• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

B. Jenis Tanah

Tanah sebagai media tumbuh yang ideal secara material tersusun oleh 4 komponen, yaitu bahan padatan yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, air tanah dan udara tanah. Berdasarkan volumenya, maka tanah secara rerata terdiri dari :

1. 50% padatan, berupa 45% bahan mineral (bahan hasil pelapukan batuan induk, termasuk mineral prmer, mineral sekunder dan bahan amorf) dan 5% bahan organik (flora dan fauna tanah, perakaran tanaman serta hasil dekomposisi/penguraian sisa vegetasi atau hewan hasil kegiatan mikroorganisme)

2. 50% ruang pori berisi 20% - 30% air dan 20% - 30% udara.

Masing-masing komponen memiliki peran dalam menunjang fungsi tanah sebagai media tumbuh sehingga variabilitas keempat komponen tanah ini akan berdampak terhadap fungsi tanah sebagi media tumbuh (Sutanto,2005).

Fungsi masing-masing komponen tanah yaitu :

1. Udara tanah berfungsi sebagai gudang dan sumber gas seperti O2 yang dibutuhkan oleh sel-sel perakaran untuk melaksanakan respirasi, CO2 bagi mikroba fotosintetik dan N2 bagi mikrobia pengikat N.

2. Air tanah berfungsi sebagai komponen utama tubuh tanaman dan biota tanah, sebagian besar penyerapan hara seperti N, K, dan Ca oleh tanaman dimediasi oleh air melalui mekanisme aliran massa air, baik ke permukaan akar maupun transportasi ke daun.

3. Bahan organik dan mineral tanah terutama berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara bagi tanaman dan biota tanah. Bahan organik melalui

bentuk partikel-partikelnya merupakan penyusun ruang pori tanah yang tidak saja berfungsi sebagai gudang udara dan air tetapi juga sebagai ruang untuk akar berpenetrasi, semakin sedikit ruang pori maka sistem perakaran tanaman makin tidak berkembang. Bahan organik sebagai sumber energi, karbon dan hara bagi biota heterotrofik (pengguna senyawa organik) sehingga keberadaan BOT (bahan organik tanah) akan sangat menentukan populasi dan aktivitasnya dalam membebaskan hara-hara tersedia yang dikandung oleh BOT tersebut (Sutanto,2005).

1. Tanah Regosol

Tanah regosol berwarna kelabu, tekstur tanah biasanya kasar, struktur kersai atau remah, konsistensi lepas sampai gembur dan pH 6-7. Makin tua umur tanah struktur dan konsistensinya makin padat, bahkan seringkali membentuk padas dengan drainase dan porositas yang terhambat. Umumnya cukup mengandung unsur P dan K yang masih segar dan belum siap untuk diserap tanaman tetapi kekurangan unsur N (Rosmarkan dan Wongsoatmodjo, 2001)

a. Tanah Regosol Bukit-pasir

Tanah regosol bukit pasir terjadi di sepanjang pantai di banyak pulau di Indonesia. Tanah bukit pasir (sand dunes) terbentuk dari pasir pantai yang berasal dari erosi dan terbawa oleh sungai, kemudian terbawa oleh kekuatan angin laut yang bersifat deflasi dan akumulasi. Pasir yang ringan terbawa oleh gaya ombak laut dan terlempar lebih jauh dari bibir pantai, sedangkan yang berat (pertikel lebih besar) biasanya lebih hitam (berat jenis lebih tinggi) teronggok dekat bibir pantai yang landai. Pasir kasar

terletak dekat garis pantai makin halus makin jauh dari garis pantai (Supriyo, dkk., 2009).

Pasir yang kering dan ringan tertiup angin ke arah daratan dan diendapkan di daerah yang ada vegetasi sebagai penumpu sehingga terbentuk daerah bukit pasir. Jika daratan pantai meluas, bukit pasir yang semula dipengaruhi angin laut menjadi tidak dipengaruhi dan menjadi tidak asin. Kendala jika pasir akan ditanami adalah:

a) kemampuan menyimpan air sangat rendah (very low water holding capacity)

b) unsur hara yang tersedia sangat rendah c) kandungan garam sangat tinggi

d) kecepatan angin sangat kuat dan suhu tinggi, maka evapo-transpirasi sangat besar sehingga mempercepat kekeringan (Supriyo, dkk., 2009). Menurut Forth (1998), tekstur tanah mempengaruhi penyediaan nutrisi tanaman. Tanah pasir miskin hara bagi tanaman, hal ini disebabkan tanah pasir memiliki kemampuan aerasi dan drainase air secara bebas sehingga membantu proses pencucian garam-garam mineral dan bahan induk tanah pasir tidak mengabsorbsi kation-kation. Tanah pasir mempunyai sedikit bahan organik, karena kondisi aerasi yang baik pada tanah pasir membantu dekomposisi bahan organik secara cepat.

2. Tanah Aluvial

Tanah yang berasal dari endapan baru, berlapis-lapis, jumlah bahan organiknya berubah-ubah tidak teratur dengan kedalamannya. Tanah aluvial selalu diperbaharui, maka tanah ini dianggap masih muda karena

tanah ini terbentuk akibat banjir di musim penghujan, maka sifat bahan-bahannya juga tergantung pada kekuatan banjir dan asal serta macam bahan yang diangkut, sehingga secara morfologis terlihat berlapis-lapis (Supriyono, dkk., 2009).

Sifat tanah aluvial dipengaruhi langsung oleh sumber bahan asalnya, sehingga kesuburannya ditentukan oleh bahan asalnya. Kebanyakan tanah aluvial sepanajang aliran besar merupakan campuran material dan mengandung banyak hara bagi tanaman sehingga dianggap subur. Tekstur tanahnya sangat variabel, baik vertikal maupun horizontal, jika banyak mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan menghambat drainase (Rosmarkan dan Wongsoatmodjo, 2001).

Secara pedogenensis, tanah aluvial kurang dipengaruhi oleh iklim dan vegetasi, tetapi yang paling nampak pengaruhnya pada ciri dan sifat tanahnya adalah bahan induk topografi sebagai akibat waktu terbentuknya tanah yang masih muda. Tanah aluvial di Indonesia merupakan daerah pertanian penghasil padi, tebu, palawija, dan sebagainya (Supriyono, dkk., 2009).

3. Tanah Latosol

Latosol meliputi tanah – tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pencucian unsur basa, bahan organik dan silika dengan meninggalkan sesquiozid sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna tanah merah tergantung susunan minerologi bahan induk,

drainase, umur tanah dan keadaan iklim (Rosmarkan dan Wongsoatmodjo, 2001).

Jenis tanah latosol meliputi semua zona di daerah tropika dan khatulistiwa mempunyai sifat – sifat dominan yaitu, nilai SiO2 sesquioxida fraksi lempung rendah, kapasitas penukaran kation rendah, lempungnya kurang aktif, kadar mineral primer rendah, kadar bahan larut rendah, stabilitas agregat tinggi, berwarna merah. Di Indonesia, tanah latosol umumnya berasal dari batuan induk vulkanik, baik tuff maupun batuan beku. Terdapat mulai dari tepi pantai sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut dengan topografi miring, bergelombang, vulkanik fan sampai pegunungan dengan iklim basah tropika curah hujan berkisar antara 2500–7000 mm. Kandungan bahan organik berkisar 5%. Reaksi tanah berkisar antara 4,5-6,5 yaitu dari asam sampai agak asam. Daya menahan air cukup baik dan agak tahan terhadap erosi . Pada umumnya kandungan unsur hara dan organiknya cukup rendah sedangkan produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Tanah jenis latosol memerlukan input yang memadai (Rosmarkan dan Wongsoatmodjo, 2001).

Dokumen terkait