ketimpangan penduduk terhadap pembangunan faktor pembangunan infrastruktur dan dinamika ekonomi adalah model

Douglass. Namun demikian persamaan pada model tersebut dicurigai memiliki unsure endogenitas disamping korelasi antar waktu dan juga bias akibat efek spesifik dari

masing kabupaten/kota dalam proses estimasinya. Oleh karena itu eksploitasi data terutama antar waktu sangat dituntut disini.

Masalah yang dihadapi saat melakukan estimasi dengan menggunakan model jenis ini adalah terjadinya autokorelasi. Yakni variabel independen (Y ) tahun sebelumnya berpengaruh pada variabel dependen (Yt).Hal ini biasa terjadi pada analisis time-series.Diuji dengan

atau Lagrange-Multiplier Test (sample Ditolong dengan mengubah persamaan model menjadi generalized difference equation; memasukkan lag-variabel dalam variabel control (variabel independen)

Perlu diketahui bahwa Autokorelasi menyebabkan estimator OLS dan estimator konvensional lain (termasuk persamaan simultan 2SLS) menjadi bias & inkonsisten. Meskipun

tidak terjadi korelasi serial dalam unit (Baltagi, 2001).Meskipun dilakukan transformasi first

difference untuk menghilangkan heterogenitas, korelasi antara indepvar vs residual tetap ada.

Peningkatan jumlah sampel juga tidak bisa

Alternatif lain adalah estimasi menggunakan fixed effect (within group estimator). Masalahnya adalah time-seriesnya yang dipunya tidak panjang, dan kalau transformasinya

dipaksakan menyebabkan bias (Hsiao, Solusi ideal menambah waktu. korelasinya akan Praktisnya: perlu dicari estimasi yang menjebatani OLS dengan within group estimator

Masalahanya adalah tenggat waktu yang tersedia dalam penelitian ini –juga dalam penelitian & Severen sangat pendek, meskipun observasinya banyak (panel). Oleh karena itu Blundell dan Bond menawarkan alternatif model yang efisien dalam penggunaan lag. (Blundell & Bond & Baltagi (2001)). Hal ini ditempuh dengan metode estimasi Generalized Method of Moments terhadap model

berdasarkan instrument internal dan eksternal menngunakan disagregasi dan sintesis pengukuran kualitas dan kuantitas infrastruktur.

persamaan dasar digambarkan secara matematis sebagai berikut.:

Yit – yit-1 = αyit-1 + Ø’Kit + ɣ’Zit+μt+Ƞi+ɛit

= αyit-1 + β’Xit + μt+Ƞi+ɛit

Disini K adalah variabel kontrol terhadap pertumbuhan ekonomi / ketimpangan seperti inflasi, variabel ukur financial, termasuk didalamnya pertumbuhan, dan faktor regresi ketimpangan.. Sementara adalah vektor dari infrastruktur yang telah diukur. Term μt dan Ƞ

melambangkan sebuah faktor umum (common factor) yang tidak terobservasi yang mempengaruhi seluruh negara, dan karakteristik dalam negara yang tidak terobservasi. Padahal karakteristik dari negara ini menurut

(2002) perlu diperhitungkan karena memberikan dampak peningkatan terhadap ketimpangan dalam institusi tersebut.

Maka dari itu model terlebih dahulu dirubah dalam bentuk dengan 2004):

Dengan mengasumsikan bahwa tidak terjadi gangguan waktu, dan tidak juga terjadi korelasi antar waktu, dan juga mengasumsikan variabel penjelas secara lemah bersifat eksogenus (yakni dengan tidak berkorelasi dengan kejadian jangka panjang dari variasi error antar waktu), nilai variabel endogen dan eksogennya memberikan instrument yang sifatnya valid.

Atau dibahasakan sebagai 2014):

yi,t-s (ɛi,t - ɛi,t-1 i,t-s (ɛi,t - ɛi,t-1

Kondisi ini mendefinisikan estimasi meskipun simplifikasi ini, terdapat beberapa keterbatasan. Saat variabel penjelas persisten dari waktu kewaktu, lagged level mereka adalah instrumen yang lemah untuk persamaan turunan (differences) nya & Arellano, Blundell & Bond, Hal ini meningkatkan varians asimtot dari estimator dan menciptakan bias sampel kecil.1 Sementara itu Oliviera et al (2005) menyebutkan bahwa

Persamaan first-difference. GMM-diff ditrasnmisi untuk menghilangkan karakteristik panel

(Ƞi). Sehingga variabel endogen pada lag & tepat. Asalkan tidak ada random error

(Oliviera. et.al, 2005).

Metode Diuji dengan korelasi serial pada 1st difference instrument tidak boleh lemah, kalau tidak akan downward bias. Koreksi dilakukan melalui kombinasi dengan persamaan persamaandalam bentuk level, sehingga tetap orthogonal terhadap Ƞi (Blundell &

Bond, terikat (indepvar) dalam bentuk level harus berkorelasi dengan (Ƞi) selama

Situasinya mengijinkan2. Sementara instrument untuk regresi dalam level adalah turunan lag

(lagged differences) dari yang bersangkutan. Hal ini adalah

instrumen yang cocok dibawah asumsi tambahan dari ketiadaan korelasi antara turunan (diff)

1 Problem tambahan dari simple difference estimator berhubungan dengan perhitungan error. Dimana penurunan

(differencing) bisa membuat bias menjadi lebih buruk, dikarenakan eror dalam variabel melalui peningkatan sinyal rasio noise (Griliches & Hausman, 1986).

2 Dalam Kasus ARDL seri 1st difference dapat tidak berkorelasi dengan (Ƞi) asalkan seri tersebut memiliki rata-rata

stasioner. Sehingga lagged 1st difference dapat digunakan sebagai instrument pada persamaan dalam bentuk level. Ketepatan penggunaan instrument ini diuji dengan Sargan Test (over identifying restriction). Estimator lain seperti OLS bisa dipandang dari sudut GMM, selama tidak berhubungan secara residual

dari nya & efek spesifik negara (country-specific effect). Dengan formal, hal ini dinyatakan dengan:

yi,t+p . Ƞi yi,t+p . Ƞi

Xi,t+p . Ƞi Xi,t+p . Ƞi

Hal ini mengarah pada penambahan kondisi momen untuk regresi pada level.

yi,t-1 yi,t-2).( (Ƞi - ɛi,t 0

Xi,t-1 Xi,t-2).( (Ƞi - ɛi,t 0

Dengan menggunakan momen dalam diatas, maka kita mengoperasikan prosedur untuk menciptakan estimasi yang konsisten dari interest dan asimptot mereka (Arellano & Bond, Arellano & Bover,

Hal ini dengan mengikuti persamaan:

θ = (X Ω X) X Ω y

) = ( W )

θ X Ω X

Dimana θ adalah parameter vektor dari interest (α,β), adalah variabel dependen yang y

menumpuk pertama kali turunannya (diff) dan kemudian pada level, adalah matrix variabel X

penjelas (explanatory) yang termasuk didalamnya lagged variabel dependen (y , yang menumpuk pertama kali pada tutunannya & kemudian dalam level, W adalah matrix instrument yang berasal pada moment conditions, & adalah estimasi konsisten dari matriks Ω variance-

covariance pada moment conditions.3

3 Dalam prakteknya Arellano & Bond (1991) memperkirakan prosedur two-step untuk memperoleh estimasi GMM

yang konsisten & efisien. Pertama, asumsikan bahwa residual ɛi,t , adalah independen & homoskedastis untuk

lintas negara & lintas waktu. Asumsi ini berhubungan untuk matriks pemberat spesifik yang digunakan untuk memproduksi estimasi koefisien first-step. Kemudian, bangun estimasi konsisten dari matrix variance-covariance dari moment conditions dengan residual yang diperoleh pada first-step & gunakan matriks ini untuk me re-estimasi parameter-parameter interest (seperti: estimasi second-step). Secara asipmtot, estimasi second-step bersifat superior pada estimasi first-step sejauh masih efisien.

Konsistensi dari estimator tergantung dari validitas moment conditions diatas. Hal ini bisa dicek melalui dua uji spesifikasi yang dilakukan oleh Arellano & Bond dan Arellano & Bover Pertama adalah untuk mengetahui restriksi atas overidentifikasi parameter, yang menguji validitas keseluruhan dari instrument melalui analisa analog sampel dari moment conditions yang digunakan dalam proses estimasi. Kesalahan dalam menolak yang kondisinya menahan support pada model. Lebih jauh, validitas dari tambahan dibutuhkan oleh sistem estimator relatif pada estimator

difference yang bisa serupa melalui turunan.

Uji kedua (second test) mengeksaminasi dimana error term nya ɛi,t adalah secara series tidak berkorelasi. Sama dengan Sargan Test, kegagalan menolak

meminjamkan dukungan pada model. Dalam sistem spesifikasi yang kita uji dimana turunan (diff) dari error term (turunan dari residual regresi) menunjukkan second order dari korelasi serial dari turunan (differenced) error term diduga bahkan jika original error termnya (dalam level) tidak berkorelasi, meskipun selanjutnya menunjukkan mengikuti random walk.

Korelasi serial dari turunan residual mengindikasikan bahwa original error termnya secara serial berkorelasi & mengikuti moving average proses, minimal order one. Hal ini akan merender instrument yang diajukan menjadi tidak valid & bisa dipilih order lags yang tertinggi untuk digunakan sebagai instrumen.

Dalam penelitian ini model, untuk mendeteksi parameter Tiga hal yang akan diuji adalah keberadaan variabel endogenus, beserta kekuatan terjadinya endogenitas tersebut, dan terakhir adalah terjadinya overidentifikasi model. Untuk mengukur keberadaan endogenitas Stata menawarkan statistic Test, yang ditunjukkan dalam bentuk Test ini sebenarnya adalah untuk menunjukkan ke identikannya pada test (DWH) test, sehingga bisa dikatakan bahwa endogenitas dalam model bisa diterapkan dalam konteks (Baum et al, 2003). Dalam penelitian ini untuk membacanya digunakan yang sudah tersedia dalam hasil melalui STATA. Sementara itu untuk mengetahui kuat lemahnya instrument adalah dengan menggunakan uji dengan melihat besarnya R2 model instrument dan pada test yang berbentuk ortogonal. Besarnya model

Untuk mengganti uji Sargan dalam mengukur kevalidan instrument dalam model, melalui test oveidentifikasi, hal in dilakukan dengan melakukan J test yang disediakan dalam STATA. dari test ini adalah J=0, dimana restriksi (batasan) overidentifikasi adalah valid.

Dalam penelitian ini dilakukan empat estimasi sekaligus sebagai upaya pengontrolan, dengan menggunakan Mixed model, Random Effects dengan maximum likelihood, Fixed effect. Keempat metode ini digunakan untuk mengetahui pola dari model yang dibangun. Mixed model merupakan estimasi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) atau persamaan regresi linear untuk melihat pola dasar dari model yang terbentuk. Sementara Random effect untuk melihat dampak waktu Paribus) terhadap model, sementara sebaliknya Fixed Effect

untuk melihat dampak spesifik dari kabupaten/kota terhadap model. Sebagaimana diungkapkan (2002). Sementara itu keterbatasan ketiga model ini baru akan dianalisis secara mendalam dalam regresi Instrumental Variables – General

Bab ini dititik beratkan pada deskripsi penelitian yang akan digunakan dalam analisis pada Bab Ada tiga variabel utama yang akan digunakan dalam analisis tersebut yang meliputi: Ketimpangan pengeluaran Infrastruktur dan terakhir adalah Proxy Inflasi (DEF). Ketiga variabel tersebut memiliki metode penghitungan yang juga akan dideskripsikan sebagai bersama deskripsi ini.

4.1Ketimpangan

Perlu kembali dijelaskan ukuran ketimpangan yang digunakan dalam penyusunan variabel ini adalah Indeks (gini ratio). Dalam proses pengukurannya, rasio gini ini menggunakan data pengeluaran per kapita penduduk di perdesaan yang ada pada data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dari tahun Hal yang perlu menjadi catatan, data tahun 2000 dan 2002 jenis pertanyaan pengeluaran tidak tersedia1. Maka dengan alasan

teknis pada kedua tahun tersebut data didekati (proxy) dengan menggunakan data pada data Survey Tenaga Kerja Nasional (SAKERNAS).

Tabel 4.1: Perbandingan Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Desa-Kota(2) & (3) Rasio Gini

Tahun

Nasional Desa Kota

0.426 2001 0.320 0.412 0.410 2003 0.328 0.255 0.340 2004 0.338 0.260 0.345 2005 0.406 0.314 2006 0.354 0.360 2007 0.302 2008 0.366 0.362 0.334

1Berdasarkan penuturan Bagian Diseminasi Badan Pusat Statistik data pengeluaran baru secara stabil dikeluarkan

pertahun sejak tahun

2 Data tahun dan diperoleh dari ketimpangan gaji uang dan barang dari data

2010 0.413 0.425 2011 0.332 0.404 2012 0.422 2013 0.403 0.322 Rata-Rata 0.380 0.315 0.388 std. ptbh 0.034 Sumber : (diolah)

Hasil pengukuran indeks ketimpangan melalui metode gini ratio menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di perkotaan tiap tahunnya sekitar 0.388, lebih tinggi dari rasio gini di perdesaan, bahkan nasional yang sebesar 0.315 dan 0.380. Trend tahunan rasio gini ini terus meningkat sepanjang untuk seluruh daerah. Namun hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan di perdesaan yang cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Kondisi ini bisa dijadikan indikasi terjadinya kesenjangan tingkat pendapatan atas lapangan pekerjaan yang tersedia di desa.

Bila dibandingkan, rasio gini perdesaan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) relatif lebih besar dibandingkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan perbandingan 0.34402 berbanding 0.31444. Sementara menurut Provinsinya ketimpangan pengeluaran penduduk di perdesaan terbesar ada di Provinsi sementara terendah ada di Provinsi Aceh (0.24468). Adapun pada level Kabupaten/Kota rasio gini perdesaan terbesar ada di Kota Jayapura, Provinsi Papua sebesar 0.4686. Sementara terendah juga ada di Provinsi Papua, Kabupaten Memberamo Tengah sebesar 0.11158.

Perbandingan Rasio perdesaan pada level kabupaten/Kota ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 4.2: Sebaran Data Rasio Gini Perdesaan

Tahun Mean Std.Dev Min Max

322 0.000 0.486 358 0.266 0.051 0.000 0.405 421 0.253 0.042 0.440 455 0.048 0.100 460 0.288 0.051 0.135 0.530 456 0.054 0.112

Berdasarkan data SAKERNAS sepanjang 10 tahun terakhir menunjukkan turunnya minat angkatan kerja pada sektor ini. Hal ini bisa disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan lahan untuk digarap, yang berkonsekuensi pada rendahnya insentif yang diberikan sektor ini ditengah meningkatnya kebutuhan ekonomi warga yang mulai berubah pola konsumsinya. Hal ini ditunjukkan dari data jenis pengeluaran masyarakat desa yang, dimana orientasinya mulai memperhatikan kebutuhan yang sifatnya sekunder maupun tersier. Rasio (porsi) antara data pengeluaran masyarakat desa untuk tujuan Makanan terhadap Non Makanan cenderung mengalami pola yang terbalik dari tahun ketahun. Hingga tahun 2012 rasio pengeluaran makanan bahkan kembali turun sekitar mencapai 1,44. (Lihat lampiran 1).

Kombinasi atas rendahnya produktivitas sektor pertanian dan meningkatnya kebutuhan meskipun rasionya masih ada diatas daerah perkotaan, memberikan rasionalitas warga desa untuk mendapatkan akses pekerjaan dan fasilitas penyedia kebutuhan hidup yang lebih baik. Maka dari itulah mobilisasi baik secara geografis, maupun sektoral merupakan sebuah keniscayaan. Dalam kasus desa inilah tingginya ketimpangan antar penduduk dikarenakan masih bercampurnya jenis pekerjaan pertanian dengan insentif rendah terhadap jenis pekerjaan yang diharapkan bisa memenuhi tuntuan gaya hidup masyarakatnya yang mulai berubah.

4.2Infrastruktur (INF)

Sebelum pelaksanaan prosedur terlebih dahulu perlu dicek bagaimana korelasi antar variabel penyusun indeks (lampiran 2), melalui pengukuran korelasi Spearman. Hasilnya menunjukkan bahwa keterkaitan antar variabel tidak begitu kuat, sehingga diprediksi model indeks infrastruktur yang akan dibuat perlu diwaspadai mengenai kemungkinan terjadinya bias (lihat lampiran 3).

Tahap selanjutnya adalah melakukan prosedur sebagimana ditunjukkan oleh lampiran 4. Analisis batas kritis komponen yang dianggap bisa meringkasan informasi

variabel adalah dengan melihat nilai laten (eigenvalue). Sehingga bisa diketahui faktor mana saja yang bersifat umum/ mewakili, dan mana saja yang sifatnya spesifik (sehingga bisa dikesampingkan). Perlu kembali diingat bahwa yang dianggap sebagai informan dalam merupakan besarnya

0 1 2 3 4 5 E ig en va lu es 0 5 10 15 20 25 Number

Scree plot of eigenvalues after pca

Gambar 4.1: Screeplot Deteksi Komponen Umum (Common Components) (diolah)

Hasilnya diketahui bahwa keumuman komponen, terjadi hingga komponen ke 8. (untuk lebih jelas bisa diketahui kondisinya pada lampiran 4). Dari tabel lampiran 4 tersebut bisa diketahui bahwa pada penjelasan informasi model komponen pertama tidak begitu tinggi. Yakni hanya sebesar saja. Penjelasan komponen dalam model baru mencapai pada komponen ke Hal ini menunjukkan bahwa penjelasan infrastruktur secara sempurna baru bisa dilakukan ketika delapan variabel baru berupa kombinasi antar variabel ini dilibatkan.

Untuk mengefisienkan model komponen melalui maksimalisasi derajat Komponen

(Component Loadings), dilakukan rotasi matrix dengan metode varimax (lihat lampiran 5).

Dengan menggunakan batas kritis pemuatan (loading) |0.3|, menunjukkan hasil intepretasi pada komponen pertama infomrasi paling dominan dimiliki oleh Aksesibilitas terhadap fasilitas Pada didominasi oleh keberadaan rumah kumuh dalam suatu desa. Sementara didominasi oleh aksesibilitas KK terhadap listrik PLN. Selanjutnya

sampai dengan 8, didominasi oleh Aksesibilitas KK terhadap fasilitas praktek Aksesibilitas KK terhadap Aksesibilitas KK terhadap fasilitas praktek

Aksesibilitas KK terhadap fasilitas Rumah Sakit dan terakhir adalah sedikitnya jumlah warga yang menerima SKTM. Perlu diketahui adalah tanda negatif tidak cukup berpengaruh dalam intepretasi, namun hanya menunjukkan standar jarak dalam sebaran data korelasi.

Pada matrix tersebut juga bisa diperbandingkan dengan kondisi sebelum rotasi dimana pada dan 2 belum terlihat ada pergerakkan dominasi variabel pada

komponen. Baru pada komponen 3 terjadi pergeseran dominasi variabel origin dalam komponen pasca rotasi. Sementara reduksi pengaruh variabel dalam komponen baru mulai terlihat pada komponen 4 keatas, yang ditunjukkan dengan pengurangan component loadings dari 4 unit menjadi 3 unit.

Upaya merotasi matriks varimax ini dilakukan sebanyak kali. Sebagaimana terlihat dalam gambar 4.2. Sehingga bisa diketahui selanjutnya koefisien persamaan Komponen Utama (Principal Component) untuk mencari indeks infrastruktur desa. Koefisien tersebut sebagaimana digambarkan dalam lampiran 6.

irg_rat el_rat telco_rat trans_ratprdok_ratsma_ratpolik_ratpuskes_rattk_ratsmp_ratrsb_ratrs_ratpustu_ratsd_rat

Dalam dokumen Dampak Pembangunan Infrastruktur di Perd (Halaman 45-59)

Dokumen terkait