• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Tanda-Tanda dalam Upacara Perkawinan Batak Toba

TANDA-TANDA DALAM UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA

2.1 Jenis Tanda-Tanda dalam Upacara Perkawinan Batak Toba

Tanda-tanda yang terdapat dalam upacara perkawian Batak Toba memiliki makna tersendiri yang berhubungan dengan agama dan lingkungan setempat sehingga antara adat dan agama merupakan dua hal yang sukar dipisahkan.

Bentuk-bentuk tanda yang terdapat dalam upacara perkawinan Batak Toba tersebut akan dijelaskan berdasarkan hubungan signifian (penanda atau sesuatu yang dapat dipersepsi sebagai tanda) dan signifie (petanda atau isi atau makna tanda itu). Berdasarkan hubungan tersebut Peirce (dalam Sobur, 2003:42) membagi adanya tiga bentuk tanda, yaitu:

2.1.1 Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan antara tanda dan petandanya. Simbol merupakan suatu tanda yang dapat melambangkan atau mewakili sesuatu benda lain secara arbitrer dan konvensional (berdasarkan kesepakatan umum), Pierce (dalam Sobur, 2003:42). Misalnya, anggukan kepala yang menandakan persetujuan dan tanda kebahasaan pada masyarakat tertentu tetapi pada masyarakat lain dapat berbeda. Dalam upacara perkawinan Batak Toba terdapat dua belas tanda, antara lain ulos sitorop rambu, dekke simundur-undur, boras sipir ni tondi, hepeng ’tuhor’, indahan na las, aek sitio-tio, napuran, pinggan na hot, pisang sitonggi-tonggi, jagal ’jambar’, bulung pisang, dan mandar hela.

Dari semua tanda-tanda yang terdapat dalam upacara perkawinan Batak Toba ada beberapa tanda yang dapat mewakili sesuatu tanda (benda) lain secara arbitrer dan konvensional. Dalam adat-istiadat Batak Toba dikatakan bersifat konvensional berarti pemberian makna sebuah tanda dilakukan berdasarkan kesepakatan atau tradisi dari masyarakat. Adapun tanda yang termasuk simbol dalam upacara perkawinan Batak Toba sebagai berikut.

1. ulos sitorop rambu

Ulos adalah hasil karya menusia yang merupakan simbol kultural masyarakat Batak Toba. Ulos adalah kain hasil tenunan dengan bermacam pola dan digunakan pada saat perkawinan Batak Toba. Bentuk ulos seperti selendang namun bahan dan coraknya berbeda. Ulos adalah bentuk simbol yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:

• bagian tengah yaitu badan ulos yang mempunyai warna dan corak yang berbeda. • bagian ujung yaitu rambu-rambu yang terdapat di pinggir ulos pada sisi lebarnya,

dan

• sirat yaitu hiasan yang berada di antara badan ulos dan rambu.

Sirat dan rambu berada pada kedua sisi lebar badan ulos. Bagian tengah merupakan bagian yang paling inti, dianggap sebagai orang tua dan mempelai, sedangkan bagian ujung merupakan simbol dari cucu / keturunan dari mempelai dan orang tua memepelai.

Jadi, ulos dalam upacara perkawinan Batak Toba adalah sebagai simbol kasih sayang, keturunan, dan penyejuk untuk kedua mempelai dalam membangun keluarga yang baru.

2. dekke mas ’dengke simundur-undur’

Dekke mas merupakan simbol yang menggambarkan pasangan kedua mempelai.

Dalam upacara perkawinan Batak Toba, dekke mas adalah beberapa ikan mas yang dimasak secara utuh dan diletakkan di atas pinggan na hot. Sesuai dengan kenyataanya bahwa sepasang ikan akan selalu beriringan dalam melawan arus air, demikian juga dengan harapan dan doa dari orang tua memepelai bahwa kedua memepelai akan selalu

beriringan dalam menjalani hidup. Pemberian ikan tersebut hitungannya harus ganjil, yaitu 1, 3, 5, dan seterusnya. Orang Batak dahulu kala selalu berpegang teguh pada kesaktian bilangan-bilangan ganjil.

Bilangan 1 merupakan simbol persatuan dan kesatuan dalam segala hal, baik dalam hal kekuatan, kerukunan, dan kesehatan.

Bilangan 3 merupakan simbol kesaktian.

Bilangan 5 merupakan kesempurnaan pancaindera yang berjumlah lima dan jari-jari tangan dan kaki yang berjumlah lima. Demikian juga doa dan harapan dari orang tua mempelai sehingga anak mereka kedepan tetap sempurna secara fisik dan mental.

Bilangan 7 merupakan kesempurnaan. Bilangan 13 merupakan simbol nasib.

Jadi, pemberian dekke mas yang dilakukan oleh orang tua mempelai selalu ganjil sebagaimana makna dari setiap ikan tersebut.

3. napuran

Napuran merupakan tanda yang digunakan dalam upacara perkawinan Batak

Toba. Napuaran tersebut terdiri dari beberapa helai daun sirih yang dibuat di atas

pinggan na hot. Adapun warna dari napuran tersebut adalah hijau yang melambangkan

kesejukan dan hati yang tulus tanpa ada kebohongan dan kepura-puraan dari pihak ’hula-hula’ yang telah memberikan berkat dan janji kepada mempelai dihadapan Tuhan. Tanda napuran dikatakan sebagai simbol karena makna dari tanda ini hanya dapat diterima dan dimengerti oleh masyarakat Batak Toba. Bagi masyarakat lain napuran mungkin tidak

mempunyai makna, namun dalam upacara perkawinan Batak Toba napuran tersebut memiliki makna.

2.1.2 Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan antara tanda dengan petanda yang bersifat kausal atau berhubungan sebab akibat, atau tanda yang dapat menunjukkan sesuatu benda lain, Pierce (dalam Sobur, 2003:42). Misalnya, asap menunjukkan adanya api karena umumnya penyebab asap adalah api.

Adapun tanda indeks yang dapat ditemukan dalam tanda-tanda adat-istiadat perkawinan Batak Toba adalah sebagai berikut:

1. hepeng /tuhor

Hepeng /tuhor adalah alat tukar yang digunakan oleh masyarakat. Bentuk, ukuran, dan nilai dari hepeng tersebut berbeda-beda. Ada yang terbuat dari kertas dan ada juga yang terbuat dari logam. Dalam upacara perkawinan Batak Toba, pada saat upacara penyerahanya kepada orang tua mempelai perempuan, hepeng /tuhor diletakkan di atas

painggan na hot. Dengan memberikan hepeng /tuhor tergantung dengan persetujuan

kedua belah pihak, anak perempuan tersebut sudah menjadi bagian dari keluarga pihak laki-laki. Hepeng tersebut menunjukkan adanya hubungan sebab akibat yang terjadi antara kedua belah pihak sehingga terlaksananya upacara perkawinan Batak Toba.

Mandar hela adalah sehelai kain yang digunakan untuk menutupi bagian tubuh. Pada adat-istiadat Batak Toba, pihak laki-laki selalu disarankan supaya menggunakan sarung ’mandar’ sehingga kelihatan lebih sopan. Mandar hela yang diberikan pada mempelai laki-laki adalah mandar pilihan, mutunya bagus dan harganya mahal. Hal itu dilakukan karena masyarakat Batak Toba tidak ingin membuat menantu mereka kecewa pada saat yang berbahagia itu. Mandar tersebut akan selalu digunakan oleh mempelai laki-laki dalam mengikuti adat-istiadat yang berlaku pada masyarakat Batak Toba.

Fungsi pemberian mandar hela dalam upacara perkawinan Batak Toba adalah sebagai salah satu sarana untuk memberitahukan adat-istiadat Batak Toba yang sebenarnya kepada memepelai laki-laki. Sehingga mempelai laki-laki akan menjalankan tugasnya sebagai kepala rumah tangga yang baik.

3. cincin

Cincin merupakan indeks dalam upacara perkawinan Batak Toba. Adapun cincin

dalam upacara perkawinan Batak Toba ialah benda yang berbentuk lingkaran yang terbuat dari emas dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Cincin dibuat di dalam kotak yang indah dan bagus.

Tanda cincin diibaratkan sebagai mempelai laki-laki dan mempelai perempuan, sedangkan kotak dari cincin tersebut diibaratkan sebagai rumah dari mempelai. Acara tukar cincin diadakan di depan pendeta dan para jemaat. Cincin tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kedua mempelai. Dengan menggunakan cincin tersebut, masyarakat sudah mengetahui bahwa orang tersebut sudah menikah atau mempunyai ikatan suci sehingga mereka akan lebih dihormati kaum yang lebih muda. Dalam upacara

perkawinan Batak Toba, cincin merupakan salah satu syarat untuk berlangsungnya upacara perkawinan.

2.1.3 Ikon

Ikon adalah hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan, tanda yang hubungannya dengan petanda bersifat persamaan bentuk alamiah atau tanda yang menggambarkan persamaan bentuk, Pierce (dalam Sobur, 2003:42). Misalnya, sebuah peta geografis dengan sebuah potret.

Adapun bentuk tanda ikon dalam upacara perkawinan Batak Toba, yaitu:

1. aek sitio-tio

Aek sitio-tio merupakan ikon. Tanda aek sitio-tio adalah suatu cairan yang sangat jernih dan bertujuan untuk menghilangkan rasa haus sehingga tetap semangat dalam melanjutkan aktivitas. Dari warna aek sitio-tio yang bening melambangkan bahwa pernikahan itu suci. Dalam upacara perkawinan Batak Toba, aek sitio-tio diisi ke dalam cangkir mempelai dan undangan sampai penuh. Aek sitio-tio dilambangkan dengan masa depan mempelai. Mengisi cangkir dengan penuh diyakini sebagai berkat yang berkelimpahan. Sehingga mereka akan memperoleh masa depan yang cerah dan rejeki yang bagus dalam kehidupannya.

Beras ‘boras’ dalam upacara perkawinan Batak Toba dikatakan juga sipir ni tondi. Boras ’sipir ni tondi’ adalah biji-bijian yang sangat kuat ’pir’dan keras. Bentuknya lonjong, ukurannya kecil, dan warnanya ada yang merah dan putih. Dalam kehidupan sehari-hari beras digunakan sebagai makanan pokok oleh masyarakat. Dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba, boras diletakkan di dalam pinggan. Kemudian boras tersebut ditabur di atas kepala kedua mempelai. Hal ini dilakukan oleh semua anggota keluarga mempelai. Dengan menabur boras tersebut, jiwa ’tondi’ mereka telah diberkati dan mereka menjadi berkat bagi semua orang, sebagaimana fungsi beras tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. pisang sitonggi-tonggi

Pisang sitonggi-tonggi adalah suatu makanan yang dilapisi dengan kulit yang tebal, lembut dan rasanya manis. Dalam upacara perkawinan Batak Toba, Pisang

sitonggi-tonggi akan dibagikan kepada semua masyarakat yang hadir pada upacara

tersebut. Seoerti manisnya rasa pisang tersebut, hendaknya begitu pulalah kehidupan mereka dalam membangun rumah tangga yang baru. Mereka tetap terlindungi dari masalah-masalah sebagaimana biji pisang tersebut. Jadi, bentuk ikon pisang sitonggi-tonggi tersebut merupakan lambang adat-istiadat bagi masyarakat Batak Toba.

4. pinggan na hot

Pinggan na hot merupakan ikon yang berbentuk bumi tempat manusia hidup dan

beraktivitas. Pinggan na hot adalah sebuah piring besar yang berbentuk lingkaran. Dalam upacara perkawinan Batak Toba, pinggan na hot digunakan sebagai tempat tanda-tanda

yang maknanya berupa doa, pengaharapan, dan tanda yang melambangkan persaudaraan, seperti boras sipirni tondi, dekke mas, napuran, hepeng /tuhor, dan tanda-tanda lainya.

Pinggan na hot melambangkan berlangsungnya semua aktivitas mempelai dan

merupakan tempat mempelai mengadu kepada penciptanya.

5. bulung pisang

Bulung pisang adalah helaian daun pisang yang masih muda, halus, dan dingin. Pada kenyataanya makanan harus dialasi dengan alat atau benda tertentu, sehingga terhindar dari berbagai penyakit. Demikian halnya dengan adat-istiadat masyarakat Batak Toba, dalam pemberian tanda (pemberian jambar dan dekke mas) kepada pihak lain digunakan bulung pisang sebagai alasnya. Bulung pisang tersebut adalah alat untuk minta maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di antara kedua belah pihak selama upacara pernikahan berlangsung.

6. jambar ’juhut’

Jambar ’juhut’ merupakan ikon. Jambar dikatakan ikon karena pembagian

jambar tersebut dilambangkan sebagai susunan silsilah keluarga. Jambar adalah daging hewan yang sudah dipotong-potong sesuai dengan kedudukan setiap orang dalam upacara perkawinan Batak Toba. Jambar tersebut akan dibagikan tanpa dimasak terlebih dahulu. Dalam pembagian jambar tidak boleh ada yang tidak kebagian. Setiap oarang akan mendapat bagian sesuai dengan kedudukan mereka, baik sebagai anggota keluarga, undangan, maupun pemerintah dalam daerah tersebut.

Melalui pembagian jambar, hubungan kekeluargaan mereka akan semakin jelas.

Jambar merupakan suatu perlengkapan yang harus ada dalam upacara perkawinan Batak

Toba.

Dokumen terkait