• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA

2.3 Kerangka Teori

2.3.2. Jenis Tindak Tutur

Para linguis seperti Austin (1962), Leech (1981; 1993), Levison (1983), Kempson (1984), dan Wijana (1996) memperbaharui anggapan bahwa kontruksi deklaratif hanya bisa melahirkan makna berita atau imformasi; konstruksi imperatif melahirkan makna perintah, dan kontruksi introgratif melahirkan makna bertanya. Menurut mereka, pengkarakterisasian kontruksi seperti itu berbeda degan fakta yang ada di lapangan. Banyak fakta yang membuktikan bahwa kontruksi deklaratif melahirkan ilokusi makna perintah dan bertanya.

Berdasarkan fenomena di atas, Wijana (1996: 29-36) yang dijadikan acuan dasar dalam kajian jenis tindak tutur yang menggunakan umpasa dalam

rapat adat (marhata sinamot) pada masyarakat Batak Toba memberikan dikhotomi jenis tindak tutur menjadi delapan, yaitu (1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur literal, (3) tindak tutur literal, (4) tindak tutur tidak literal, (5) tindak tutur langsung literal, (6) tindak tutur langsung tidak literal, (7) tindak tutur tidak langsung literal, dan (8) tindak tutur tidak langsung tidak literal.

1. Tindak Tutur Langsung

Sebuah kalimat yang membangun tuturan dapat dikatakan berupa tindak tutur langsung (direct speech act), apabila kalimat yang membangun suatu tuturan tersebut secara konvensi sintaksis memiliki kesesuaian dengan modus kalimatnya, seperti modus “deklaratif” untuk memberitakan sesuatu, modus

“intrerogatif” untuk bertanya, sedangkan modus “imperatif” untuk perintah. Wijana (1996: 29) memberi beberapa contoh tindak tutur langsung seperti pada kontruksi berikut.

(2-4a) + Kamu tinggal di mana? - Di Bantul.

(2-4b) Rumah Ali yang ada di puncak, temboknya baru dicat.

Tuturan (2-4a) yang disampaikan dengan modus interogatif berfungsi untuk menanyakan sesuatu tanpa pretisi untuk membujuk atau menyuruh lawan tuturnya. Hal ini terdapat pula pada tuturan (2-4b) yang cenderung berfungsi untuk menginformasikan sesuatu tanpa ada pretisi untuk mempengaruhi lawan tutur. Tuturan (2-4a, dan 2-4b) di atas dikategorikan sebagai tindak tutur langsung, karena adanya kesetaraan dan kesesuaian modus (tipe kalimat) dengan

fungsinya. Hal itu dapat dilihat pada modus interogatif (2-4b) yang difungsikan menyampaikan berita atau imformasi.

Tindak tutur langsung bisa pula dilihat dalam contoh berikut ini. (2-5a) Ambilkan baju saya!

(2-5b) Di manakah letak pulau Bali?

Tindak tutur (2-5a) dan (2-5b) merupakan tindak tutur langsung karena tindak tutur tersebut memuat ilokusi perintah yang disampaikan dengan modus perintah seperti (2-5a) dan modus bertanya yang berfungsi untuk menanyakan sesuatu seperti (2-5b).

2. Tindak Tutur Tidak Langsung

Tindak tutur tidak langsung (indirect speech act) kadangkala digunakan pula oleh penutur dengan tujuan agar bisa berbicara secara lebih sopan. Misalnya perintah dapat diutarakan dengan lebih sopan dengan kalimat berita atau bertanya. Hal ini dimaksudkan antara lain orang yang diperintahkan merasa dirinya tidak seperti diperintah seperti pada tindak tutur berikut.

(2-6a) Ada makanan di almari. (2-6b) Di mana sapunya? (Wijana 1996: 30-31)

Tindak tutur-tindak tutur (2-6a) dan (2-6b) di atas merupakan tindak tutur tidak langsung bila diucapkan kepada seorang teman yang membutuhkan makanan, dimaksudkan untuk memerintah lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di almari yang dimaksud, bukan sekedar untuk menginformasikan bahwa

di almari ada makanan (2-6a), dan bila tindak tutur itu diutarakan oleh seorang ibu kepada seorang anak, tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi juga secara tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu.

3. Tindak Tutur Literal

Tindak tutur (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan muatan leksikal kata-kata yang menyusunnya (Wijana, 1996: 32) seperti tindak tutur berikut.

(2-7a) Penyayi itu suaranya bagus.

(2-7b) Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu. (Wijana 1996: 32)

Bila tindak tutur (2-7a) dimaksudkan memuji atau mengagumi kemerduan seorang penyanyi yang dibicarakan, merupakan tindak tutur literal, dan (2-7b) demikian pula karena penutur benar-benar menginginkan lawan tutur untuk mengeraskan (membesarkan) volume radio untuk dapat secara lebih mudah mencatat lagu yang diperdengarkan, maka tindak tutur-tindak tutur itu merupakan jenis tindak tutur yang maksudnya bersesuaian dengan muatan leksikal kata-kata yang menyusunnya.

4. Tindak Tutur Tidak Literal

Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan muatan leksikal kata-kata yang menyusunnya seperti tindak tutur berikut.

(2-8a) Suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja)

(2-8b) Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi. Aku mau belajar. (Wijana 1996: 32)

Tindak tutur (2-8a) menyarankan agar sebaiknya tidak usah bernyanyi, karena penutur memaksudkan bahwa lawan tuturnya tidak bagus dengan mengatakan

tak usah nyanyi saja, merupakan tindak tindak tutur tidak literal dan tindak tutur

(2-8b) karena penutur sebenarnya menginginkan lawan tutur mematikan radionya, tindak tutur dalam (2-8b) adalah tindak tutur tidak literal, merupakan tindak tutur yang maksudnya tidak sama (berlawanan) dengan muatan makna leksikal kata-kata yang menyusunnya.

5. Tindak Tutur Langsung Literal

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) menurut Wijana (1996: 33) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya seperti tindak tutur (2-9a - 2-9c).

(2-9a) Orang itu sangat pandai. (2-9b) Buka mulutmu!

(2-9c) Jam berapa sekarang?

Maksud tindak tutur langsung (2-9a) merupakan modus deklaratif, yang dimaksudkan untuk memberikan bahwa orang yang dibicarakan sangat pandai, tindak tutur (2-9b) merupakan modus imperatif untuk menyuruh agar lawan tutur membuka mulut, dan tindak tutur (2-9c) merupakan modus interogatif untuk menanyakan waktu atau menanyakan pukul berapa ketika itu. Jadi tindak tutur

(2-9a – 2-9c) sama atau bersesuaian dengan kata-kata yang menyusunnya (tindak tutur literal) dinamakan oleh Wijana (1996: 33) dengan tindak tutur langsung literal (kombinasi tindak tutur langsung dengan tindak tutur literal).

6. Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) menurut Wijana (1996: 35) adalah tindak tutur yang; (1) diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan; (2) kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah, dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita seperti tindak tutur berikut.

(2-11a) Suaramu bagus, kok.

(2-11b) Kalau mau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu! (Wijana 1996: 34)

Jika tindak tutur (2-11a) dimaksudkan untuk mengatakan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus dengan modus deklaratif (tindak tutur langsung) dan tindak tutur (2-11b) dimaksudkan untuk memerintah anak atau adik penutur agar

menutup mulut (tindak tutur langsung) yang diutarakan dengan menggunakan

kata-kata yang berlawanan atau tidak bersesuaian seperti bagus (2-11a) dan

membuka mulut (2-11b) diklasifikasikan oleh Wijana (1996: 35) dengan jenis tindak tutur langsung tidak literal.

7. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Selain tindak tutur langsung literal ditemukan pula tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) yang memiliki kriteria (1) tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya seperti tindak tutur berikut.

(2-10a) Lantainya kotor. (2-10b) Di mana handuknya? (Wijana: 34)

Tindak tutur (2-10a dan 2-10b) itu dikategorikan ke dalam tindak tutur tidak langsung literal oleh Wijana (1996: 34). Hal yang mendasarinya adalah: (1) tindak tutur (2-10a) yang disampaikan oleh seorang ibu rumah tangga kepada pembantunya tidak hanya bermakna informasi tetapi juga terkandung maksud

memerintah yang diucapkan secara tidak langsung atau dengan kalimat berita; (2) tindak tutur dengan maksud memerintah (2-10b) untuk mengambil

handuk yang diungkapkan pula secara tindak langsung dengan kalimat tanya. Jadi makna kata-kata yang menyusun tindak tutur (2-10a dan 2-10b) tersebut sama dengan maksud yang dikandungnya (makna literal).

8. Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) menurut Wijana (1996: 35) adalah tindak tutur yang tidak bersesuaian dengan

modus dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan seperti tindak tutur berikut.

(2-12a) Lantainya bersih sekali.

(2-12b) Radionya telalu pelan, tidak kedengaran.

(2-12c) Apakah radionya yang pelan seperti itu dapat kau dengar? (Wijana 1996: 36)

Tindak tutur (2-12a – 2-12c) di atas menggunakan jenis tindak tutur tidak langsung literal. Penggunaan terminologi tindak tutur tidak langsung literal (Wijana, 1996: 36) didasarkan atas dua hal berikut. Pertama, terdapat ketidaksesuaian modus dengan makna. Tindak tutur (2-12a) dan (2-12b) misalnya yang maknanya memerintah membersihkan lantai dan makna

perintah mengecilkan bunyi radio diutarakan dengan modus deklaratif.

Paradigma yang sejenis terdapat pula pada tindak tutur (2-12c) yang maknanya

perintah mengecilkan bunyi radio yang disampaikan dengan modus interogatif (tindak tutur langsung). Kedua, terdapat ketidaksesuaian makna

dengan kata-kata yang menyusunnya tindak tutur yang bermakna lantai kotor (2-12a) dan radionya keras (2-12b dan 2-12c) disampaikan dengan kata bersih dan radionya terlalu pelan yang muatan leksikalnya berlawanan.

Dokumen terkait