• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL COOPERATVEF LEARNING TIPE JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN INTERPERSONAL SISWA KELAS V SD SE-GUGUS IV KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL COOPERATVEF LEARNING TIPE JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN INTERPERSONAL SISWA KELAS V SD SE-GUGUS IV KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO."

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN

INTERPERSONAL SISWA KELAS V SD SE-GUGUS IV KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN

KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh Deni Noviani NIM. 13108244046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

PENGARUH MODEL COOPERATVEF LEARNING TIPE JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN

INTERPERSONAL SISWA KELAS V SD SE-GUGUS IV KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN

KULON PROGO

Oleh: Deni Noviani NIM 13108244046

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model cooperative learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa kelas V SD Se-Gugus IV Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.

Jenis penelitian ini adalah quasi experiment. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model cooperatif learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan interpersonal siswa. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive random sampling sehingga diperoleh SD N 1 Janturan sebagai kelompok eksperimen dan SD N 2 Janturan sebagai kelompok kontrol. Data yang dikumpulkan berupa hasil skala kemampuan interpersonal siswa. Teknik pengumpulan data ini menggunakan skala dan observasi. Pengujian hipotesis menggunakan rumus t-test yang didahului dengan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil t-test yaitu taraf signifikansi 0,045<0,05.

(3)

iii

COOPERATIVE LEARNING MODEL APPLICATION IN SCIENCI LEARNING JIGSAW AGAINST INTERPERSONAL SKILLS

CLASS V ELEMENTARY STUDENTS OF CLUSTER IV DISTRICT OF PENGASIH KULON

PROGO REGECY

By Deni Noviani NIM 13108244046

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the effect of Jigsaw Model, one of the cooperative learning models, in science teaching and learning process toward interpersonal skills of grade V students at Cluster IV District in Kulon Progo Regency.

This study was a quasi experiment. The independent variable was Jigsaw Model in science teaching and learning process, while the dependent variable was students’ interpersonal skills. The sampling technique used purposive random sampling. The samples were Elementary School 1 Janturan as the experimental group and Elementary School 2 Janturan as the control group. The data collection technique used interpersonal skills scale and learning implementation observation. Hypothesis testing used t-test formula preceded by prerequisite analysis, normality and homogeneity tests.

The results of this research shows that there is positive and significant effect of Jigsaw model implementation in science teaching and learning process toward students’ interpersonal skills. This is indicated by the t-test that the significance level is 0,045<0,05.

(4)
(5)
(6)
(7)

vii MOTTO

Inner Peace, adalah sebuah keadaan kedamaian dan kejernihan yang hanya dapat anda akses ketika ego diri anda telah anda singkirkan, dan semua tirai

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya dan juga dengan mengharap ridho-Nya, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan semangat yang telah diberikan sehingga membuat penulis semakin yakin dalam melangkah tanpa kenal lelah.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Model Cooperative Learning tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa kelas V SD Se-gugus IV Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. Pratiwi Puji Astuti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Agung Hastomo, M.Pd dan Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd selaku validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

3. Bapak Suparlan, M.Pd selaku Ketua Jurusan beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

(10)

x

5. Bapak Kepala Sekolah SD N 1 Janturan dan SD N 2 Janturan yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian TAS ini.

6. Para guru dan staf SD N 1 Janturan dan SD N 2 Janturan yang telah memberi bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian TAS ini. 7. Kedua orang tua, Bapak Rusyanto dan Ibu Budi Astuti serta keluarga besar yang

selalu memberikan do’a dan semangat.

8. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan TAS ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Sripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan.

Yogyakarta, 08 Mei 2017 Penulis,

(11)

xi

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Kemampuan Interpersonal ... 8

1. Pengertian Kemampuan Interpersonal ... 8

2. Tanda-Tanda Kemampuan Interpersonal pada Anak ... 9

3. Cara Guru untuk Membantu Siswa Mengembangkan Kemampuan Interpersonal ... 11

B. Kajian Tentang IPA ... 12

1. Pengertian IPA ... 12

2. Tujuan IPA di SD ... 14

3. Ruang Lingkup IPA di SD ... 15

C. Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 15

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif... 15

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 17

3. Prinsip Pembelajaran Kooperatif ... 17

4. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif ... 19

5. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif ... 20

6. Tim Ahli Jigsaw ... 22

7. Kelebihan Jigsaw ... 27

(12)

xii

E. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam

Pembelajaran IPA Terhadap Kemampuan Interpersonal ... 30

F. Penelitian yang Relevan ... 32

G. Kerangka Pikir ... 33

H. Hipotesis Penelitian ... 34

I. Definisi Operasional Variabel ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 37

1. Skala Kemampuan Interpersonal ... 42

2. Lembar Observasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw ... 44

G. Analisis Instrumen Penelitian ... 46

1. Uji Validasi Instrumen ... 46

2. Uji Reliabilitas Instrumen... 49

H. Teknik Analisis Data ... 49

1. Uji Prasyarat ... 49

2. Uji Hipotesis ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 52

1. Deskripsi Tempat dan Sampel Penelitian ... 52

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 52

a. Data hasil pre-test ... 53

b. Deskripsi hasil pelaksanaan pembelajaran ... 55

(13)

xiii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Desain Experiment Nonequivalent Control Design ... 38 Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Interpersonal ... 43 Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Interpersonal setelah Uji Coba 48 Tabel 4. Penghitungan Statistik Pre-Test Kelompok Eksperimen ... 53 Tabel 5. Penghitungan Statistik Pre-Test Kelompok Kontrol ... 54 Tabel 6. Hasil pre-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol .. 54 Tabel 7. Penghitungan Statistik post-test Kelompok Eksperimen... 59 Tabel 8. Penghitungan Statistik post-test Kelompok Kontrol ... 60 Tabel 9. Hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol . 60 Tabel 10. Hasil pre-test dan post-test kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol ... 61 Tabel 11. Hasil uji normalitas pre-test dan post-test kelompok kontrol

dan kelompok eksperimen ... 63 Tabel 12. Hasil uji homogenitas kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen ... 64 Tabel 13. Hasil t-test data pre-test kemampuan interpersonal ... 65 Tabel 14. Hasil post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen . 65 Tabel 15. Hasil uji-t post-test kelompok kontrol dan kelompok

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram perbandingan skor rata-rata pre-test kemampuan

interpersonal kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 55 Gambar 3. Diagram perbandingan rata-rata skor post-test kemampuan

interpersonal kelompok kontrol dan kelompok eksperimen 61 Gambar 4. Diagram batang perbandingan skor rata-rata pre-test dan

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 76

Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 112

Lampiran 2.1 Skala sebelum Uji Coba ... 113

Lampiran 2.2 Lembar Observasi Guru Kelas Experimen ... 116

Lampiran 2.3 Lembar Observasi Guru Kelas Kontrol ... 117

Lampiran 3. Hasil Uji Coba Instrumen ... 118

Lampiran 3.1 Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 119

Lampiran 3.2 Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen ... 121

Lampiran 3.3 Skala setelah Uji Coba ... 122

Lampiran 4. Data hasil penelitian ... 123

Lampiran 4.1 Data hasil pre-test kelompok kontrol ... 125

Lampiran 4.2 Data hasil pre-test kelompok eksperimen ... 126

Lampiran 4.3 Data hasil post-test kelompok kontrol ... 127

Lampiran 4.4 Data hasil post-test kelompok eksperimen ... 128

Lampiran 4.5 Hasil observasi guru kelompok eksperimen pertemuan 1 129 Lampiran 4.6 Hasil observasi guru kelompok eksperimen pertemuan 2 130 Lampiran 4.7 Hasil observasi guru kelompok eksperimen pertemuan 3 131 Lampiran 4.8 Hasil observasi guru kelompok kontrol pertemuan 1... 132

Lampiran 4.9 Hasil observasi guru kelompok kontrol pertemuan 2... 133

Lampiran 4.10 Hasil observasi guru kelompok kontrol pertemuan 3... 134

Lampiran 5. Analisis data ... 135

Lampiran 5.1 Analisis statistik deskriptif data pre-test... 136

Lampiran 5.2 Analisis statistik deskriptif data post-test ... 136

Lampiran 5.3 Hasil uji prasyarat ... 137

Lampiran 5.4 Hasil uji hipotesis data pre-test ... 139

Lampiran 5.5 Hasil uji hipotesis data post-test ... 140 Lampiran 6. Dokumen penelitian

(17)

xvii

Siswa ... 142

Lampiran 6.2 Jadwal Penelitian ... 145

Lampiran 6.3 Daftar nama siswa kelompok eksperimen ... 146

Lampiran 6.4 Daftar nama siswa kelompok kontrol ... 147

Lampiran 6.5 Jadwal pelajaran kelompok eksperimen ... 148

Lampiran 6.7 Jadwal pelajaran kelompok kontrol ... 149

Lampiran 6.8 Dokumentasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ... 150

Lampiran 6.9 Dokumentasi pembelajaran kelas kontrol... 152

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan modal dasar dalam mencapai kehidupan yang sejahtera. Pendidikan juga disebut sebagai alat untuk pengembangan diri, mental, pola pikir, dan juga kualitas seseorang. Pendapat ini didukung oleh Rukiyati (2013: 2), yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotor) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional. Oleh sebab itu, pendidikan tidak sebatas transfer of knowledge saja, namun dalam pendidikan juga terdapat

transfer of value.

Sebagai modal dasar dalam mencapai kehidupan yang sejahtera, pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan pengetahuan serta kemampuan siswa. Kemampuan diperlukan siswa untuk terjun langsung dalam kehidupan masyarakat, karena berbekal pengetahuan saja belum cukup untuk menghadapi kehidupan di masyarakat.

(19)

2

sebagainya. Kemampuan interpersonal penting dipelajari untuk mencegah timbulnya konflik atau perselisihan.

Kemampuan interpersonal penting diajarkan pada siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Kemampuan interpersonal ini diajarkan kepada siswa agar siswa mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Sehingga siswa mampu berbaur dan tidak merasa terisolasi.

Kemampuan interpersonal siswa sekolah dasar se-gugus IV Kecamatan Pengasih masih rendah. Hal ini terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung, dimana siswa tidak mau memberikan penjelasan materi kepada teman yang belum paham. Siswa cenderung bekerja secara individu meskipun guru memberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan teman sebangku. Selain itu, siswa saling berebut dan berteriak-teriak ketika memperlihatkan hasil pekerjaannya kepada guru untuk dikoreksi.

Siswa cenderung pasif dan susah diatur. Hanya siswa yang ditunjuk yang mau mengerjakan tugas di papan tulis. Siswa banyak yang mengobrol ketika guru menyampaikan materi. Ketika guru memberikan tugas, siswa mengerjakan tugas sambil bermain atau mengobrol. Hal ini disampaikan oleh guru ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas V sekolah dasar se-gugus IV Kecamatan Pengasih.

(20)

3

pembelajaran yang cocok dalam mengembangkan kemampuan interpersonal siswa sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar adalah dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif atau model pemebelajaran berkelompok ini akan melatih siswa untuk berhubungan, berinteraksi, dan bekerjasama dengan orang lain.

Salah satu tipe dalam model kooperatif adalah jigsaw. Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu mampu meningkatkan kerja sama, meningkatkan partisipasis siswa, meningkatkan tanggung jawab, motivasi, peran aktif, dan prestasi belajar siswa (Lickona, 2013: 286). Jigsaw juga merupakan salah satu model kooperatif dimana siswa tidak hanya membentuk satu kelompok saja, namun dalam satu pembelajaran siswa memiliki dua kelompok. Pertama siswa membentuk kelompok yang disebut kelompok asal. Dalam kelompok asal ini siswa akan menerima sup pokok bahasan yang berbeda-beda setiap anggotanya. Setelah itu, siswa membentuk kelompok yang kedua yang memiliki sub bahasan yang sama untuk membahas sub bahasan tersebut. Kelompok kedua ini disebut kelompok ahli. Kelompok ahli memiliki tanggung jawab untuk memahami materi yang didisukusikan dalam tim ahlinya untuk disampaikan pada kelompok asal.

(21)

4

yang ditentukan oleh guru sudah habis, masih banyak siswa yang belum selesai mengerjakan. Hal ini terlihat ketika peneliti melakukan observasi di SD Negeri 1 Janturan dan SD Negeri 2 Janturan.

Terdapat lima mata pelajaran wajib di sekolah dasar. Ilmu pengetahuan alam atau IPA, merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah dasar. Ruang lingkup IPA meliputi: 1) makhluk hidup dan proses kehidupan, 2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, 3) energi dan perubahannya, serta 4) bumi dan alam semesta (Badan Standar Nasional Pendidikan: 2006).

IPA termasuk dalam kategori ilmu eksak. Eksak artinya ilmu pasti. Oleh karena itu, kebenaran IPA semestinya dapat dibuktikan oleh siswa. Meskipun tidak selalu menggunakan objek secara nyata, tetapi dapat juga menggunakan media yang dapat digunakan siswa untuk membuktikan kebenaran teori IPA.

Kenyataannya IPA dipahami siswa hanya sebagai teori saja. Pendidik di Indonesia banyak yang belum bisa menjadi fasilitator untuk membuktikan kebenaran teori IPA. Hal ini menyebabkan IPA hanya diketahui siswa sebagai sebuah teori yang harus di hafal. Pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk ceramah. Sehingga siswa mengetahui kebenaran IPA bukan karena siswa membuktikannya tetapi karena cerita dari gurunya atau dari buku yang siswa baca saja. Hal ini terbukti ketika peneliti melakukan pengamatan di SD Negeri 1 Janturan dan SD Negeri 2 Janturan.

(22)

5

membaca dan mendengarkan. Sehingga ketika siswa disuruh mendengarkan atau membaca siswa cenderung bermain dan mengobrol, karena mainan dan obrolan dirasa siswa lebih menarik daripada belajar.

Jigsaw dipilih karena langkah jigsaw akan memberikan suasana belajar baru bagi siswa. Selain itu, jigsaw membuat siswa berinteraksi dan bekerjasama dengan banyak teman. Dalam proses interaksi dan kerja sama tersebut maka siswa akan belajar untuk mengasah kemampuan interpersonal yang dimilikinya. Sehingga siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini akan terlihat ketika siswa melaksanakan langkah-langkah jigsaw. Oleh karena itu, jigsaw dirasa efektif untuk mengajarkan kemampuan interpersonal siswa.

Peran guru sebagai fasilitator lebih diutamakan dalam jigsaw. Guru diharapkan mampu membimbing jalannya pembelajaran agar siswa mampu menyelesaikan tugasnya. Selain pencapaian tujuan pembelajaran, diharapkan guru juga dapat membimbing siswa agar dapat mengasah kemampuan interpesonalnya, sehingga tidak terjadi konflik antar siswa dalam satu kelompok maupun antar kelompok. Dari hal tersebut, maka akan ditemukan pengaruh model cooperative learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

(23)

6

2. Siswa merasa bosan dan kurang aktif dengan pembelajaran yang kurang bervariasi karena guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu ceramah dan pemberian tugas.

3. Guru belum menggunakan model coopetative learning tipe jigsaw di kelas V Sekolah Dasar se-gugus IV Kecamatan Pengasih.

C. Pembahasan Masalah

Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti maka perlu adanya pembatasan masalahan penelitian. Penelitian ini dibatasi pada masalah kurang berkembangnya kemampuan interpersonal siswa dan belum digunakannya model pembelajaan kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan permasalahan dari penelitian ini ialah:

1. Seberapa besar pengaruh model cooperative learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa kelas V SD Negeri Se-gugus IV Kecamatan Pengasih?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, ialah:

(24)

7 F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti sebagai bekal mengajar kelak.

2. Menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai pengaruh model cooperative learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa kelas V SD Negeri Se-gugus IV Kecamatan Pengasih. 3. Memberikan informasi kepada guru tentang pengaruh model cooperative

learning tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa sehingga model pembelajaran ini dapat diterapkan dan dikembangkan.

(25)

8 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Kemampuan Interpersonal 1. Pengertian Kemampuan Interpersonal

Lwin, et al., (2008: 197) mengemukakan bahwa kemampuan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Pendapat ini didukung oleh Suparno (2008: 39) yang menuliskan secara umum inteligensi interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan orang lain.

Kemampuan interpersonal menghubungkan keterpaduan dengan orang lain, untuk mengerti pandangan dan pendapat orang lain, namun juga meyakinkan orang lain untuk mencapai tujuan.

Gardner (2013: 29) menuliskan bahwa kemampuan interpersonal berkembang pada kapasitas inti untuk memperhatikan perbedaan di antara orang lain, perbedaan suasana hati, temperamen, motivasi dan niat mereka. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang terlatih untuk membaca niat dan hasrat orang lain, bahkan ketika semuanya itu tersembunyi. Kemampuan interpersonal yang tinggi biasanya dimiliki oleh psikolog, orang tua, pemimpim, dan pemasar.

(26)

9

Kemampuan interpersonal membuat seseorang memiliki rasa empati yang tinggi (Jasmine, 2012: 26).

Berdasarkan definisi para ahli, kemampuan interpersonal merupakan kemampuan seseorang dalam memahami, berinteraksi, berhubungan, bekerjasama, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Kemampuan interpersonal sangat penting untuk dimiliki. Seseorang yang memiliki kemampuan interpersonal yang baik akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Orang yang memiliki kemampuan interpersonal rendah cenderung kurang peka, egois, dan suka menyinggung orang lain. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki kemampuan interpersonal rendah tidak mau memahami perasaan orang lain.

Kemampuan interpersonal harus diajarkan dan dibina selama tahap pendewasaan. Hal ini dikarenakan kemampuan ini bukan merupakan hal instan. Jika dibiarkan tanpa diajarkan, maka tidak menutup kemungkinan anak akan berkelakuan dengan cara-cara yang tidak bisa diterima oleh masyarakat (Lwin, et al., 2008: 202)

2. Tanda-Tanda Kemampuan Interpersonal pada Anak

(27)

10

Selain itu, Lwin, et al., (2008: 205) juga menuliskan beberapa indikator kemampuan interpersonal yang tinggi pada anak, yaitu: (a) berteman dan berkenalan dengan mudah; (b) suka berada di sekitar orang lain; (c) ingin tahu mengenai orang lain dan ramah terhadap orang asing; (d) menggunakan bersama mainannnya dan berbagi dengan teman-temannya; (e) mengalah kepada anak-anak lain; serta (f) mengetahui bagaimana menunggu gilirannya selama bermain.

Pendapat di atas memaparkan karakteristik anak yang memiliki kemampuan interpersonal tinggi dan kemampuan interpersonal rendah. Anak yang memiliki kemampuan interpersonal rendah cenderung menarik diri dari orang lain, sulit berbaur dengan teman, egois, dan posesif. Sedangkan anak yang memiliki kemampuan interpersonal tinggi senang dengan keberadaan orang lain, mudah bergaul, dan memiliki sikap sosial yang tinggi.

(28)

11

paling penting adalah mencegah adanya masalah dalam relasi sosialnya; (f) memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif, dan menulis secara efektif, termasuk di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik (model busana) yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya.

Menurut pendapat di atas, anak yang memiliki kemampuan interpersonal tinggi ialah anak yang mampu berempati terhadap orang lain orang lain. Selain itu anak juga memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan mengembangkan relasi yang dimiliki. Masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan win-win solution, tidak menguntungkan dirinya sendiri.

Berdasarkan dua pendapat di atas, anak yang memiliki kemampuan interpersonal tinggi ditunjukkan dengan rasa senang dengan keberadaan orang lain, mudah bergaul, dan memiliki sikap sosial yang tinggi. Anak juga dapat memertahankan dan mengembangkan relasinya. Masalah yang dihadapi di selesaikan secara adil dan tidak memberatkan salah satu pihak.

3. Cara Guru untuk Membantu Siswa Mengembangkan Kemampuan Interpersonal di Sekolah

(29)

12

Menurut pendapat di atas, pembelajaran kooperatif efektis digunakan untuk melatihkan kemampuan interpersonal siswa. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk belajar dengan teman sebaya. Kemudian dalam berdiskusi siswa dapat menyampaikan pendapat yang dimiliki dalam forum kelompok.

Pendapat lain disampaikan oleh Armstrong (2013: 95-97) yang merumuskan beberapa stategi yang digunakan untuk menumbuhkan kemampuan interpersonal antarsiswa yang ada di kelas. Strategi yang dapat diterapkan di kelas antara lain adalah sebagai berikut: (1) melakukan aktivitas berbagi dalam kelompok atau peer sharing; (2) membentuk kelompok-kelompok kerjasama; (3) belajar melalui pemainan; serta (4) belajar dengan melakukan simulasi.

Berdasarkan dua pendapat di atas, aktivitas kelompok efektif digunakan untuk melatihkan kemampuan interpersonal siswa. Dalam kelompok tersebut siswa bekerja sama dengan teman sebaya. Siswa juga mendiskusikan materi yang memungkinkan setiap siswa untuk berpendapat.

B. Kajian Tentang IPA 1. Pengertian IPA

(30)

13

lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006:161).

Trianto (2012: 136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang dari metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang dimaksud dapat berwujud rasa ingin tahu, terbuka, jujur, ulet dan sebagainya. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disumpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu tentang alam dan isinya yang dikaji secara sistematis. Pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan melalui inkuiri ilmiah karena kebenaran IPA itu dapat dibuktikan secara nyata.

(31)

14

memuliki dimensi proses, dimensi produk (hasil), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah yang ketiganya saling berkaitan.

Menurut pendapat di atas, dimensi proses merupakan dimana siswa harus berproses dalam mencari tahu tentang kebenara IPA. Terdapat langkah-langkah kerja yang harus dilakukan untuk mencari tatu kebenaran IPA. Dimensi produk yaitu apa yang didapatkan dari hasil proses IPA tersebut. Hasil dari proses IPA tersebut contohnya buku teks yang biasanya sudah disusun secara sistematis. Yang terakhir yaitu dimensi pengembangan sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang dikembangkan antara lain rasa ingin tahu, kerja sama, tidak putus asa, dan teliti.

2. Tujuan IPA di SD

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 162) menuliskan Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

(32)

15

pemecahan masalah sehingga siswa secara sadar mampu menghargai dan menjaga alam disekitarnya. Jadi dalam pembelajaran hendaknya guru menfasilitasi siswa untuk melaksanakan penyelidikan untuk memecahkan masalah. Sehingga apa yang didapat siswa sesuai dengan lingkungannya, tidak sesuai dengan buku teks saja.

Pada tujuan di atas juga sampaikan bahwa IPA bertujuan mengembangkan ketarampilan proses. Umumnya, guru hanya mengembangkan keterampilan kognitif saja. Sehingga keterampilan proses sering dikesampingkan. Hal ini menyebabkan kualitas pendidikan hanya tergantung pada apa saja yang telah di hafal oleh siswa. Untuk itu, guru hendaknya melaksanakan pembelajaran IPA melalui penyelidikan dan percobaan sehingga tidak hanya kemampuan kognitif saja yang berkembang, namun kemampuan proses anak juga berkembang.

3. Ruang Lingkup IPA di SD

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 162) menuliskan ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya

dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

C. Kajian Tentang Model Cooperative Learning 1. Pengertian Cooperative Learning

(33)

16

temannya. Hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Al-Tabany, 2014: 108).

Seperti yang dikatakan Slavin (2005: 8) dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan efektif antara guru dengan siswa maupun antar anggota kelompok. Disamping itu, pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat siswa lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar bersama-sama.

Pendapat lain disampaikan oleh Isjoni (2009: 62) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi belajar dengan jumlah peserta didik sebagi anggota kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda, dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap peserta didik harus saling beekrja sama. Bekerja sama dan saling membantu untk memahami materi pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran kooperatif yaitu belajar secara berkelompok untuk memahami suatu materi tertentu. Dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok ini siswa akan terlibat dalam suatu diskusi yang memungkinkan setiap siswa untuk berpendapat dan menghargai pendapat siswa lain. Selain itu, siswa juga belajar berinteraksi dan belajar mengontrol diri agar hubungan siswa satu dengan siswa yang lain terjalin dengan baik.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

(34)

17

tersebut adalah untuk meningkatkan kenerja siswa dalam tugas-tugas akademik, memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk bekerja sama untuk menyelesaikan tugas, menghargai satu sama lain, mengajarkan keterampilan kerjasama dan kolaborasi kepada siswa. Pendapat lain disampaikan oleh Asma (2006: 11) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja sama, keterampilan sosial, dan toleransi. Beberapa tujuan pembelajaran kooperatif yang ditawarkan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam pembelajaran.

3. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Terdapat beberapa prinsip dalam pembelajaran kooperatif. Seperti yang dikemukakan oleh Asma (2006: 14) yang menyatakan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut. Kelima prinsip tersebut adalah siswa aktif dalam belajar (student active learning), belajar bekerjasama (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif (reactive learning), dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning).

(35)

18

Belajar bekerjasama, dalam pembelajaran kooperatif yaitu siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang. Setiap kelompok tersebut kemudian mempelajari suatu materi yang sudah disepakati atau yang dibagikan oleh guru. Dalam mempelajari materi tersebut tentunya siswa harus bekerjasama agar informasi yang dikumpulkan lengkap dan dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok.

Pembelajaran partisipatorik, yakni guru dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Guru sebagai fasilitator juga berperan aktif dalam mendampingi setiap kegiatan siswa. Sehingga setiap siswa juga terlibat aktif dalam pembelajaran. Kelompok tidak di doktrin oleh beberapa siswa saja tapi seluruh siswa diharapkan andil dalam kegiatan kelompok.

Pembelajaran reaktif, dalam pembelajaran reaktif peran guru sangat penting. Dimana guru harus bisa memilih strategi yang sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran, sehingga setiap siswa memiliki motivasi tinggi dan sama dalam pembelajaran. Dalam hal ini, guru bisa menggunakan bebrapa strategi pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran.

Pembelajaran yang menyenangkan, hal ini dapat dimulai dari sikap guru terhadap siswa. Guru harus bersikap ramah dan menyenangkan bagi siswa. Sehingga tidak ada tekanan bagi siswa dalam melaksanakan pembelajaran.

(36)

19

salah satu prinsip ditinggalkan maka pembelajaran ini tidak lagi disebut pembelajaran kooperatif.

4. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif terdapat beberapa unsur yang saling terkait satu sama lainnya. Asma (2006: 16) mengemukakan lima unsur dasar yang terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan dan kegagalan kelompok merupakan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Oleh karena itu, sesama anggota kelompok harus merasa terikat dan saling ketergantungan positif.

b. Tanggung jawab perseorangan

Setiap anggota kelompok bertanggungjawab untuk menguasai materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan.

c. Tatap muka

Interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok, karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok.

d. Komunikasi antar anggota

Karena dalam setiap kali tatap muka terjadi diskusi, maka keterampilan berkomunikasi antar anggota sangatlah penting.

(37)

20

Keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok dilakukan melalui evaluasi proses kelompok.

Setiap unsur dalam pembelajaran kooperatif terkait satu sama lain. Jika salah satu unsur ditinggalkan maka tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran kelompok peran guru untuk menkondisikan siswa dalam kelompok agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sangat penting, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

5. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan berbagai hasil penelitian serta fakta empiris di lapangan, Warsono dan Harianto (2012: 164) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dalam hal: (a) memberikan kesempatan siswa untuk saling berbagi informasi kognitif; (b) memberi motivasi kepada siswa untuk belajar dengan lebih baik; (c) meyakinkan siswa untuk mampu membangun pengetahuannya sendiri; (d) memberikan masukan informatif; (e) mengembangkan keterampilan sosial untuk berhasil di luar kelas, bahkan di luar sekolah; (f) meningkatkan interaksi positif antar anggota yang berasal dari berbagai kultur serta kelompok sosial ekonomi yang berlainan; (g) meningkatkan daya ingat siswa karena dalam pembelajaran kooperatif siswa secara langsung dapat menerapkan kegiatan mengajar siswa lain (teach other).

(38)

21

a. Pembelajaran kooperatif menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan menjadi lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang lebih sederhana.

b. Pada saat diskusi, fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat, dan berani mengemukakan pendapat.

c. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat, dan lebih termotivasi.

d. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa berprestasi dalam pembelajaran kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan tidak memiliki rasa dendam.

e. Pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas.

Berdasarkan pendapat di atas, kelebihan pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan motivasi, daya ingat, keterampilan sosial, dan interaksi siswa. Kelebihan pembelajaran kooperatif ini tidak hanya untuk pembelajaran dan kegiatan di sekolah saja, tetapi juga dapat digunakan siswa di luar sekolah. Sehingga siswa diharapkan dapat sukses di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

(39)

22

Jigsaw dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas. Aktivitas jigsaw mendorong siswa untuk terbiasa berpikir dari bagian-bagian menuju ke pemikiran yang bersifat holistik, melihat keterpaduan antar bagian yang membentuk subjek bahan ajar secara utuh.

Guru sebagai fasilitator mengatur kelas sedemikian rupa sehingga ada ruang yang cukup bagi gerak atau perpindahan para siswa selama interaksi pembelajaran berlangsung. Namun jigsaw tidak membatasi pembelajaran harus dilaksanakan di kelas. Jika memang memungkinkan dan efektif dilaksanakan di luar kelas maka guru dapat melaksanakan di luar kelas.

Ada beberapa pengembangan tipe jigsaw. Jigsaw menurut Elliot Aroson adalah jigsaw tipe I. Sedangkan jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen dalam Trianto, 2013: 124) dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” darikelompok yang berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok yang lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke

(40)

23

Model pembelajaran jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh Slavin (2005: 14). Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran jigsaw tipe I dan jigsaw tipe II, jika pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep mengenai apa yang akan menjadi spesialisnya saja, namun pada jigsaw tipe II, siswa memperoleh kesempatan untuk belajar keseluruhan konsep sebelum ia mempelajari apa yang akan menjadi spesialisnya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.

Sintaks atau cara kerja jigsaw menurut Elliot Aroson (dalam Warsono, 2012: 195) adalah sebagai berikut:

a. Seluruh siswa dalam kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok beranggotakan sekitar lima orang ( Spencer Kagan dalam hal ini mengikut saja dan tidak berpendapat sendiri sehingga ia juga menyarankan 5 orang, sedangkan Laura Candler berdasarkan hasil penelitiannya, serta banyak ahli yang lain menyukai terdiri dari 4 orang saja).

b. Tunjuk salah seorang siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin.

c. Bagi-bagilah materi pelajaran menjadi sejumlah segmen sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok.

d. Tugasilah setiap siswa dalam setiap kelompok untuk mempelajari hanya satu bagian/segmen saja dari meteri tersebut. Jadi jika ada empat orang di setiap kelompok, maka ada 4 orang yang masing-masing mempelajari bagian-bagian yang berbeda.

e. Kemudian setiap siswa dalam kelompok dikumpulkan dalam kelompok tim ahli. Setiap kelompok tim ahli beranggotakan siswa dari berbagai kelompok dengan tugas mempelajari segmen yang sama. Sebaiknya siswa yang dikirim dalam kelompok tim ahli adalah rekan mereka yang kompeten dan cepat yang didatanginya atas nama kelompok tadi kepada para anggota kelompoknya yang lain.

(41)

24

j. Terakhir guru memberikan kuis untuk menilai keterlibatan dan kecakapan individual.

Langkah-langkah atau sintaks pembelajaran dengan jigsaw menurut Slavin (2005: 14) adalah sebagai berikut:

a. Orientasi

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan metode jigsaw dalam proses belajar mengangar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model pembelajaran ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari konsep. (Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumnya harus sudah dibaca di rumah.)

b. Pengelompokan

Misalnya dalam kelas ada 20 siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya dan sudah di-ranking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi menjadi: 25% kelompok sangat baik (ranking 1-5), 25% kelompok baik (ranking 6-10), 25% selanjutnya (ranking 11-15) kelompok sedang, dan 25% (ranking 16-20) kelompok rendah. Selanjutnya kita akan membaginya menjadi lima grup(A-E) yang isi tiap-tiap grupnya heterogen dalam kemampuan matematika. Berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik, indeks 3 untuk kelompok sedang, dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Misalnya A1 berarti grup A dari kelompok sangat baik, A4 merupakan grup A dari kelompok rendah. Tiap grup akan berisi:

(42)

25 Grup C {C1, C2, C3, C4}

Grup D {D1, D2, D3, D4} Grup E {E1, E2, E3, E4}

c. Pembentukan dan pembinaan kelompok ahli

Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang kita berikan dan dibina supaya menjadi ahli, berdasarkan indeksnya. Kelompok 1 { A1, B1, C1, D1,E1}

Kelompok 2 { A2, B2, C2, D2,E2} Kelompok 3 { A3, B3, C3, D3,E3} Kelompok 4 { A4, B4, C4, D4,E4}

Tiap kelompok ini diberi konsep matematika (transformasi) sesuai dengan kemampuannya. Kelompok 1 yang yang terdiri dari siswa yang sangat baik kemampuannya diberi materi yang lebih kompleks worksheet 1 (pencerminan pada garis y = x, y = -x, garis x = h, y = h dan pencerminan pada sumbu koordinat). Kelompok 2 diberi materi worksheet 2 (translasi pada koordinat kartesius dan gabungan dua translasi). Kelompok 3 diberi materi worksheet 3 (menyatakan translasi dalam vektor kolom) dan kelompok 4 (pencerminan pada sumbu x, pada sumbu y, sifat-sifat pencerminan). Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam grub sebagai tim ahli (expert), tentunya peran pendidik cukup penting dalam fase ini.

d. Diskusi (pemaparan) kelompok ahli dalam grup

(43)

26

tertentu (worksheet 1-4). Selanjutnya pendidik mempersilahkan anggota grup untuk mempresentasikan keahliannya kepada grupnya masing-masing, satu per satu. Proses ini diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan antara mereka. Aturan dalam fase ini adalah:

1) Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota tim mempelajari materi yang diberikan.

2) Memperoleh pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi tidak ada yang selesai belajar sampai setiap anggota menguasai konsep.

3) Tanyakan pada anggota grup sebelum tanya pada pendidik.

4) Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak mengganggu grup lain. 5) Akhiri diskusi dengan “merayakan” agar memperoleh kepuasan. e. Tes (Penilaian)

Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk dikerjakan oleh siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada tes ini siswa tidak diperkenankan untuk bekerja sama. Jika mungkin tempat duduknya agak dijauhkan.

f. Pengakuan kelompok

(44)

27

Pada dasarnya cara kerja yang di kembangkan oleh Elliot Aroson sama dengan cara kerja yang dikembangkan oleh Robert Slavin. Perbedaan dari kedua tipe ini terletak pada penilaian akhirnya. Dimana pada jigsaw tipe II ini skor individu digabungkan dengan skor tim sebagi hasil akhir. Sedangkan pada jigsaw tipe I nilai akhir diperoleh melalui skor kuis individu saja.

Secara umum, pembelajaran jigsaw dimulai dari siswa di dalam kelas dibagi menjadi kelompok kecil. Setap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa, kelompok ini disebut kelompok asal. Guru membagi materi menjadi 4 subbab. Kemudian guru membagikan subbab tersebut kepada setiap siswa dalam kelompok. Siswa yang mendapatkan subbab yang sama berkumpul membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli bertugas untuk mendiskusikan materi yang mereka dapatkan. Setelah kelompok ahli selesai berdiskusi siswa kembali ke kelompok asal. Setiap siswa dalam kelompok asal bertugas untuk menyampaikan hasil disukusinya pada kelompok ahli kepada teman-teman dalam kelompok asal. Guru memberikan evaluasi kepada siswa untuk mengetahui sebarapa besar pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.

7. Kelebihan Jigsaw

(45)

28

Pendapat lain mengenai kelebihan jigsaw dituliskan oleh Johnson & Johnson (dalam Rusman, 2011: 219) yaitu: (a) meningkatkan prestasi belajar, daya ingat, motivasi belaja, harga diri siswa dan kemampuan adaptasi sosial yang positif; (b) melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi; serta (c) membentuk sikap positif pada siswa.

Berdasarkan pendapat di atas, jigsaw memiliki kelebihan yaitu meningkatkan motivasi, partisipasi, peran aktif, prestasi belajar, dan sikap positif siswa. Sehingga perbedaan dari setiap siswa dapat disikapi siswa dengan hal positif dan tidak menimbulkan hal-hal negatif yaang dapat merugikan siswa maupun pihak lain yang terlibat.

D. Karakteristik Siswa SD

(46)

29

Menurut Havighurst (2012: 35-36), tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:

1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam pemainan dan aktivitas fisik.

2. Membina hidup sehat.

3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.

4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.

5. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.

6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif. 7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.

8. Mencapai kemandirian pribadi

Desmita (2012: 36) juga menyebutkan bahwa dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa: 1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik. 2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang.

3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep.

(47)

30

Berdasarkan teori di atas, guru seharusnya memberikan siswa kesempatan untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan guru dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dalam kelompok. Sehingga siswa dapat bekerjasama dengan teman sebaya untuk mengembangkan kepribadian sosial, nilai, dan moralnya. Selain itu, pembelajaran melalui percobaan atau media pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung bagi siswa juga efektif untuk meningkatkan daya ingat siswa.

E. Keterlaksanaan antara Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPA terhadap Kemampuan Interpersonal Siswa

Di dalam pendidikan terdapat suatu proses kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan proses edukatif yang melibatkan guru dan siswa. Proses belajar mengajar tidak hanya berfungsi untuk mengubah pengetahuan saja, namun juga mengubah keterampilan dan sikap. Sebagai guru yang berkualitas harusnya mampu membuat siswanya aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Guru sebaiknya percaya pada kemampuan siswa. Guru tidak hanya menekankan pada kemampuan kognitif siswa saja, tetapi kemampuan afektif dan psikomotor juga harus dikembangkan. Tujuannya agar kelak siswa mampu menjadi masyarakat yang baik dan peka terhadap masalah sosial.

(48)

31

adalah melatih siswa untuk bekerjasama, bertaggungjawab, dan menekankan pada keberhasilan kelompok, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk membangun hubungan baik dengan sesama teman satu kelompoknya. Dengan kata lain, siswa harus memiliki kemampuan interpersonal tinggi.

IPA merupakan mata pelajaran eksak. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus dapat dibuktikan melalui pecobaan yang dilakukan oleh siswa. Dalam melaksanakan percobaan siswa hendaknya memiliki kemampuan interpersonal yang baik agar percobaan dapat berhasil. Sehingga teori yang dimiliki siswa dapat terbukti.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan kemampuan interpersonal siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan sistem pembelajaran kelompok dimana siswa akan membentuk atau memiliki dua kelompok sekaligus (kelompok asal dan kelompok ahli) dalam satu pembelajaran. Hal ini memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan banyak orang dalam setiap pembelajaran. Sehingga dibutuhkan kemampuan interpersonal tinggi agar siswa dapat berinteraksi dengan banyak teman.

(49)

32

dalam kelompok asal. Kemudian setiap siswa menyampaikan diskusinya sewaktu di kelompok ahli kepada kelompok asal. Dalam penyampaiannya, siswa diharuskan terbuka dan memastikan setiap anggota kelompok memahami apa yang siswa sampaikan. Pada model ini siswa ditekankan untuk memiliki kemampuan interpersonal yang baik agar tidak terjadi masalah pada setiap kelompok sehingga kelompok dapat berhasil.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan digunakan untuk acuan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Prani Astaga (2013) yang berjudul “Peningkatan Kecerdasan Interpersonal Menggunakan Metode Diskusi Kelompok dalam Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas IV SD Negeri Kenaran 2 Prambanan”. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh

penggunaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS yang signifikan terhadap kecerdasan interpersonal siswa kelas IV SD Negeri Kenaran 2 Prambanan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Lis Fatmawati (2013) yang berjudul “Keefektifan Metode Permainan untuk Meningkatkan Kecerdasan

Interpersonal dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV di SD Negeri Senden Mungkid Magelang”. Hasil penelitian menyatakan adanya pengaruh signifikan

(50)

33

Penelitian yang dilakukan oleh Prani Astaga (2013) relevan karena dalam langkah jigsaw siswa belajar dengan berkelompok. Dimana dalam belajar secara berkelompok pasti terdapat diskusi antar siswa. Penelitian ini membuktikan bahwa metode diskusi mampu meningkatkan kemampuan interpersonal. Sehingga jigsaw juga dapat meningkatkan kemampuan interpersonal.

Lis Fatmawati (2013) juga melakukan penelitian kefektifan metode permainan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal dan prestasi belajar. Metode permainan mengarahkan siswa untuk belajar sambil bermain. Dalam permainan tentunya terdapat aturan yang harus dipatuhi agar siswa tidak dikeluarkan dalam permainan. Langkah jigsaw juga menyenangkan dan memiliki aturan tertentu yang harus dipatuhi siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

G. Kerangka Pikir

(51)

34

mentah kemudian dihafal. Sehingga siswa hanya mendapat pengetahuan kognitif dan tidak mengembangkan sikap afektinya.

Sebab-sebab di atas berpengaruh terhadap kemampuan interpersonal siswa. Dimana siswa tidak diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa yang lain. Apa yang didapat setiap siswa hanya untuk dirinya sendiri. Sehingga siswa cenderung tidak mau berbagi dan egois.

Untuk meningkatkan kemampuan interpersonal siswa, diperlukan variasi dalam model pembelajaran. salah satu inovasi yang mampu mengembangkan kemampuan interpersonal siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa bekerja secara berkelompok, selain itu siswa juga diberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi dan memahami materi dengan teman sebaya. Interaksi dalam kelompok terbangun ketika siswa melakukan diskusi dan menyampaikan pendapat. Oleh karena itu siswa dibiasakan untuk berpendapat dan berbaur dengan temannya serta menghargai teman satu kelompoknya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini juga mengantarkan siswa untuk mengembangkan kemampuan interpesonal yang dimiliki.

H. Hipotesis Penelitian

(52)

35 I. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel diperlukan untuk menghindari adanya peafsiran yang beragam terhadap beberapa istilah dalam penelitian.

1. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Cooperative Learning berasal dari kata cooperatif yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai suatu tim. Cooperatif learning yaitu belajar bersama dengan anggota kelompok atau tim dimana antar anggota kelompok saling membatu satu sama lain untuk memahami suatu materi tententu. Sedangkan jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dalam satu kelompok mempelajari sub bab yang berbeda, kemudian siswa yang mendapat sub bahasan yang sama berkumpul membentuk tim ahli yang nantinya bertanggungjawab menyampaikan diskusi tim ahli ke kelompok asalnya.

2. Kemampuan Interpersonal

Kemampuan interpersonal merupakan kemampuan seseorang dalam memahami, berinteraksi, berhubungan, bekerjasama, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Kemampuan interpersonal tinggi ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif, kemampuan berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total, kemampuan mempertahankan relasi sosialnya secara efektif, sensitif terhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya, kemampuan memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution,

(53)

36

(54)

37 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen. Penelitian jenis eksperimen ini bermaksud untuk mencari hubungan sebab akibat sebelum dan sesudah diberikan treatment. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2015: 107) bahwa penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap kondisi yang terkendalikan. Penelitian eksperimen memiliki ciri khas yaitu memiliki kelompok kontrol.

Metode eksperimen dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksperimental Quasi Experiment. Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design. Dengan menggunakan desain ini dapat diungkap pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal anak. Mengacu pada desain di atas, penelitian ini melibatkan dua kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dipilih secara random dengan teknik undian.

(55)

38

Menurut Sugiyono (2015: 116) desain penelitian Nonequivalent Control Group Design digambarkan sebagai berikut

Tabel 1. Desain Experimen Nonequivalent Control Group Design

O1 X1 O2

O3 X2 O4

Keterangan:

O1 merupakan kelompok eksperimen yang belum diberi perlakuan. O3 merupakan kelompok kontrol. O1 dan O3 merupakan kedaan kelompok sebelum diberikan perlakuan. X1 merupakan pemberian perlakuan pengubahan model pembelajaran ala guru diubah menjadi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. X2 merupakan pemberian perlakuan seperti biasanya guru memberikan perlakuan yaitu ceramah dan pemberian tugas. O2 merupakan kondisi kelompok setelah diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. O4 adalah kondisi kelompok kontrol yang diberi perlakuan seperti biasanya guru memberikan perlakuan.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 2 Janturan kelas V sebagai kelompok kontrol dan Sekolah Dasar Negeri 1 Janturan Kelas V sebagai kelompok eksperimen.

(56)

39 C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2015: 117) menuliskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar se-gugus IV Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi. Pendapat ini didukung oleh Sugiyono (2015: 118) yang menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive random sampling.

(57)

40 D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan apa saja yang akan diteliti atau dipelajari oleh peneliti. Dinamakan variabel karena atribut memiliki variasi. Pernyataan tersebut didukung oleh Kerlinger dalam Sugiyono (2015: 61) yang menyatakan bahwa variabel adalah konstrak atau sifat yang akan dipelajari.

Selanjutnya lebih dalam Sugiyono (2015: 61) menyimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditark kesimpulannya.

Desain penelitian eksperimen hubungan sebab akibat dirancang sebagai desain eksperimen yang dibedakan secara variabel yang memberi pengaruh atau variabel penyebab atau variabel bebas (independen variabel) disimbolkan dengan X, dan variabel akibat atau terikat (dependent variable) disimbolkan dengan Y. Menurut Sugiyono (2015: 61), pengertian variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel Bebas : model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw 2. Variabel Terikat : kemampuan interpersonal

E. Teknik Pengumpulan Data

(58)

41

dengan interview (wawancara), skala (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya (Sugiyono, 2015: 193). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni menggunakan skala dan observasi.

1. Skala

Skala merupakan sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk dijawab. Hal ini sesuai dengan Sugiyono (2015: 199) yang menyatakan bahwa skala merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis pada responden untuk dijawab. Skala ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan interpersonal siswa. Skala kemampuan interpersonal siswa diberikan kepada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebanyak dua kali yaitu sebelum diberi perlakuan untuk mengetahui kemampuan interpersonal siswa (pre-test) dan setelah diberikan perlakuan untuk mengetahui kemampuan interpersonal siswa (post-test).

2. Observasi

Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan untuk mengamati suatu objek tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan observasi nonpartisipatif dan struktur. Seperti yang ditulis oleh Sugiyono (2015: 2014), dalam observasi nonpartisipatif peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Sedangkan observasi terstruktur adalah observasi yang telah disusum secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya.

(59)

42

dalam penelitian ini menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan untuk menggambarkan proses penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Selain itu, peneliti juga mengamati kelompok eksperimen berupa cara mengajar guru sesuai dengan kebiasaan guru.

F. Instrumen Penelitian

Meneliti adalah melakukan pengukuran. Dalam pengukuran tersebut diperlukan alat ukur yang baik agar hasil pengukurannya baik pula. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2015: 148).

Instrumen dalam penelitian ini dibuat untuk mengukur adanya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA terhadap kemampuan interpersonal siswa. Atas hal tersebut, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Skala kemampuan interpersonal

(60)

43

Tabel 2.Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Interpersonal

Variabel Indikator Pernyataan Jumlah

Soal Positif Negatif

Kemampuan Interpersonal

a. Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif

1,2,26 20,21,2 5

6

b. Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total

3,19,3 6

18,37,3 8

6

c. Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif

16,17, 22

4,15,33 6 d. sensitif terhadap perubahan

situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya

13,14, 34,35

5,24,30 7

e. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan

f. Memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif, dan menulis secara efektif

8,9,28 ,29

12,27 6

JUMLAH 21 17 38

Skala kemampuan Interpersonal dalam penelitian ini menggunakan skala likert, yaitu dengan memberikan skor bertingkat sesuai jawaban yang diberikan oleh responden. Sesuai dengan Sugiyono (2015: 134) yang menyatakan bahwa skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial.

Adapun penentuan skor untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut:

a. Pernyataan positif

1) Pilihan sangat sesuai bernilai 4. 2) Pilihan sesuai bernilai 3.

(61)

44 4) Pilihan tidak sesuai bernilai 1.

b. Pernyataan negatif

1) Pilihan sangat sesuai bernilai 1. 2) Pilihan sesuai bernilai 2.

3) Pilihan kurang sesuai bernilai 3. 4) Pilihan tidak sesuai bernilai 4.

Pernyataan positif adalah pernyataan yang mendukung variabel. Sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang menantang variabel. Dalam penelitin ini, skor tertinggi pada masing-masing item adalah 4, sedangkan skor terendah adalah 1. Hasil perolehan skor dari masing-masing pernyataan kemudian ditabulasi dan dijumlahkan dengan skor yang lain sehingga diperoleh skor keseluruhan dari masing-masing siswa.

2. Lembar observasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

Lembar observasi pada penelitian ini digunakan untuk mengamati keterampilan guru dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang berbentuk chek list. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati aktivitas kegiatan guru dan siswa tanpa mengganggu kegiatan individu maupun kelompok.

Untuk memperjelas gambaran tentang lembar observasi mengenai model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang akan digunakan, maka peneliti membuat kisi-kisi lembar observasi dengan rincian sebagai berikut:

a. Kegiatan awal

(62)

45 2) Guru melakukan apersepsi.

3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Kegiatan inti

1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.

2) Guru menunjuk salah satu siswa dalam setiap kelompok sebagai pemimpin. 3) Guru membagi materi dalam sejumlah segmen jumlah siswa dalam setiap

kelompok.

4) Setiap siswa dalam satu kelompok bertugas mempelajari satu segmen/subbab. 5) Siswa membentuk kelompok ahli.

6) Kelompok ahli berdiskusi membahas segmen/subbab yang sama. 7) Kelompok ahli kembali ke kelompok asal.

8) Setiap anggota tim ahli menjelaskan hasil diskusinya kepada kelompok asal. 9) Guru memantau jalannya diskusi.

c. Kegiatan penutup

1) Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.

2) Guru memberikan kuis untuk menilai keterlibatan dan kecakapan individual. 3) Guru memberikan tindak lanjut.

Adapun rincian kisi-kisi lembar observasi yang digunakan pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan awal

1) Guru melakukan apersepsi.

(63)

46 b. Kegiatan inti

1) Guru menyampaikan materi.

2) Guru memberikan tugas berupa latihan soal kepada siswa. 3) Guru bersama siswa mengkoreksi hasil pekerjaan siswa. c. Kegiatan penutup

1) Guru menilai hasil pekerjaan siswa.

2) Guru menyampaikan nilai rata-rata kelas pada pembelajaran yang baru saja dilaksanakan.

3) Guru menutup pembelajaran.

G. Analisis Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data ini terlebih dahulu dikonsultasikan kepada pakar untuk melihat apakah instrumen itu valid atau tidak. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini meggunakan validitas konstruk (construct validity) sebagai pengukur tingkat validitasnya. Hal ini sesuai dengan Sugiyono (2015: 176) yang menyatakan bahwa untuk instrumen yang nontest yang digunakan untuk mengukur sikap cukup memenuhi validitas konstrak.

Sugiyono (2015: 177) mengemukakan bahwa untuk menguji validitas kostruk, dapat menggunakan pendapat ahli (experts judgment). Experts jugdment

Gambar

Tabel 2.Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Interpersonal
Tabel 3.Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Interpersonal setelah Uji Coba
Tabel 4. Penghitungan Statistik Pre-Test Kelompok Eksperimen
Tabel 6. Hasil pre-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi anda yang mau pesan baju batik seragam untuk batik seragam sekolah (dengan logo sekolah/tidak), batik seragam pernikahan, batik seragam kantor/kerja (dengan

In this study the probiotic potential to formulate functional feeds have been evaluated using four dietary treatments: Treatment 1 (B + Bs); Bacillus

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara fungsi kognitif terhadap kepatuhan minum obat anti hipertensi pada pasien lanjut usia di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah

Tulisan singkat ini hanya memfokuskan terkait dengan bagaimana kita sebagai orang tua untuk terus tidak berhenti mengendalikan anak-anak kita dari berbagai macam

Program aplikasi untuk pengolahan data maupun untuk kegiatan yang menyangkut transaksi penjualan barang merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan, karena informasi yang

[r]

As Skilbeck (1984) defined it, the development of SBC refers to the planning, designing, implementation and.. evaluation of a program of students’ learning by the

Metode yang digunakan dalam aplikasi ini adalah markerless augmented reality yang memungkinkan pengguna untuk memakai aplikasi tanpa harus menggunakan marker khusus