• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Tanda dalam Upacara Perkawinan Batak Toba

TANDA-TANDA DALAM UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA

2.2 Makna Tanda dalam Upacara Perkawinan Batak Toba

Budaya merupakan keterampilan suatu kelompok untuk mengenali, menginterpretasikan, dan memproduksi tanda dengan cara yang sama. Budaya dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan kebiasaan semiotis yang saling terkait.

Manusia adalah mahluk yang berbudaya dan budaya tersebut mengandung makna yang sangat dalam yang berhubungan erat dengan cara hidup masyarakat setempat. Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang berbudaya. Salah satu budaya tersebut ialah adat-istiadat yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi berikutnya. Sebagai contoh ialah upacara perkawinan yang didalamnya terkandung nilai-nilai yang sakral dan suci.

Pada upacara perkawinan Batak Toba sangat dibutuhkan kehadiran benda-benda berupa tanda. Kehadiran tanda pada saat upacara perkawinan Batak Toba merupakan

salah satu syarat berlangsungnya upacara tersebut. Setiap tanda tersebut mengandung makna yang sangat kuat dan sakral. Tanda-tanda itu digunakan oleh setiap individu untuk mengutarakan maksud, harapan, ide, norma-norma, dan pemikiran setiap orang kepada kedua mempelai berdasarkan tempat tinggal mereka. Setiap tanda mengandung makna dan fungsi yang cukup kompleks yang terjalin kuat dengan masyarakat Batak Toba.

Menurut Sudjiman (1992) makna adalah adanya hubungan langsung dengan kenyataan atau referenya (acuanya). Suatu tanda selalu mengandung makna, itulah yang harus dipelajari untuk mengungkap apa yang ingin disampaikan dari suatu tanda. Makna yang terkandung dalam tanda tersebut merupakan harapan dari setiap individu yang menggunakan tanda tersebut. Adapun makna dari tanda yang terdapat dalam upacara perkawinan Batak Toba sebagai berikut.

2.2.1 Makna Ritual dan Sakral

Tanda-tanda adat-istiadat perkawinan Batak Toba merupakan bagian dari ritual religi dalam masyarakat Batak Toba, makna ritualnya suatu acara yang ditujukan kepada kedua mempelai dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Hal ini menandakan bahwa suatu ikatan tersebut bukan hanya di depan masyarakat, tetapi di hadapan Tuhan sebagai penciptanya. Makna tanda ritual dan sakral dalam upacara perkawinan Batak Toba dapat dilihat dalam tanda berikut:

1. cincin

Makna sakral dan ritual dari adat-istiadat dapat dilihat dari adannya keyakinan masyarakat bahwa dalam upacara ’tukar cincin’ . Dengan adannya cicin merupakan tanda

bahwa mereka sudah siap menjalani rumah tangga. Tukar cincin dilakukan supaya kedua mempelai mempunyai ikatan yang suci dan sakral yang tidak bisa dipisahkan oleh siapa pun kecuali kematian.

2. napuran

Napuran merupakan benda yang didalamnya terkandung makna sakral. Napuran

tersebut mempunyai makna bahwa dengan hati yang tulus tanpa ada kebohongan dan kepura-puraan, pihak hula-hula telah memberikan berkat dan janji kepada mempelai dihadapan Tuhan. Pemberian berkat melalui napuran merupakan suatu kepercayaan yang masih diterima oleh masyarakat pada saat upacara perkawinan Batak Toba.

3. aek sitio-tio

Aek s tio-tio merupakan tanda ketulusan hati. Aek sitio-tio dikatakan juga aek

sisada dai sebab pada umumnya air putih rasanya sama. Pada upacara perjamuan dalam

pesta perkawinan, masyarakat Batak Toba mengisi gelas minum pengantin dan tamunya penuh ’gok’ dengan tujuan agar pengantin dan tamu menerima kebahagian dan berkat yang penuh dari Tuhan.

Masyarakat Batak Toba memiliki keyakinan kalau segala sesuatu tidak boleh dilakukan separuh-separuh, tetapi harus penuh atau selesai. Hal ini dapat dilihat dari cara masyarakat Batak Toba mengisi gelas tersebut. Jadi, air putih ’aek sitio-tio’ yang diisi penuh dalam sebuah gelas mempunyai makna agar kedua mempelai menerima kebahagiaan yang penuh dan rejeki yang bagus dari Tuhan.

2.2.2 Makna Sosial

Tanda dalam upacara perkawinan Batak Toba merupakan identitas sosial dalam keluarga serta masyarakat Batak Toba. Dikatakan makna sosial yang berarti adannya hubungan sosial antarmasyarakat. Hubungan itu terjalin dalam bentuk persaudaraan dan kekeluargaan yang erat.

Makna tanda sosial dalam upacara perkawinan Batak Toba terdapat dalam acara pembagian jambar. Pembagian jambar dalam upacara perkawinan Batak Toba dilakukan berdasarkan kedudukan dan hubungan kekeluargaan dengan orang yang berpesta ’suhut’. Pada upacara perkawinan Batak Toba, di antara tamu/ undangan masih ada yang belum saling mengenal. Maka tujuan membagi-bagi ’jambar’ dalam upacara perkawinan Batak Toba adalah untuk memperkenalkan kepada semua undangan yang semula tidak saling mengenal, sehingga nereka dapat menyimpulkan hubungan kekeluargaan antar yang satu dengan yang lain (Dalihan Na Tolu).

Hal ini dapat dilihat dari isi umpama Batak Toba berikut: Sinintak abit laho pasiding somot-somot

Binagi parjambaran laos patudu parsolhoton,

Artinya: pembagian jambar dilakukan dengan tujuan untuk memperkenalkan hubungan kekeluargaan antara suhut dengan undangan. Jadi, dalam upacara perkawinan tersebut akan saling mengenal satu sama lain dan memperluas hubungan kekeluargaan.

Makna tanda komunikasi dalam upacara perkawinan Batak Toba dapat dilihat dalam tanda-tanda berikut:

1. pinggan na hot

Pinggan na hot merupakan tumpuan atau tempat berkumpulnya segala tanda

yang didalamnya mengandung makna harapan dan doa. Pinggan na hot digunakan sebagai alat komunikasi untuk mengadu kepada Tuhan bahwa hubungan kekeluargaan antar kedua belah pihak tidak akan berubah lagi. Mereka akan menjadi keluarga yang saling tolong-menolong antara satu dengan yang lainya sampai selama-lamanya.

2. indahan na las

Komunikasi yang baik antara kedua belah pihak mempelai dapat mempererat tali persaudaraan. Indahan na las merupakan alat yang digunakan oleh kedua belah pihak untuk melakukan pertemuan sehingga komunikasi mereka tetap baik. Dalam upacara perkawinan Batak Toba, indahan na las juga digunakan sebagai alat untuk mempertemukan semua keluarga maupun undangan sebelum upacara dimulai.

3. bulung pisang

Tanda bulung pisang merupakan tanda berupa benda yang digunakan sebagai alas dari semua tanda yang diberikan oleh kedua belah pihak. Bulung pisang tersebut digunakan sebagai alat komunikasi antara kedua belah pihak. Adapun makna dari tanda tersebut yaitu supaya kedua belah pihak saling memaafkan apabila ada kesalahan dan

kekurangan selama upacara pernikahan berlangsung. Hal itu dapat dilihat dari filsafat Batak berikut:

”Lapik dohot bulung”

Artinya: apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam tutur kata selama acara berlangsung supaya terlebih dahulu dimaafkan, sehingga tidak menimbulkan dendam atau perkelahian.

Jadi, bulung pisang merupakan tanda yang mempunyai makna komunikasi antara kedua belah pihak.

3.2.4 Makna Permohonan dan Harapan

Makna tanda adat-istiadat perkawinan merupakan suatu bagian dari permohonan dan harapan yang disampaikan melalui tanda-tanda yang ada adat-istiadat yang ditujukan kepada kedua mempelai. Makna tanda ritual tersebut dapat dilihat dalam tanda-tanda berikut:

1. ulos si torop rambu

Ulos si torop rambu dalam upacara perkawinan Batak Toba merupakan tanda

yang mempunyai makna permohonan dan harapan. makna permohonan dan harapan dari ulos si torop rambu tersebut ialah supaya pengantin baru tersebut diberikan keturunan oleh Tuhan dan supaya selalu memperhatikan filsafat-filsafat ’Dalihan Na Tolu’. Hal ini dapat dilihat dari fungsi ulos yang sebenarnya yaitu memberikan kehangatan bagi jiwa dan raga dari orang yang menerima ulos si torop rambu tersebut.

Dalam upacara perkawinan Batak Toba, pemberian ulos’mangulosi’ secara garis besar dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. ulos yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki sebagai ’ulos panggonggom’. Ulos panggonggom mempunyai makna agarmenantunya tetap hidup rukun dan damai dengan orang tua pengantin laki-laki dan lingkungannya berkat pertolongan Tuhan.

2. ulos yang diberikan oleh orang tua pengantin perempuan untuk ’mangulosi’ orang tua pengantin laki-laki yang mempunyai makna penghormatan terhadap orang tua pengantin laki-laki, dan

3. ulos yang diberikan oleh orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan kepada mempelai, yang bermakna kasih sayang dan doa restu dari orang tua mereka supaya mereka tetap langgeng sampai selama-lamanya.

2. boras ’sipir ni tondi’

Boras disebut juga sipir ni tondi, dalam upacara perkawinan Batak Toba adalah tanda yang melambangkan kekuatan. Boras ’sipir ni tondi’ ini digunakan sebagi alat untuk memberkati roh ’jiwa’ kedua mempelai agar mereka tetap kuat dalam membangun rumah tangga mereka dan menjadi penolong atau harapan bagi orang-orang di sekitarnya, sebagaimana kuatnya biji beras yang menjadi harapan dan sumber kehidupan bagi orang banyak.

3. pisang sitonggi-tonggi

Pisang sitonggi-tonggi mempunyai makna suatu pengharapan, sebagaimana

manisnya pisang tersebut begitu jugalah hendaknya kehidupan kedua mempelai. Rasa manisnya pisang diartikan sebagai suatu keharmonisan kedua mempelai. Dengan harapan

agar kehidupan kedua mempelai tetap manis dan bahagia. Pemberian pisang sitonggi-tonggi dilakukan sebagai tanda bahwa berkat sudah diterima dengan harapan kedepannya kehidupan mereka lebih baik.

4. dengke mas ’dengke simundur-undur’

Dengke simundur-undur mempunyai makna harapan dari orang tua mempelai

perempuan kepada kedua mempelai agar mereka selalu beriringan, sehati, dan sepikir dalam menjalankan roda rumah tangga mereka. Seperti sepasang ikan yang selalu beriringan dalam mencari makanan. Demikian halnya dengan dengke simundur-undur yang diberikan kepada mempelai supaya kedua mempelai tetap seia sekata dalam segala pekerjaan dan usaha menuju kebahagiaan dan kemakmuran, juga dengan saudara-saudaranya sehingga mereka tidak akan tergoyahkan oleh apa pun yang hendak menghalangi langkah mereka.

3.2.5 Makna Keagungan dan Kehormatan

Setiap masyarakat mempunyai budaya yang berbeda sehingga makna dari setiap tanda juga berbeda. Makna dari tanda yang terdapat dalam setiap budaya hanya dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat setempat. Masyarakat Batak Toba sebagai masyarakat yang berbudaya mempunyai tanda berupa benda yang mengandung makna keagungan dan kehormatan. Adapun tanda tersebut disebut dengan hepeng ’tuhor’.

Terlaksananya upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba karena adanya kesepakatan antara pihak laki-laki dan perempuan mengenai ’tuhor’ dari anak gadis mereka. Adapun makna dari hepeng ’tuhor’ tersebut ialah sebagai tanda bahwa pihak laki-laki telah sah meminang anak gadis dari pihak perempuan di hadapan masyarakat.

Pemberian hepeng ’tuhor’ dilakukan sebagi wujud penghormatan dari pihak laki-laki terhadap pihak perempuan. Dimana pihak laki-laki-laki-laki harus membagi sebagian dari harta mereka kepada pihak perempuan. Dengan adanya hepeng ’tuhor’ mereka akan membuat perkawinan itu lebih berat dan berharga sehingga dapat mencegah adanya perceraian. Dalam upacara perkawinan Batak Toba pembeli harus benar-benar menghormati pihak penjual. Dalam hal ini pihak perempuan harus menghormati pihak laki-laki sebagi ’hula-hulanya’ (orang tua dari isterinya). Jadi, hepeng dalam upacara perkawinan Batak Toba merupakan bentuk tanda kehormatan dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan.

Dalam upacara perkawinan Batak Toba, ulos juga merupakan tanda kehormatan. Hal ini dapat dilihat dari pemberian ulos oleh orang tua pengantin perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki.

3.2.6 Makna Etika dan Kesopanan

Masyarakat yang berbudaya adalah masyarakat yang mempunyai etika atau kesopaanan. Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang berbudaya. Dengan kata lain masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang memiliki etika atau kesopanan.

Makna tanda etika atau kesopanan dalam upacara perkawinan Batak Toba dapat dilihat dalam benda yang berupa tanda mandar hela. Tanda mandar hela dalam upacara perkawinan Batak Toba memiliki makna yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat dan berumah tangga.

Bentuk tanda mandar hela dalam upacara perkawinan Batak Toba merupakan tanda kesopanan, karena orang Batak Toba dalam mengikuti adat-istiadat harus menggunakan sarung ’mandar’. Mandar hela diberikan kepada menantu laki-laki oleh orang tua perempuan agar menantu mereka rajin mengikuti dan menghadiri adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat Batak Toba, laki-laki harus menggunakan sarung ’mandar’ sehingga kelihatan lebih sopan.

BAB III

Dokumen terkait