• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Kajian Tentang Model Cooperative Learning 1. Pengertian Cooperative Learning

6. Tim Ahli atau Jigsaw

22

Jigsaw dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas. Aktivitas jigsaw mendorong siswa untuk terbiasa berpikir dari bagian-bagian menuju ke pemikiran yang bersifat holistik, melihat keterpaduan antar bagian yang membentuk subjek bahan ajar secara utuh.

Guru sebagai fasilitator mengatur kelas sedemikian rupa sehingga ada ruang yang cukup bagi gerak atau perpindahan para siswa selama interaksi pembelajaran berlangsung. Namun jigsaw tidak membatasi pembelajaran harus dilaksanakan di kelas. Jika memang memungkinkan dan efektif dilaksanakan di luar kelas maka guru dapat melaksanakan di luar kelas.

Ada beberapa pengembangan tipe jigsaw. Jigsaw menurut Elliot Aroson adalah jigsaw tipe I. Sedangkan jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen dalam Trianto, 2013: 124) dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” darikelompok yang berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok yang lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya.Terakhir diberikan tes atau asesmen yang lain kepada semua topik yang diberikan.

23

Model pembelajaran jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh Slavin (2005: 14). Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran jigsaw tipe I dan jigsaw tipe II, jika pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep mengenai apa yang akan menjadi spesialisnya saja, namun pada jigsaw tipe II, siswa memperoleh kesempatan untuk belajar keseluruhan konsep sebelum ia mempelajari apa yang akan menjadi spesialisnya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.

Sintaks atau cara kerja jigsaw menurut Elliot Aroson (dalam Warsono, 2012: 195) adalah sebagai berikut:

a. Seluruh siswa dalam kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok beranggotakan sekitar lima orang ( Spencer Kagan dalam hal ini mengikut saja dan tidak berpendapat sendiri sehingga ia juga menyarankan 5 orang, sedangkan Laura Candler berdasarkan hasil penelitiannya, serta banyak ahli yang lain menyukai terdiri dari 4 orang saja).

b. Tunjuk salah seorang siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin.

c. Bagi-bagilah materi pelajaran menjadi sejumlah segmen sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok.

d. Tugasilah setiap siswa dalam setiap kelompok untuk mempelajari hanya satu bagian/segmen saja dari meteri tersebut. Jadi jika ada empat orang di setiap kelompok, maka ada 4 orang yang masing-masing mempelajari bagian-bagian yang berbeda.

e. Kemudian setiap siswa dalam kelompok dikumpulkan dalam kelompok tim ahli. Setiap kelompok tim ahli beranggotakan siswa dari berbagai kelompok dengan tugas mempelajari segmen yang sama. Sebaiknya siswa yang dikirim dalam kelompok tim ahli adalah rekan mereka yang kompeten dan cepat belajar.

f. Para kelompok tim ahli (expert) tersebut kemudian berdiskusi membahas masalah yang sama.

g. Kelompok tim ahli kemudian pulang kembali ke kelompok asalnya masing-masing.

h. Setiap anggota tim ahli menjelaskan hasil diskusi dalam kelompok tim ahli yang didatanginya atas nama kelompok tadi kepada para anggota kelompoknya yang lain.

i. Guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk memantau diskusi, misal jika ada siswa yang terlalu dominan atau bersifat mengganggu dan sebagainya.

24

j. Terakhir guru memberikan kuis untuk menilai keterlibatan dan kecakapan individual.

Langkah-langkah atau sintaks pembelajaran dengan jigsaw menurut Slavin (2005: 14) adalah sebagai berikut:

a. Orientasi

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan metode jigsaw dalam proses belajar mengangar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model pembelajaran ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep. (Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya harus sudah dibaca di rumah.)

b. Pengelompokan

Misalnya dalam kelas ada 20 siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya dan sudah di-ranking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi menjadi: 25% kelompok sangat baik (ranking 1-5), 25% kelompok baik (ranking 6-10), 25% selanjutnya (ranking 11-15) kelompok sedang, dan 25% (ranking 16-20) kelompok rendah. Selanjutnya kita akan membaginya menjadi lima grup(A-E) yang isi tiap-tiap grupnya heterogen dalam kemampuan matematika. Berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik, indeks 3 untuk kelompok sedang, dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Misalnya A1 berarti grup A dari kelompok sangat baik, A4 merupakan grup A dari kelompok rendah. Tiap grup akan berisi:

Grup A {A1, A2, A3, A4} Grup B {B1, B2, B3, B4}

25 Grup C {C1, C2, C3, C4}

Grup D {D1, D2, D3, D4} Grup E {E1, E2, E3, E4}

c. Pembentukan dan pembinaan kelompok ahli

Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang kita berikan dan dibina supaya menjadi ahli, berdasarkan indeksnya. Kelompok 1 { A1, B1, C1, D1,E1}

Kelompok 2 { A2, B2, C2, D2,E2} Kelompok 3 { A3, B3, C3, D3,E3} Kelompok 4 { A4, B4, C4, D4,E4}

Tiap kelompok ini diberi konsep matematika (transformasi) sesuai dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang yang terdiri dari siswa yang sangat baik kemampuannya diberi materi yang lebih kompleks worksheet 1 (pencerminan pada garis y = x, y = -x, garis x = h, y = h dan pencerminan pada sumbu koordinat). Kelompok 2 diberi materi worksheet 2 (translasi pada koordinat kartesius dan gabungan dua translasi). Kelompok 3 diberi materi worksheet 3 (menyatakan translasi dalam vektor kolom) dan kelompok 4 (pencerminan pada sumbu x, pada sumbu y, sifat-sifat pencerminan). Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam grub sebagai tim ahli (expert), tentunya peran pendidik cukup penting dalam fase ini.

d. Diskusi (pemaparan) kelompok ahli dalam grup

Expertist (peserta didik ahli) dalam konsep tertentu ini, masing-masing kembali dalam grup semula. Pada fase ini kelima grup memiliki ahli dalam konsep

26

tertentu (worksheet 1-4). Selanjutnya pendidik mempersilahkan anggota grup untuk mempresentasikan keahliannya kepada grupnya masing-masing, satu per satu. Proses ini diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan antara mereka. Aturan dalam fase ini adalah:

1) Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota tim mempelajari materi yang diberikan.

2) Memperoleh pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi tidak ada yang selesai belajar sampai setiap anggota menguasai konsep.

3) Tanyakan pada anggota grup sebelum tanya pada pendidik.

4) Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak mengganggu grup lain. 5) Akhiri diskusi dengan “merayakan” agar memperoleh kepuasan. e. Tes (Penilaian)

Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk dikerjakan oleh siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada tes ini siswa tidak diperkenankan untuk bekerja sama. Jika mungkin tempat duduknya agak dijauhkan.

f. Pengakuan kelompok

Penilaian pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor peningkatan individu, tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh siswa. Tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.

27

Pada dasarnya cara kerja yang di kembangkan oleh Elliot Aroson sama dengan cara kerja yang dikembangkan oleh Robert Slavin. Perbedaan dari kedua tipe ini terletak pada penilaian akhirnya. Dimana pada jigsaw tipe II ini skor individu digabungkan dengan skor tim sebagi hasil akhir. Sedangkan pada jigsaw tipe I nilai akhir diperoleh melalui skor kuis individu saja.

Secara umum, pembelajaran jigsaw dimulai dari siswa di dalam kelas dibagi menjadi kelompok kecil. Setap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa, kelompok ini disebut kelompok asal. Guru membagi materi menjadi 4 subbab. Kemudian guru membagikan subbab tersebut kepada setiap siswa dalam kelompok. Siswa yang mendapatkan subbab yang sama berkumpul membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli bertugas untuk mendiskusikan materi yang mereka dapatkan. Setelah kelompok ahli selesai berdiskusi siswa kembali ke kelompok asal. Setiap siswa dalam kelompok asal bertugas untuk menyampaikan hasil disukusinya pada kelompok ahli kepada teman-teman dalam kelompok asal. Guru memberikan evaluasi kepada siswa untuk mengetahui sebarapa besar pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.

Dokumen terkait